BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Catatan Kuliah. Show all posts

Pengantar Ilmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum 

Pradirwan - Dalam pembicaraan sehari-hari, baik itu di media cetak, media elektronik, maupun dalam berbagai kesempatan, seringkali dilontarkan berbagai macam bentuk ungkapan yang mengatasnamakan hukum. Entah bagi mereka yang berlindung atas nama hukum, maupun pihak-pihak yang menghujat hukum itu sendiri.

Sepanjang yang penulis ketahui, konsep hukum itu sangatlah luas. Berbagai rumusan dan tulisan telah merujuk pendapat para sarjana maupun filsuf terkemuka di dunia, untuk mencoba memberikan suatu definisi atau bentuk-bentuk pemahaman mengenai hukum. Namun, dalam praktik tidak jarang dijumpai kesalahpahaman atau salah penafsiran, bahkan telah memberikan penafsiran baru terhadap hukum itu sendiri.

Pada dasarnya, suatu hukum yang baik adalah hukum yang mampu mengakomodasi dan membagi keadilan pada orang-orang yang akan diaturnya.

Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata bahwa hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Namun keraguan atas hukum yang dibuat oleh manusia ternyata telah dialami orang sejak lama. Sebagai contoh, pada zaman Romawi enam ratus tahun sebelum Masehi, Anarchasis menulis bahwa hukum seringkali berlaku sebagai sarang laba-laba, yang hanya menangkap orang lemah dan miskin namun mudah rusak bagi yang kuat dan kaya

Di sisi lain, kaum Sofist berpendapat bahwa “justice is the interest of the stronger”, bahwa hukum merupakan hak dari penguasa. Karena itu, dalam ‘The Second Treatise of Government’ (1980), John Locke telah memperingatkan bahwa “whereever law ends, tyranny begins”.

Bunyi pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dalam amandemen ketiga menyatakan dengan jelas bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Penegasan negara hukum itu terjadi saat sidang umum MPR pada 1-9 November 2001. 

Penegasan negara hukum itu bermakna bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan, dan pemerintahan di negara Indonesia harus senantiasa berdasarkan asas hukum yang berlaku.

Konsep negara hukum ini pada gilirannya akan menuju kepada terciptanya kehidupan yang demokratis, terlindunginya hak asasi manusia, serta kesejahteraan sosial yang berkeadilan.
Konsep ini juga selaras dengan sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang menyatakan dengan jelas bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat perlakuan yang adil dalam segala bidang kehidupan baik dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya.

Pernyataan ini juga berhubungan langsung dengan norma hukum yang menjadi salah satu faktor penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Namun, apakah pengertian hukum itu?


Pengertian Hukum

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring mengatakan hukum (hu.kum) adalah (1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, (2) undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu, dan (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis.

Sementara pengertian hukum menurut Plato adalah seperangkat peraturan-peraturan yang tersusun secara baik serta teratur yang sifatnya mengikat hakim dan masyarakat.

Senada dengan gurunya (Plato), Aristoteles mengatakan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga mengikat kepada hakim itu sendiri. Dengan kata lain hukum tidak diperuntukan dan ditaati oleh masyarakat saja, tapi juga wajib dipatuhi oleh pejabat negara.

Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi. Karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

Dalam hubungan ini, maka terlihat bahwa hukum yang berlaku mencerminkan ideologi, kepedulian dan keterikatan pemerintah pada rakyatnya, tidak semata-mata merupakan hukum yang diinginkan rakyat untuk mengatur mereka. 

Hukum yang berpihak pada rakyat, yang memperhatikan keadilan sosial, yang mencerminkan perlindungan hak asasi manusia, seperti tercantum dalam konstitusi UUD 1945 yang sudah penulis sebutkan di atas. 

Hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagi rakyat, tetapi juga bagi para pejabat pemerintahan dan seluruh penyelenggara kenegaraan.

Seorang pengacara, Bryan A. Garner dalam bukunya Black’s Law Dictionary mendefinisikan hukum sebagai: 

The regime that orders human activies and relations through systematic application of the force of politically organized society, or trough a pressure, backed by force, in such a society; the legal system (respect and obey the law). The aggregate of legislation, judicial precedents, and accepted legal principles; the body of judicial and administrative action (the law of land). The judicial and administrative process, legal action and proceedings (when settlement negotiations failed, they submitted their dispute to the law)...

Melalui definisi singkat arti hukum di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa hukum yang melandasi good governance menjadi landasan dalam berperilaku, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi para pejabat pemerintahan di badan-badan legislatif, eksekutif atau administratif dan badan-badan yudikatif. 

Walau demikian, hukum dimaksud adalah hukum yang memang benar-benar diciptakan melalui proses yang benar dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat dan keadilan sosial. 

Tanpa adanya hukum yang berkeadilan, baik yang dibuat oleh badan-badan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, sulit rasanya bahwa hukum akan dapat diterima dan dijadikan panutan.


Pembagian Hukum

Hukum berdasarkan isinya dibagi 2 (dua) yaitu hukum perdata (hukum privat/privatrecht) dan hukum publik (publickrecht).

Hukum perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu dengan yang lain dalam hubungan keluarga dalam pergaulan masyarakat.

Hal-hal esensial yang diatur dalam hukum privat antara lain kebebasan setiap individu, masalah keluarga, waris, perkawinan, harta kekayaan, jaminan, hak milik, perikatan, perjanjian, dan lain-lain.

Dalam KUH Perdata dibagi dalam empat buku, yaitu buku I tentang orang, buku II tentang benda, buku III tentang perikatan, dan buku IV tentang bukti dan kadaluarsa.

Sementara hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan antara penguasa dan warga negaranya.

Hukum publik merupakan keseluruhan peraturan yang merupakan dasar negara dan mengatur pula bagaimana caranya negara melaksanakan tugasnya dalam rangka melindungi kepentingan umum, yang pada akhirnya melindungi kepentingan negara.

Hukum publik memberikan jaminan bagi perlindungan hukum atas kenyamanan, keselamatan, keamanan warga negara dari pemerintah atau negara atau melindungi kepentingan umum.

Contoh hukum publik misalnya hukum pidana, hukum tata negara, hukum admisnitrasi negara, hukum internasional publik, dan lain-lain.


Hukum bersifat Memaksa

Hukum publik umumnya bersifat memaksa, sedangkan hukum perdata bersifat melengkapi. Norma hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) menurut Nur Rahman adalah suatu norma hukum yang secara apriori harus ditaati atau norma hukum dalam hal konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 

Walaupun penulis menyebut di atas, sifat hukum publik umumnya memaksa (dwingen recht) dan sifat hukum privat umumnya pelengkap (aanvullend recht), namun dalam hukum perdata (dalam pasal-pasal KUH Perdata) tentang perjanjian ada juga yang bersifat memaksa (dwingen recht).

Misalnya syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan wajib dipenuhi adalah: 
1) kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri, 
2) kecakapan untuk membuat perjanjian, 
3) sesuatu hal tertentu, dan 
4) sesuatu sebab yang diperbolehkan oleh hukum. 

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif sedangkan dua syarat yang terakhir merupakan syarat objektif.

Menurut Yahman, jika tidak terpenuhi syarat subjektif perjanjian, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jika tidak terpenuhi syarat objektif perjanjian, maka perjanjian itu terancam batal demi hukum. 

Berarti ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata ini bersifat memaksa artinya keempat syarat tersebut wajib ada dalam perjanjian, jika tidak, maka konsekeunsi hukumnya dapat dibatalkan atau batal demi hukum.


Unsur-unsur Hukum

Hukum akan mengatur perbuatan manusia, berisi perintah dan larangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatau dengan tujuan supaya tidak merugikan kepentingan umum dan perilaku manusia tidak bersinggungan. Peraturan hukum ditentukan oleh badan atau lembaga berwenang. Peraturan hukum tidak boleh dibuat oleh setiap orang, tetapi oleh lembaga yang mempunyai kewenangan yang sifatnya mengikat dengan masyarakat. Peraturan hukum bersifat memaksa. Hukum dibuat bukan untuk dilanggar tetapi ditaati. Bagi pelanggar, hukum mempunyai sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Dari uraian di atas,  hukum harus memiliki unsur-unsur berupa (Kansil, 1989:39): 

(a) peraturan mengenai tingkah laku manusia;
(b) peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
(c) peraturan itu bersifat memaksa; dan
(d) sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas.


Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU tersebut, kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki. 

Hierarki yang dimaksud adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam hierarki di atas, peraturan perundang-undangan hanya sampai dengan Perda Kabupaten/Kota, bagaimana dengan peraturan perundang-undangan lain selain yang telah tercantum di atas (seperti Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak)?

Peraturan perundang-undangan lainnya tetap diakui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang 12/2011 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.



Bandung, 10 Mei 2010
Pradirwan

Sumber: 

Balanced Scorecard dalam Analisis dan Pelaporan Kinerja

"Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang membuat karyawannya semakin baik dari hari ke hari." ~ Audita Setiawan

Pradirwan
~ Seorang dosen dalam memberikan nilai kepada para mahasiswanya menerapkan aturan penilaian. Aturan tersebut memuat beberapa kriteria penilaian, diantaranya nilai Ujian Tengah Semester (UTS), nilai Ujian Akhir Semester (UAS), nilai tugas, dan tingkat kehadiran.

EVA NITAMI (Economic Value Added atau Nilai Tambah Ekonomi)

EVA NITAMI. Seorang fotografer dan penyanyi dalam sebuah even memperingati hari jadi surat kabar ternama di Bandung. Bisa jadi, profesi yang mereka geluti saat aku ambil gambar ini, hanyalah nilai tambah mereka saja.


Pradirwan - Jalan tol Pasteur Sabtu siang itu tak bersahabat denganku. Selepas melewati pintu keluar tol Baros, nampak dari kejauhan mobil-mobil di depanku mulai melambat.

Catatan perilaku organisasi, pertanyaan dan jawaban

Pradirwan - Awal belajar perilaku organisasi, saya menganggap 'remeh' karena sejak SMP saya berorganisasi. Ternyata yang dipelajari adalah teori-teori yang diterapkan dalam organisasi.

Berikut adalah contoh pertanyaan dan jawaban tentang Perilaku Organisasi yang telah dirangkum rekan kami, Ade. (telah dilakukan editing seperlunya).

Ade (Fb)

1. Apa yang saudara ketahui tentang kelompok komando, kelompok tugas, dan kelompok informal? Jelaskan tahap – tahap perkembangan kelompok menurut Stephen P Robbin! Apa alasan individu bergabung dengan kelompok ?

Kelompok Komando atau Command Group, yaitu kelompok formal yang terdiri dari individu-individu dalam organisasi dengan garis komando jelas seperti bawahan yang harus melapor ke atasannya. Kelompok Komando ini biasanya ditentukan dalam Bagan Organisasi.

Kelompok Tugas atau Task Group, yaitu kelompok formal yang dibentuk untuk menyelesaikan tugas tertentu. Individu-individu yang bergabung ke dalam Kelompok Tugas adalah mereka yang dapat bekerjasama dalam menyelesaikan Tugas diarahkan oleh Organisasi. Contoh Kelompok Tugas dalam perusahaan manufakturing adalah membentuk Kelompok Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) yang tertugas untuk menangani masalah-masalah kualitas.

Kelompok Informal atau Informal Group adalah Kelompok yang dibentuk oleh anggota organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama. Kelompok Informal ini umumnya tidak terstruktur secara formal dan tidak ditetapkan secara resmi oleh organisasi. Timbulnya Kelompok Informal karena adanya tanggapan terhadap kebutuhan akan hubungan sosial.

Kelompok Informal ini dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu:

  • Kelompok Kepentingan atau Interest Group, yaitu kelompok yang dibentuk oleh individu-individu tertentu dalam organisasi yang memiliki kepentingan sama.
  • Kelompok Persahabatan atau Friendship Group, yaitu kelompok yang terbentuk karena adanya persamaan karakteristik seperti kesamaan hobi, kesamaan pandangan politik, kesamaan kepercayaan, ataupun kesamaan etnis.


Tahap – tahap perkembangan kelompok menurut Stephen P Robbin:

1. Tahap Pembentukan (forming)
Memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Para anggotanya “menguji ke dalam air” untuk menentukan jenis – jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.

2. Tahap Timbulnya Konflik (Storming)
Satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi terdapat penolakan terhadap batasan – batasan yang diterapkan kelompok tersebut terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa yang akan mengendalikan kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai, terdapat sebuah hierarki yang relatif kelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.

3. Tahap Normalisasi (norming)
Tahap ketiga ini adalah tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap normalisasi (norming stage) ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah mengasimilasi serangkaian ekspektasi definisi yang benar atas perilaku anggota.

4. Tahap Performing (Berkinerja)
Pada titik ini struktur telah sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dari saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.

5. Tahap Adjourning Stage (Pembubaran)
Untuk kelompok – kelompok kerja yang permanen, berkinerja adalah tahap terakhir dalam perkembangan mereka. Tetapi, untuk komisi, tim, angkatan tugas sementara, dan kelompok - kelompok kerja yang mempunyai tugas yang terbatas untuk dilakukan, terdapat tahap pembubaran. Dalam tahap ini, kelompok tersebut mempersiapkan diri untuk pembubarannya. Kinerja tugas yang tinggi tidak lagi menjadi prioritas tertinggi kelompok. Sebagai gantinya, perhatian diarahkan untuk menyelesaikan aktivitas – aktivitas. Respons dari anggota kelompok dalam tahap ini bervariasi. Beberapa merasa gembira, bersenang – senang dalam persahabatan dan pertemanan yang didapatkan selama kehidupan kelompok kerja tersebut.


2. Ada dua pendekatan untuk meramalkan perilaku kelompok, yaitu pendekatan yang berpandangan bahwa kelompok merupakan suatu sistem (kumpulan sub-sistem) dan pendekatan yang berpandangan bahwa kelompok memiliki variable struktural. Jelaskan mengenai hal tersebut!

Robbins (1996) mendefinisikan kelompok sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi, saling bergantung satu sama lain, dan saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Sementara Gibson (1997) memandang kelompok dari empat perspektif (persepsi, organisasi, motivasi, interaksi).

Perilaku kelompok juga menekankan bahwa perilaku dalam suatu kelompok adalah cara berfikir untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil penemuan, berikut tindakan-tindakan pemecahannya. Sebuah kelompok, menurut Robbins dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu kelompok formal (formal group) dan kelompok informal (informal group).

Kelompok formal adalah suatu kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi, dengan pembagian kerja yang ditandai untuk menegakkan tugas-tugas. Formal groups are created to achieve specific organizational objectives and aer concerned with the co-ordination of work activities (Mullins, 1995:171). Kelompok ini juga didefinisikan berdasarkan kerja yang dilakukan oleh anggota kelompok. 

Sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang dibentuk berdasarkan kesukaan individu atau kemiripan minat, latar belakang dan karakteristik pribadi. Informal groups are based more on pesonal relationships and agrement of group members than on defined role relationships (Mullins, 1995:171). Dapat dikatakan juga bahwa kelompok ini muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial. Dalam organisasi kelompok demikian mungkin merupakan bagian dari kelompok kerja formal.

Untuk dapat membuat perkiraan-perkiraan ilmiah yang tepat, segala sesuatu harus dapat diuraikan, diukur, dan diklasifikasikan dengan tepat dan cermat. Demikian pula halnya dengan kelompok. Untuk mengungkapkan hukum-hukum yang mengatur perilaku kelompok, perlu ada cara untuk menguraikan dan mengukur sifat-sifat dan perilaku kelompok. Dengan perkataan lain, seperti halnya individu, kelompok pun mempunyai kepribadian (personality) yang dapat dipelajari.
 
Berdasarkan atas pengertian tersebut, maka perilaku kelompok dapat diartikan sebagai semua sikap atau tingkah laku yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling tergantung dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama di dalam suatu kelompok atau organisasi. 

Apabila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif, (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya. Perilaku individual dalam kelompok disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat diidentifikasi. Seseorang masuk dalam suatu konteks yang terstruktur dan perilakunya sebagian adalah produk dari kekuatan-kekuatan yang mengalir dari konteks ini (Melcher, 1994:15).

Kompleksitas sebuah kelompok akan meningkat dengan bertambah besarnya ukurannya, meningkatnya saling ketergantungan dalam arus kerja, menurunnya tugas-tugas yang diprogram. Faktor-faktor ini dapat mengganggu perilaku individual dan hubungan-hubungan dalam kelompok dan antar kelompok. Gejala-gejala yang lazim adalah menurunnya komitmen, macetnya komunikasi, dan meningkatnya konflik. Metode-metode yang spontan dan interaksi antar pribadi yang cukup memadai untuk koordinasi dan motivasi dalam organisasi sederhana, akan macet dengan meningkatnya kompleksitas (Melcher, 1994:21).

Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996). 

Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Edwin Locke, 2009). Selanjutnya menurut Cowling dan James (1996), tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun.

Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok (Fathoni, Abdurrahmat, 2006).

Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.

Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi anggota bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja, (2) persepsi anggota bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian), (3) nilai yang diberikan anggota terhadap imbalan yang diberikan. 

Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Winardi, 2003). 

Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan, dan umpan balik yang tepat.

(sumber: jurnal unpatti )

3. Jelaskan teori motivasi menurut Abraham Maslow & teori dua faktor (two factor theory) menurut Herzberg!

Teori motivasi menurut Abraham Maslow:

1. Physiological Needs (Biological Needs)
Yaitu kebutuhan badaniah yang meliputi : sandang, pangan, sex, tempat tinggal, sembuh dari rasa sakit, dll.

2. Safety Needs (Security Needs)
Yaitu kebutuhan akan rasa aman (keselamatan) atau kebutuhan untuk merdeka dari ancaman, baik dari lingkungan maupun kejadian tertentu.

3. Social Needs (Love Needs)
Yaitu kebutuhan akan persahabatan, diterima orang lain, interaksi, berkelompok, dan kasih sayang.

4. Self Esteem Needs
Yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pandangan baik dari orang lain, harga diri.

5. Self Actualization Needs
Yaitu kebutuhan akan pengakuan diri, rasa puas akan nilai yang diperoleh dari pekerjaan atau memaksimalkan kemampuan, keahlian dan potensi diri.

Teori Dua Faktor menurut Herzberg:

Faktor Hygiene
Merupakan rangkaian kondisi yang menggambarkan hubungan seseorang dengan lingkungan tempat yang bersangkutan melaksanakan pekerjaanya (Job Context).

Faktor-faktor ini tidak berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, tetapi berhubungan dengan timbulnya ketidakpuasan kerja (dissatisfier), oleh karena itu faktor-faktor ini tidak dapat digunakan sebgai alat motivasi tetapi merupakan alat untuk menciptakan  kondisi yang memungkinkan timbulnya kepuasan kerja (extrinsic factor). 

Faktor Hygiene meliputi :
  1. Company Policy And Adminstration, berkaitan dengan kebijakan organisasi yang menyangkut ketenagakerjaan, khususnya menyangkut carier planning.
  2. Working Condition, baik fisik maupun non fisik.
  3. Technical Supervision, berkaitan dengan kemampuan/skill pemimpin.
  4. Interpersonal Relations/Supervision, berkaitan dengan kemampuan pemimpin dalam membina hubungan baik dengan bawahan. Pemimpin harus memiliki: technical skill, human skill, dan conceptual skill.
  5. Salary/Wages, berkaitan dengan kompensasi atau sistem pengupahan yang baik.
  6. Job Security, berkaitan dengan keaman kerja.
  7. Status, berkaitan dengan posisi dalam organisasi atau posisi organisasi.

Faktor  Motivator
Merupakan rangkaian kondisi yang menggambarkan hubungan seseorang dengan apa yang ia kerjakan (Job Content) atau kondisi intrinsik yang meliputi kandungan/isi kerjanya, prestasi, penghargaan atas prestasi.

Faktor-faktor ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja (Satisfier) dan sifatnya intrinsik (Intrinsic Factor), oleh karena itu disebut sebagai faktor motivator.

Faktor motivator behubungan langsung dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu faktor motivator merupakan alat motivator sehingga seringali disebut sebagai faktor satisfier.

Faktor Motivator meliputi:

a. Achievement
Keberhasilan melaksanakan pekerjaan mendorong tumbuhnya motivasi seseorang. Oleh karena itu seorang atasan harus mau memberikan kesempatan atau membantunya mencapai keberhasilan kepada bawahannya, sedemikian rupa sehingga pekerja yang bersangkutan dapat berkembang sendiri. Nyatakan keberhasilan bawahannya.

b. Recognation
Pernyatan pengakuan oleh atasan atas keberhasilan seorang pekerja. Caranya bermacam-macam: langsung dinyatakan ditempat, dengan surat penghargaan, dengan hadiah, dengan kenaikan/promosi jabatan.

c. The Work It self
Faktor ini berpangkal pada upaya untuk menempatkan setiap pekerja secara tepat. Seorang bawahan harus tahu persis apa yang harus dikerjakannya. Hindarkan kebosanan dalam pekerjaan.

d. Responsibility
Rasa tanggung jawab yang dimiliki seorang perja akan mendorang tumbuhnya motivasi kerja. Oleh karena itu harus selalu ditumbuhnkan rasa tanggung jawab dengan cara menghindari supervisi yang ketat, atau memberi kesempatan karyawan untuk berperan serta.

e. Advancement
Kesempatan untuk mengembangkan diri merupakan faktor yang memotivasi pekerja. Oleh karena itu dalam suatu organisasi perlu ada program T & D (Training & Development) dan CD (Career Development).

4. Jelaskan teori motivasi penguatan (the re-inforcement theory of motivation) menurut BF. Skinner’s!

Tingkah laku seseorang pada masa yang akan datang ditentukan oleh pengalamannya pada masa lalu melalui sutau proses belajar yang didasarkan atas suatu hukum “Law of Effect” yang menyatakan:
  1. Bahwa suatu tingkah laku yang langsung diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (berbentuk balas jasa, penghargaan, hadiah) cenderung akan diulangi pada masa yang akan datang.
  2. Bahwa suatu tingkah laku yang diikuti dengan konsekuensi yang negatif/tidak menyenangkan (berbentuk hukuman) cenderung tidak diulangi pada masa yang akan datang.
  3. Jadi untuk memotivasi seseorang, diperlukan reinforcement (penguatan) dari konsekuensi-konsekuensi tingkah laku tertentu.

Jenis reinforcement atau teknik untuk memotivasi tingkah laku seseorang:

a. Positive Reinforcement
Suatu konsekuensi yang secara positif (pasti) akan menyebabkan suatu tingkah laku tertentu. Hal ini meliputi 2 aspek:
  • Primary Reinforcers, yang dapat memenuhi kebutuhan biologis (makan, minum)
  • Secondary Reinforcers, berdasarkan pengalaman masa lalu dapat menyenangkan seseorang, seperti hadiah, penghargaan, promosi, dll untuk memenuhi kebutuhan non biologis.
b. Negative Reinforcement (Avoidance Learning)
Suatu teknik yang berlaku bila seseorang belajar tentang bagaimana cara bertingkah laku yang menyebabkan didapatkannya konsekuensi yang menyenangkan, atau cara berkelakuan yang memungkinkan dihindarkannya konsekuensi yang negatif (tidak menyenagkan). Negative Reinforcement meliputi:
  • Extinction, menahan/mengabaikan pemberian reward bila ada tingkah laku yang tidak diinginkan, sampai tingkah laku itu hilang.
  • Punishment, suatu konsekuensi negatif yang diberikan untuk tingkah laku yang tidak diharapkan.

5. Apa yang anda ketahui tentang kepemimpinan (leadership)? Jelaskan perbedaan teori kepemimpinan ciri/sifat, teori kepemimpinan perilaku, dan teori ketergantungan pada situasi (contingency approach)!

Pengertian Kepemimpinan secara umum adalah sebuah kemampuan yang terdapat di dalam diri seseorang untuk bisa memengaruhi orang lain atau memandu pihak tertentu untuk mencapai tujuan.

Sementara itu, definisi pemimpin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang memimpin. Jadi, seorang pemimpin wajib memiliki kemampuan untuk memengaruhi atau memandu sekelompok orang/pihak.

Pengertian Kepemimpinan Menurut Para Ahli

Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan (Stephen P. Robbins).

Kepemimpinan adalah adalah proses untuk memberikan pengarahan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas anggota kelompok/organisasi (Stoner).

Kepemimpinan merupakan kemampuan dalam diri seseorang dan mencakup sifat-sifat, seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan. Kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari gaya, perilaku, dan kedudukan pemimpin bersangkutan dan interaksinya dengan para pengikut serta situasi. (Wahjosumidjo).

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang saat menjabat sebagai pimpinan organisasi tertentu dalam memengaruhi orang lain, khususnya bawahannya. Ini dilakukan supaya mereka mampu bertindak dan berpikir sesuai dengan arahan tertentu supaya tujuan dapat tercapai dengan mudah. (Sondang P. Siagian)

Perbedaan teori kepemimpinan ciri/sifat, teori kepemimpinan perilaku, dan teori ketergantungan pada situasi (contingency approach).

1. Pendekatan sifat/ciri kepemimpinan (traits approach): pendekatan ini mencoba menelaah kepemimpinan melalui sifat-sifat tertentu yang membedakan pemimpin dengan orang lain yang bukan pemimpin.

2. Pendekatan tingkah laku (perilaku) kepemimpinan (Behavior Approach): Pendekatan ini mencoba menelaah apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Bagaimana mereka mendelegasikan tugas (task), berkomunikasi, memotivasi bawahan, melaksanakan fungsinya, dan sebagainya. 

Dua fungsi utama yang dilakukan pemimpin yang efektif :
  • Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task oriented) atau fungsi pemecahan masalah pekerjaan, yaitu suatu fungsi yang menyangkut pemberian saran-saran kepada bawahan untuk menyelesaikan masalah, informasi dan pendapat atas suatu masalah.
  • Fungsi pemeliharaan kelompok (human oriented) atau fungsi sosial, yaitu semua bentuk usaha yang dapat membantu kelompok berjalan lancar, mencegah/menengahi beda pendapat, membuat kesimpulan rapat, dll.
3. Pendekatan ketergantungan pada situasi (Contingency Approach): Pendekatan ini berkembang berdasarkan pemikiran dan penelitian yang menunjukkan bahwa situasi yang berkembang sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan seseorang. Artinya efektivitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh situasi/kondisi pada saat kepemimpinan itu dilakukan. 

Dengan kata lain, pemimpin yang berhasil menjalankan kepemimpinannya pada suatu situasi/kondisi tertentu belum dapat menjamin keberhasilannya pada suatu situasi/kondisi yang lain. Oleh karena itu, pendekatan ini mencoba merumuskan gaya kepemimpinan yang efektif untuk situasi/kondisi tertentu pula.

6. Jelaskan teori kepemimpinan menurut Robert Blake & Jane Mouton, Fred Fiedler, dan teori kepemimpinan menurut Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard!

Teori kepemimpinan menurut Robert Blake & Jane Mouton

Teori Blake & Mouton Managerial Grid

gambar A. Teori Blake & Mouton Managerial Grid


Teori ini dikenal juga dengan Teori Blake dan Mouton Managerial Grid yang merupakan bagian dari teori kepemimpinan universal. Teori ini dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton pada tahun 1964. Teori ini membagi kepemimpinan berdasarkan 2 dimensi perilaku yaitu kepedulian terhadap tugas dan kepedulian terhadap orang.

gambar B. penjelasan Teori Blake dan Mouton

Dari dua dimensi kepedulian terhadap tugas kepedulian terhadap orang ini, teori Blake dan Mouton Managerial Grid dibagi ke dalam 5 gaya kepemimpinan, yaitu: Impoverished Management, Country Club Management, Authority-Compliance Management, Middle-of-the-Road Management dan juga Team Management dengan posisi seperti di bawah ini.

5 gaya kepemimpinan Blake dan Mouton
gambar C. 5 gaya kepemimpinan Blake dan Mouton

Berdasarkan gambar C tersebut dapat dijelaskan bahwa :
  • Style 1.1. Impoverished (laissez faire) management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas rendah serta berorientasi kemanusiaan juga rendah.
  • Style 1.9. Country club management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas rendah serta berorientasi kemanusiaan tinggi.
  • Style 9.1. Task/Authoritarian management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas tinggi serta berorientasi kemanusiaan rendah.
  • Style 5.5. Middle of the road management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas “sedang” serta berorientasi kemanusiaan juga “sedang”.
  • Style 9.9. Team/Democratic management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas tinggi serta berorientasi kemanusiaan juga tinggi.
(sumber: bossforworld)

Teori Kepemimpinan Menurut Fiedler


Fiedler menyatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya ditentukan oleh faktor situasional dan interaksi pemimpin tersebut dengan situasi yang berkembang (kemampuannya memilih gaya kepemimpinan yang sesuai untuk situasi tertentu).

Dengan menggunakan tiga elemen sebagai dasar, Fiedler merumuskan 8 macam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yang paling efektif.

Teori Kepemimpinan Fiedler

Tiga elemen pokok itu meliputi:

  1. Hubungan pemimpin dan bawahan (leader–member–relation). Elemen ini diukur dengan mengevaluasi tingkat penerimaan bawahan terhadap atasannya.
  2. Struktur tugas (task structure). Diukur dengan mengevaluasi sejauh mana kejelasan tentang tujuan yang harus dicapai,  tingkat berubah-ubahnya keputusan yang diambil, bagaimana keragaman alternatif pemecahan.
  3. Posisi leader (position power of the leader). Diukur dengan mengevaluasi tingkat pengaruh pemimpin terhadap bawahan. Berapa banyak hukuman harus dipergunakan untuk mempengaruhi bawahan.
Ketiga variable situasi ini dikatkan dengan pendekatan yang berorientasi pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan efektifitas kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan kemanusiaan. Berikut hasil temuan dari Model Fiedler:

Style leadership yang Task Oriented atau Controlling Leader, lebih efektif dipergunakan pada situasi 1, 2, 3 dan 8 (yaitu situasi paling mudah dan paling sukar).

Permisive leader yang human oriented untuk situasi pertengahan (4, 5, 6, 7). Sebagai kontrol terhadap efektivitas gaya kepemimpinan, Fiedler menggunakan tingkat nilai yang didapatkan seorang pemimpin dari Least Prefered Co-worker (LPC-nya). LPC adalah pembantu/rekan kerja yang paling disukainya.

Least Prefered Co-worker (LPC)
Seorang leader dengan LPC tinggi, termasuk leader dengan consideration/human oriented, efektif dengan permissive leadership. Seorang leader dengan LPC rendah, termasuk leader dengan task oriented, efektif dengan controlling leadership. LPC diperoleh melaui kuisioner untuk mengukur kecenderungan gaya kepemimpinan dilihat dari penerimaan bawahan terhadap leader.

Alternatif jawaban kuisioner :

Menyenangkan   8 7 6 5 4 3 2 1   Tidak menyenangkan
Ramah               8 7 6 5 4 3 2 1   Tidak ramah
Menolak             8 7 6 5 4 3 2 1   Menerima
Tegang              8 7 6 5 4 3 2 1   Santai

Dengan kata lain, Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat. 

Hasil dari riset ini adalah fungsi distribusi pada teori kepemimpinan yang perlu dimodifikasi sebagai pengaruh kondisi situasional pada gaya kepemimpinan suatu grup.

Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan bagaimana tindakan seorang manajer dalam situasi tertentu kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku yang berpola tetapi berdasarkan situasi kemudian melakukan pendekatan yang tepat. Dengan situasi yang berbeda maka pendekatan yang dilakukanpun akan berbeda.

Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.

(sumber: Hesti Daryadi)


Teori Kepemimpinan menurut Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (Life Cycle Theory of Leadership oleh Paul Harsey & Kenneth H. Blanchard)

Paul Hersey dan Ken Blanchard pertama kali mengembangkan 'Teori kepemimpinan siklus hidup' mereka pada tahun 1969. Mereka kemudian mengganti nama teori 'kepemimpinan situasional' dan terus mengembangkannya baik secara bersama-sama maupun secara individual.

Teori ini menjelaskan empat gaya kepemimpinan yang berbeda dan empat tingkat kematangan individu atau tim atau kesiapan. Kemudian menggabungkan ini untuk menyarankan gaya kepemimpinan yang paling sesuai dengan tingkat kematangannya.

Gaya kepemimpinannya adalah:

S1: Mengatakan.

Gaya ini dicirikan oleh komunikasi satu arah di mana manajer mendefinisikan peran dan sangat direktif tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan.

S2: Menjual.

Manajer masih memberikan arahan tetapi menggunakan komunikasi dua arah. Tim atau individu sekarang didorong untuk membeli keputusan yang dibuat oleh manajer.

S3: Berpartisipasi.

Manajer dan tim (atau individu) berbagi pengambilan keputusan tentang beberapa aspek tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan. Manajer kurang fokus pada perilaku direktif dan lebih pada perilaku yang mendukung.

S4: Mendelegasikan.

Sementara masih terlibat dalam keputusan, manajer telah mendelegasikan banyak tanggung jawab untuk kinerja pekerjaan kepada tim atau individu tetapi tetap memiliki tanggung jawab untuk memantau kemajuan.

Dengan kata lain, teori ini menjelaskan bahwa efektivitas seorang leader tergantung pada kesiapan (readyness) bawahan. Semakin matang bawahan, maka leader harus dapat mengurangi task oriented-nya, kemudian mengubah menjadi pendelegasian (delegating), artinya membagi kewenangan kepada bawahan yang telah matang (Maturity).

Di samping gaya kepemimpinan adalah karakteristik tim atau individu. Dalam versi sebelumnya dari model ini disebut 'tingkat kedewasaan' tetapi dalam versi yang lebih baru ini menjadi 'kesiapan pengikut'. Empat tingkat kesiapan adalah:

R1: Tidak bisa dan tidak mau atau tidak aman.

R2: Tidak bisa tetapi mau atau percaya diri

R3: Dapat tetapi tidak mau atau tidak aman

R4: Bisa dan mau atau percaya diri

Dengan menempatkan gaya kepemimpinan bersama dengan tingkat kesiapan bawahan menghasilkan diagram di bawah ini:
Teori Kepemimpinan Hersey and Blanchard
Teori Kepemimpinan Hersey and Blanchard


Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.Tingkat kematangan R1-High task-Low relationship (tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik. Pemimpin harus mendefinisikan peran dan memerintahkan kepada bawahan mengenai apa (what), bagaimana (how), kapan (when) dan di mana (where) melakukan tugas.

Ketika anggota tim pertama kali tiba di sana mungkin ada kecemasan, ketegangan atau kebingungan. Pemimpin harus mengadopsi pendekatan berorientasi tugas, memberikan instruksi spesifik, dan mengawasi kinerja dengan ketat.

2.Tingkat kematangan R2-High task-High relationship (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk. Pemimpin harus berperilaku mengarahkan dan mendukung.

Ketika individu mulai memahami apa yang diperlukan, pemimpin akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membangun hubungan saling percaya dan saling pengertian. Karena individu tersebut belum mengembangkan kompetensi yang cukup untuk memikul tanggung jawab penuh untuk tugas, masih perlu menjelaskan keputusan dan memberikan kesempatan untuk klarifikasi.

3.Tingkat kematangan R3-Low task- High relationship (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu saling bertukar ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan. Pemimpin dan bawahan bersama-sama mengambil keputusan, dan peran utama pemimpin adalah mempermudah dan berkomunikasi.

Ketika individu mengembangkan tingkat kompetensi dan motivasi yang tinggi, pendelegasian yang lebih besar dan pengambilan keputusan kelompok adalah mungkin. Pemimpin berkonsentrasi pada pengembangan hubungan dengan individu.

4.Tingkat kematangan R4-Low task- Low relationship (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik. 

Akhirnya, sebuah titik tercapai ketika anggota tim yakin akan kemampuan mereka, dipercaya untuk melanjutkan tugas dan memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin. Baik tugas dan perilaku hubungan turun ke level rendah. 

(sumber: praxisframework)


7.   Apa Fungsi Komunikasi dalam Organisasi? Jelaskan Penghalang (barrier) Komunikasi yang efektif!

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi

Fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan tepat waktu.

Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. 

Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. 

Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial, dan kesehatan.

b. Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. 

Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. 

Di samping itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberi instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of outhority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
  1. Keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah;
  2. Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi;
  3. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pimpinan sekaligus sebagai pribadi;
  4. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Kedua, berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan.

c. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

d. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. 

Ada dua saluran komunikasi formal, seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi. 

Ada pula saluran komunikasi informal, seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

Adapun Fungsi Komunikasi menurut Para Ahli:

Robbins :
  1. Pengendalian perilaku anggota (kontrol dan pengawasan),
  2. Motivasi,
  3. Pengungkapan emosional/perasaan,
  4. Informasi.

Bambang Wahyudi :
  1. Informasi (information function),
  2. Perintah dan instruksi (command and instructive function),
  3. Pengaruh dan persuasi (influence and persuation function),
  4. Integrasi (integrative function).

Penghalang (Barrier) Komunikasi yang Efektif :

  1. Penyaringan (filtering): manipulasi informasi yang dilakukan seorang pengirim dengan maksud agar informasi itu akan tampak lebih menguntungkan di mata penerima.
  2. Persepsi selektif: persepsi selektif muncul karena penerima dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik pribadi mereka yang lainnya.
  3. Emosi: perasaan sipenerima ketika menerima suatu pesan komunikasi, akan mempengaruhi bagaimana ia akan menafsirkan pesan itu.
  4. Bahasa: kata-kata tidak sama artinya pada orang yang berlainan. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya akan sangat menentukan.

8. Apa yang Anda ketahui tentang konflik? Bagaimana pandangan Saudara tentang konflik? Apa aspek positif dan negatif dari konflik dan bagaimana caranya agar kita bisa mendeteksi konflik?

Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.

Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Pandangan tentang konflik:

Suatu konflik akan terjadi bila terdapat perbedaan-perbedaan antara orang dengan orang, orang dengan organisasi.

Perbedaan tersebut meliputi :
  1. Tujuan,
  2. Kepentingan,
  3. Status,
  4. Sistem nilai,
  5. Pendapat

Aspek positif dari konflik:

  1. Konflik memungkinkan ketidakpuasan dalam organisasi yang tersembunyi akan muncul di permukaan.
  2. Konflik menimbulkan norma baru yang berguna untuk mengatasi kekurangan dari norma lama.
  3. Konflik mengukur kemampuan struktur kekuasaan yang ada di dalam organisasi.
  4. Konflik dapat menguatkan batas antara kelompok sehingga masing-masing kelompok memiliki identitas.
  5. Konflik bisa mempererat ikatan dan menyatukan beberapa elemen yang tadinya terpisah.
  6. Konflik dapat mengurangi stagnasi/kemandegan. Adanya konflik akan menimbulkan rangsangan untuk memperbaiki sesuatu.

Aspek negatif dari konflik:
  1. Konflik menyebabkan terjadinya disintegrasi dalam organisasi.
  2. Konflik menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat proses komunikasi.
  3. Konflik menimbulkan ketegangan antar individu atau kelompok.
  4. Konflik menyebabkan berkurangnya koordinasi.
  5. Konflik dapat mengalihkan perhatian karyawan terhadap tujuan organisasi

Cara Mendeteksi Adanya Konflik dalam Organisasi:

1. Grievance Procedure

Grievance = ketidakpuasan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan dalam organisasi.

Cara mendeteksi konflik dengan grievance procedure ini paling umum dilakukan, yaitu dengan melihat ada tidaknya grievance dalam organisasi. Biasanya grievance ini diekpresikan oleh karyawan dalam bentuk lisan, tulisan, atau tindakan melalui supervisornya.

2. Direct Obrervation

Observasi secara langsung oleh orang tertentu atau pimpinan langsung terhadap tingkah laku bawahannya. Perubahan tingkah laku bawahan dapat merupakan indikator ada tidaknya konflik.

Indikator yang dapat digunakan dalam observasi langsung :
a) Tingkat absensi,
b) Tingkat keterlambatan masuk kerja,
c) Tingkat kecelakaan kerja,
d) Permohonan pindah/mengundurkan diri,
e) Kasus indisipliner

3. Suggestion Boxes

Perusahaan menyediakan kotak saran.

4. Open door policy

Pimpinan membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua karyawan untuk menyampaikan pendapat/saran/kritik, dan lain-lain.

5. Personnel consuler/ombudsman

Perusahaan mengangkat seorang petugas yang khusus ditugasi menerima keluhan.

6. Exit interview

Perusahaan menyewa orang lain di luar lingkungannya.


9. Apa yang anda ketahui tentang Budaya Perusahaan (Corporate Culture)? Jika seorang karyawan mengeluh : “ Wah, tempat kami bekerja tidak memiliki budaya kerja makanya kinerja tidak pernah baik!” Bagaimana tanggapan saudara mengenai keluhan tersebut?

Budaya perusahaan adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki oleh anggota perusahaan yang berisi nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan yang mempengaruhi pemikiran, pembicaraan, tingkah laku, dan cara kerja karyawan sehari-hari, sehingga akan bermuara pada kualitas kinerja perusahaan.

Catatan ekonomi pembangunan, pertanyaan dan jawaban

Pradirwan - Tak banyak memang yang bisa kami catat dalam pembelajaran ekonomi pembangunan ini. Namun setidaknya, ada beberapa poin penting yang mungkin akan berguna jika saya share disini.

Catatan ini adalah kumpulan pertanyaan dan jawaban yang sudah dirangkum oleh teman kami, Zak.
Zak (fb)

1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, jelaskan dengan melengkapi teori  menurut beberapa ahli ekonomi?

Jawaban :

Menurut Sadono Sukirno (1996: 33) pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun maksudnya tetap sama.

Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55).

Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.

 Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.

Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.

Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.

Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.

Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun.

Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya.

Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen:

pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang;

kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk;

ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

2. Menurut Hasil penelitian pembangunan seimbangan dan pembangunan tidak seimbangan tidak dapat dilaksanakan di setiap negara yang sedang berkembang, jelaskan mengapa demikian?

Jawaban :

Pembangunan Seimbang

Pembangunan seimbang adalah pembangunan berbagai jenis industri secara bebarengan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu, pembangunan seimbang juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor. Misalnya antara sektor industri dan sektor pertanian, antara industri barang konsumen dan industri barang modal, antara sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan sektor dan sektor prasarana. Singkatnya, strategi pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama.

Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran memberikan penekanan pada pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan dan berfungsi meningkatkan penawaran barang. Strategi sisi penawaran ini meliputi pembangunan yang serentak dan harmonis dari barang setengah jadi, bahan baku, sumberdaya energi, pertanian, pengairan, transportasi, dll.

Di sisi penawaran berhubungan dengan penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar dan penambahan pendapatan agar permintaan barang dan jasa tumbuh. Sisi ini berkaitan dengan industri yang sifatnya saling melengkapi.

Adapun tujuan strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam:

1.      Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energi, dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar.
2.      Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi.
Strategi pembangunan seimbang menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a.      Menurut Rosenstein-Rodan
Istilah pembangunan seimbang diciptakan oleh Nurkse (1956). Namun, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Paul Rosenstein-Rodan (1953) dengan nama teori dorongan besar-besaran.  Rosenstein-Rodan menulis gagasannya dalam menciptakan program pembangunan di kawasan Eropa Timur dan Eropa Tenggara dengan melakukan industrialisasi secara besar-besaran.
Inti dari tesis Rosenstein-Rodan adalah bahwa untuk menanggulangi hambatan pada pembangunan ekonomi di NSB dan untuk mendorong perekonomian tersebut ke arah kemajuan diperlukan suatu “dorongan besar-besaran” atau suatu program menyeluruh yang mengacu pada sejumlah minimum investasi tertentu. Dalam menekankan dalil-dalilnya, Rosenstein-Rodan menggunakan sebuah analogi: “ada sejumlah sumber minimum yang harus disediakan jika suatu program pembangunan diharapkan berhasil. Memacu suatu perekonomian menuju kondisi swasembada nampaknya sedikit mirip dengan sebuah pesawat terbang yang akan lepas landas, ada satu titik kritis kecepatan yang harus dilewati sebelum pesawat itu dapat terbang...”.

Tesis ini menyatakan bahwa cara kerja “selangkah demi selangkah” tidak akan mendorong perekonomian berhasil melaju dengan mulus melewati “lintasan pembangunan”. Oleh karena itu, suatu tingkat investasi minimum tertentu menjadi sebuah solusi awal untuk mendapatkan permulaan yang baik.

Menurut Rosenstein-Rodan, ada tiga jenis syarat mutlak minimal dan eksternalitas ekonomi, yaitu:
1.      Syarat mutlak minimal dalam fungsi produksi
2.      Syarat mutlak minimal pada permintaan
3.      Syarat mutlak minimal pada persediaan tabungan.

Adapun tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industri  akan memperoleh ekternalitas ekonomi sebagai akibat dari proses industrialisasi seperti itu.

Menurut Rosenstein-Rodan, adanya pembangunan industri secara besar-besaran dinilai akan mampu menciptakan tiga jenis eksternalitas ekonomi, yaitu:

1.      Eksternalitas yang diakibatkan oleh adanya perluasan pasar
2.      Ekternalitas yang tercipta karena lokasi industri yang saling berdekatan satu sama lain
3.      Ekternalitas yang tercipta karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut. Menurut Rosenstein-Rodan, ekternalitas yang pertamalah yang paling penting.

b.      Menurut Nurkse
Pada dasarnya, pandangan Nurkse tidak banyak berbeda dengan Rosenstein-Rodan. Dalam analisinya, Nurkse (1956) menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya menghadapi masalah pada kelangkaan modal, tetapi juga dalam mendapatkan pasar bagi barang-barang industri yang akan dikembangkan.
Nurkse mengatakan bahwa tingkat investasi yang rendah muncul sebagai akibat dari rendahnya daya beli masyarakat, sedangkan rendahnya daya beli masyarakat disebabkan oleh rendahnya pendapatan riil masyarakat. Rendahnya pendapatan riil masyarakat disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Fenomena tersebut yang kemudian kita kenal dengan nama “lingkaran setan kemiskinan”. Menurut Nurkse, faktor yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan luas pasar adalah tingkat produktivitas.
Oleh karena itu, satu-satunya jalan keluar dari “kebuntuan” ini adalah dengan mensinkronkan penggunaan modal pada berbagai macam jajaran industri. Hasilnya adalah perluasan pasar menyeluruh.

Nurkse berpedoman pada hukum Say dan mengutip sebuah formulasi yang diajukan Mill: “setiap kenaikan produksi jika didistribusikan tanpa salah hitung akan menciptakan atau lebih tepatnya merupakan permintaan atas mereka sendiri”. Menurut Nurkse, penggunaan modal yang besar oleh sebuah perusahaan secara individual tidak akan menguntungkan secara ekonomis karena sempitnya pasar. Sedangkan penggunaan modal secara singkron untuk berbagai industri dinilai akan mampu meningkatkan efesiensi ekonomi dan memperbesar ukuran pasar.

c.       Menurut Scitovsky
Hirschman mengelompokkan Tibor Scitovsky dan Athur Lewis sebagai pencetus strategi pembangunan seimbang pada sisi penawaran, sedangkan Rosentein-Rodan menekankan pada sisi permintaan.
Scitovsky (1954) menyebutkan adanya dua konsep ekternalitas ekonomi dan manfaat yang diperoleh suatu industri dari adanya dua macam konsep eksternalitas ekonomi yang ada dalam ekonomi tersebut. Eksternalitas ekonomi dibedakan menjadi dua, yaitu seperti yang terdapat dalam teori keseimbangan dan seperti yang terdapat dalam teori pembangunan.

Dalam teori keseimbangan (teori ekonomi konvensional), eksternalitas ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan efesiensi yang terjadi pada suatu industri sebagai akibat dari adanya perbaikan teknologi pada industri lain.  Eksternalitas ekonomi seperti ini disebut eksternalitas ekonomis teknologi. Di sisi lain, hubungan saling ketergantungan antara berbagai industri juga dapat menciptakan ekternalitas ekonomis yang berkaitan dengan keuangan, yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan perusahaan lain.

d.      Menurut Lewis
Dalam analisisnya, Lewis (1954) menekankan tentang perlunya pembangunan seimbang yang didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari adanya saling ketergantungan antara berbagai sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor industri, serta antara sektor dalam negeri dan luar negeri.

Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan terhambat.

Lewis menunjukkan pentingnya pembangunan yang seimbang antara sektor produksi barang-barang untuk kebutuhan domestik dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor). Peranan sektor ekspor dalam pembangunan dapat ditunjukkan dengan melihat implikasi dari adanya perkembangan yang tidak seimbang antara sektor luar negeri dan sektor domestik. Untuk menggambarkan keadaan tersebut, perekonomian dibedakan menjadi tiga sektor, yaitu sektor pertanian (P), sektor industri (I), dan sektor ekspor (X). Fungsi ekspor adalah untuk mengatasi keterbatasan pasar domestik.

Kritik terhadap Strategi Pembangunan Seimbang

Banyak ekonom yang mengkritik strategi pembangunan seimbang, antara lain Hirschman, Streeten, dan Singer. Hirschman dapat dianggap sebagai pengkritik yang paling “baik”, karena selain menunjukkan kelemahan-kelemahan strategi pembangunan seimbang, dia juga mengemukakan teorinya, yaitu strategi pembangunan tak seimbang. Berikut ini adalah sejumlah kritik yang diajukan beberapa pakar ekonomi pembangunan tersebut, yaitu:
1.      Peningkatan biaya
2.      Tidak menaruh perhatian pada penurunan biaya
3.      Adanya kecenderungan hubungan yang bersifat subtititif antarindustri
4.      Gagal sebagai teori pembangunan
5.      Di luar kemampuan NSB
6.      Kelangkaan sumberdaya di NSB
7.      Adanya disproporsi pada faktor produksi di NSB
8.      Investasi secara besar-besaran bukanlah sebuah solusi
9.      Tidak mempertimbangkan faktor perencanaan
10.  Menimbulkan eksternalitas negatif.

Kritik utama menurut Singer terhadap strategi pembangunan seimbang adalah mengenai corak progaram pembangunan yang harus dilaksanakan berbagai industri dan sektor, menurut Singer hal tersebut sangat sulit dilaksanakan oleh NSB yang biasanya mempunyai sumber daya yang terbatas.

Dari beberapa pengkritik strategi pembangunaan seimbang dapat kita garis bawahi beberapa kata kuncinya, yakni:
1.      Peningkatan Biaya
Pendirian industri secara serentak akan meningkatkan biaya uang dan biaya riil produksi dan dengan demikian unutk menjalani industry tanpa peralatan dan modal yang cukup secara ekonomi kurang menguntungkan.
2.      Tidak Menarih Perbaikan Pada Penurunan Biaya
Kindleberger melihat bahwa sebagai ganti pendirian industry baru teori nurkse tidak memperhatikan kemungkinan tentang penurunan biaya pada industry-indusri yang ada.
3.      Masalah Lainnya
Dengan adanya pendirian industri baru maka akan timbul banyak masalah yang baru juga contoh kecil, jika industry baru didirikan permintaan-permintaan produk-produk dari perusahan yang ada akan berkurang dan membuatnya tidak menguntungkan.

4.      Gagal Sebagai Teori Pembangunan Melebihi Kemampuan Negara Yang Berkembang.
Pertumbuhan seimbang lebih merupakan pemaksaan sector industry yang sama sekali baru, modern dan lengkap pada sector tradisional yang mandeg dan sama-sama belum mandiri. Menurut Hirschman ini bukan pembangunan namanya dan bukan pencakokan yang baru namun merupakan pola pembangunan yang benar-benar dualistis sefatnya.
5.      Kelangkaan Sumber
Bila investasi dilalukan secara serentak pada sejumlah industry baru, permintaan faktor prosuksi akan bersaing. Dan menurut singer taktik greliya barangkali lebih cocok dengan keadaan Negara ternelakang ketimbang serangan prontal.

B.     Strategi Pembangunan Tak Seimbang
Strategi pembangunan tidak seimbang merupakan lawan dari strategi pembangunan seimbang. Menurut konsep ini, investasi seyogyanya dilakukan pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor ekonomi. Tidak ada satupun NSB yang mempunyai modal dan sumberdaya yang sedemikian besarnya untuk dapat melakukan investasi secara serentak pada semua sektor ekonomi. Oleh karena itu, investasi haruslah dilakukan pada beberapa sektor atau industri yang dipilih saja agar cepat berkembang dan keuntungan ekonomis yang diperoleh dapat digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian, perekonomian akan secara berangsur bergerak dari lintasan pembangunan tidak seimbang ke arah pembangunan seimbang.

Konsep pembangunan tidak seimbang ini dikenalkan oleh Albert O. Hirschman dalam bukunya yang berjudul The Strategi of Economic Development (1958). Menurut Hirschman, investasi pada satu industri ataupun sektor-sektor yang strategis dinilai akan mampu membuka kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi proses pembangunan selanjutnya. Hirschman memandang bahwa pembangunan merupakan suatu “rantai disekuilibrium” yang harus dipertahankan, bukan malah dihapuskan. Menurut Hirschman, ketika proyek (investasi) baru dimulai proyek-proyek tersebut memperoleh eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh proyek-proyek sebelumnya, dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi baru yang dapat dimanfaatkan proyek-proyek selanjutnya.

Menurut Hirschman, pola pembangunan tidak seimbang didasarkan oleh beberapa pertimbangan, yaitu:
1. Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.
2. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia.
3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan, tetapi hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
 a.      Pembangunan Tidak Seimbang antara Sektor Prasarana dan Sektor Produktif
Persoalan mendasar yang dianalisis Hirschman dalam strategi pembangunan tidak seimbang adalah bagaimana cara untuk menentukan proyek pembangunan yang harus didahulukan berdasarkan suatu prioritas tertentu. Argumen utama yang mendasari pemikiran Hirschman adalah karena proyek-proyek tersebut memerlukan penggunaan modal dan sumberdaya lainnya yang tidak sedikit, dan seringkali melebihi modal dan sumberdaya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumberdaya yang tersedia tersebut dapat optimal maka diperlukan usaha pengalokasian sumberdaya yang efektif dan efisien.

Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Cara pilihan pengganti, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah  proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan.
2. Cara pilihan penundaan, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang menentukan urutan proyek yang dilaksanakan. Dengan kata lain, suatu cara pemilihan proyek dengan menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.

Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumberdaya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produkktif yang dapat langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau Direct Productive Activities (DPA).

Menurut Hirschman, ada tiga macam pendekatan dalam pengembangan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu:
1. Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut
2. Pembangunan tidak seimbang di mana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan
3. Pembangunan tidak seimbang di mana sektor produktif lebih ditekankan.
b.      Pembangunan tak seimbang dalam sektor produktif

Menurut Hirschman, di dalam sektor produktif, mekanisme pendorong pembangunan yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Pengaruh berkaitan ke belakang
2. Pengaruh berkaitan ke depan.
Menurut Hirschman, ada dua jenis industri berdasarkan atas seberapa besar tingkat keterkaitan antarindustrinya, yaitu:
1. Industri satelit, industri ban mobil dan karoseri merupakan industri satelit dari industri mobil
2. Industri non-satelit, industri mobil tidak memiliki kaitan sama sekali dengan industri minuman ringan, oleh karena itu mereka termasuk dalam kelompok industri non-satelit.

Berikut adalah beberapa karakteristik industri satelit, yaitu:
1. Lokasinya berdekatan dengan industri induk sehingga akan dicapai satu skala efisiensi tertentu atas interaksi antarmereka.
2. Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari produk industri induk atau industri tersebut menghasilkan produk yang merupakan input dari industri induk, tetapi bukan merupakan input utama.
3. Besarnya industri satelit tidak akan melebihi industri induknya.

Kritik terhadap Strategi Pembangunan Tak Seimbang

Strategi pembangunan tidak seimbang, seperti yang dikemukakan Hirschman, merupakan suatu doktrin yang realistis dan mempertimbangkan hampir seluruh aspek dalam perencanaan pembangunan.

Berbagai insentif, hambatan dan perlawanan terhadap pembangunan dikaji dengan tepat dan cermat. Penekanan Hirschman pada strategi “promosi ekspor” dan “subtitusi impor” telah memberkan sebuah sentuhan realisme. Dia tidak menyetujui perencanaan totaliter macam negera-negara sosialis, tetapi dia juga tidak mendukung mekanisme pasar bekerja sendiri dalam perekonomian. Oleh karena itu, Hirschman dapat dikatakan sebagai pendukung sistem ekonomi campuran.

Terlepas dari itu semua, konsep pembangunan tidak seimbang ini juga tidak luput dari beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Kurangnya perhatian pada komposisi, arah dan waktu pertumbuhan tidak seimbang
2. Mengabaikan kemungkinan timbulnya konflik internal
3. Kurangnya sumberdaya yang dimiliki di NSB
4. Rendahnya mobilitas sumberdaya di NSB
5. Adanya ancaman inflasi
6. Terlalu banyak penekanan pada investasi.

Karakteristik Negara Sedang Berkembang
Todaro & Smith (2003) mengemukakan ada enam karakteristik negara sedang berkembang, yaitu:
      1.            Standar hidup yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari:
•         Kemiskinan yang kronis
•         Kondisi perumahan yang tidak memadahi
•         Sarana kesehatan yang terbatas
•         Tingkat pendidikan yang rendah
•         Tingkat kematian bayi yang tinggi
•         Tingkat harapan hidup yang rendah
•         Adanya perasaan tidak aman, dan
•         Rasa putus asa.
      2.            Tingkat produktifitas rendah.
Seperti konsep fungsi produksi, tingkat output dengan kombinasi-kombinasi input pada tingkat teknologi tertentu. Pada NSB, tingkat produktivitas tenaga kerjanya rendah sebab tidak adanya input komplementer seperti modal fisik atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang baik.
      3.            Tingkat pertumbuhan penduduk dan beban tanggungan yang tinggi.
Masalah klasik yang dihadapi NSB adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu:
a.       Tingkat kelahiran kasar
b.      Tingkat kematian
Selain itu, masalah kependudukan lain yang dihadapi NSB adalah karena tingginya laju pertumbuhan penduduk, hal ini menyebabkan proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun (usia non-produktif) cukup tinggi. Kondisi ini jelas berdampak pada tingginya rasio beban tanggungan.
      4.            Tingginya tingkat pengangguran.
Karena tingkat SDM di NSB rendah, hal ini akan memicu timbulnya dua fenomena, yaitu pengangguran terselubung dan pengangguran terbuka.
      5.            Ketergantungan terhadap produksi pertanian dan ekspor produk primer.

Data Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk NSB tinggal di pedesaan dan menjadikan pertanian sebagai basis sektor perekonomian. Padahal, menurut Bank Dunia sektor pertanian tidak memberi kontribusi yang besar terhadap GDP di NSB, walaupun sektor pertanian telah menyerap sebagian besar tenaga kerjanya.

Oleh karena itu, ada dua kebijakan yang perlu diambil. Yaitu, revitalisasi pertanian dan transformasi struktural yang dinamis (transformasi yang tidak menyebabkan adanya ketimpangan antar sektor).
      6.            Dominasi negara maju, ketergantungan terhadap negara maju, dan vulnerabilitas dalam hubungan-hubungan internasional.

Faktor yang menyebabkan rendahnya standar hidup di NSB adalah tingginya ketimpangan, baik di bidang ekonomi maupun politik. Ketimpangan tersebut berupa dominasi negara kaya dalam mengendalikan pola perdagangan internasional dan dominasi mereka dalam mendikte NSB sebagai prasyarat pinjaman luar negeri. Kondisi inilah yang pada akhirnya melahirkan sikap ketergantungan oleh NSB terhadap negara-negara maju, dan menimbulkan vulnerabilitas (sifat mudah terpengaruh) dari NSB kepada negara maju.


3. Export merupakan salah satu sumber dana dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, jelaskan berapa besar peranan eksport ( kopi, teh, coklat, udang, tuna, kelapa sawit ) terhadap pendapatan negara, pilih salah satu topik tersebut.

Jawab :

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara. Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara efektif tanpa bantuan negara lainnya.

Perdagangan luar negeri memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian suatu negara terutama di negara berkembang dengan pendapatan yang rendah yang tidak memungkinkan untuk melakukan akumulasi tabungan dan modal. Perdagangan luar negeri memberikan harapan bagi negara untuk bisa menutupi kekurangan tabungan domestik yang diperlukan bagi pembentukkan modal dalam rangka meningkatkan produktivitas perekonomiannya.

Indonesia merupakan negara yang sejak lama telah melakukan perdagangan internasional. Peningkatan ekspor baik jumlah maupun jenis barang atau jasa selalu diupayakan atau digalakkan dengan berbagai strategi diantaranya adalah pengembangan ekspor, terutama ekspor non migas, baik barang maupun jasa.

Tujuan dari program pengembangan ekspor ini adalah mendukung upaya peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Menuju era perdagangan bebas, persaingan global semakin ketat memaksa Indonesia harus kompetitif untuk mempertahankan ekonomi. Ricardo dalam Jhingan (1993), menyatakaan salah satu cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan meningkatkan pembangunan pada sektor primer (pertanian).

TOPIK EXSPOR KOPI

Devisa yang merupakan sumber pendapatan negara yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda pembangunan nasional juga disumbangkan dari komoditi ini. Selama periode tahun 1998-2002, di antara komoditi pertanian yang lain, komoditi kopi (US$ 1750,6 juta) menempati peringkat ketiga sebagai penghasil devisa, setelah udang segar (US$ 4678,3 juta) dan ikan (US$ 1856,1 juta) (BPS, 2003).
Kopi merupakan komoditi penting secara global jika dilihat dari nilai perdagangannya. Kopi memiliki kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani ataupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat baik dalam kegiatan on-farm maupun off-farm. Kopi merupakan produk perkebunan yang mempunyai peluang pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi diekspor ke pasar dunia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam bentuk hasil olahan. Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah negara-negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura, Korea dan Malaysia.
Menurut Santosa (1999) kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor. Pada tahun 2000, produsen kopi dan sekaligus sebagai eksportir kopi terbesar di dunia adalah Brazilia yang memasok kebutuhan dunia kurang lebih 25,1 %, Vietnam 11 %, Colombia 8,6 % dan Indonesia 5.9 %, untuk biji kopi. Sebagian kecil hasil perkebunan kopi di Indonesia dikonsumsi dalam negeri, sedang 75 % diekspor. Nilai ekspor hasil kopi di Indonesia tahun 1996- 2000 cukup fluktuatif, seperti yang tercatat dalam statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (2002), tahun 1996 (US $ 597,759,000), tahun1997 (US$ 582,581,000), tahun 1998 (US $ 606,791,000), tahun 1999 (US $ 473,556,000) dan tahun 2000 (US $ 333,780,000). Prospek kopi cukup menggembirakan bila dilihat dari perolehan jumlah devisa dan jumlah kopi yang dikonsumsi di dalam negeri. Namun perdagangan kopi di Indonesia masih mempunyai banyak kendala yang cukup berat yaitu terjadinya kelebihan produksi. Beberapa usaha telah dilakukan oleh Pemerintah maupun pihak terkait untuk mengatasi hal tersebut, antara lain meningkatkan nilai ekspor dan tingkat konsumsi dalam negeri.

Perkebunan kopi di Indonesia terdiri dari Perkebunan Rakyat (Smallholder), Perkebunan Besar Negara (Government) dan Perkebunan Besar Swasta (Private).
Dari luas areal yang tercatat pada tahun 2002 sebesar 1.269.333 ha dan produksi kopi Indonesia sebesar 569.116 ton, maka dapat diketahui bahwa 94 % berasal dari Perkebunan Rakyat dan sisanya (6%) diusahakan dalam bentuk Perkebunan besar. Posisi tersebut menunjukkan bahwa peranan petani dalam perkembangan perkopian nasional sangat dominan.Posisi kopi sebagai komoditas ekspor penghasil devisa negara dapat dilihat dari kontribusi nilai ekspor yang cukup besar, yaitu sebesar US$ 403,45 juta selama periode 1995-2005. Pada periode tersebut, subsektor perkebunan secara rata-rata mampu menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 5.227,91 juta. Sektor pertanian ratarata menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 5.796,13 juta. Rata-rata nilai ekspor kopi tersebut memiliki pangsa sebesar 0,08 persen dari nilai ekspor subsektor perkebunan dan 0,07 persen dari nilai ekspor sektor pertanian.

TOPIK EXPORT COKLAT
Sebagai salah satu komoditas andalan Indonesia, kakao mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia, salah satunya sebagai penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012, komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD  1.053.446.947  (1,053 Milyar)dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan.

“Walaupun saat ini Indonesia berada diurutan ketiga sebagai produsen biji kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, namun kita masih memiliki tanah yang luas dan subur yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang sangat cocok untuk ditanami kakao. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun kedepan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia,” kata Menteri Perindustrian pada sambutan yang dibacakan oleh Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin, Faiz Achmad pada peringatan Hari Kakao Indonesia di Mall Taman Anggrek, Jakarta, Rabu, 18 September 2013.

Hari Kakao Indonesia yang bertajuk “Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku” menggelar sejumlah acara di antaranya lokakarya, pameran, dan demonstrasi kreasi hidangan berbahan dasar cokelat. Acara itu bertujuan meningkatkan konsumsi produk kakao lokal sekaligus mendorong hilirisasi industri kakao dalam negeri melalui peningkatan nilai tambah produk kakao dan cokelat Kegiatan ini diselenggarakan oleh kerjasama pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian didukung oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangandengan pihak swasta yang dikoordinatori oleh Dewan Kakao Indonesia, bersama seluruh Asosiasi dan stakeholder kakao berlangsung di Mall Taman Anggrek tanggal 18-22 September 2013.

Menurut Faiz, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010 lalu, industri kakao nasional menggeliat, terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan. Jumlah industri kakao yang pada tahun 2010 hanya 7 perusahaan, saat ini bertambah menjadi 17 perusahaan.

“Setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton,” ujarnya.

Kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao ini juga memberikan semangat kepada industri kakao dan cokelat Indonesia. Proyeksi  lima  tahun kedepan diperkirakan jumlah pabrik pengolahan kakao sebesar 16 (enam belas) unit usaha ditahun 2012 akan tumbuh menjadi 20 (dua puluh) unit usaha ditahun 2015. Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015.Peningkatan ini terjadi karena ada beberapa industri yang melakukan ekspansi dan ada banyak investor yang masuk ke Indonesia.

“Guna mendukung hilirisasi industri yang merupakan program Kementerian Perindustrian, pemerintah juga memberikan fasilitas Tax Allowance dalam  PP No. 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan / di Daerah-Daerah Tertentu, serta pemberian Tax Holiday  bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No. 130 Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan,” jelasnya.

Ditambahkan Faiz, kebijakan tersebut tidak hanya mampu membangkitkan industri kakao, tetapi juga mampu menggerakkan industri hilir makanan dan minuman berbasis cokelat untuk melakukan ekspansi dan berdampak positif karena nilai tambah kakao ada di dalam negeri, menyerap tenaga kerja, adanya multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri pengemasan (packaging), transportasi, perbengkelan, perbankan dan sektor lainnya.

“Penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia) Wajib untuk kakao bubuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. No. 45 /M-IND/PER/5/2009  jo No. 60/M-IND/PER/6/2010  tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kakao Bubuk Secara Wajibuntuk menjaga kualitas dan mutu bubuk kakao yang beredar di dalam negeri, serta program hilirisasi  yang dicanangkan oleh Kemenperin mampu mengangkat industri kakao nasional untuk dapat bersaing baik dipasar domestik maupun global serta berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.

Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun. Data International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan bahwa  dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata 5% per tahun. Kedepan, komoditi kakao ini masih sangat potensial untuk dikembangkan dimana tingkat konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 milyar jiwa, masih sangat rendah yakni hanya sekitar 0.25 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan tingkat konsumsi di Eropa sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.

Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbukti sangat efektif dalam menumbuhkembangkan industri kakao di Indonesia. Dengan banyaknya industri yang melakukan ekspansi dan banyaknya investor asing yang masuk membangun pabrik di Indonesia, diharapkan Indonesia akan menggeser posisi Belanda dan Jerman dan sekaligus menjelma menjadi produsen kakao olahan terbesar di dunia.

4. INFLASI merupakan penyakit ekonomi, tetapi dalam tingkatan tertentu inflasi dapat merangsang pengusaha untuk meningkatkan produksi. Mengapa terjadi inflasi, factor apa penyabab inflasi, kebijakan moneter  adl piranti untuk menanggualngi inflasi, jelaskan?

Jawab:

pengertian inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan ekonomi dimana harga-harga barang secara umum menjadi naik secara terus menerus selama kurun waktu tertentu. Kenaikan harga barang digolongkan secara umum karena sebagian besar harga barang terlebih komoditi utama mengalami kenaikan harga namun masih ada sebagian kecil yang tidak mengalami kenaikan harga atau malah mengalami turun harga.

Selain itu inflasi juga memiliki ciri kenaikan harga yang terus menerus. Apabila kenaikan harga hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu seperti lebaran, natal, tahun baru, ataupun menjelang pemilu tidak bisa dikategorikan sebagai inflasi. Kenaikan harga barang atau inflasi bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi.

Penyebab terjadinya inflasi

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya inflasi antara lain penurunan nilai tukar mata uang, permintaan yang tinggi terhadap suatu barang, bertambahnya uang yang beredar, dan lain sebagainya.

1. Inflasi karena permintaan (Demand Pull inflation)

Demand Pull Inflation atau infalsi karena permintaan disebabkan karena permintaan atau daya tarik masyarakat yang kuat terhadap suatu barang. Inflasi tarikan permintaan juga dikenal dengan nama Philips Curve Inflation. Secara umum inflasi ini disebabkan karena penawaran dan permintaan terhadap jasa atau barang di dalam negeri untuk jangka panjang yang di butuhkan masyarakat dengan jumlah besar.

Secara umum inflasi ini sering terjadi pada perekonomian negara yang memiliki pertumbuhan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi di negara tersebut menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi. Hal ini pengeluaran yang melebihi kemampuan produksi suatu jasa atau barang. Kemampuan daya beli msyarakat yang berlebih ini kemudian menyebabkan inflasi.

Di Indonesia, inflasi penarikan permintaan bisa terjadi karena permintaan terhadap barang atau jasa yang reltif tinggi dibanding dengan ketersediaannya. Dalam pengertian ekonomi makro inflasi jenis ini digambarkan sebagai aggregate demand yang lebih besar atau melebihi kapasitas perekonomian.

2. Inflasi karena bertambahnya uang yang beredar

Teori inflasi disebabkan karena bertambahnya uang yang beredar dikemukakan oleh kaum klasik yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara jumlah uang yang beredar dengan harga-harga. Apabila jumlah barang tetap namun jumlah uang uang yang beredar lebih besar dua kali lipat maka harga barang pun menjadi lebih mahal dua kali lipat.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat bisa bertambah apabila suatu negara menggunakan sistem anggaran defisit. Sehingga untuk menutup kekurangan anggaran tersebut, negara mencetak uang baru yang menyebabkan harga naik
Sponsors Link

3. Inflasi karena kenaikan biaya produksi (Cost push inflation)

Inflasi kenaikan biaya produksi atau cost push inflation disebabkan karena adanya dorongan kenaikan biaya produksi dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus. Secara umum inflasi kenaikan biaya produksi ini disebabkan karena desakan biaya faktor produksi yang terus naik. Kenaikan Biaya faktor produksi biasanya diakibatkan oleh beberapa hal:
Turunnya nilai tukar mata uang dalam negeri dengan mata uang asing atau depresiasi. Kenaikan nilai tukar mata uang juga menyebabkan bahan baku atau barang dari luar negeri menjadi semakin mahal.
Inflasi di luar negeri khususnya negara partner dagang menyebabkan barang dan produk dari luar negeri juga semakin mahal.
Ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja dan permintaan barang produksi membuat pemerintah akan menaikkan harga produksi. Salah satu cara menikkan harga produksi adalah dengan menaikkan upah atau gaji karyawan serta merekrut karyawan baru dengan tawaran gaji atau upah yang lebih tinggi. Kebijakan yang seperti ini menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga harga barang produksi juga menjadi naik.

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi biasanya terjadi di negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sedang berkembang atau tumbuh pesat namun dengan angka pengangguran yang cukup rendah. Di negara yang seperti ini, supply tenaga kerja terbatas namun permintaan akan suatu barang produksi tinggi.
Selain itu inflasi karena guncangan penawaran juga dapat terjadi karena faktor lain seperti bencana alam dan lain sebagainya. Namun juga bisa terjadi karena pemerintah menaikkan harga suatu barang tertentu.

4. Inflasi campuran (Mixed inflation)
Inflasi campuran atau mixed inflation terjadi karena adanya kenaikan penawaran dan permintaan. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ketika permintaan terhadap suatu barang atau jasa bertambah, kemudia mengakibatkan penyediaan barang dan faktor produksi menjadi turun. Sementara itu, pengganti atau substitusi untuk barang dan jasa tersebut terbatas atau tidak ada. Keadaan yang tidak seimbang ini akan menyebabkan harga barang dan jasa menjadi naik. Inflasi jenis ini akan sangat sulit diatasi atau dikendalikan ketika kenaikan supply akan suatu barang atau jasa lebih tinggi atau setidaknya setara dengan permintaan.

5. Inflasi ekspektasi (Expected inflation)
Expected inflation atau inflasi inspektasi terjadi sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi ekonomi di masa yang akan datang akan menjadi lebih baik lagi. Harapan masyarakat akan kondisi ekonomi di masa yang akan datang juga bisa menyebabkan terjadinya inflasi permintaan atau juga inflasi biaya produksi. Inflasi jenis ini tergolong sulit untuk dideteksi karena kejadiannya tidak terlalu signifikan.

6. Kekacauan ekonomi dan politik
Situasi ekonomi dan politik di suatu negara juga mempengaruhi adanya inflasi. Bila suatu negara dalam kondisi yang tidak aman, harga-harga barang di negara tersebut cenderung mahal. Hal ini juga pernah terjadi di Indonesia ketika ada kekacauan politik dan ekonomi pada tahun 1998. Pada masa tersebut, level inflasi di Indonesia mencapai 70% padalah level inflasi yang normal berkisar antara 3 hingga 4%.

Penyebab terjadinya inflasi dibagi menjadi banyak faktor dan beberapa diantaranya juga terjadi di Indonesia. Secara umum, inflasi merupakan kejadian atau gejala ekonomi yang tidak bisa dihilangkan secara tuntas. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah biasanya hanya pada sebatas mengendalikan atau mengurangi inflasi.

Kebijakan moneter
Kebijakan moneter (Monetary Policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar (money supply) dan tingkat bunga (interest rates) untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat (aggregate demand) dan mengurangi ketidakstabilan di dalam perekonomian (Nanga, 2005:180).

Kebijakan moneter adalah semua tindakan atau upaya bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makro ekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan akhir kebijakan moneter (Natsir, 2011).

Kebijakan moneter merupakan tindakan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang (Boediono, 1991:96).

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter (monetary aggregates) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian integral kebijakan ekonomi makro yang dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. (Warjiyo, 2004)

Dalam undang-undang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 yang telah diubah dalam UU No. 3 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga (Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia, 2004).

Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Tujuan tersebut tidak sama dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu.

Tujuan kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi tujuan dari kebijakan moneter, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
2. Kesempatan kerja.
3. Kestabilan harga.
4. Keseimbangan neraca pembayaran.

Penjelasan lebih detail tujuan moneter adalah sebagai berikut:
1. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
2. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
3. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
4. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
5. Menjaga kestabilan Ekonomi,artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
6. Menjaga kestabilan Harga, Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
7. Meningkatkan kesempatan kerja, Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
8. Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat. Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.

Jenis dan Indikator Kebijakan Moneter
Terdapat dua jenis kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Kebijakan moneter kontraktif (tight money policy), untuk mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
2. Kebijakan moneter ekspansif (easy money policy), untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

Indikator kebijakan moneter ada dua, yaitu suku bunga dan atau uang beredar. Kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi yakni sebagai sasaran menengah dan indikator (Pohan, 2008).
1. Tingkat Suku Bunga, Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, maka bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai tingkat yang ditetapkan.
2. Uang Beredar (Monetary Aggregate), Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah yang mempunyai dampak positif berupa harga yang stabil.

Instrumen Kebijakan Moneter
Terdapat empat instrumen kebijakan moneter, yaitu sebagai berikut (Pohan, 2008):
a. Cadangan wajib (reserve requirement)
Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
b. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral, yang akan mengurangi jumlah uang beredar. Begitu pula sebaliknya.
d. Foreign Exchange Intervention
Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa.
e. Moral Suasion
Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup efektif dalam kebijakan moneter.


5. Penduduk dapat menjadi factor pendorong dan penghambat terhadap pembangunan ekonomi suatu negara, jelaskan mengapa demikian.

Jawab :
Kapasitas yang rendah dari negara sedang berkembang untuk menigkatkan output totalnya harus dimbani dengan menurunnya tingkat perkembangan penduduk,sehingga penghasilan riil perkapita dapat meningkat.Dengan kapasitas yang rendah untuk menaikkan output totalnya dan tanpa diimbangi dengan turunya tingkat perkembangan penduduk,maka akan terjadi penundaan terjadinya pembangunan ekonomi.

Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan dinegara-negara berkembang,yaitu :
1. Adanya tingkat perkembangan penduduk yang relatif tinggi.
2. Adanya struktur umur yang tidak favorable
3. Tidak adanya distribusi penduduk yang simbang
4. Tidak cukupnya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.

penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi ; satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula.Jadi pertambahan penduduk dengan tngkat penghasilan yang redah tidak ada gunanya bagi pembagunan ekonomi..
Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk,maka akan terjadi pula penurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif juga akan turun.Jika perkembangan pnduduk tertunda maka akumulasi kapital juga akan menjadi lesu karena beberapa alasan, yaitu : wiraswasta akan mengira bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi, yang tergantung pada tingkat keuntungan, akan menjadi berbahaya dan berakibat akan menurun. Disamping alasan itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, fasilitas pengangkutan umum, persediaan air minum, kesehatan dan sebagainya.

Kebutuhan akan kapital dalam bidang ini relatif lebih besar daripada bidang-bidang lain sehingga penurunan tingakt perkembangan penduduk akan mengakibatkan turunya akumulasi kapital.

Produktivitas penduduk dinegara-negara berkembang adalah rendah sehingga mengakibatkan rendahnya produksi pula. Karena sebagian besar penduduk tinggal di desa dan hidupnya sebagian berasal dari sector pertanian. Maka hampir semua penghasilan yang didapatnya akan dikonumsi seluruhnya. Seandainya ada sisa,hanya relatif kecil jumlahnya. Akibatnya tingkat investasi juga akan rendah. Jadi dinegara-negara sedang berkembang, dimana sudah terdapat perbandingan yang tinggi antara jumlah manusia dan jumlah faktor-faktor produksi yang lain, perkembangan penduduk yang cepat akan menimbulkan diseconomies of scale.Dinegara-negara yang sedang berkembang dimana kepadatan penduduk yang cepat akan dapat pula mendorong perkembangan ekonomi,apabila kapital dan kemampuan managerial termasuk organisasi dan administrasi dapat mengimbangi tantangan penduduk tersebut.

6. Pembangunan ekonomi memerlukan dana yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri , mengapa dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi negara perlu utang terhadap negara lain, dengan bantuan organisasi ekonomi jelaskan, apa dampak posotip dan negativ akibat utang luar negeri.

Jawab :
Faktor Penyebab Hutang Luar Negeri Indonesia
Setidaknya ada dua alasan mengapa pemerintah di negara-negara berkembang tetap membutuhkan utang luar negeri.Pertama, utang luar negeri dibutuhkan sebagai tambahan modal bagi pembangunan prasarana fisik.Infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam pembangunan.Kedua, utang luar negeri dapat digunakan sebagai penyeimbang neraca pembayaran.

Ada beberapa penyebab meningkat atau menurunnya utang Luar negeri Indonesia secara umum yaitu:
1.      Defisit Transaksi Berjalan (TB)
TB merupakan perbandingan antara jumlah pembayaran yang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri. Dengan kata lain, menunjukkan operasi total perdagangan luar negeri, neraca perdagangan, dan keseimbangan antara ekspor dan impor, pembayaran transfer.
2.      Meningkatnya Kebutuhan Investasi
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Indonesia sangat bergantung pada para investor sehingga investasi mereka sangat berpengaruh bagi ekonomi Indonesia
3.      Meningkatnya Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor .Pada awal tahun 2015 ini rupiah menembus level Rp 13 ribu per dolar AS atau jauh melebihi perkiraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang dipatok sebesar Rp 12.500 per dolar AS (Republika.co.id).Laju inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga, karena ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal.trand inflasi meningkat menyebabkan Bank Indonesia memangkas suku bunga. Dengan rendahnya suku bunga maka minat orang untuk berinvestasi rendah, maka pemerintah untuk memenuhi belanja negaranya melalui pinjaman luar negeri.
4.      Struktur Perekonomian Tidak Efisien
Karena  tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini akan mendorong utang luar negeri. Kerja sama yang dilakukan sering kali malah merugikan bangsa ini sendiri, hal itu diakibatkan oleh  struktur ekonomi yang tidak efisien.

Dampak Negatif
Pertama, dampak langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik.Kedua, dampak yang paling hakiki dari utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi pinjaman. Dapat dilihat pula dengan adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara donor, seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif ekonomi itu sendiri.

Dampak tersebut sangatlah serius karena kedaulatan dalam pengelolaan ekonomi Indonesiaakan terampas. Negara-negara kreditor, melalui Bank Dunia dan IMF, juga biasanya mendesak agar dalam perumusan setiap kebijakan ekonomi Indonesia yang sesuai dengan keinginan mereka, yang tentunya kebijakan tersebut disesuaikan dengan kepentingan negara-negara kreditor.Pada akhirnya arah pembangunan kita memang penuh kompromi dan disetir, membuat Indonesia makin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara pendonor.

Hal itu sangat beralasan karena mereka sendiri harus menjaga, mengawasi dan memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman mereja tersebut juga memberikan keuntungan bagi mereka. Hal tersebut bukannya mensejahterkan masyarakatnya, tapi malah semakin membuat rakyat terjepit karena mengembalikan pinjaman tersebut diambil dari hasil bumi dan Pajaksebagai pendapatan negara yang dibayar oleh rakyat yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat untuk mensejahterkan rakyat tersebut.

Selain itu dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia, salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh (Inflasi).Utang luar negeri dapat memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Negara akan dicap sebagai negara miskin dan tukang utang, karena tidak mampu untuk mengatasi perekonomian negara sendiri, hingga membutuhkan campur tangan dari pihak lain.
Dampak positif
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan adanya utang luar negeri membantu pembangunan negara Indonesia, dengan menggunakan tambahan dana dari negara lain. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, hutang luar negeri bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Membantu dan mempermudah negara untuk melakukan kegiatan ekonomi.
2. Sebagai penurunan biaya bunga APBN
3. Sebagai sumber investasi swasta
4. Sebagai pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal
5. Berguna untuk menunjang pembangunan nasional yang dimiliki oleh suatu negara

Menurut aliran neoklasik, utang luar negeri merupakan suatu hal yang positif. Hal ini dikarenakan utang luar negeri dapat menambah cadangan devisa dan mengisi kekurangan modal pembangunan ekonomi suatu negara. Dampak positif ini akan diperoleh selama utang luar negeri dikelola dengan baik dan benar.Dengan modal yang cukup maka kita bisa mengejar (dalam batasan tertentu) ketinggalan-ketinggalan dari negara-negara maju, paling tidak dari segi materil yang pokok. Alat-alat teknologi kita bisa impor dengan demikian proyek pembangunan bisa berjalan (M. Suprihadi S. 1980 ; 30).

Setiap negara memiliki perencanaan pembangunan yang berbeda-beda, tetapi memiliki kapasitas fiskal yang terbatas. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah memiliki apa yang dikenal sebagai government spending. Jika selisih pengeluaran pemerintah dengan tingkat penerimaan pajak bernilai defisit, maka alternatifnya adalah dengan memanfaatkan pendanaan yang berasal dari luar negeri.



 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes