BREAKING NEWS

Kakanwil DJP Jabar I Kunjungi SLB, Arriva: Saya ngefans sama Bapak

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Yoyok Satiotomo berfoto bersama dengan salah satu siswa SLB ABCD Caringin Bandung, Mochamad Arriva Avrial Maulana (Senin, 07/01/2019)

Pradirwan - Perhatian khusus yang diberikan para pegawai Kanwil DJP Jawa Barat I kepada kaum difabel dan orang-orang tak beruntung lainnya begitu besar. Ini dibuktikan dengan rutin bersilaturahmi dengan mereka. Awal pekan ini, giliran Sekolah Luar Biasa ABCD Caringin Bandung yang dikunjungi.

Sekolah khusus anak-anak difabel itu berada dalam naungan Yayasan Lara Adam Mulia. Adalah Tatang, seorang tuna netra dengan hati mulia. Beliau menghibahkan tanahnya yang tidak terlalu luas itu untuk dijadikan yayasan. Tujuannya, agar anak-anak berkebutuhan khusus di sekitarnya bisa mendapat pendidikan seperti layaknya anak-anak lain.

“Kami disini berharap, kelak mereka bisa mandiri, tidak tergantung dengan orang lain, dan selalu punya semangat belajar yang tinggi,” ungkap Tatang saat menerima kunjungan pegawai Kanwil DJP Jawa Barat I, (Senin, 07/01).

Kunjungan Kanwil DJP Jawa Barat I ke SLB ABCD Caringin Bandung, (Senin, 07/01).


Sudah menjadi rahasia umum, jika anak-anak istimewa itu kurang mendapat perhatian, khususnya pada bidang pendidikan. Stigma bahwa kaum difabel tak bisa hidup setara masih jamak di benak banyak orang. Berbekal keprihatinan seperti itu,dirinya termotivasi untuk membangun yayasan tersebut.

“Sekitar 75% siswa disini berasal dari keluarga tidak mampu. Beberapa anak diantaranya mempunyai orang tua yang kesehariannya mengandalkan berjual sayuran, menjadi tukang becak, dan lain-lain. Bahkan ada yang tuna netra juga,” jelas laki-laki yang baru saja mendapat penghargaan sebagai guru Inspiratif tahun 2018 dari kota Bandung itu.

Oleh karena itu, menurut Tatang, pihaknya sangat membutuhkan dukungan dan motivasi. “Karena kami di sini mendidik anak yang luar biasa, perlu kesabaran, dan keiklasan yang besar. Terima kasih pak Yoyok dan pegawai pajak sudah sering membantu dan silaturahmi kesini,” pungkasnya.

Foto bersama dengan anak-anak dan pengurus yayasan Lara Adam Mulia.


Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Yoyok Satiotomo mengatakan bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dengan yang telah dilakukan Tatang dan para pengurus yayasan. "Kami rasanya tidak bisa memberikan motivasi, karena Bapak/Ibu sudah melakukan hal yang sangat luar biasa. Mudah-mudahan Bapak dan Ibu semua tetap sabar dan ikhlas menjalankan profesi yang sangat mulia ini,” kata Yoyok.

Usai penyerahan donasi, salah seorang siswa, Mochamad Arriva Avrial Maulana (17), meminta foto bersama Yoyok. Anak SMA kelas 2 itu mengaku menjadi pengagum Yoyok. Sebagai bobotoh, Arriva, nama panggilan anak itu, tentu selalu mengikuti berita-berita terkait klub kebanggaannya, Persib Bandung. Dalam sebuah berita, ia mengaku pernah melihat Yoyok berfoto bersama para pemain dan pelatih Persib, klub sepakbola yang menjadi idolanya. “Saya ngefans sama Bapak,” kata anak asal Cibolerang- Bandung itu tulus. (HP)

artikel ini telah ditayangkan di pajak.go.id dan AyoBandung
 

Surga Bernama Curug Malela

Aliran sungai yang melewati bebatuan membentuk air terjun (curug) Malela. 

Pradirwan - Sebuah pesan pendek masuk melalui aplikasi WhatsApp (WA) saat aku hendak beranjak pulang dari tempat bekerja. Aku membacanya di parkiran Gedung Keuangan Negara, Bandung, sambil menyaksikan sekumpulan orang berlalu-lalang.

Di penghujung tahun 2018, lalu lintas di Jalan Asia Afrika nyaris tak bergerak. Tak seperti biasa, sejak pukul 2 siang, jalan satu arah menuju ke Alun-alun Kota Bandung dan Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat itu nampak semakin sesak dengan warga yang hendak merayakan pergantian tahun.

Imbasnya, kendaraan yang hendak menuju Jalan Dalem Kaum juga terhambat. Berkali-kali, suara klakson terdengar di perempatan Jalan Asia Afrika-Dalem Kaum, meminta pengendara di depannya segera bergerak maju atau sekadar memberikan akses.

Jalan itu menjadi saksi bisu digelarnya konferensi yang amat bersejarah, yang mempertemukan 29 negara se-Asia dan Afrika pada 18-24 April 1955. Konferensi Asia-Afrika pertama tersebut terjadi di Gedung Merdeka yang berada di jalan tersebut. Konferensi membahas isu kedamaian dan kerjasama dunia yang dihadiri oleh delegasi negara se-Asia-Afrika, mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu.

Ya, Kedamaian. Kata itu lantas terlintas di kepalaku. Ketenangan yang aku butuhkan setelah seharian ini menyaksikan hingar bingar kehidupan di Ibu kota Jawa Barat ini. Aku memang tak terlalu menyukai keriuhan. Bagiku, kota besar seperti Bandung, hanya untuk bekerja dan belajar. Kemacetan yang terjadi setiap hari, hanyalah risiko keseharian yang harus aku terima sebagai konsekuensiku mencari nafkah dan belajar tadi. Maka, ketika sebentuk ajakan melalui pesan WA itu aku terima, aku langsung mengiyakan. Pesan-pesan berikutnya sudah pasti dapat ditebak, percakapan teknis menuju ke lokasi.
Curug Malela, salah satu curug yang indah di Bandung Barat. 

Aku dan tujuh orang lainnya bersepakat berkumpul pukul 05.00 WIB di Cimahi. Matahari nampak malas untuk menampakkan wajahnya. Di salah satu sudut langit, bulan sabit masih enggan beranjak. Sesekali ia menampakkan pucat wajahnya dibalik awan. Aku beranjak menerobos udara dingin pagi hari. Mataku masih sedikit sulit berkompromi untuk membuka. Puncak pergantian tahun sudah berakhir beberapa jam lalu masih menyisakan kantuk di kedua mataku.

Malela, seperti curug (air terjun) lain pada umumnya berada jauh dari hingar bingar kehidupan perkotaan. Perjuangan kami ke curug Malela cukup melelahkan. Namun, begitu sampai di lokasi Curug Malela, semua terasa terbayarkan. Menemukan curug ini bagaikan menemukan lokasi harta karun yang begitu indah mempesona. Terletak diantara tebing tinggi dan hamparan pegunungan, Curug Malela bak surga tersembunyi yang sangat terisolir dari peradaban manusia.
Suasana alami sangat terasa, membuat kami leluasa mendokumentasikannya.


Curug Malela terletak di desa Cicadas, kecamatan Rongga kabupaten Bandung Barat. Perjalanan kami dari Cimahi menuju lokasi berjarak sekitar 65 KM. Kami melewati jalan Raya Batujajar-Gununghalu, Kab. Bandung Barat. Kondisi jalan cukup baik dan berkelak-kelok. Tak jarang kami menemui tikungan, tanjakkan, dan turunan tajam sehingga kecepatan maksimal hanya 30 KM/jam. Semakin mendekati lokasi, lebar jalan semakin menyempit. Meski relatif dekat, perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam menggunakan mobil.
Area parkir Curug Malela. Hingga lokasi ini, jalan beraspal mulus itu. 

Gapura selamat datang di Curug Malela, akses utama menuju Curug Malela

Jalan berpenyangga besi dan sudah dipaving blok

Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 1,2 km dari tempat parkir wisata. Parkiran ini hanya bisa menampung sekitar 10-15 mobil saja. Sebuah gapura bertuliskan selamat datang di Curug Malela dalam bahasa Sunda, menjadi penanda akses masuk ke curug yang memiliki hulu sungai bagian Utara Gunung Kendeng itu. Gunung berapi yang telah mati itu terletak di sebelah barat Ciwidey, Kabupaten Bandung. Aliran sungainya mengalir melintasi sungai Cidadap-Gununghalu yang menjadi sumber air tak hanya curug Malela ini, namun ke-enam curug lainnya yaitu Curug Katumiri, Curug Manglid, Curug Ngebul, Curug Sumpel, Curug Palisir, dan Curug Pameungpeuk.

Dibelakang gapura, nampak jalan setapak menurun sepanjang kurang lebih 200 meteran dengan pembatas kanan-kiri dari besi. Usai melewati jalan yang terbuat dari paving block ini, kami menemui jalan terjal dari batu dan tanah liat. Meskipun begitu, menelusuri jalan setapak menuju lokasi curug ini tidaklah membosankan karena sejauh mata memandang terhampar perbukitan yang begitu asri nan hijau.
Memasuki jalan bebatuan dan tanah

Fasilitas toilet dan musholla

Salah satu warung
Jalanan tanah ini cukup curam

Jalanan tanah mendekati Curug Malela

Tak perlu takut kehausan, karena disepanjang jalur setapak itu sudah tersedia warung. Selain itu, fasilitas ibadah dan toilet juga sudah bisa digunakan, malah di bagian bawah dekat dengan lokasi curug, kini sedang dibangun tambahan fasilitas tersebut.
Fasilitas sedang dibangun

Suara gemericik aliran air melewati bebatuan besar dan kecil, membuatku hanyut dalam suasana syahdu. Setelah puas mengambil beberapa foto, pada sebuah warung di sisi sungai, aku terpaku menikmati keindahan curug yang mempunyai ketinggian sekitar 60 meter dengan lebar mencapai 70 meter itu.

Jika curug umumnya tinggi menjulang, berbeda dengan curug yang mempunyai 5 buah jalur air terjun yang indah dan megah ini. Apalagi jika debit air sedang banyak dan mengalir deras melintasi air terjun ini, akan terlihat indah sekali. Pemandangan ini mengingatkanku pada kemegahan air terjun Niagara di benua Amerika. Tak heran, curug Malela dijuluki ‘The Little Niagara’ atau Air Terjun Niagara Mini.

Hari sudah siang. Saatnya kami kembali menuju ke tempat parkir untuk mekan siang. Kami berjalan menyusuri jalan setapak tadi. Baru beberapa meter mendaki, nafasku sudah tersengal-sengal. Beberapa kali aku berhenti untuk beristirahat. Bagiku, rute ini cukup berat. Ternyata tak cuma aku, beberapa pengunjung yang tak kuat lagi mendaki, memutuskan untuk menyewa ojeg dengan ongkos sewa Rp25rb hingga ke tempat parkir.

Saat beristirahat itulah ingatanku tertuju kepada Tuhan. Sambil meneguk air mineral yang aku bawa, kembali pandanganku ke aliran sungai dari gunung Kendeng itu. “… surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,” terjemahan firman Allah dalam Alquran itu melintas. Lantas aku membandingkan dengan surga dunia yang bernama curug Malela ini. Meski tak berbayar saat kami memasukinya, perjalanan kami meraihnya cukup berat.

Maka benarlah adanya, bahwa hidup adalah sebuah perjalanan menuju ‘surga’ kita masing-masing. Setiap ‘surga’ mempunyai harganya sendiri dan seringkali itu tak murah. Kadang harga surga itu senilai takwa, pengorbanan, kesusahan, ketabahan, kesabaran, dan/atau keikhlasan.

Maka, berjalanlah. Dari perjalanan itu, kita akan dapat mengambil pelajaran. Tabik. (HP)


Artikel ini telah ditayangkan di AyoBandung

Menikah, Rumah, dan Negara

Meninjau proyek rumah sepupu, Cirebon  (25/12/2018).

"Mbangun rong tiang iku kangelan, mirip luru jodoh. Ana duite, durung tentu ana sing ngedol karange, ana sing ngedole, durung tentu cocok. Kudu pas kabehanane." (Membangun rumah itu sesulit mencari jodoh. Ada uangnya, belum tentu ada yang menjual tanahnya. Ada yang menjual (tanahnya) belum tentu sesuai keinginan. Harus pas semuanya.)


Pradirwan ~ Bagi yang belum menikah, pertanyaan "kapan menikah?" menjadi pertanyaan paling membosankan. Kita tahu, perkara menikah itu bukanlah hal yang mudah. Butuh persiapan yang matang. Tak hanya soal menyatukan dua insan dan keluarga yang berbeda, banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan setelah menjadi keluarga, misalnya terkait kebutuhan pokok.

Rumah (papan) menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi selain pakaian (sandang) dan makanan (pangan). Sebagian orang berpikir pernikahan itu tidak apa-apa dimulai dari nol. Jadi, menikah dengan persiapan alakadarnya yang penting nikah dulu, lainnya gampang. Tidak memikirkan bagaimana kehidupan setelah hari H pernikahan itu. Rumah kontrak dulu tak apalah, asal bisa satu atap bersama, yang penting sandang dan pangan masih tercukupi.

Saya masuk dalam golongan yang berfikir simpel seperti ini. Membangun rumah tangga dengan modal nekat. Akhirnya, setelah menikah tidak bisa membangun rumah dan lebih memilih mengontrak rumah. Tapi, rumah sudah menjadi prioritas utama untuk kami miliki setelah menikah.

Beruntung, pasangan yang saya nikahi mau berjuang bersama membangun rumah. Konon, hanya sedikit orang yang bisa merasakan kebahagian dan kebanggaan membangun rumah baru dan rumah tangga hasil keringatnya sendiri. Alhamdulillah, saya merasakannya.

Pepatah mengatakan “Rumahku Surgaku”. Sekecil apapun rumah yang kita miliki adalah tempat yang paling nyaman untuk kita tinggali, karena dari sinilah "surga" itu bermula. Untuk membuat "surga" itu hadir tidaklah mudah. Banyak sekali godaannya.

Membangun rumah itu menguras segalanya. Tak hanya materi, energi dan perhatian kita turut terkuras. Akibatnya seringkali membuat kepala kita menjadi pening, perasaan menjadi sangat sensitif alias gampang banget tersinggung.

Seberapa pun duit yang dialokasikan, kok rasanya tidak pernah cukup. Ini juga karena banyak hal "tetek bengek" yang terkadang lupa kita kalkulasikan. Jangan sampai karena hal-hal sepele dapat memicu pertengkaran saat membangun rumah. Akibatnya, kalau tidak sama-sama berpapang dada, dapat membuat semua bubar,  rumah terbengkalai (tidak jadi-jadi), hubungan keluarga pun hancur berantakan.

Nah, maka dari itulah, selain harus pandai memenej mental, kita juga harus cermat menghitung kebutuhan dananya. Cara mengkalkulasikan (hitungan kasar) yang biasa saya lakukan adalah dengan mulai menghitung kebutuhan material bahan bangunan, biaya tukang (pengerjaan), disesuaikan dengan harga sekarang dan proyeksi kenaikan harga (misalnya 20-30%). Proyeksi ini perlu juga untuk antisipasi kalau ternyata kita kekurangan bahan dan atau memang ada kondisi tertentu yang membuat harga material menjadi naik.

Angka itu masih ditambah biaya tak terduga lainnya, biasanya sekitar 20%. Jadi misalnya kita hitung harga bahan bangunan dan upah tukang 100jt, maka minimal biar "aman" kita menyediakan dana sekitar 140-150 jt.

Kenapa ada biaya tak terduga? Dana ini biasanya untuk mengantisipasi kebiasaan yang sudah berjalan di kampung saya, seperti slametan buka teki, munjuk suwunan (munggah molo), menjaga keamanan proyek, dan lain-lain.

Agaknya, wejangan ini cocok juga untuk yang bersiap membangun rumah.

"Le, kowe nek mbangun omah kudu jembar dodo mu, kudu dowo nalarmu, soale mbangun omah iku cubone gede, nek kowe sembrono, ora jembar dodomu, ora dowo nalarmu, biso biso malah bubrah kabeh, soale kanggo wong saiki, mbangun omah iku podo dene mbangun negoro." 

(Nak, kamu kalo membuat rumah harus lapang dadamu, harus panjang nalar/fikiranmu, karena membangun rumah itu cobaannya besar, kalo kamu sembrono/ceroboh, enggak lapang dadamu, enggak panjang nalar/pikiranmu, bisa bisa malah buyar semua, soalnya untuk orang jaman sekarang, membangun rumah itu sama saja dengan membangun negara.) 

Semoga bermanfaat.

Artikel ini ditayangkan oleh AyoBandung.com

KPP Madya Bandung Peroleh Predikat ZI—WBK

Kepala KPP Madya Bandung, Andi Setiawan menerima piagam penghargaan dariM Menpan-RB Syafruddin atas keberhasilan KPP Madya Bandung menjadi Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK) di Hotel Sultan Jakarta, (Senin, 10/12).

Pradirwan - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Bandung mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) karena telah berhasil membangun Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK), di Hotel Sultan Jakarta, (Senin, 10/12). Menpan-RB Syafruddin menyerahkan langsung piagam penghargaan tersebut kepada Kepala KPP Madya Bandung, Andi Setiawan.

Menelusuri Cerita di Balik Kemegahan Batu Lawang Cirebon

Batu Lawang, objek wisata alam yang terletak di Gunung Jaya Desa Cupang Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon ini, mulai menjadi salah satu objek wisata baru yang menjadi favorit para wisatawan. 

Pradirwan - Sejak warga desa yang berhimpun  dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sebuah lembaga kerjasama dengan Perum Perhutani membenahi pada awal 2017 lalu, objek wisata alam yang terletak di Gunung Jaya Desa Cupang Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon ini, mulai menjadi salah satu objek wisata baru yang menjadi favorit para wisatawan. Pemandangan alam, perbukitan, dan tebing bebatuan Objek Wisata Batu Lawang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan pada musim liburan kali ini.

Potensi alam bak surga tersembunyi berada di sana. Sebuah bukit batu dengan lukisan alam yang bernilai seni tinggi. Udara sejuk, tenang, dan nyaman dengan pemandangan Kabupaten Cirebon dari atas membuat para wisatawan enggan untuk beranjak. Di tempat tersebut, wisatawan bisa melepas kepenatan pikiran di sela kesibukan sehari-hari.

Baca juga : Kejawanan, Destinasi Wisata Pantai Kebanggaan Cirebon

Penamaan Batu Lawang yang berarti Batu Pintu (lawang berarti pintu dalam bahasa Jawa), terinspirasi dari dua tebing menjulang yang menyerupai dua pintu yang sedang terbuka. Ada juga yang menyebutkan bahwa, motif (bentuk) bebatuan tebing itu menyerupai pintu pada bangunan jaman dulu.

Untuk menuju lokasi Batu Lawang, terdapat  dua jalan, pertama dari arah Ciwaringin dekat Rumah Sakit Sumber Waras kemudian belok ke arah kiri. Jalur ini lebih singkat jika dari Palimanan-Cirebon, namun jalan yang dilalui belum diaspal, masih bebatuan terjal.

Jalur kedua dari arah Prapatan belok ke ki kiri arah Rajagaluh lurus sekitar 1 km, kemudian belok ke kiri melewati sebuah jembatan, belok ke kiri melewati area persawahan.  Jalur ini sudah diaspal, malah beberapa bagian nampak baru. Namun, hanya bisa dilewati mobil kecil. Tak perlu takut tersesat karena sudah disediakan rambu penunjuk arah untuk mencapai lokasi Batu Lawang ini. Jalur kedua inilah yang disarankan google maps saat saya menyambangi objek wisata tersembunyi ini, Selasa (25/12/2018).

Objek Wisata yang mempunyai fasilitas cukup lengkap ini terbilang sangat murah. Biaya masuknya hanya Rp7.000 per orang, ditambah biaya parkir Rp5.000 bagi yang membawa kendaraan, wisatawan bisa menikmati keindahan sepuasnya.

Meskipun aksesnya cukup jauh, ketika sampai di lokasi rasa lelah terbayar dengan pemandangan indah gugusan tebing Batu Lawang dengan ukiran alam sangat indah. Ada beberapa jenis tebing batu dengan lukisan berbeda. Ada yang eksotis bermotof jalur melingkar. Ada juga batu tak beraturan dalam satu bukit. Setiap sekat batu memiliki tonjolan yang berbeda.

Tebing-tebing itu sering digunakan sebagai sarana olahraga panjat tebing. Tebing Cupang menjadi tebing yang paling digemari pemanjat di wilayah III Cirebon. Tebing ini memiliki ketinggian 23–30 meter dan lebar sekitar 50 meter dengan jenis batuan andesit dan memiliki empat jalur pemanjatan yang dibuat pada tahun 1993-an oleh tim dari Bandung dan FPTI Cirebon.

Jalur yang disediakan pengelola untuk menikmati Batu Lawang

Di lahan seluas 2,5 hektare milik Perhutani ini, wisatawan dengan mudah berfoto dari berbagai sudut pandang. Untuk menikmati pemandangan alam dari atas, pengunjung cukup melewati jalur yang sudah disediakan. Beberapa bagian jalur itu berupa anak tangga yang terbuat dari adukan semen dan bebatuan yang tersusun. Pengunjung dengan mudah mengelilingi bebatuan andesit itu, hingga sampai ke puncak tebing Batu Lawang.

Pada beberapa bagian di atas tebing, pengelola juga menyiapkan tempat untuk berswafoto. Meski terbuat dari bambu rakitan, namun tempat berfoto itu aman untuk disinggahi. Meski keamanan terjaga, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, wisatawan diharapkan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan mengikuti segala aturan yang berlaku, seperti batasan tiga orang di tempat foto dan dilarang mencorat-coret bebatuan.

Spot swafoto

Di balik kemegahannya, Batu Lawang dan sekitarnya menyimpan berbagai cerita. Konon, gunung Jaya menjadi salah satu lokasi yang dikeramatkan karena menyimpan berbagai kisah perjuangan para Wali Sanga dalam menyebarkan agama Islam, diantaranya Sunan Bonang. Petilasan (situs) Sunan Bonang berada dikaki gunung Jaya sebelah barat, tak jauh dari Batu Lawang. Aura disekeliling petilasan tersebut sangat kental dengan mistis.

Cerita bermula ketika Sunan Gunung Jati bersama Sunan Bonang berniat menyebarkan Agama Islam ke selatan. Dalam perjalanannya saat mencapai Gunung Jaya, rombongan beristirahat.

Tak dinyana, rombongan tersebut disusul oleh Nyi Mas Gandasari yang memohon pertolongan Sunan Gunung Jati untuk menyembuhkannya. Persoalan Nyi Mas Gandasari adalah karena setiap bersuami, suaminya langsung meninggal.  Oleh Sunan Gunung Jati, persoalan Nyi Mas Gandasari diserahkan kepada Sunan Bonang.

Sunan Bonang kemudian menyembuhkan Nyi Mas Gandasari dengan mengeluarkan seekor ular welang dari tubuh Nyi Mas Gandasari. Kesembuhan Nyi Mas Gandasari ini diperingati dengan sebuah “pernikahan batin” dengan cara menguburkan ular welang dari Nyi Mas Gandasari yang disebut Pangeran Welang dan tongkat Sunan Bonang. Sampai saat ini kita bisa menyaksikan 2 buah cungkup makam tersebut di dalam bangunan situs.

Nyi Mas Gandasari di kemudian hari menjadi murid Sunan Gunung Jati dan menjadi salah satu panglima perangnya. Kesaktian Nyi Mas Gandasari sudah sangat tersohor dan tak ada seorang laki laki pun yang mampu mengalahkannya. Dalam sebuah sayembara yang diselenggarakan untuk mendapatkan jodoh, Nyi Mas Gandasari dikalahkan oleh Syekh Magelung Sakti (Pangeran Soka). Keduanya kemudian dijodohkan oleh Sunan Gunung Jati dan menjadi suami isteri.

Keunikan lainnya dari Gunung Jaya adalah di puncaknya terdapat sumur kejayaan. Coba naiklah ke puncak Gunung Jaya setinggi sekitar 700 meter itu. Di puncak Gunung Jaya terdapat sebuah sumur kering. Keadaan sumur itu memang selalu kering. Karena itulah, konon, jika ada yang mendapat atau menemukan sumur itu dalam keadaan berair adalah pertanda semua keinginan bakal terkabul. Namun yang pasti pemandangan di puncak Gunung Jaya sangat cantik.

Artikel ini ditayangkan Ayobandung

Kejawanan, Destinasi Wisata Pantai Kebanggaan Cirebon

Pengunjung menikmati pantai Kejawanan Cirebon belum lama ini. 

Pradirwan - Siang itu, pada saat matahari bersinar dengan teriknya, rombongan keluarga yang dipimpin Uling (nama panggilan), aparat Desa Wangunharja, Kecamatan Jamblang Kab. Cirebon, mengunjungi Pantai Kejawanan, 23 Desember 2018. Pantai yang sejatinya merupakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) itu kini menjadi salah satu destinasi wisata alternatif warga Cirebon dan sekitarnya.

“Waktu masih kecil saya pernah kesini. Dulu pantai ini sangat sepi,” ungkap Uling.

Sejak beberapa tahun terakhir, pantai yang berlokasi di Jl. Yos Sudarso, Lemah Wungkuk Kota Cirebon dan terletak dekat dengan pelabuhan Cirebon dan Ade Irma Suryani Cirebon Waterland ini semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan.


Berwisata ke Pantai Kejawanan terbilang sangat terjangkau. Pengunjung yang datang berjalan kaki tidak dipungut biaya sepeser pun. Biaya masuk dikenakan hanya bagi yang membawa kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor. Itu pun terbilang sangat murah meriah, hanya Rp1.000 saja per kendaraan ditambah tarif parkir Rp5.000. Dengan tarif semurah ini, para pengunjung sudah bisa menikmati pemandangan pantai Kejawanan ini.

Memasuki pantai, pengunjung akan disuguhi pemandangan deretan kapal penangkap ikan yang sedang bersandar di bagian teluknya. Untuk mendapatkan pemandangan terbaik, datanglah pagi-pagi sekali atau sore hari untuk mendapatkan sunrise atau sunset. Dari pantai Kejawanan ini, Gunung Ciremai menjadi salah satu spot menarik untuk background photo landscape, selain kumpulan kapal-kapal yang bersandar itu.

Setelah berjalan beberapa meter, di sebelah kanan, nampak bibir pantai dan beberapa warung yang berdiri persis disisi pantai. Seorang ibu pemilik warung mempersilakan rombongan masuk untuk beristirahat. Jika biasanya pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman dari luar warung, tidak dengan warung-warung disini. Mereka mempersilakan semua pengunjung untuk singgah, meskipun membawa makanan dan minuman.

Kondisi Pantai Kejawanan yang landai dan dangkal ini menjadi daya tarik tersendiri. Anak-anak dapat bermain air hingga ke tengah pantai. Selain itu, terdapat perahu karet yang disewakan. Harga sewanya Rp20.000 untuk setiap perahu karet. Pengunjung juga bisa menggunakan perahu motor milik nelayan disana. Hanya dengan tarif Rp5000 per orang, pengunjung dapat berkeliling pantai Kejawanan.

Selain menikmati berbagai fasilitas yang tersedia, tak sedikit pengunjung yang memilih bersantai menikmati suasana Pantai Kejawanan sambil menikmati kuliner yang tersedia di Warung-warung di tepi pantai.

Artikel ini ditayangkan Ayobandung

Mal Pelayanan Publik Transmart Soreang Diresmikan


Bupati Bandung, Dadang M. Nasser bersama Chairul Tanjung di Trans Mart Soreang Kab. Bandung, Jumat (21/12).

Pradirwan - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, membuka Mal Pelayanan Publik di wilayah Kabupaten Bandung pada Jumat (21/12/2018). Layanan publik yang berada di mal tersebut antara lain layanan dari Polres, Samsat, Disdukcapil, BKD, DPMTSP, dan layanan perpajakan dari KPP Pratama Soreang dan KPP Pratama Majalaya.

Baca juga: Hartadinata Abadi - Ditjen Pajak Imbau Pengusaha Emas Sadar Pajak

Mal Pelayanan Publik tersebut secara langsung diresmikan oleh Bupati Bandung, Dadang M. Nasser, bersama Founder dan Chairman CT Corp, Chairul Tanjung, disaksikan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang, Harry Pantja Sirait serta sejumlah tamu undangan.
Kegiatan tersebut juga sekaligus meresmikan Trans Mart Soreang, Kabupaten Bandung.

Pengunjung melintas di area tunggu Mall Pelayanan Publik Trans Mart Soreang

“Untuk tahap awal, kami menyediakan layanan pembuatan NPWP, Konsultasi Perajakan, dan pembuatan e-billing untuk pembayaran pajak. Berikutnya nanti akan ditambah dengan layanan penerimaan e-SPT (laporan pajak secara elektronik / online) baik SPT Masa maupun SPT Tahunan, “ungkap Kepala KPP Pratama Soreang, Harry Pantja Sirait.

Menurutnya dibukanya Mal Pelayanan Publik tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, serta sarana edukasi bagi wajib pajak.

“Kami berharap semua layanan perpajakan yang sudah berbasis elektronik bisa kami layani di Mal ini. Seperti e-SPT, e-filing, e-biling, e-reg, dan lain-lain bisa kami layani disini. Ini juga kan sebagai sarana edukasi masyarakat supaya bisa menggunakan layanan elektronik tersebut, “terangnya.

Guna mendukung upaya tersebut, pihaknya berkomitmen untuk menyediakan papan informasi digital dengan menggunakan layar sentuh (touch screen).

” Untuk sistem antrian, kami menggunakan pesan singkat (SMS), sehingga Wajib Pajak bisa memesan nomor terlebih dahulu dan memperkirakan waktunya sebelum datang ke Mal Pelayanan Publik ini,” kata Harry.
Loket pelayanan KPP Pratama Soreang di Mall Pelayanan Publik Trans Mart Soreang

Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang M. Nasser menambahkan, jika konsep yang diterapkan di Mal Pelayanan Publik ini akan sangat membantu masyarakat. Bahkan ia mengaku terinspirasi dengan kantor Gubernur yang berada di Jepang.

“Di lantai atas saya meminta untuk dibuat sebagai pelayanan publik. Ini terinspirasi saat melakukan kunjungan ke Jepang. Kantor Gubernur di sana itu di lantai atas, jadi pengunjung bisa sambil berbelanja baik masuk atau keluar Mal,” pungkasnya.

Sumber : kahijinews , Jabar Ekspres , pojoksatu , Ayobandung , GalamediaNews , inilah koran
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes