BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Catatan Kuliah. Show all posts

Pengantar Ilmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum 

Pradirwan - Dalam pembicaraan sehari-hari, baik itu di media cetak, media elektronik, maupun dalam berbagai kesempatan, seringkali dilontarkan berbagai macam bentuk ungkapan yang mengatasnamakan hukum. Entah bagi mereka yang berlindung atas nama hukum, maupun pihak-pihak yang menghujat hukum itu sendiri.

Sepanjang yang penulis ketahui, konsep hukum itu sangatlah luas. Berbagai rumusan dan tulisan telah merujuk pendapat para sarjana maupun filsuf terkemuka di dunia, untuk mencoba memberikan suatu definisi atau bentuk-bentuk pemahaman mengenai hukum. Namun, dalam praktik tidak jarang dijumpai kesalahpahaman atau salah penafsiran, bahkan telah memberikan penafsiran baru terhadap hukum itu sendiri.

Pada dasarnya, suatu hukum yang baik adalah hukum yang mampu mengakomodasi dan membagi keadilan pada orang-orang yang akan diaturnya.

Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata bahwa hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Namun keraguan atas hukum yang dibuat oleh manusia ternyata telah dialami orang sejak lama. Sebagai contoh, pada zaman Romawi enam ratus tahun sebelum Masehi, Anarchasis menulis bahwa hukum seringkali berlaku sebagai sarang laba-laba, yang hanya menangkap orang lemah dan miskin namun mudah rusak bagi yang kuat dan kaya

Di sisi lain, kaum Sofist berpendapat bahwa “justice is the interest of the stronger”, bahwa hukum merupakan hak dari penguasa. Karena itu, dalam ‘The Second Treatise of Government’ (1980), John Locke telah memperingatkan bahwa “whereever law ends, tyranny begins”.

Bunyi pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dalam amandemen ketiga menyatakan dengan jelas bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Penegasan negara hukum itu terjadi saat sidang umum MPR pada 1-9 November 2001. 

Penegasan negara hukum itu bermakna bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan, dan pemerintahan di negara Indonesia harus senantiasa berdasarkan asas hukum yang berlaku.

Konsep negara hukum ini pada gilirannya akan menuju kepada terciptanya kehidupan yang demokratis, terlindunginya hak asasi manusia, serta kesejahteraan sosial yang berkeadilan.
Konsep ini juga selaras dengan sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang menyatakan dengan jelas bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat perlakuan yang adil dalam segala bidang kehidupan baik dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya.

Pernyataan ini juga berhubungan langsung dengan norma hukum yang menjadi salah satu faktor penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Namun, apakah pengertian hukum itu?


Pengertian Hukum

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring mengatakan hukum (hu.kum) adalah (1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, (2) undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu, dan (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis.

Sementara pengertian hukum menurut Plato adalah seperangkat peraturan-peraturan yang tersusun secara baik serta teratur yang sifatnya mengikat hakim dan masyarakat.

Senada dengan gurunya (Plato), Aristoteles mengatakan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga mengikat kepada hakim itu sendiri. Dengan kata lain hukum tidak diperuntukan dan ditaati oleh masyarakat saja, tapi juga wajib dipatuhi oleh pejabat negara.

Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi. Karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

Dalam hubungan ini, maka terlihat bahwa hukum yang berlaku mencerminkan ideologi, kepedulian dan keterikatan pemerintah pada rakyatnya, tidak semata-mata merupakan hukum yang diinginkan rakyat untuk mengatur mereka. 

Hukum yang berpihak pada rakyat, yang memperhatikan keadilan sosial, yang mencerminkan perlindungan hak asasi manusia, seperti tercantum dalam konstitusi UUD 1945 yang sudah penulis sebutkan di atas. 

Hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagi rakyat, tetapi juga bagi para pejabat pemerintahan dan seluruh penyelenggara kenegaraan.

Seorang pengacara, Bryan A. Garner dalam bukunya Black’s Law Dictionary mendefinisikan hukum sebagai: 

The regime that orders human activies and relations through systematic application of the force of politically organized society, or trough a pressure, backed by force, in such a society; the legal system (respect and obey the law). The aggregate of legislation, judicial precedents, and accepted legal principles; the body of judicial and administrative action (the law of land). The judicial and administrative process, legal action and proceedings (when settlement negotiations failed, they submitted their dispute to the law)...

Melalui definisi singkat arti hukum di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa hukum yang melandasi good governance menjadi landasan dalam berperilaku, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi para pejabat pemerintahan di badan-badan legislatif, eksekutif atau administratif dan badan-badan yudikatif. 

Walau demikian, hukum dimaksud adalah hukum yang memang benar-benar diciptakan melalui proses yang benar dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat dan keadilan sosial. 

Tanpa adanya hukum yang berkeadilan, baik yang dibuat oleh badan-badan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, sulit rasanya bahwa hukum akan dapat diterima dan dijadikan panutan.


Pembagian Hukum

Hukum berdasarkan isinya dibagi 2 (dua) yaitu hukum perdata (hukum privat/privatrecht) dan hukum publik (publickrecht).

Hukum perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu dengan yang lain dalam hubungan keluarga dalam pergaulan masyarakat.

Hal-hal esensial yang diatur dalam hukum privat antara lain kebebasan setiap individu, masalah keluarga, waris, perkawinan, harta kekayaan, jaminan, hak milik, perikatan, perjanjian, dan lain-lain.

Dalam KUH Perdata dibagi dalam empat buku, yaitu buku I tentang orang, buku II tentang benda, buku III tentang perikatan, dan buku IV tentang bukti dan kadaluarsa.

Sementara hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan antara penguasa dan warga negaranya.

Hukum publik merupakan keseluruhan peraturan yang merupakan dasar negara dan mengatur pula bagaimana caranya negara melaksanakan tugasnya dalam rangka melindungi kepentingan umum, yang pada akhirnya melindungi kepentingan negara.

Hukum publik memberikan jaminan bagi perlindungan hukum atas kenyamanan, keselamatan, keamanan warga negara dari pemerintah atau negara atau melindungi kepentingan umum.

Contoh hukum publik misalnya hukum pidana, hukum tata negara, hukum admisnitrasi negara, hukum internasional publik, dan lain-lain.


Hukum bersifat Memaksa

Hukum publik umumnya bersifat memaksa, sedangkan hukum perdata bersifat melengkapi. Norma hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) menurut Nur Rahman adalah suatu norma hukum yang secara apriori harus ditaati atau norma hukum dalam hal konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 

Walaupun penulis menyebut di atas, sifat hukum publik umumnya memaksa (dwingen recht) dan sifat hukum privat umumnya pelengkap (aanvullend recht), namun dalam hukum perdata (dalam pasal-pasal KUH Perdata) tentang perjanjian ada juga yang bersifat memaksa (dwingen recht).

Misalnya syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan wajib dipenuhi adalah: 
1) kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri, 
2) kecakapan untuk membuat perjanjian, 
3) sesuatu hal tertentu, dan 
4) sesuatu sebab yang diperbolehkan oleh hukum. 

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif sedangkan dua syarat yang terakhir merupakan syarat objektif.

Menurut Yahman, jika tidak terpenuhi syarat subjektif perjanjian, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jika tidak terpenuhi syarat objektif perjanjian, maka perjanjian itu terancam batal demi hukum. 

Berarti ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata ini bersifat memaksa artinya keempat syarat tersebut wajib ada dalam perjanjian, jika tidak, maka konsekeunsi hukumnya dapat dibatalkan atau batal demi hukum.


Unsur-unsur Hukum

Hukum akan mengatur perbuatan manusia, berisi perintah dan larangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatau dengan tujuan supaya tidak merugikan kepentingan umum dan perilaku manusia tidak bersinggungan. Peraturan hukum ditentukan oleh badan atau lembaga berwenang. Peraturan hukum tidak boleh dibuat oleh setiap orang, tetapi oleh lembaga yang mempunyai kewenangan yang sifatnya mengikat dengan masyarakat. Peraturan hukum bersifat memaksa. Hukum dibuat bukan untuk dilanggar tetapi ditaati. Bagi pelanggar, hukum mempunyai sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Dari uraian di atas,  hukum harus memiliki unsur-unsur berupa (Kansil, 1989:39): 

(a) peraturan mengenai tingkah laku manusia;
(b) peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
(c) peraturan itu bersifat memaksa; dan
(d) sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas.


Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU tersebut, kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki. 

Hierarki yang dimaksud adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam hierarki di atas, peraturan perundang-undangan hanya sampai dengan Perda Kabupaten/Kota, bagaimana dengan peraturan perundang-undangan lain selain yang telah tercantum di atas (seperti Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak)?

Peraturan perundang-undangan lainnya tetap diakui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang 12/2011 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.



Bandung, 10 Mei 2010
Pradirwan

Sumber: 

Balanced Scorecard dalam Analisis dan Pelaporan Kinerja

"Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang membuat karyawannya semakin baik dari hari ke hari." ~ Audita Setiawan

Pradirwan
~ Seorang dosen dalam memberikan nilai kepada para mahasiswanya menerapkan aturan penilaian. Aturan tersebut memuat beberapa kriteria penilaian, diantaranya nilai Ujian Tengah Semester (UTS), nilai Ujian Akhir Semester (UAS), nilai tugas, dan tingkat kehadiran.

EVA NITAMI (Economic Value Added atau Nilai Tambah Ekonomi)

EVA NITAMI. Seorang fotografer dan penyanyi dalam sebuah even memperingati hari jadi surat kabar ternama di Bandung. Bisa jadi, profesi yang mereka geluti saat aku ambil gambar ini, hanyalah nilai tambah mereka saja.


Pradirwan - Jalan tol Pasteur Sabtu siang itu tak bersahabat denganku. Selepas melewati pintu keluar tol Baros, nampak dari kejauhan mobil-mobil di depanku mulai melambat.

Catatan perilaku organisasi, pertanyaan dan jawaban

Pradirwan - Awal belajar perilaku organisasi, saya menganggap 'remeh' karena sejak SMP saya berorganisasi. Ternyata yang dipelajari adalah teori-teori yang diterapkan dalam organisasi.

Berikut adalah contoh pertanyaan dan jawaban tentang Perilaku Organisasi yang telah dirangkum rekan kami, Ade. (telah dilakukan editing seperlunya).

Ade (Fb)

1. Apa yang saudara ketahui tentang kelompok komando, kelompok tugas, dan kelompok informal? Jelaskan tahap – tahap perkembangan kelompok menurut Stephen P Robbin! Apa alasan individu bergabung dengan kelompok ?

Kelompok Komando atau Command Group, yaitu kelompok formal yang terdiri dari individu-individu dalam organisasi dengan garis komando jelas seperti bawahan yang harus melapor ke atasannya. Kelompok Komando ini biasanya ditentukan dalam Bagan Organisasi.

Kelompok Tugas atau Task Group, yaitu kelompok formal yang dibentuk untuk menyelesaikan tugas tertentu. Individu-individu yang bergabung ke dalam Kelompok Tugas adalah mereka yang dapat bekerjasama dalam menyelesaikan Tugas diarahkan oleh Organisasi. Contoh Kelompok Tugas dalam perusahaan manufakturing adalah membentuk Kelompok Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) yang tertugas untuk menangani masalah-masalah kualitas.

Kelompok Informal atau Informal Group adalah Kelompok yang dibentuk oleh anggota organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama. Kelompok Informal ini umumnya tidak terstruktur secara formal dan tidak ditetapkan secara resmi oleh organisasi. Timbulnya Kelompok Informal karena adanya tanggapan terhadap kebutuhan akan hubungan sosial.

Kelompok Informal ini dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu:

  • Kelompok Kepentingan atau Interest Group, yaitu kelompok yang dibentuk oleh individu-individu tertentu dalam organisasi yang memiliki kepentingan sama.
  • Kelompok Persahabatan atau Friendship Group, yaitu kelompok yang terbentuk karena adanya persamaan karakteristik seperti kesamaan hobi, kesamaan pandangan politik, kesamaan kepercayaan, ataupun kesamaan etnis.


Tahap – tahap perkembangan kelompok menurut Stephen P Robbin:

1. Tahap Pembentukan (forming)
Memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Para anggotanya “menguji ke dalam air” untuk menentukan jenis – jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.

2. Tahap Timbulnya Konflik (Storming)
Satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi terdapat penolakan terhadap batasan – batasan yang diterapkan kelompok tersebut terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa yang akan mengendalikan kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai, terdapat sebuah hierarki yang relatif kelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.

3. Tahap Normalisasi (norming)
Tahap ketiga ini adalah tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap normalisasi (norming stage) ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah mengasimilasi serangkaian ekspektasi definisi yang benar atas perilaku anggota.

4. Tahap Performing (Berkinerja)
Pada titik ini struktur telah sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dari saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.

5. Tahap Adjourning Stage (Pembubaran)
Untuk kelompok – kelompok kerja yang permanen, berkinerja adalah tahap terakhir dalam perkembangan mereka. Tetapi, untuk komisi, tim, angkatan tugas sementara, dan kelompok - kelompok kerja yang mempunyai tugas yang terbatas untuk dilakukan, terdapat tahap pembubaran. Dalam tahap ini, kelompok tersebut mempersiapkan diri untuk pembubarannya. Kinerja tugas yang tinggi tidak lagi menjadi prioritas tertinggi kelompok. Sebagai gantinya, perhatian diarahkan untuk menyelesaikan aktivitas – aktivitas. Respons dari anggota kelompok dalam tahap ini bervariasi. Beberapa merasa gembira, bersenang – senang dalam persahabatan dan pertemanan yang didapatkan selama kehidupan kelompok kerja tersebut.


2. Ada dua pendekatan untuk meramalkan perilaku kelompok, yaitu pendekatan yang berpandangan bahwa kelompok merupakan suatu sistem (kumpulan sub-sistem) dan pendekatan yang berpandangan bahwa kelompok memiliki variable struktural. Jelaskan mengenai hal tersebut!

Robbins (1996) mendefinisikan kelompok sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi, saling bergantung satu sama lain, dan saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Sementara Gibson (1997) memandang kelompok dari empat perspektif (persepsi, organisasi, motivasi, interaksi).

Perilaku kelompok juga menekankan bahwa perilaku dalam suatu kelompok adalah cara berfikir untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil penemuan, berikut tindakan-tindakan pemecahannya. Sebuah kelompok, menurut Robbins dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu kelompok formal (formal group) dan kelompok informal (informal group).

Kelompok formal adalah suatu kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi, dengan pembagian kerja yang ditandai untuk menegakkan tugas-tugas. Formal groups are created to achieve specific organizational objectives and aer concerned with the co-ordination of work activities (Mullins, 1995:171). Kelompok ini juga didefinisikan berdasarkan kerja yang dilakukan oleh anggota kelompok. 

Sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang dibentuk berdasarkan kesukaan individu atau kemiripan minat, latar belakang dan karakteristik pribadi. Informal groups are based more on pesonal relationships and agrement of group members than on defined role relationships (Mullins, 1995:171). Dapat dikatakan juga bahwa kelompok ini muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial. Dalam organisasi kelompok demikian mungkin merupakan bagian dari kelompok kerja formal.

Untuk dapat membuat perkiraan-perkiraan ilmiah yang tepat, segala sesuatu harus dapat diuraikan, diukur, dan diklasifikasikan dengan tepat dan cermat. Demikian pula halnya dengan kelompok. Untuk mengungkapkan hukum-hukum yang mengatur perilaku kelompok, perlu ada cara untuk menguraikan dan mengukur sifat-sifat dan perilaku kelompok. Dengan perkataan lain, seperti halnya individu, kelompok pun mempunyai kepribadian (personality) yang dapat dipelajari.
 
Berdasarkan atas pengertian tersebut, maka perilaku kelompok dapat diartikan sebagai semua sikap atau tingkah laku yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling tergantung dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama di dalam suatu kelompok atau organisasi. 

Apabila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif, (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya. Perilaku individual dalam kelompok disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat diidentifikasi. Seseorang masuk dalam suatu konteks yang terstruktur dan perilakunya sebagian adalah produk dari kekuatan-kekuatan yang mengalir dari konteks ini (Melcher, 1994:15).

Kompleksitas sebuah kelompok akan meningkat dengan bertambah besarnya ukurannya, meningkatnya saling ketergantungan dalam arus kerja, menurunnya tugas-tugas yang diprogram. Faktor-faktor ini dapat mengganggu perilaku individual dan hubungan-hubungan dalam kelompok dan antar kelompok. Gejala-gejala yang lazim adalah menurunnya komitmen, macetnya komunikasi, dan meningkatnya konflik. Metode-metode yang spontan dan interaksi antar pribadi yang cukup memadai untuk koordinasi dan motivasi dalam organisasi sederhana, akan macet dengan meningkatnya kompleksitas (Melcher, 1994:21).

Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996). 

Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Edwin Locke, 2009). Selanjutnya menurut Cowling dan James (1996), tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun.

Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok (Fathoni, Abdurrahmat, 2006).

Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.

Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi anggota bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja, (2) persepsi anggota bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian), (3) nilai yang diberikan anggota terhadap imbalan yang diberikan. 

Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Winardi, 2003). 

Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan, dan umpan balik yang tepat.

(sumber: jurnal unpatti )

3. Jelaskan teori motivasi menurut Abraham Maslow & teori dua faktor (two factor theory) menurut Herzberg!

Teori motivasi menurut Abraham Maslow:

1. Physiological Needs (Biological Needs)
Yaitu kebutuhan badaniah yang meliputi : sandang, pangan, sex, tempat tinggal, sembuh dari rasa sakit, dll.

2. Safety Needs (Security Needs)
Yaitu kebutuhan akan rasa aman (keselamatan) atau kebutuhan untuk merdeka dari ancaman, baik dari lingkungan maupun kejadian tertentu.

3. Social Needs (Love Needs)
Yaitu kebutuhan akan persahabatan, diterima orang lain, interaksi, berkelompok, dan kasih sayang.

4. Self Esteem Needs
Yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pandangan baik dari orang lain, harga diri.

5. Self Actualization Needs
Yaitu kebutuhan akan pengakuan diri, rasa puas akan nilai yang diperoleh dari pekerjaan atau memaksimalkan kemampuan, keahlian dan potensi diri.

Teori Dua Faktor menurut Herzberg:

Faktor Hygiene
Merupakan rangkaian kondisi yang menggambarkan hubungan seseorang dengan lingkungan tempat yang bersangkutan melaksanakan pekerjaanya (Job Context).

Faktor-faktor ini tidak berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, tetapi berhubungan dengan timbulnya ketidakpuasan kerja (dissatisfier), oleh karena itu faktor-faktor ini tidak dapat digunakan sebgai alat motivasi tetapi merupakan alat untuk menciptakan  kondisi yang memungkinkan timbulnya kepuasan kerja (extrinsic factor). 

Faktor Hygiene meliputi :
  1. Company Policy And Adminstration, berkaitan dengan kebijakan organisasi yang menyangkut ketenagakerjaan, khususnya menyangkut carier planning.
  2. Working Condition, baik fisik maupun non fisik.
  3. Technical Supervision, berkaitan dengan kemampuan/skill pemimpin.
  4. Interpersonal Relations/Supervision, berkaitan dengan kemampuan pemimpin dalam membina hubungan baik dengan bawahan. Pemimpin harus memiliki: technical skill, human skill, dan conceptual skill.
  5. Salary/Wages, berkaitan dengan kompensasi atau sistem pengupahan yang baik.
  6. Job Security, berkaitan dengan keaman kerja.
  7. Status, berkaitan dengan posisi dalam organisasi atau posisi organisasi.

Faktor  Motivator
Merupakan rangkaian kondisi yang menggambarkan hubungan seseorang dengan apa yang ia kerjakan (Job Content) atau kondisi intrinsik yang meliputi kandungan/isi kerjanya, prestasi, penghargaan atas prestasi.

Faktor-faktor ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja (Satisfier) dan sifatnya intrinsik (Intrinsic Factor), oleh karena itu disebut sebagai faktor motivator.

Faktor motivator behubungan langsung dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu faktor motivator merupakan alat motivator sehingga seringali disebut sebagai faktor satisfier.

Faktor Motivator meliputi:

a. Achievement
Keberhasilan melaksanakan pekerjaan mendorong tumbuhnya motivasi seseorang. Oleh karena itu seorang atasan harus mau memberikan kesempatan atau membantunya mencapai keberhasilan kepada bawahannya, sedemikian rupa sehingga pekerja yang bersangkutan dapat berkembang sendiri. Nyatakan keberhasilan bawahannya.

b. Recognation
Pernyatan pengakuan oleh atasan atas keberhasilan seorang pekerja. Caranya bermacam-macam: langsung dinyatakan ditempat, dengan surat penghargaan, dengan hadiah, dengan kenaikan/promosi jabatan.

c. The Work It self
Faktor ini berpangkal pada upaya untuk menempatkan setiap pekerja secara tepat. Seorang bawahan harus tahu persis apa yang harus dikerjakannya. Hindarkan kebosanan dalam pekerjaan.

d. Responsibility
Rasa tanggung jawab yang dimiliki seorang perja akan mendorang tumbuhnya motivasi kerja. Oleh karena itu harus selalu ditumbuhnkan rasa tanggung jawab dengan cara menghindari supervisi yang ketat, atau memberi kesempatan karyawan untuk berperan serta.

e. Advancement
Kesempatan untuk mengembangkan diri merupakan faktor yang memotivasi pekerja. Oleh karena itu dalam suatu organisasi perlu ada program T & D (Training & Development) dan CD (Career Development).

4. Jelaskan teori motivasi penguatan (the re-inforcement theory of motivation) menurut BF. Skinner’s!

Tingkah laku seseorang pada masa yang akan datang ditentukan oleh pengalamannya pada masa lalu melalui sutau proses belajar yang didasarkan atas suatu hukum “Law of Effect” yang menyatakan:
  1. Bahwa suatu tingkah laku yang langsung diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan (berbentuk balas jasa, penghargaan, hadiah) cenderung akan diulangi pada masa yang akan datang.
  2. Bahwa suatu tingkah laku yang diikuti dengan konsekuensi yang negatif/tidak menyenangkan (berbentuk hukuman) cenderung tidak diulangi pada masa yang akan datang.
  3. Jadi untuk memotivasi seseorang, diperlukan reinforcement (penguatan) dari konsekuensi-konsekuensi tingkah laku tertentu.

Jenis reinforcement atau teknik untuk memotivasi tingkah laku seseorang:

a. Positive Reinforcement
Suatu konsekuensi yang secara positif (pasti) akan menyebabkan suatu tingkah laku tertentu. Hal ini meliputi 2 aspek:
  • Primary Reinforcers, yang dapat memenuhi kebutuhan biologis (makan, minum)
  • Secondary Reinforcers, berdasarkan pengalaman masa lalu dapat menyenangkan seseorang, seperti hadiah, penghargaan, promosi, dll untuk memenuhi kebutuhan non biologis.
b. Negative Reinforcement (Avoidance Learning)
Suatu teknik yang berlaku bila seseorang belajar tentang bagaimana cara bertingkah laku yang menyebabkan didapatkannya konsekuensi yang menyenangkan, atau cara berkelakuan yang memungkinkan dihindarkannya konsekuensi yang negatif (tidak menyenagkan). Negative Reinforcement meliputi:
  • Extinction, menahan/mengabaikan pemberian reward bila ada tingkah laku yang tidak diinginkan, sampai tingkah laku itu hilang.
  • Punishment, suatu konsekuensi negatif yang diberikan untuk tingkah laku yang tidak diharapkan.

5. Apa yang anda ketahui tentang kepemimpinan (leadership)? Jelaskan perbedaan teori kepemimpinan ciri/sifat, teori kepemimpinan perilaku, dan teori ketergantungan pada situasi (contingency approach)!

Pengertian Kepemimpinan secara umum adalah sebuah kemampuan yang terdapat di dalam diri seseorang untuk bisa memengaruhi orang lain atau memandu pihak tertentu untuk mencapai tujuan.

Sementara itu, definisi pemimpin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang memimpin. Jadi, seorang pemimpin wajib memiliki kemampuan untuk memengaruhi atau memandu sekelompok orang/pihak.

Pengertian Kepemimpinan Menurut Para Ahli

Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan (Stephen P. Robbins).

Kepemimpinan adalah adalah proses untuk memberikan pengarahan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas anggota kelompok/organisasi (Stoner).

Kepemimpinan merupakan kemampuan dalam diri seseorang dan mencakup sifat-sifat, seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan. Kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari gaya, perilaku, dan kedudukan pemimpin bersangkutan dan interaksinya dengan para pengikut serta situasi. (Wahjosumidjo).

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang saat menjabat sebagai pimpinan organisasi tertentu dalam memengaruhi orang lain, khususnya bawahannya. Ini dilakukan supaya mereka mampu bertindak dan berpikir sesuai dengan arahan tertentu supaya tujuan dapat tercapai dengan mudah. (Sondang P. Siagian)

Perbedaan teori kepemimpinan ciri/sifat, teori kepemimpinan perilaku, dan teori ketergantungan pada situasi (contingency approach).

1. Pendekatan sifat/ciri kepemimpinan (traits approach): pendekatan ini mencoba menelaah kepemimpinan melalui sifat-sifat tertentu yang membedakan pemimpin dengan orang lain yang bukan pemimpin.

2. Pendekatan tingkah laku (perilaku) kepemimpinan (Behavior Approach): Pendekatan ini mencoba menelaah apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Bagaimana mereka mendelegasikan tugas (task), berkomunikasi, memotivasi bawahan, melaksanakan fungsinya, dan sebagainya. 

Dua fungsi utama yang dilakukan pemimpin yang efektif :
  • Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task oriented) atau fungsi pemecahan masalah pekerjaan, yaitu suatu fungsi yang menyangkut pemberian saran-saran kepada bawahan untuk menyelesaikan masalah, informasi dan pendapat atas suatu masalah.
  • Fungsi pemeliharaan kelompok (human oriented) atau fungsi sosial, yaitu semua bentuk usaha yang dapat membantu kelompok berjalan lancar, mencegah/menengahi beda pendapat, membuat kesimpulan rapat, dll.
3. Pendekatan ketergantungan pada situasi (Contingency Approach): Pendekatan ini berkembang berdasarkan pemikiran dan penelitian yang menunjukkan bahwa situasi yang berkembang sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan seseorang. Artinya efektivitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh situasi/kondisi pada saat kepemimpinan itu dilakukan. 

Dengan kata lain, pemimpin yang berhasil menjalankan kepemimpinannya pada suatu situasi/kondisi tertentu belum dapat menjamin keberhasilannya pada suatu situasi/kondisi yang lain. Oleh karena itu, pendekatan ini mencoba merumuskan gaya kepemimpinan yang efektif untuk situasi/kondisi tertentu pula.

6. Jelaskan teori kepemimpinan menurut Robert Blake & Jane Mouton, Fred Fiedler, dan teori kepemimpinan menurut Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard!

Teori kepemimpinan menurut Robert Blake & Jane Mouton

Teori Blake & Mouton Managerial Grid

gambar A. Teori Blake & Mouton Managerial Grid


Teori ini dikenal juga dengan Teori Blake dan Mouton Managerial Grid yang merupakan bagian dari teori kepemimpinan universal. Teori ini dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton pada tahun 1964. Teori ini membagi kepemimpinan berdasarkan 2 dimensi perilaku yaitu kepedulian terhadap tugas dan kepedulian terhadap orang.

gambar B. penjelasan Teori Blake dan Mouton

Dari dua dimensi kepedulian terhadap tugas kepedulian terhadap orang ini, teori Blake dan Mouton Managerial Grid dibagi ke dalam 5 gaya kepemimpinan, yaitu: Impoverished Management, Country Club Management, Authority-Compliance Management, Middle-of-the-Road Management dan juga Team Management dengan posisi seperti di bawah ini.

5 gaya kepemimpinan Blake dan Mouton
gambar C. 5 gaya kepemimpinan Blake dan Mouton

Berdasarkan gambar C tersebut dapat dijelaskan bahwa :
  • Style 1.1. Impoverished (laissez faire) management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas rendah serta berorientasi kemanusiaan juga rendah.
  • Style 1.9. Country club management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas rendah serta berorientasi kemanusiaan tinggi.
  • Style 9.1. Task/Authoritarian management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas tinggi serta berorientasi kemanusiaan rendah.
  • Style 5.5. Middle of the road management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas “sedang” serta berorientasi kemanusiaan juga “sedang”.
  • Style 9.9. Team/Democratic management. Yaitu pemimpin yang memiliki gaya berorientasi tugas tinggi serta berorientasi kemanusiaan juga tinggi.
(sumber: bossforworld)

Teori Kepemimpinan Menurut Fiedler


Fiedler menyatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya ditentukan oleh faktor situasional dan interaksi pemimpin tersebut dengan situasi yang berkembang (kemampuannya memilih gaya kepemimpinan yang sesuai untuk situasi tertentu).

Dengan menggunakan tiga elemen sebagai dasar, Fiedler merumuskan 8 macam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yang paling efektif.

Teori Kepemimpinan Fiedler

Tiga elemen pokok itu meliputi:

  1. Hubungan pemimpin dan bawahan (leader–member–relation). Elemen ini diukur dengan mengevaluasi tingkat penerimaan bawahan terhadap atasannya.
  2. Struktur tugas (task structure). Diukur dengan mengevaluasi sejauh mana kejelasan tentang tujuan yang harus dicapai,  tingkat berubah-ubahnya keputusan yang diambil, bagaimana keragaman alternatif pemecahan.
  3. Posisi leader (position power of the leader). Diukur dengan mengevaluasi tingkat pengaruh pemimpin terhadap bawahan. Berapa banyak hukuman harus dipergunakan untuk mempengaruhi bawahan.
Ketiga variable situasi ini dikatkan dengan pendekatan yang berorientasi pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan efektifitas kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan kemanusiaan. Berikut hasil temuan dari Model Fiedler:

Style leadership yang Task Oriented atau Controlling Leader, lebih efektif dipergunakan pada situasi 1, 2, 3 dan 8 (yaitu situasi paling mudah dan paling sukar).

Permisive leader yang human oriented untuk situasi pertengahan (4, 5, 6, 7). Sebagai kontrol terhadap efektivitas gaya kepemimpinan, Fiedler menggunakan tingkat nilai yang didapatkan seorang pemimpin dari Least Prefered Co-worker (LPC-nya). LPC adalah pembantu/rekan kerja yang paling disukainya.

Least Prefered Co-worker (LPC)
Seorang leader dengan LPC tinggi, termasuk leader dengan consideration/human oriented, efektif dengan permissive leadership. Seorang leader dengan LPC rendah, termasuk leader dengan task oriented, efektif dengan controlling leadership. LPC diperoleh melaui kuisioner untuk mengukur kecenderungan gaya kepemimpinan dilihat dari penerimaan bawahan terhadap leader.

Alternatif jawaban kuisioner :

Menyenangkan   8 7 6 5 4 3 2 1   Tidak menyenangkan
Ramah               8 7 6 5 4 3 2 1   Tidak ramah
Menolak             8 7 6 5 4 3 2 1   Menerima
Tegang              8 7 6 5 4 3 2 1   Santai

Dengan kata lain, Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat. 

Hasil dari riset ini adalah fungsi distribusi pada teori kepemimpinan yang perlu dimodifikasi sebagai pengaruh kondisi situasional pada gaya kepemimpinan suatu grup.

Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan bagaimana tindakan seorang manajer dalam situasi tertentu kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku yang berpola tetapi berdasarkan situasi kemudian melakukan pendekatan yang tepat. Dengan situasi yang berbeda maka pendekatan yang dilakukanpun akan berbeda.

Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.

(sumber: Hesti Daryadi)


Teori Kepemimpinan menurut Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (Life Cycle Theory of Leadership oleh Paul Harsey & Kenneth H. Blanchard)

Paul Hersey dan Ken Blanchard pertama kali mengembangkan 'Teori kepemimpinan siklus hidup' mereka pada tahun 1969. Mereka kemudian mengganti nama teori 'kepemimpinan situasional' dan terus mengembangkannya baik secara bersama-sama maupun secara individual.

Teori ini menjelaskan empat gaya kepemimpinan yang berbeda dan empat tingkat kematangan individu atau tim atau kesiapan. Kemudian menggabungkan ini untuk menyarankan gaya kepemimpinan yang paling sesuai dengan tingkat kematangannya.

Gaya kepemimpinannya adalah:

S1: Mengatakan.

Gaya ini dicirikan oleh komunikasi satu arah di mana manajer mendefinisikan peran dan sangat direktif tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan.

S2: Menjual.

Manajer masih memberikan arahan tetapi menggunakan komunikasi dua arah. Tim atau individu sekarang didorong untuk membeli keputusan yang dibuat oleh manajer.

S3: Berpartisipasi.

Manajer dan tim (atau individu) berbagi pengambilan keputusan tentang beberapa aspek tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan. Manajer kurang fokus pada perilaku direktif dan lebih pada perilaku yang mendukung.

S4: Mendelegasikan.

Sementara masih terlibat dalam keputusan, manajer telah mendelegasikan banyak tanggung jawab untuk kinerja pekerjaan kepada tim atau individu tetapi tetap memiliki tanggung jawab untuk memantau kemajuan.

Dengan kata lain, teori ini menjelaskan bahwa efektivitas seorang leader tergantung pada kesiapan (readyness) bawahan. Semakin matang bawahan, maka leader harus dapat mengurangi task oriented-nya, kemudian mengubah menjadi pendelegasian (delegating), artinya membagi kewenangan kepada bawahan yang telah matang (Maturity).

Di samping gaya kepemimpinan adalah karakteristik tim atau individu. Dalam versi sebelumnya dari model ini disebut 'tingkat kedewasaan' tetapi dalam versi yang lebih baru ini menjadi 'kesiapan pengikut'. Empat tingkat kesiapan adalah:

R1: Tidak bisa dan tidak mau atau tidak aman.

R2: Tidak bisa tetapi mau atau percaya diri

R3: Dapat tetapi tidak mau atau tidak aman

R4: Bisa dan mau atau percaya diri

Dengan menempatkan gaya kepemimpinan bersama dengan tingkat kesiapan bawahan menghasilkan diagram di bawah ini:
Teori Kepemimpinan Hersey and Blanchard
Teori Kepemimpinan Hersey and Blanchard


Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.Tingkat kematangan R1-High task-Low relationship (tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik. Pemimpin harus mendefinisikan peran dan memerintahkan kepada bawahan mengenai apa (what), bagaimana (how), kapan (when) dan di mana (where) melakukan tugas.

Ketika anggota tim pertama kali tiba di sana mungkin ada kecemasan, ketegangan atau kebingungan. Pemimpin harus mengadopsi pendekatan berorientasi tugas, memberikan instruksi spesifik, dan mengawasi kinerja dengan ketat.

2.Tingkat kematangan R2-High task-High relationship (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk. Pemimpin harus berperilaku mengarahkan dan mendukung.

Ketika individu mulai memahami apa yang diperlukan, pemimpin akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membangun hubungan saling percaya dan saling pengertian. Karena individu tersebut belum mengembangkan kompetensi yang cukup untuk memikul tanggung jawab penuh untuk tugas, masih perlu menjelaskan keputusan dan memberikan kesempatan untuk klarifikasi.

3.Tingkat kematangan R3-Low task- High relationship (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu saling bertukar ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan. Pemimpin dan bawahan bersama-sama mengambil keputusan, dan peran utama pemimpin adalah mempermudah dan berkomunikasi.

Ketika individu mengembangkan tingkat kompetensi dan motivasi yang tinggi, pendelegasian yang lebih besar dan pengambilan keputusan kelompok adalah mungkin. Pemimpin berkonsentrasi pada pengembangan hubungan dengan individu.

4.Tingkat kematangan R4-Low task- Low relationship (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik. 

Akhirnya, sebuah titik tercapai ketika anggota tim yakin akan kemampuan mereka, dipercaya untuk melanjutkan tugas dan memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin. Baik tugas dan perilaku hubungan turun ke level rendah. 

(sumber: praxisframework)


7.   Apa Fungsi Komunikasi dalam Organisasi? Jelaskan Penghalang (barrier) Komunikasi yang efektif!

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi

Fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan tepat waktu.

Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. 

Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. 

Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial, dan kesehatan.

b. Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. 

Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. 

Di samping itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberi instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of outhority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
  1. Keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah;
  2. Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi;
  3. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pimpinan sekaligus sebagai pribadi;
  4. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Kedua, berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan.

c. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

d. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. 

Ada dua saluran komunikasi formal, seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi. 

Ada pula saluran komunikasi informal, seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

Adapun Fungsi Komunikasi menurut Para Ahli:

Robbins :
  1. Pengendalian perilaku anggota (kontrol dan pengawasan),
  2. Motivasi,
  3. Pengungkapan emosional/perasaan,
  4. Informasi.

Bambang Wahyudi :
  1. Informasi (information function),
  2. Perintah dan instruksi (command and instructive function),
  3. Pengaruh dan persuasi (influence and persuation function),
  4. Integrasi (integrative function).

Penghalang (Barrier) Komunikasi yang Efektif :

  1. Penyaringan (filtering): manipulasi informasi yang dilakukan seorang pengirim dengan maksud agar informasi itu akan tampak lebih menguntungkan di mata penerima.
  2. Persepsi selektif: persepsi selektif muncul karena penerima dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik pribadi mereka yang lainnya.
  3. Emosi: perasaan sipenerima ketika menerima suatu pesan komunikasi, akan mempengaruhi bagaimana ia akan menafsirkan pesan itu.
  4. Bahasa: kata-kata tidak sama artinya pada orang yang berlainan. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya akan sangat menentukan.

8. Apa yang Anda ketahui tentang konflik? Bagaimana pandangan Saudara tentang konflik? Apa aspek positif dan negatif dari konflik dan bagaimana caranya agar kita bisa mendeteksi konflik?

Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.

Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Pandangan tentang konflik:

Suatu konflik akan terjadi bila terdapat perbedaan-perbedaan antara orang dengan orang, orang dengan organisasi.

Perbedaan tersebut meliputi :
  1. Tujuan,
  2. Kepentingan,
  3. Status,
  4. Sistem nilai,
  5. Pendapat

Aspek positif dari konflik:

  1. Konflik memungkinkan ketidakpuasan dalam organisasi yang tersembunyi akan muncul di permukaan.
  2. Konflik menimbulkan norma baru yang berguna untuk mengatasi kekurangan dari norma lama.
  3. Konflik mengukur kemampuan struktur kekuasaan yang ada di dalam organisasi.
  4. Konflik dapat menguatkan batas antara kelompok sehingga masing-masing kelompok memiliki identitas.
  5. Konflik bisa mempererat ikatan dan menyatukan beberapa elemen yang tadinya terpisah.
  6. Konflik dapat mengurangi stagnasi/kemandegan. Adanya konflik akan menimbulkan rangsangan untuk memperbaiki sesuatu.

Aspek negatif dari konflik:
  1. Konflik menyebabkan terjadinya disintegrasi dalam organisasi.
  2. Konflik menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat proses komunikasi.
  3. Konflik menimbulkan ketegangan antar individu atau kelompok.
  4. Konflik menyebabkan berkurangnya koordinasi.
  5. Konflik dapat mengalihkan perhatian karyawan terhadap tujuan organisasi

Cara Mendeteksi Adanya Konflik dalam Organisasi:

1. Grievance Procedure

Grievance = ketidakpuasan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan dalam organisasi.

Cara mendeteksi konflik dengan grievance procedure ini paling umum dilakukan, yaitu dengan melihat ada tidaknya grievance dalam organisasi. Biasanya grievance ini diekpresikan oleh karyawan dalam bentuk lisan, tulisan, atau tindakan melalui supervisornya.

2. Direct Obrervation

Observasi secara langsung oleh orang tertentu atau pimpinan langsung terhadap tingkah laku bawahannya. Perubahan tingkah laku bawahan dapat merupakan indikator ada tidaknya konflik.

Indikator yang dapat digunakan dalam observasi langsung :
a) Tingkat absensi,
b) Tingkat keterlambatan masuk kerja,
c) Tingkat kecelakaan kerja,
d) Permohonan pindah/mengundurkan diri,
e) Kasus indisipliner

3. Suggestion Boxes

Perusahaan menyediakan kotak saran.

4. Open door policy

Pimpinan membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua karyawan untuk menyampaikan pendapat/saran/kritik, dan lain-lain.

5. Personnel consuler/ombudsman

Perusahaan mengangkat seorang petugas yang khusus ditugasi menerima keluhan.

6. Exit interview

Perusahaan menyewa orang lain di luar lingkungannya.


9. Apa yang anda ketahui tentang Budaya Perusahaan (Corporate Culture)? Jika seorang karyawan mengeluh : “ Wah, tempat kami bekerja tidak memiliki budaya kerja makanya kinerja tidak pernah baik!” Bagaimana tanggapan saudara mengenai keluhan tersebut?

Budaya perusahaan adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki oleh anggota perusahaan yang berisi nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan yang mempengaruhi pemikiran, pembicaraan, tingkah laku, dan cara kerja karyawan sehari-hari, sehingga akan bermuara pada kualitas kinerja perusahaan.

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes