BREAKING NEWS

8 Poin Aturan UU Bea Meterai Baru

Meterai Tempel (ilustrasi)

Pradirwan
- UU Bea Meterai telah disahkan DPR sejak 29 September 2020. UU nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai itu menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 (berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986) yang kurang lebih selama 35 tahun belum pernah mengalami perubahan.

Pengesahan UU baru yang akan mulai berlaku mulai 1 Januari 2021 ini akan sangat bermanfaat sebagai salah satu perangkat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan perbaikan tata kelola Bea Meterai dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan.  

Salah satu pertimbangan terbitnya UU tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi serta kelaziman internasional dalam kegiatan perekonomian. Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan tata kelola Bea Meterai sehingga perlu diganti.

Beberapa tujuan dari penerapan Undang-Undang Bea Meterai baru ini antara lain untuk:

  • mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera;
  • memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai;
  • menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;
  • menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil; dan
  • menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Ada 8 poin dalam UU Bea Meterai yang terdiri dari 12 BAB dan 32 pasal ini. Berikut ringkasannya:

1. Perluasan Objek Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen. Selama ini, dokumen yang dimaksud adalah dokumen kertas. Sejak Undang-Undang nomor 10 tahun 2020 maka ada perluasan definisi dokumen, yaitu kertas dan elektronik. Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan kesetaraan fungsi (level playing field) antara dokumen elektronik dan dokumen kertas sehingga asas keadilan dalam pengenaan Bea Meterai dapat ditegakkan secara proporsional.

Secara umum, objek Bea Meterai ada dua: Pertama, dokumen bersifat perdata yang dipergunakan untuk menerangkan mengenai suatu kejadian. Kedua, dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Dokumen yang bersifat perdata yang menjadi objek Bea Meterai terdiri dari:

  • surat Perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  • akta notaris beserta grosse, Salinan, dan kutipanya;
  • akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  • surat berharga dengan nama dan bentuk apapun;
  • Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan bentuk apa pun;
  • Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  • Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
  • Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2. Penyesuaian Tarif

Perubahan mendasar menyangkut penyesuaian tarif Bea Meterai menjadi tarif tunggal yaitu sebesar Rp10.000,00, dari sebelumnya dua lapis tarif yakni Rp3.000 dan Rp.6.000.

Penyesuaian tarif tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan pendapatan per kapita, daya beli masyarakat, dan kebutuhan penerimaan negara. Sebagaimana dimaklumi, peningkatan kapasitas untuk mengumpulkan pajak seyogianya berbanding lurus dengan pendapatan per kapita (kapasitas untuk membayar pajak). Oleh karena itu, penyesuaian besaran tarif dimaksud masih dalam rentang yang wajar dalam kerangka peningkatan penerimaan Bea Meterai tanpa memberatkan dan membebani masyarakat.

Dalam Undang-Undang Bea Meterai yang baru ini juga memungkinkan pengaturan mengenai pengenaan tarif tetap yang berbeda dari Rp10.000,00, khusus untuk dokumen yang dibuat atau digunakan dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan.

3. Batas Nilai Nominal Dokumen yang Dikenai Bea Meterai

Batas nominal yang dikenai tarif meterai Rp10.000 hanya untuk dokumen yang bernilai uang di atas Rp 5 juta. Di bawah itu, tidak kena bea meterai.

Batasan ini lebih longgar dari UU yang lama. Pada UU Nomor 13 Tahun 1985, yang tidak kena tarif hanya dokumen dengan nilai transaksi di bawah Rp250 ribu. Untuk dokumen senilai Rp250 ribu sampai Rp1 juta, dikenakan tarif bea meterai Rp3.000. Lalu di atas Rp 1 juta, kena tarif Rp 6.000.

Pengaturan ini merefleksikan adanya keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.

Berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat, Undang-Undang Bea Meterai ini juga memberi ruang untuk menaikkan atau menurunkan besarnya batas nilai nominal Dokumen yang memuat jumlah uang yang dikenai Bea Meterai dan besarnya tarif tetap Bea Meterai.

4. Penggunaan Meterai Elektronik dan Meterai Bentuk Lain Selain Meterai Tempel

Selama ini, masyarakat umumnya mengetahui cara pelunasan bea meterai yaitu dengan menggunakan Meterai Tempel. Melalui UU baru ini ada cara pelunasan bea meterai lainnya yaitu dengan menggunakan Meterai Elektronik dan Meterai Dalam Bentuk Lain.

Meterai Tempel adalah Meterai yang ditempelkan atau direkatkan di dokumen kertas. Sedangkan Meterai Elektronik adalah meterai yang memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri. Kalau dokumen berbentuk elektronik maka tidak bisa menggunakan Meterai Tempel.

Meterai Dalam Bentuk Lain adalah meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan Meterai Digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan, dan sistem atau teknologi lainnya.

Pengembangan teknologi pembayaran Bea Meterai merupakan langkah kongkret yang harus dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengenaan Bea Meterai atas dokumen elektronik sehingga pembayaran Bea Meterai dapat dilakukan secara lebih sederhana dan efektif.

5. Saat Terutang

Untuk posisi saat terutang, ada beberapa pengaturan mengenai dokumen yang terutang Bea Meterai, yaitu pada saat dokumen dibubuhi tanda tangan, dokumen selesai dibuat, dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat, dokumen diajukan ke pengadilan, dan dokumen digunakan di Indonesia.

6. Pihak yang Terutang dan Pemungut Bea Meterai

Setelah dokumen, maka pihak yang terutang juga diatur. Ini terkait dengan pihak-pihak yang terkait pada poin kelima di atas. Pihak di sini mulai dari orang yang menerbitkan dokumen sepihak, dua pihak, surat berharga, alat bukti pengadilan, atau penerima manfaat atas dokumen.

Untuk Dokumen bersifat perdata yang menjadi objek Bea Meterai dapat dilakukan pemungutan bea meterai yang terutang. Ada tiga kewajiban pemungut bea meterai, yaitu memungut bea dari pihak yang terutang, menyetorkan ke kas negara, dan melaporkan kegiatan pemungutan ini.

7. Pemberian Fasilitas

Pemberian fasilitas dapat diberikan berupa pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas dokumen yang digunakan di empat kegiatan. Keempat kegiatan tersebut yaitu kegiatan penanganan bencana alam, kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial, kegiatan dalam rangka mendorong program pemerintah, dan melaksanakan perjanjian internasional.

8. Pengaturan Mengenai Sanksi

Dalam rangka penegakan hukum, Undang-Undang Bea Meterai yang baru juga mengatur sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran Bea Meterai dan meminimalkan serta mencegah terjadinya tindak pidana pembuatan, pengedaran, penjualan, dan pemakaian meterai palsu atau meterai bekas pakai.

Selain 8 poin tersebut, dalam aturan peralihan Undang-Undang Bea Meterai ini terdapat ketentuan bahwa meterai tempel desain tahun 2014 masih dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2021.

Download:

UU No. 10/2020 tentang Bea Meterai
Salindia Bea Meterai

artikel ini pertama kali ditayangkan di Ayo Bandung

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes