BREAKING NEWS

Setia Bicara Pajak, Blog Ini Tembus 7 Juta Pengunjung

Pradirwan - Alhamdulillah. Kalimat itu yang terucap saat pertama kali Kepala Seksi Kerjasama dan Humas Kanwil DJP Jawa Barat I, Bu Sintayawati menghubungi saya melalui telepon, beberapa waktu lalu. Tak disangka, blog yang kami rintis saat di KPP Pratama Bandung Cibeunying, Catatan Ekstens, mendapat apresiasi luar biasa. Terima kasih. 

Berikut opini Bu Sinta tentang blog Catatan Ekstens selengkapnya yang ditayangkan di situs resmi DJP (www.pajak.go.id) pada 4 Juni 2020.

Catatan Ekstens di pajak.go.id


Setia Bicara Pajak, Blog Ini Tembus 7 Juta Pengunjung


Oleh: Sintayawati Wisnigraha, pegawai Direktorat Jenderal Pajak 

"Inilah catatanku, cerita antara aku dan kamu. Sekadar sharing pengalaman dan informasi antar teman", demikian salam pembuka di blog Catatan Ekstens (https://ekstensifikasi423.blogspot.com) tepat di pojok kiri atas berandanya.

Sekilas tampilan blog ini tampak meriah full colour dan penuh dengan materi perpajakan. Yang menarik perhatian adalah sampai dengan Mei 2020, jumlah pengunjung blog ini ternyata mencapai 7 juta lebih, tepatnya 7.870.381 (per tanggal 17 Mei 2020). Jumlah ini cukup fantastis bagi sebuah blog yang bicara tentang pajak.

Blog Catatan Ekstens ini diinisiasi oleh Kepala Seksi Esktensifikasi KPP Pratama Bandung Cibeunying (dahulu-tanpa Pratama) Casmana Disastra tahun 2014. 

Awalnya blog ini dibuat sebagai media agar tim di seksi Ekstensifikasi Perpajakan (waktu itu) dapat selalu termotivasi memperbaharui pengetahuan perpajakan, mengingat salah satu tugasnya adalah mengedukasi wajib pajak. 

Maka seperti sebuah buku harian keluarga, semua anggota seksi Esktensifikasi Perpajakan KPP Pratama Bandung Cibeunying waktu itu dapat berkontribusi menuliskan catatan apa saja terkait informasi perpajakan. 

Lebih jauh lagi diharapkan blog ini juga bisa menjadi media berbagi informasi dan komunikasi dengan wajib pajak. (Casmana Disastra, "Antara Harapan dan Tantangan", Catatan Kecil dari Kasi Eksten, 2014).

Sejak dirilis dan setelah berusia enam tahun, blog ini masih setia fokus pada sosialisasi konten informasi perpajakan, meskipun mengalami pasang surut setelah beberapa kali ada mutasi pegawai yang menyebabkan perubahan tim. 

Meneruskan yang telah dirintis sebelumnya, pengganti Casmana, Wahyu Gunarso (sampai dengan tahun 2018 pindah tugas ke unit lain), turut aktif mengembangkan blog ini. 

Berbagai informasi perpajakan mulai dari cara bayar dan lapor pajak, pengetahuan teknis PPh Pemotongan dan Pemungutan, acara istimewa seperti Tax Amnesty, dan liputan kegiatan KPP maupun DJP tersedia untuk diakses publik. 

Pengelolaan blog ini secara teknis tak lepas dari peran seorang Herry Prapto, dahulu salah seorang anggota seksi Ekstensifikasi KPP Pratama Bandung Cibeunying. 

Meskipun sudah pindah tugas ke Kanwil DJP Jawa Barat I, namun Herry tetap bertahan dan meluangkan waktu untuk menjaga kelangsungan blog Catatan Ekstens.

"Blog ini cukup efektif untuk menjadi media penyebaran informasi perpajakan karena sudah memiliki pengunjungnya sendiri. Sayang jika tidak dimanfaatkan. Jika selama enam tahun pengunjungnya mencapai 7,8 juta, maka rata-rata tiap tahun 1,3 juta, dan tiap hari rata-rata pengunjung adalah 3.500," tutur Herry kepada penulis melalui telepon (17/5).

Salah satu parameter pertama keberhasilan dari suatu blog dapat dilihat dari trafik blognya yang tinggi. Hal ini bisa juga dikatakan sebagai indikator sukses karena tidak semua blog dapat menghasilkan traffic visitor yang tinggi pada blognya.(Teguh Wahyono, ”Blogspot - Panduan Praktis Membuat, Mengelola dan Mempromosikan Blog”, 2009).

Baca juga: Hari Pajak 2021, Pesan Menkeu, M-Pajak, dan Buku Reformasi Perpajakan 

Berdasarkan data statistik blog tersebut, diketahui lima topik yang paling banyak dicari oleh pengunjung, yaitu Pemotongan/Pemungutan PPh, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), NPWP, Jenis jasa yang dikenakan pajak, dan tata cara pembayaran pajak.

Seperti kisah catatan keluarga yang kadang ditinggalkan, blog ini sempat mengalami vakum beberapa lama pasca Tax Amnesty. Dan kembali dilanjutkan oleh Herry di awal tahun 2020, tepatnya ketika mulai masa pandemi Covid-19.

Sejak diberlakukannya Layanan Tanpa Tatap Muka, sebagian pegawai DJP melaksanakan work from home atau bekerja dari rumah dengan mengakses aplikasi terkait pelaksanaan tugas melalui Virtual Private Network (VPN). 

Selain mengerjakan tugas pokok sesuai uraian jabatan masing-masing pegawai, menghadapi situasi yang terus berubah dan banyaknya informasi perpajakan yang harus disampaikan dengan cepat dan akurat kepada masyarakat, maka perlu adanya sinergi dan gerakan yang efektif sehingga pesan tersampaikan dan misi menghimpun pajak negara pun terselamatkan.

Baca juga: Perjalanan 3C: Perubahan Itu Nyata  

Pada masa tanggap darurat pandemi Covid-19, APBN difokuskan untuk pemeriksaan korban, peningkatan kapasitas Rumah Sakit, ketersediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan. 

Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. 

Anggaran dan instrumen fiskal tetap dikelola untuk menekan dampak jangka panjang, termasuk memastikan terpenuhinya kecukupan pangan dan menggerakkan kembali perekonomian yang melambat. (sumber: Kemenkeu Tanggap Covid/situs Kemenkeu.go.id). 

Jika bicara tentang APBN, maka kita tahu bahwa di tahun 2020 penerimaan pajak memiliki porsi 83,5% dari pendapatan negara sebesar Rp2.233,2 triliun.

Saat ini pajak.go.id sudah menjadi situs informasi perpajakan yang lengkap, akurat, dan terpercaya yang dapat diakses oleh publik kapan pun di mana pun melalui koneksi internet. 

Dengan diintegrasikannya layanan pajak di situs ini, maka peluang wajib pajak akan mengakses situs pajak ini akan semakin besar. Meskipun demikian, di samping pesan pajak lewat situs pajak sebagai official account, ada potensi lain agar gaung pajak ini dapat lebih jelas dan luas.

Jumlah pegawai DJP saat ini kurang lebih sebanyak 43.000 orang, dan minimal 80% nya memiliki akun medsos yang bahkan mungkin bisa lebih dari satu. Seharusnya semua pegawai bisa berkontrbusi menjadi “repeater” dan “amplifier” terhadap apa yang sudah di-share dan dipublikasikan di situs pajak. 

Dalam terminologi elektronika, repeater merupakan alat yang berfungsi sebagai penguat sinyal sehingga jangkauannya lebih luas, sedangkan amplifier merupakan penguat sinyal audio sehingga yang semula kecil dapat dikuatkan sehingga menghasilkan daya yang besar.
Catatan Ekstens ini bisa jadi inspirasi. 

Makin banyak pegawai DJP yang mau bicara tentang pajak, maka akan makin jelas dan luas informasi perpajakan dapat sampai kepada masyarakat. Hingga mau tak mau siapapun yang membaca, mendengarnya meskipun selintas, ingatan akan terpaut, hati bisa tersentuh, kemudian tergerak untuk menyadari pentingnya pajak bagi negeri ini. 

Tetaplah setia bicara tentang pajak, karena Pajak Kuat Indonesia Maju.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Memoar Tentangmu


Puisi Memoar Tentangmu
Memoar Tentangmu


Ada satu kata
yang sering kuungkap dalam bait puisi
yang sering mengiringi debar hati
Tentang senja, gerimis, dan fatamorgana

Kau tahu?
Hari-hariku kini berpacu dengan waktu
Mengurai mimpi-mimpi yang beku
Melenyapkan rindu yang kian bertalu-talu
Mendamba jawabmu

Untukku sekadar mengobat pedih ini
Untukku sekadar merajut lagi mimpi-mimpi
yang diremukkan keadaan
menjadi serpihan-serpihan
yang terserak di sepanjang jalan

Jarak memang telah memisahkan kita
Dan kau telah biarkanku sendiri
merawat janji setia
yang sering kutitipkan lewat doa

Kini biarkan aku bermain-main
Dengan segala ingin
Mencintaimu dari jauh
Mengikuti arah rindu
Meski harus menentang semesta
dan tertawa dalam rinai air mata

Hingga kelak...
Ku temukan sebuah senja
yang akan menjadi narasi penutup kisah kita
yang akan dikenang selamanya
tanpa dendam dan duka

Kita sepakat saling pisah
Dengan menyimpan segala tanya
Membiarkannya menjadi rahasia
Berganti dengan jiwa yang kuat
Memendam rasa yang kian lekat


Pradirwan,  
Bandung, 8 November 2020

Cara Merekam Layar Laptop atau PC Tanpa Aplikasi

Pradirwan - Kebutuhan akan dokumentasi kegiatan seperti rapat, pelatihan, belajar, atau untuk tujuan lainnya sangat tinggi untuk dokumentator seperti saya. Sebelum ada pandemi Covid-19, saya biasanya mendokumentasikan kegiatan secara langsung di lokasi kegiatan. Namun sejak ada pandemi, terjadi perubahan besar-besaran dalam proses pendokumentasian ini. Sebagian besar kegiatan dilangsungkan secara daring, misalnya melalui Zoom atau YouTube.

Tips Merekam Layar Laptop atau PC Tanpa Aplikasi - Pradirwan
Cara Merekam Layar Laptop atau PC Tanpa Aplikasi


Salah satu perangkat yang biasa digunakan adalah laptop atau personal computer (PC). Beruntung pada era digital seperti saat ini, laptop atau PC sudah menyediakan berbagai fitur yang canggih. Merekam layar tanpa aplikasi menjadi salah satu fitur yang kerap saya gunakan saat ini.

Baca juga: Alhamdulillah, laptop !!!

Saya masih menggunakan laptop HP bersistem operasi Windows yang saya peroleh pada tahun 2016 lalu untuk menulis dan bekerja. Untuk merekam layar laptop (gambar atau video) ternyata bisa juga dilakukan tanpa menggunakan aplikasi dalam laptop ini. Fitur ini dinamakan Xbox Game Bar. Berikut tahapan untuk menggunakannya:

  1. Tekan tombol kombinasi Windows + G secara bersamaan di keyboard kamu.
  2. Selanjutnya kamu bisa klik ikon "Capture" yang muncul di layar laptop atau komputermu.
  3. Kemudian, pilih opsi tombol rekam yang berbentuk titik besar (berwarna merah) untuk memulai merekam layar.
  4. Xbox Game Bar tersebut akan mulai merekam tampilan laptop yang sedang anda gunakan. Jika ingin menghentikan rekaman, kamu bisa klik ikon stop.
  5. Jika kamu ingin meng-capture layar (screenshot), klik ikon kamera.
  6. Untuk melihat video atau gambar hasil rekaman tersebut, buka folder video kemudian pilih folder "Captures".

Folder Captures Pradirwan
Folder Captures

Selain menggunakan menu Capture dengan menekan Windows + G di atas, untuk screenshot layar, bisa juga dengan hanya menggunakan tombol PrtSc. Langkah pertama menyiapkan terlebih dahulu tampilan layar yang akan di-screenshot

Selanjutnya tekan tombol PrtSc untuk menangkap layar. Biasanya saya sudah membuka WhatsApp web (https://web.whatsapp.com/) lalu paste (Ctrl + V) untuk menempel gambar yang sudah di-capture tadi. Jika ingin menyimpan, klik gambar tersebut lalu download dari WhatsApp Web tersebut.

Kamu juga bisa menggunakan aplikasi lain selain WhatsApp Web, misalnya menggunakan Power Point (ppt). Tempel di slide kosong, atur sesuai kebutuhan, lalu Save AS ke format PNG/JPG/JPEG.

Baca juga: 

Dengan cara yang hampir sama dengan Power Point, kamu bisa menggunakan aplikasi pendukung yang memiliki fungsi editing picture lainnya, seperti Paint. Aplikasi ini sudah tersedia di laptop tanpa perlu download terlebih dahulu.

Pada Paint, tekan paste (Ctrl + V) untuk menempelkan hasil screenshot. Lalu, kamu bisa langsung menyimpan gambar tersebut. Apabila ingin menentukan sendiri format gambar yang hendak disimpan, pilih fitur “Save As” kemudian pilih format gambar mana yang akan digunakan. Bisa juga memilih folder untuk menyimpan file screenshot tersebut.

Demikian cara merekam layar laptop atau PC ini. Silakan share jika artikel ini bermanfaat. Terima kasih. 

Pradirwan,
Bandung, 17 Juli 2021

Obituari: Cuti Panjang Pak Bagus


Obituari Cuti Panjang Pak Bagus Pamungkas KPP Pratama Bandung Cibeunying
Bagus Pamungkas saat membawakan materi di LLDIKTI Wilayah IV Jabar Banten (Rabu, 16/6/2021) 


Pradirwan - Rabu malam, 14 Juli 2021, hawa dingin Bandung mengiris hati dengan rasa kehilangan. Pukul 20.18 WIB, mobil jenazah membawanya menuju peristirahatan terakhir di Yogyakarta. Lenyaplah sosok pria berjuluk “Profesor e-Faktur” itu. Keahliannya mengedukasi wajib pajak tentang faktur pajak elektronik membuat ia menyandang julukan itu.

Baru beberapa minggu bertugas di Help Desk (loket pelayanan konsultasi perpajakan) KPP Pratama Bandung Cibeunying, testimoni kepuasan layanan dari wajib pajak berdatangan. “Petugas Help Desk pak Bagus Pamungkas begitu telaten dan sabar melayani para wajib pajak, bahkan tidak sungkan-sungkan mengajari Wajib Pajak seperti dosen ngajarin mahasiswanya,” ungkap wajib pajak yang pernah ia layani, Kamis (20/5).*

Testimoni tak hanya datang dari wajib pajak. Satpam yang berjaga di depan pintu masuk Tempat Pelayanan Terpadu KPP Pratama Bandung Cibeunying pun mengatakan hal serupa. “Saya senang kalau ada pak Bagus. Wajib pajak akan puas setelah konsultasi dengannya,” ujar Kang Ridho pada suatu hari.

Aku merasakan hal yang sama. Kehadiran pak Bagus di grup Penyuluh Pajak kantor ini menambah amunisi yang lengkap. Aku merasa lebih percaya diri melayani wajib pajak jika bersamanya.

Pengalamannya menjadi Penelaah Keberatan di Kanwil DJP Jatim III dan Account Representative di KPP Pratama Yogyakarta sangat mumpuni dalam teknis perpajakan. Meski singkat, Pak Bagus bagiku telah menunjukkan dedikasi, konsistensi, inovasi, keunikan, dan kemampuannya menuntaskan setiap tugas yang diamanahkan kepadanya.

Bagus Pamungkas memang unik. Perkenalanku dengannya dimulai saat nama kami ada dalam Surat Keputusan yang sama. Sudah menjadi adat turun temurun, kami berempat menghadap Kasuki di hari pertama masuk KPP Pratama Bandung Cibeunying pertengahan April lalu.

Setiap ada suara adzan, beliau akan mengajak seluruh pegawai muslim untuk segera salat. “Tinggalkan perniagaan!” ujarnya mengingatkan. Pesan sederhana yang akan selalu menjadi pengingat kami.

Bagus Pamungkas jelas telah mengambil peran dalam keluarga besar KPP Pratama Bandung Cibeunying. Tak jarang kehadirannya membawa suasana kerja menjadi semakin bergairah. Ia ramah terhadap semua orang dan suka bercanda.

“Aku kelihatannya mau cuti panjang ini,” ungkap pak Bagus Pamungkas dalam grup WA kami, Jumat (2/7). Sontak saja obrolan tentang angka-angka kinerja dan target kami mendadak terhenti. Kami bertanya-tanya, ada apakah gerangan? Nyatanya ketika pertanyaan itu kami ajukan, pak Bagus enggan menjawab. Entah ada hal apa yang membuatnya berubah menjadi pendiam.

Barangkali Pak Bagus rindu dengan Yogyakarta. Sudah beberapa minggu ini beliau tak pulang kampung. Terlebih mulai tanggal 3 – 20 Juli 2021 pemerintah memberlakukan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dalam rangka mengendalikan penyebaran Covid-19 di pulau Jawa dan Bali. Hal ini tentu saja membuatnya harus menunda rindunya akan Yogyakarta.

“Yang tidak ada sekat sekarang hanya antara pulsa dan data, dalam satu kartu, jalan bersama,” kata Pak Bagus berseloroh saat kami membahas kemungkinan penyekatan jalan di Bandung. Belakangan aku mengetahui kalau beliau mengeluh sakit kepala (pusing). 

Hari-hari berikutnya, kondisinya semakin memburuk. Pada 7 Juli, Pak Bagus membutuhkan perawatan kesehatan yang lebih serius. Ia menyampaikannya dalam WA grup kami. Dengan berbagai upaya, pak Bagus berhasil mendapat perawatan di RS Advent Bandung. Hingga pada momen Hari Pajak 2021 ini, pukul 11.50 WIB, Sang Pencipta memungkasi rasa kesakitan pak Bagus. DJP kembali berduka.

Menjelang subuh tadi, Pak Bagus tiba di Yogyakarta. Selamat menjalani 'cuti panjang', Pak Bagus. Terima kasih telah menginspirasi kami. Semoga semangat dan ketulusan Bapak akan selalu mengiringi kami dalam mengabdi kepada negeri tercinta ini.

Allahumaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu.... Aamiin...


Pradirwan
Bandung, 15 Juli 2021

Sumber:
*Tingkatkan Pelayanan Terbaik, KPP Pratama Cibeunying Terapkan Metode Ini, 21/05/2021

Fotografi Dokumentasi

Catatan Fotografi tentang Foto Dokumentasi
Peserta vaksinasi Covid-19 berfoto di depan backdrop 


Pradirwan - Catatan fotografi tentang foto dokumentasi ini saya tuliskan berdasarkan yang saya pahami saja. Ditambah sedikit pengalaman memegang kamera untuk mendokumentasikan kegiatan yang terjadi di kantor tempat saya bekerja. Bisa jadi ada pendapat yang berbeda. Itu sah-sah saja. 

Dari beberapa literasi yang saya baca, fotografi erat sekali kaitannya dengan dokumentasi. Kita tentu sudah mengetahui, fotografi memiliki kemampuan dalam hal "membekukan" sebuah momen, menjadikannya abadi dalam rentang waktu yang terus berjalan. 

Baca juga: 10 Years Challenge dan Keabadian

Sifat dokumentatif ini melekat sebagai salah satu fungsi dasar fotografi--kendati fungsi sebuah foto selalu menyesuaikan dengan tujuan foto itu dibuat (bang Arbain Rambey menyebutnya sebagai foto bagus).

Karena sifat dokumentatif ini, fungsi foto sebagai dokumentasi sering dianggap sudah dari sananya. Sedemikian sederhana, sehingga mungkin kerap disepelekan, bahkan diabaikan. Tak jarang saya melihat juru foto jadi sering asal jepret ketika mendokumentasikan kegiatan atau peristiwa.

Di balik kesederhanaannya, foto dokumentasi memiliki posisi penting bagi kita, yang cenderung nostalgis ini. Momen yang kita anggap penting sering kita rayakan dengan berfoto. Sejumlah keperluan administratif juga mengandalkan fungsi dokumentasi itu, misalnya foto pelaksanaan kegiatan kantor.

Baca juga: Menulis, Mengingat, Melupakan

Foto dokumentasi yang baik adalah reproduksi dari apa yang didokumentasikan. Jika itu adalah suatu acara atau peristiwa, maka fotonya perlu mewakili unsur-unsur yang ada di dalamnya: tempat dan waktu penyelenggaraan, penyelenggaranya, pengunjung, pengisi acara, urutan mata acara, suasana, hal-hal yang menarik, dan sebagainya.

Terdengar mudah, tetapi nyatanya selalu ada saja unsur yang terlewat. Tidak jarang, juru foto terlalu terburu-buru menangkap suasana. Karena hanya mengejar fotonya asal terlihat ramai, juru foto kurang memperhatikan hal-hal yang dapat membuat fotonya menarik, seperti pencahayaan, komposisi, dan momen. 

Sering juga terjadi, juru foto luput mendokumentasikan salah satu mata acara. Penyebabnya kadang juru foto kurang koordinasi dengan penyelenggara atau kurang memperhatikan urutan acara.

Persiapan merupakan kunci di dalam membuat dokumentasi yang baik. Juru foto perlu mengetahui dan mengenali apa yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat mengantisipasi momen dan merekamnya. Siapa yang akan ada di sana, di mana persisnya suatu peristiwa akan terjadi/diselenggarakan, dari sudut mana sebaiknya foto diambil, kapan saat terbaik untuk memfoto, dan lain-lain.

Dalam beberapa sesi workshop daring yang saya ikuti (terakhir oleh pak Muchamad Ardani ), observasi lokasi penting dilakukan sebelum memfoto suatu kegiatan. Tujuannya agar kita memahami kondisi di lapangan dan dapat mendokumentasikan dengan nyaman saat acara berlangsung. (Lihat catatan saya berjudul Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai).

Namun, sebagaimana di dalam banyak hal yang terjadi di dunia ini, betapa pun kita berusaha bersiap, selalu akan ada momen tidak terduga dan kejadian di luar rencana.

Apakah lantas juru foto tidak perlu bekerja maksimal dan ketidakidealan kondisi itu menjadi alasan? 

Justru di situlah kejelian dan kelihaian juru foto diuji. Sesungguhnya kesiapan kita justru akan terbukti, jika kita tetap dapat melaksanakan tugas mendokumentasi dengan baik di tengah kondisi tidak ideal semacam itu. #salamjepret

Pradirwan, 27 Maret 2021

Kontrak Kemanfaatan Epicurus dalam RUU KUP

Kontrak Kemanfaatan Epicurus dalam RUU KUP

Infografis Sembako Bakal Kena PPN? Coba cek faktanya (sumber: @ditjenpajakri)

Pradirwan - Perbincangan rencana pengenaan PPN sembako, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan masih menghangat beberapa hari terakhir. Pasalnya, narasi yang beredar di publik mengatakan pemerintah akan memajaki sejumlah barang dan jasa yang saat ini mendapat fasilitas pengecualian pengenaan PPN melalui perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sebagian masyarakat yang menentang rencana itu berargumentasi bahwa harga barang maupun jasa tersebut akan semakin mahal, sehingga masyarakat akan semakin menderita. Terlebih jika kebijakan tersebut diberlakukan dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Anggapan lainnya yang tak kalah seru adalah ketika isu PPN sembako ini dibenturkan dengan insentif PPnBM atas pembelian mobil. Mereka berpendapat bahwa orang-orang kaya justru dibebaskan pajaknya namun rakyat kecil malah dikenakan pajak. Apakah benar demikian?

Baca juga: 
Mulai Maret, Beli Rumah Bisa Dapat Diskon PPN

Konsep Pengenaan PPN

PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa yang bersifat umum. Kata umum ini membedakan PPN dengan jenis pajak konsumsi lainnya yang bersifat spesifik, seperti cukai dan bea masuk.

Di Indonesia, mekanisme pengenaan PPN dilakukan melalui pemungutan oleh pihak penjual barang dan/atau pemberi jasa. Pemungut PPN ini disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Karena mekanisme tersebut, maka PPN digolongkan sebagai pajak tidak langsung.

Sebagai catatan, tidak semua pengusaha wajib dikukuhkan menjadi PKP. Ada batasan peredaran bruto usaha (omzet) apakah pengusaha wajib dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Hanya pengusaha yang telah beromzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun saja yang wajib dikukuhkan sebagai PKP. Artinya, jika pengusaha beromzet di bawah Rp4,8 miliar setahun, pengusaha tersebut tidak wajib dikukuhkan PKP sehingga tidak memungut PPN atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukannya.

Pemungutan PPN oleh PKP kepada konsumen pada umumnya tidak memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) konsumen. Atas dasar ini, PPN disebut sebagai pajak objektif dan bersifat regresif.

Artinya, siapapun yang dapat membeli barang dan/atau jasa kena pajak, maka ia akan dikenakan PPN. Tak peduli konsumen merupakan pihak yang mampu atau tidak mampu akan membayar jumlah PPN yang sama. Tentu ini tidak adil.

Demikian pula, apabila barang dan/atau jasa tertentu tidak dikenakan PPN atau dikecualikan sebagai objek PPN maka pihak yang mampu dan tidak mampu sama-sama tidak membayar PPN, tentu ini juga tidak adil.

Jadi, dikenakan atau tidak dikenakan (dikecualikan) suatu barang dan/atau jasa sebagai objek PPN akan sama-sama menimbulkan isu ketidakadilan. Inilah karekteristik PPN yang perlu kita sadari.

Berbeda halnya dengan Pajak Penghasilan (PPh). PPh merupakan pajak subjektif yang berarti pajak akan dikenakan apabila subjeknya (penerima penghasilan) memperoleh penghasilan kena pajak. Jika penerima penghasilan tidak menerima penghasilan kena pajak, maka PPh tidak akan dikenakan kepada subjek tersebut.

Sistem PPN di Indonesia menganut destination principle. Artinya, PPN dikenakan berdasarkan tempat di mana BKP atau JKP dikonsumsi; bukan berdasarkan tempat di mana BKP dan JKP diproduksi. Dengan prinsip ini, PPN hanya dikenakan apabila BKP atau JKP tersebut dikonsumsi di dalam negeri. Oleh karena itu, ekspor BKP dan JKP dikenakan PPN dengan tarif 0%, sedangkan BKP dan JKP impor dikenakan tarif standar yang saat ini berlaku sebesar 10%.

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

PPN di Indonesia secara efektif dikenakan atas konsumsi akhir BKP dan/atau JKP atau biasa disebut consumption-type. PPN dikenakan di sepanjang jalur produksi dan distribusi suatu barang/jasa hingga barang/jasa tersebut diperoleh oleh konsumen yang merupakan pembayar pajak yang sebenarnya.

Metode pemungutan PPN di Indonesia menggunakan mekanisme credit-invoice di setiap tahapan produksi dan distribusi (multistage).

Dengan mekanisme ini, jumlah PPN yang harus disetorkan oleh PKP kepada pemerintah merupakan selisih antara PPN yang dipungut dari pembeli BKP/JKP (disebut Pajak Keluaran) dengan PPN yang sudah dibayarkan kepada supplier BKP/JKP yang digunakan untuk memproduksi BKP/JKP (disebut Pajak Masukan). Dengan kata lain, PKP sebagai penjual, ia akan memungut Pajak Keluaran dari pembeli. Namun sebagai pembeli, ia juga membayar Pajak Masukan kepada PKP supplier.

Melalui mekanisme tersebut, pengenaan PPN tidak menimbulkan efek pajak berganda (cascading). Apabila dalam satu masa pajak, PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluaran, maka PKP dapat meminta restitusi kelebihan pembayaran PPN kepada pemerintah.

Objek dan Bukan Objek PPN

Sebagai pajak objektif, pengenaan PPN seharusnya bersifat netral terhadap seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi. Namun dalam UU PPN dan perubahannya yang berlaku saat ini terdapat pengecualian (fasilitas) pengenaan PPN (negative list).

Pasal 4A UU PPN merinci jenis barang dan jasa yang dikenakan PPN. Ada 4 kategori barang dan 17 kategori jasa yang tidak dikenakan PPN. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, jasa pelayanan kesehatan medis, dan jasa pendidikan adalah contoh kelompok barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN tersebut (non-BKP/JKP).

Secara teoretis, dengan memasukkan barang/jasa yang semula non-BKP/JKP menjadi BKP/JKP akan membuat pajak masukan dapat dikreditkan. Alhasil, ada pengaruhnya pada harga pokok atau harga jual kepada konsumen yang bisa lebih murah.

Sebagai contoh, seorang pengusaha beras untuk mengolah produknya membutuhkan sebuah mesin pembajak sawah (traktor). Namun karena beras dibebaskan, pajak masukannya tak bisa dikreditkan. Akibatnya, pembelian mesin tersebut kemudian dibebankan sebagai biaya produksi. Dengan bertambahnya biaya produksi tersebut, harga barang akhir di tingkat konsumen juga akan relatif tinggi.

Selain non-BKP/PKP, pemberian fasilitas PPN dapat berupa PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut sebagaimana disebutkan pada pasal 16B UU PPN. Pemberian fasilitas PPN ini (dibebaskan dan tidak dipungut) terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean.
  2. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu/penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu.
  3. Impor Barang Kena Pajak tertentu.
  4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang diatur dengan peraturan pemerintah.
  5. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Banyaknya kelompok barang yang mendapat fasilitas pengecualian pengenaan PPN ini menyebabkan dampak ekonomi berupa distorsi ekonomi, tax incidence, dampak sosial, dan tentu saja berdampak terhadap penerimaan negara akibat tingginya belanja pajak (tax expenditure).

Sebagaimana yang tertuang dalam laporan belanja perpajakan yang dipublikasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), belanja pajak yang timbul akibat pengecualian PPN berkontribusi besar terhadap belanja pajak secara umum.

Belanja pajak akibat pengecualian PPN mencapai Rp73,39 triliun sepanjang 2019. Pengecualian PPN berkontribusi sebesar 44% dari total belanja PPN/PPnBM yang mencapai Rp166,92 triliun.

Laporan Belanja Perpajakan 2019 (sumber: BKF

Sementara terkait C-efisicency PPN Indonesia baru 0,6% atau 60% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Artinya, ada 40% penyerahan BKP/JKP yang tidak berkontribusi dalam penerimaan PPN. Bandingkan dengan negara tetangga kita di Asean seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam yang sudah mencapai 80%. Ratio PPN Indonesia (penerimaan PPN dibagi PDB) hanya sebesar 3,62. Angka ini pun lebih rendah dibandingkan Thailand yang telah mencapai 3,88.

Banyaknya pengecualian dan fasilitas PPN membuat kesenjangan antara yang mampu (kaya) dan yang tidak mampu (miskin). Tujuan pajak sebagai pendistribusian kekayaan sehingga tercipta kesetaraan dan keadilan akan sulit tercapai jika masih menggunakan kebijakan PPN yang saat ini berlaku.

PPN sebagai pajak tidak langsung juga seolah membiarkan kesenjangan antara orang yang mampu dan tidak mampu karena membiarkan keduanya menerapkan tarif yang sama. Muncullah regrisivitas: makin kaya seseorang akan semakin ringan beban pajaknya.

Skema Multitarif

Untuk mengerek penerimaan PPN serta agar tercipta sistem pemajakan yang berkeadilan, maka ada beberapa opsi yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, peningkatan tren pembatasan pengecualian dan fasilitas PPN. Banyak negara yang meninjau ulang dalam rangka prinsip netralitas PPN dan mencegah distorsi kebijakan dan kondisi ketidakadilan penerapan PPN. Langkah ini juga dapat memperluas basis PPN sehingga dapat mengurangi belanja perpajakan sekaligus menaikkan penerimaan. Perluasan basis PPN juga bisa dilakukan dengan menurunkan batasan PKP yang saat ini Rp4,8 miliar setahun.

Kedua, menaikkan tarif standar umum PPN. Untuk diketahui, rata-rata tarif PPN global tahun 2020 dari 127 negara adalah sebesar 15.4%. Indonesia masih 10%. Jika melihat ketentuan yang berlaku saat ini, Indonesia masih memungkinkan menurunkan tarif minimal 5% atau bahkan menaikkannya hingga 15%. Penurunan tarif jelas akan berdampak kepada penurunan penerimaan. Maka langkah untuk menaikkan penerimaan adalah dengan menaikkan tarif. Namun langkah menaikkan tarif juga akan meningkatkan angka inflasi dan kesenjangan ekonomi.

Ketiga, menggunakan skema multitarif. Pengenaan PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi pengenaan PPN nantinya bisa disesuaikan dengan jenis/kategori BKP/JKP. Sebagai pembanding, Turki menerapkan PPN atas basic food dengan tarif 8% (tarif standar 18%), sementara tarif reduce rate Spanyol hanya 4% untuk basic food stuff (tarif standar 21%). Indonesia bisa saja menerapkan PPN untuk barang kebutuhan pokok sebesar 5% atau bahkan 0% misalnya, sementara barang-barang premium (barang mewah/sangat mewah) dikenakan tarif lebih tinggi dari tarif normal saat ini (10%).

Pengenaan multitarif ini juga dapat memberikan rasa keadilan. Prinsipnya semakin bervariasi tarifnya maka akan semakin adil. Namun ada efek samping multitarif yang harus diwaspadai. Semakin banyak kelompok BKP/JKP maka akan semakin menyulitkan PKP dalam menunaikan kewajiban PPN. Sistem ini juga akan menjadikan orang kaya akan berpindah membeli barang subtitusi yang lebih murah.

Oleh karena itu, untuk penerapan multitarif ini harus didukung dengan sistem administrasi perpajakan yang mumpuni. DJP harus segera membuat coretax system yang andal sehingga semua proses bisnis bisa terawasi oleh DJP sekaligus memudahkan wajib pajak.

Kondisi Covid-19 memaksa pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan rakyat dan menggerakkan roda perekonomian dengan meningkatkan pengeluaran negara melalui program PEN. Pada tahun 2020, belanja negara naik 12,2% dari realisasi 2019 yang didukung oleh kebijakan realokasi belanja Kementerian/Lembaga dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp579,8 triliun untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jumlah anggaran PEN ini dinaikkan menjadi Rp699,43 triliun pada 2021 atau naik 21% dari realisasi PEN 2020.

Dana pajak yang terkumpul akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk insentif pajak, program vaksinasi, bantuan operasional sekolah, bantuan langsung tunai, dan lain sebagainya.

Pajak sebagai wujud nyata gotong royong masyarakat membangun bangsa dan negara. Melalui pajak, kita bisa saling bergandeng tangan memberi manfaat bagi sesama. Mengutip filsuf Yunani kuno Epicurus (341-270SM), "Keadilan adalah kontrak kemanfaatan, yang dibuat untuk mencegah orang melukai atau dirugikan." Itulah yang sedang pemerintah lakukan. Semoga.(*)

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Artikel ini pertama kali diterbitkan di pajak.go.id dan telah dilakukan editing ulang oleh penulis (Pradirwan)

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Cara Menulis Berita


Pradirwan - Pada umumnya orang menyukai cerita. Melalui cerita, informasi maupun pesan yang terkandung dalam cerita tersebut dapat disampaikan kepada orang lain. Ada cerita yang berdasarkan kejadian nyata (fakta), ada pula yang rekaan (fiksi). Cara bercerita pun beragam. Bercerita dapat secara lisan, menggunakan gambar, ataupun tulisan.

Kita di Sini, Mei

Kita di Sini, Mei


Pradirwan
- Kita di sini, Mei. Menembus hujan yang menari sesuka hati bersama dengan dengungan romansa yang dipeluk angin.

Menari sampai nada-nada terakhir. Menari laksana esok hari tak hadir lagi.

Menari dengan kejujuran di matamu bahwa kesempatan tak datang dua kali. Tiada terulang esok, hari ini. Mungkin pula tiada kita esok hari.

Pada tiap-tiap tatapanku, ada pendar jingga kecoklatan di sekitarmu. Hanya ada satu kesimpulan: aku masih merindumu, Mei.

Gemuruh dihatiku berputar seperti topan yang riuh. Mengasuh asa, bahwa suatu saat takdir akan berubah.

Seperti pendar pelita yang membuat malam terang. Memberi kehidupan kepada mereka yang nyaris pulang.

Di sinilah kita, Mei.

Bersamamu, ibarat penanda kehidupan yang akan membuatku lebih memaknai apa yang telah kumiliki sekarang.

Memberi harapan, seperti terang hijau daun yang mulai bersemi.

Ketika lelah, ia tak lantas gugurkan daunnya, seketika. Ia biarkan angin yang jadi penentu takdir, akan jatuh ataukah tetap bertahan.

Dan bersamamu Mei, selalu menyimpan harap, bahwa suatu saat, kau akan mampu mengisi ruang kosongku, menjadi pelitaku di malam-malam yang semakin kelam.

***

"Don, kamu mau ke mana?"

Tanyamu kala itu adalah sesuatu yang sukar untuk dijawab, Mei. Entah mengapa aku tidak bisa menjawabnya. Sungguh aku tidak punya jawabannya. Berharap semesta membantuku menjawab tanya itu. Atau memang semesta tidak menyediakan jawabannya untuk kita.

"Kemana saja, asal kita jangan pisah.”

“Lalu kita harus apa?”

Andai saja kupunya jawabannya, Mei. Jawaban atas semua tanyamu sekarang dan sebelum-sebelum ini. Tentang kita yang tersandung dan hampir goyah. Atau sudah.

“Tetaplah mencintaiku, Mei. Seperti kamu yang sekarang dan kamu yang dahulu.”

“Yakinlah, waktu akan punya caranya sendiri untuk menjemput rasa. Apa menurutmu begitu saja itu cukup?”

“Kalau sudah selesai ya sudah. Tetaplah mencintaiku sampai lelah tiba di ujung batasnya.”

Bahkan hubungan kita belum bernama, Mei. Lalu haruskah kita mengikhlaskan sisa-sisa pusaran ini?

"Aku tahu kamu akan selalu mencintaiku, Don.”

Ucapmu barusan seperti dedaunan rimbun di tengah padang gersang. Teduh. Cocok dengan senyum dan tanganmu yang bertaut.

Ah, lagi-lagi aku salah. Kamu cocok dengan apapun yang bumi punya. Sayangnya, kamu hanya tidak cocok denganku.

“Bukan, kita hanya berada di waktu yang salah.”

“Itu artinya memang tidak cocok, kan?” Matamu yang terpejam anggun itu mulai memberi pemakluman.

“Waktunya yang tidak cocok.”

Telapak tanganmu terjatuh lembut di kedua bahuku. Aku merasa seperti diberikan nirwana beserta isinya olehmu.

Terkadang aku merasa tidak pantas untuk kamu cintai. Siapalah aku ini, tidak punya kelebihan dibanding mereka-mereka yang mengantre untuk melamarmu.

Meski begitu, bilik-bilik hatimu selalu berhasil merengkuh jiwa lemahku lalu berbisik, “Aku hanya mau kamu, Don.”

Lalu kita berdua disini, saling terkait, dan berbincang soal apa-apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Karena kita tidak bisa membeli rahasia Tuhan, Mei. Yang bisa kita lakukan hanyalah menebak, langkah mana yang terbaik untuk kita. Hanya itu.

Ruang cafe di sudut jalan itu lalu menguap seperti air yang dimasak di atas tungku. Kita saling menghilang dari pandangan masing-masing.

Pada akhirnya, kita mesti berjalan di satu garis yang masih sama, hanya saja arah kita terpaksa berbeda.

Kita berdua menangis di bawah langit jingga yang sama, hanya saja kita tidak saling memeluk.

Kita jatuh cinta, saling rindu, meski dengan cara yang terpaksa berbeda.


***

Satu postingan instagram setiap bulan mati itu meyakinkanku bahwa masih ada aku di hati kamu.

Kalimat menyenangkan yang kau tulis di caption-nya meyakinkanku bahwa aku masih punya banyak waktu.

Sajak dan prosa yang tertuang di sana meyakinkanku bahwa bagimu aku masih menjadi pilihan hatimu.

Jika niatmu untuk memupuk asa hubungan kita yang nyaris tenggelam, maka kamu berhasil, Mei. Aku menjadi bersemangat. Meski aku tak tahu, entah akan berapa lama rasa ini akan singgah.

Seperti katamu, Mei. Bahwa waktu akan punya caranya sendiri untuk menjemput rasa. Ini pula yang menjadi keyakinanku saat ini.

Meski kadang yang waktu lakukan padaku itu kejam. Ia sesekali mencuri semua kenanganku bersamamu, membelenggunya, lalu membakarnya hingga binasa. Lalu yang aku lakukan untuk membalasnya hanyalah membaca ulang tulisan-tulisanmu itu, Mei.

Kadang aku kembali di malam itu, mengingat gaun polos yang selaras dengan warna kulitmu dan mengingat senyuman yang tersungging di wajahmu. Sebelum semesta akhirnya memisahkan kita, Mei.

Di perjalanan ini, mentari jingga jatuh di balik bukit. Aku menatapnya, Mei. Sejenak aku bertanya, apakah mentari senja di sana memantulkanku di antara kedua matamu?

***

Mentari senja datang lagi. Awal bulan penanggalan hijriah. Kembali aku membuka instagramku. Berharap satu postinganmu muncul teratas di linimasa. Seperti bulan-bulan sebelumnya.

Hujan yang membasahi bumi tadi pagi masih meninggalkan bekas. Barangkali ini hujan terakhir sebelum memasuki musim kemarau.

Kemarau ketujuh. Tak ada postinganmu lagi.

"Jika esok ada waktunya, kamu masih mau sama aku, Don?”

“Seandainya kamu mengizinkan.”

“Aku mengizinkan.”

“Aku berharap semestapun turut mengizinkan.”

Kita saling berpesan, saling bersandar.

Ini cuma sebentar, Mei. Aku akan kembali ke kotaku esok. Sementara kamu hanya perlu mengisi tujuh tahun itu dengan berjalan. Jangan menghitung. Nanti kita bertemu lagi di sini.

"Seandainya aku pulang dan kamu sudah pergi, aku janji tidak akan mencarimu.”

“Meski kamu sedih?”

“Meski aku sedih.”

“Tapi kalau kamu menemukanku, kamu boleh datang.”

“Sungguh miris ya, Mei? Kamu itu rumahku. Kalau aku datang artinya aku bertamu ke rumahku sendiri.”

“Kalau begitu, kita tidak akan lagi punya waktu seperti ini. Seperti dulu.”

“Itu lebih baik dari pada kesakitan melawan takdir, Mei.”

Kamu terdiam.

Perbedaan letak Bandung dan Manila saja sudah membuat kita menahan terlalu banyak. Kalau Nursultan penggantinya, kita bisa sama-sama mati.

“Setiap bulan mati, ingat aku ya, Don. Aku akan posting di instagramku untuk mengenangmu.”

“Aku akan selalu membaca postinganmu. Tetapi kenapa hanya pada bulan mati?"

"Saat itu langit sangat gelap. Bintang akan nampak lebih jelas. Aku ingin kamu memandang bintang-bintang itu. Bayangkan aku di antara bintang-bintang itu ya, Don."

Aku mengingatmu lagi, Mei. Pada musim kemarau ketujuh ini. Meski katamu kala itu aku tak perlu lagi mengingatmu. Tetapi tetap saja aku lakukan. Karena bagiku tak ada batas waktu untuk mencintaimu.

Aku berjalan. Salahku juga yang menghitung waktu hubungan tanpa nama ini.

Hingga hampir tengah malam, akhirnya postingan instagrammu muncul lagi. Musim kemarau tahun ketujuh, kamu memberi tahu bahwa kamu pergi. Kamu telah mendapatkan pengganti.

Lalu aku mengerti. Selama ini aku bodoh telah menanti cinta yang sebenarnya tidak pernah ada. (*)


Pradirwan
Bandung, 16 Mei 2021

*cerita ini hanya fiksi belaka. Semoga terhibur. 

Cerpen lainnya:
  1. Secangkir Kopi Pahit dan Kisah Kita
  2. Terima Kasih Telah Menghabiskan Waktu Bersamaku
  3. Senja Mati di Kota Ini
  4. Sepotong Sore di Pantura
  5. Catatan di Kala Senja
  6. Tabrakan
  7. Kisah masa lalu : Rini
  8. Kisah masa lalu : Yang ku cinta bukan jodohku
  9. Gadis itu bernama Amel

Perjalanan 3C: Perubahan Itu Nyata

Nasabah menunggu nomor antreannya dipanggil Customer Service di lokasi antrean kasir (teller). 


Pradirwan
- Loket teller BRI di Bandung ini nampak sepi sejak saya masuk ruangan ini, kemarin pagi. Tidak ada antrean nasabah yang mengular. Satu per satu nasabah yang akan bertransaksi melalui teller langsung dilayani. Tak perlu menunggu lama, nasabah loket ini sudah tak ada lagi.

Kondisi berbeda terjadi di loket Customer Service (CS). Antrean justru memenuhi semua kursi yang tersedia. Tiga loket yang dibuka silih berganti mengurai antrean yang semakin siang justru semakin penuh saja.

Antrean di Customer Service

Sejak saya mengambil nomor antrean 8, sudah lebih dari satu setengah jam nomor itu belum juga dipanggil. Saya amati, rata-rata mereka melayani satu orang nasabah membutuhkan waktu 10 hingga 25 menit, tergantung jenis layanan yang diberikan.

Saya teringat kondisi 10 tahun lalu. Kondisi yang saya ceritakan di atas justru berkebalikan. Loket teller bank penuh, sementara antrean di CS malah longgar.

Saya merasakan perubahan yang nyata telah terjadi. Digitalisasi sudah mengubah perilaku sosial dan proses bisnis. Energi dari digitalisasi ini memang luar biasa.

Kita mungkin merasakan perubahan-perubahan yang terjadi oleh teknologi ini: perubahan sosial, perubahan di bidang pelayanan publik, dunia usaha, juga dunia perbankan.

Dulu, pelayanan perbankan umumnya berpusat pada kantor cabang, sekarang sudah bergeser menjadi mobile-centric karena layanan-layanan itu sekarang sudah demikian dimudahkan dengan adanya mobile technology.

Pola perilaku masyarakat pun sudah bergeser kepada yang namanya user experience society. Pengguna layanan sangat dimudahkan dengan namanya One Click Lifestyle.

Untuk mengirim uang misalnya, kita bisa melakukannya dengan ponsel pintar yang kita miliki. Kita akan lapor SPT, bayar pajak, belanja, bayar tagihan, pesan tiket dan lain-lain tinggal one click. Itulah yang mewarnai kehidupan kita sehari-hari saat ini.

Digitalisasi di DJP

DJP pun tak ketinggalan. Strategi Click, Call, Counter atau 3C menjadi andalan DJP dalam menjaga penerimaan pajak beberapa tahun terakhir ini. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Dengan 3C, akan menghemat waktu, biaya, dan tenaga baik untuk wajib pajak maupun untuk DJP sendiri.

3C adalah perwujudan digitalisasi seluruh layanan DJP agar mudah diakses oleh wajib pajak melalui situs web dan telepon, sehingga wajib pajak datang ke kantor pajak jika memang layanan tidak bisa tertangani melalui keduanya.


Adapun, masing-masing unsur dalam 3C dapat dijelaskan sebagai berikut.

Click adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dilakukan secara otomatis melalui mesin baik melalui situs web, aplikasi mobile, atau layanan lainnya tanpa melalui bantuan petugas pajak. 

Misalnya pendaftaran online melalui ereg.pajak.go.id, lapor SPT secara elektronik/e-Filing, pembuatan kode billing pembayaran pajak, insentif pajak, dan lain-lain.

baca juga: Kartu NPWP Belum Sampai, Rusak, atau Hilang? Ini Solusinya

Call adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dapat dilakukan melalui situs web, aplikasi mobil, telepon ke pusat kontak (contact center) Kring Pajak 1500200, ataupun layanan lainnya yang dilakukan secara semi-otomatis dengan bantuan pusat kontak sebagai pendukung layanan (back office).

Selain Kring Pajak 1500200, seluruh Kantor Pajak menyediakan layanan informasi dan konsultasi ini baik melalui media sosial, chat WhatsApp, e-mail, ataupun telpon.

Sementara Counter adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dilakukan secara manual melalui Kantor Pelayanan Pajak maupun Kantor Wilayah DJP.

Proses pelayanan di Loket TPT KPP Pratama Bandung Cibeunying 

Rencananya, akan ada 132 layanan DJP yang terus dan akan digitalisasi sejak 2019 sampai 2024 nanti. Rinciannya terdiri dari 59 layanan otomatis, 50 layanan dengan dukungan pusat kontak, serta 32 layanan yang menggunakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun Kantor Wilayah (Kanwil) DJP sebagai pendukung layanannya.

Jika ini terwujud, mungkin hanya sedikit bahkan tak akan ada lagi wajib pajak yang datang ke loket Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di Kantor Pajak. Wajib pajak hanya datang jika mendapat undangan dari kantor pajak, atau ingin berkonsultasi secara langsung di meja "Help Desk" (layanan Customer Service di KPP).

Merujuk pada kondisi BRI, maka sudah selayaknya DJP mulai menyiapkan lebih banyak petugas Help Desk agar tidak terjadi antrean panjang saat wajib pajak berkonsultasi. 

Sungguh, perubahan itu semakin nyata. (HP)

Mulai Maret, Beli Rumah Bisa Dapat Diskon PPN

Bincang Pajak PRFM tentang Insentif PPN DTP berdasarkan PMK-21/PMK.010/2021 (Jumat, 16/4/2021) 

Pradirwan
- Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021 yang dikemas dalam gelar wicara di Radio PRFM Bandung (Jumat,16/4). Beleid ini tentang pemberian fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung oleh Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun.

“Pemerintah memberikan fasilitas PPN atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun termasuk Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan) karena termasuk kategori rumah tinggal,” ungkap Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Rudy Rudiawan dalam gelar wicara yang dipandu Alexandria Cempaka Harum itu.

Baca juga: 6 Insentif Pajak Diperpanjang Sampai 2021, Ini Penjelasannya!

Rudy menambahkan, yang dimaksud dengan penyerahan dalam PMK 21/2021 tersebut adalah kondisi saat ditandatanganinya akta jual beli atau diterbitkannya surat keterangan lunas dari penjual.
Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Rudy Rudiawan dan Dwi Wahyuningsih

“Untuk mendapatkan fasilitas PPN ditanggung pemerintah terdapat beberapa kriteria Rumah Tapak/Rumah Susun, yaitu memiliki harga jual maksimal Rp5 miliar, lalu diserahkan secara fisik pada periode pemberian insentif, merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni, dan diberikan maksimal satu unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk satu orang, dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun,” tutur Rudy.

Sedangkan kategori wajib pajak yang tidak mendapat fasilitas PPN ini yaitu jika dilakukan setelah berakhirnya periode PPN DTP, dilakukan sebelum berlakunya PMK ini, dipindahtangankan dalam jangka waktu satu tahun sejak penyerahan, tidak menggunakan Faktur Pajak sesuai ketentuan, dan yang terakhir jika tidak melaporkan laporan realisasi.

Baca juga: Sektor Otomotif Dapat Diskon Pajak Mulai Maret 2021

Sementara itu, Fungsional Penyuluh Pajak Dwi Wahyuningsih menambahkan, terdapat dua kategori PPN yang ditangung oleh pemerintah dalam PMK 21/2021 ini. “Pertama, sebesar 100% bila harga jual rumah tapak dan unit hunian rumah susun paling tinggi Rp2 miliar dan yang kedua 50% bila harga jual rumah tapak dan unit hunian rumah susun lebih dari Rp2 miliar sampai Rp5 miliar,” ungkapnya.

Menutup perbincangan, Rudy mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas PMK-21 tahun 2021 ini. “Masa berlakunya hanya sebentar yaitu dari masa Maret sampai dengan Agustus 2021. Jadi saat ini adalah saat yang tepat bagi Anda yang berniat memiliki hunian rumah tapak ataupun rumah susun,” pungkasnya. (NCDWS)

6 Insentif Pajak Diperpanjang Sampai 2021, Ini Penjelasannya!

Bincang Pajak Kanwil DJP Jabar I membahas 6 jenis insentif pajak berdasarkan PMK-9/PMK.03/2021 di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4). 


Pradirwan - Pemerintah kembali memberikan 6 jenis insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19 di tahun ini. Perpanjangan pemberian insentif yang akan berlaku sampai 30 Juni 2021 ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021. (Update: aturan ini telah diubah dengan PMK-82/PMK.03/2021)

Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ebenezer Hutagulung dan Yudi Mulyadi menjadi narasumber Bincang Pajak di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4).

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ebenezer Hutagulung dan Yudi Mulyadi membahas beleid perubahan dari PMK Nomor 86/PMK.03/2020 jo PMK-110/PMK.03/20210 tentang pemberian insentif pajak bagi wajib pajak terdampak virus Corona-19 itu dalam acara yang bertajuk "Bincang Pajak" Kanwil DJP Jawa Barat I di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4).

“Melalui PMK-9/PMK.03/2021 tanggal 11 Februari 2021 ini pemerintah memberikan pemberian insentif sampai dengan Juni 2021, dengan menambah beberapa KLU Wajib Pajak untuk memanfaatkan Insentif Pembebasan PPh Pasal 22 impor, Pengurangan Angsuran PPh pasal 25 dan Pengembalian Pendahuluan PPN,” ujar Ebenezer.

Baca juga: Sektor Otomotif Dapat Diskon Pajak Mulai Maret 2021

Penelaah Keberatan Kanwil DJP Jawa Barat I itu mengatakan, keputusan ini diambil Pemerintah untuk melakukan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019. Menurutnya, kebijakan kesehatan dan pemulihan ekonomi sejatinya harus berjalan beriringan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian.

“Tidak bisa hanya berfokus pada urusan ekonomi namun mengabaikan urusan kesehatan. Tidak bisa juga berkonsentrasi penuh pada urusan kesehatan namun membiarkan ekonomi terganggu,” ujarnya.

Dia melanjutkan, untuk menggerakkan sektor perekonomian perlu dilakukan perpanjangan waktu insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional. “Salah satu caranya dengan memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas,” tuturnya.

Siaran yang berlangsung sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.00 WIB dan dipandu Alexandria Cempaka ini merinci enam jenis insentif pajak yang masa berlakunya akan berakhir kurang dari 3 bulan lagi ini.

Berikut daftar 6 insentif pajak tersebut.

1. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah. Insentif tersebut diberikan untuk pegawai yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) atau telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat.

“Lebih rinci, insentif tersebut diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta,” jelas Yudi Mulyadi.

Yudi menjelaskan, dengan insentif tersebut maka pegawai yang sudah memenuhi kriteria dalam PMK nomor 9/2021 akan memperoleh gaji bebas pajak (PPh 21) sampai 30 Juni 2021. Adapun pajak penghasilannya akan ditanggung pemerintah sampai berakhirnya masa berlaku PMK tersebut.

Agar para pegawai menikmati insentif pajak ini, perusahaan yang menjalankan salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Selain itu, perusahaan diharuskan menyampaikan Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP dan lampirannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPh Final Untuk UMKM. Pemerintah memperpanjang pemberian insentif PPh final untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19. Insentif PPh final yang dimaksud adalah tarif 0,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23 Setengah Persen). Dengan insentif itu, pelaku UMKM yang memenuhi kriteria dibebaskan dari kewajiban pajak tersebut karena ditanggung pemerintah sampai 30 Juni 2021.

Adapun kriteria UMKM yang mendapat insentif tersebut wajib pajak (WP) yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan dalam PP Nomor 23 tahun 2018. WP yang dimaksud dalam PP 23/2018 tersebut adalah WP orang pribadi dan/atau WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, atau perseroan terbatas (PT) yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.

“Untuk mendapatkan insentif pajak ini, pelaku UMKM hanya wajib menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak,” kata Yudi.

3. PPh Final Untuk Jasa Konstruksi. Para pengusaha jasa konstruksi juga diberikan insentif PPh final dari pemerintah. Dengan insentif tersebut, pengusaha jasa konstruksi yang terdaftar dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) dibebaskan dari pajak penghasilan karena akan ditanggung pemerintah.

4. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi importir tertentu. Insentif tersebut berupa pembebasan pemungutan PPh pasal 22 impor untuk 730 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

“Dari lampiran H PMK 9/2021 tersebut, importir tertentu yang memiliki KLU dan dapat menikmati pembebasan PPh pasal 22 impor antara lain jasa produksi penangkapan ikan di laut, industri sepatu olahraga, industri semen, hingga konstruksi jalan raya, dan lain-lain,” ujarnya.

5. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang bagi WP yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

Adapun insentif tersebut diberikan untuk WP yang memiliki kode KLU yang tercantum dalam lampiran M PMK 9/2021, antara lain pertanian tanaman jagung, pertanian padi, perkebunan tebu, jasa pengolahan lahan, perdagangan besar kosmetik, perdagangan eceran tekstil, angkutan laut internasional khusus untuk wisata, dan seterusnya.

6. Insentif PPN berupa restitusi dipercepat. Pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu (sebelumnya 716 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat insentif pajak berupa restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

Adapun PKP yang dapat menerima insentif tersebut tercantum dalam lampiran P PMK 9/2021, antara lain pengusahaan hutan pinus, pertambangan batu bara, pertambangan emas dan perak, perdagangan eceran bunga potong/florist, angkutan perkotaan, angkutan taksi, rumah minum/kafe, warung makan, bar, kedai makanan, restoran, kegiatan pemutaran film, kawasan pariwisata, jasa pangkas rambut, jasa salon kecantikan, spa, jasa kebugaran, dan seterusnya.

“Direktorat Jenderal Pajak mengimbau wajib pajak agar segera memanfaatkan fasilitas PPN ini agar dapat membantu menjaga kelangsungan usaha di tengah situasi pandemik saat ini,” ujar Ebenezer.

Dia menambahkan, bagi wajib pajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang insentif pajak tersebut, wajib pajak dapat mengakses media sosial @pajakjabar1 dan laman www.pajak.go.id atau juga bisa menghubungi KPP terdaftar.

“Selain itu, kami mengajak seluruh masyarakat, para wajib pajak dan para pendengar setia PRFM untuk dapat segera melaporkan SPT Tahunan Badan secara online. Jangan tunggu jatuh tempo. Kami seluruh jajaran Kanwil Pajak siap membantu wajib pajak dalam menjalankan kewajiban Pelaporan Perpajakan secara online,” pungkasnya. (HP)

sumber: pajak.go.id

Buatlah Sederhana

Ku, Mu, Nya karya Aan Almaidah A.
Ku, Mu, Nya karya Aan Almaidah A.


Pradirwan -  "Make it simple!"

Bagi saya, sepenggal kalimat itu bukanlah tanpa makna. Justru sebaliknya, sarat makna. Itulah ajakan yang menggugah naluri kita bersama untuk tampil dalam kesederhanaan.

Ku, Mu, Nya A3
Buku Ku, Mu, Nya

Mari sejenak kita berjalan-jalan mencari makna kesederhaan dalam kehidupan. Kita harus meyakini hidup sederhana tidaklah berarti miskin. Juga salah bila dimaknai peyoratif. Bahwa sederhana berarti menjadi pelit atau bahkan menyiksa diri.

Kesederhaan justru merupakan kekayaan terbesar kita. Karena sikap sederhana hanya muncul dari pribadi yang kaya hati, kuat mengendalikan diri, dan peduli terhadap sesamanya.

Menjadi sederhana adalah sebuah pilihan. Pilihan yang bijaksana, tentu saja. Di tengah era ilusi glamoritas, pilihan menjadi sederhana bak menjadi medan perjuangan yang luar biasa besar. Namun kita tak perlu cemas, perjuangan ini sejatinya mudah. Semudah kata itu sendiri: sederhana.

Bu Aan Almaidah Anwar mencontohkan ihwal kesederhanaan ini lewat buku "Ku, Mu, Nya". Kumpulan tulisan dalam bukunya ini membuat saya terkesiap.

Caranya menggugah kesadaran pajak disampaikan dengan gagasan sederhana yang mudah dipahami masyarakat, cenderung nyastra, mengalir, dan tanpa kesan menggurui.

Bagi saya buku ini menambah khasanah dan menginspirasi, bahwa bahasan pajak sekalipun bisa disampaikan dengan karib, bahkan dapat menggunakan bahasa nyastra. Sehingga bisa kita nikmati kalimat demi kalimatnya dengan lahap, lalu tanpa terasa kesadaran pajak menyusup diam-diam memenuhi hati dan kepala kita.

Bravo, Bu Aan.

Pradirwan, 21 April 2021.

Tenggat Waktu Telah Lewat, WP Masih Bisa Lapor SPT

Pelaksana Tugas Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jawa Barat I Denny Surya Sentosa

Pradirwan - Kendati jatuh tempo pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun pajak 2020 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) telah berakhir pada 31 Maret 2021, Kanwil DJP Jawa Barat I tetap mengimbau wajib pajak (WP) untuk melaporkan SPT Tahunannya.

"Wajib pajak orang pribadi masih bisa melaporkan SPT Tahunannya. Meskipun demikian, akan ada sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunan tersebut sebesar Rp100 ribu," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jawa Barat I Denny Surya Sentosa di Bandung (Jumat, 2/4).

Untuk pembayaran sanksi tersebut, wajib pajak orang pribadi menunggu terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP). Apabila wajib pajak juga melakukan keterlambatan pembayaran pajak selain keterlambatan pelaporan SPT, akan ada sanksi bunga atas pajak yang kurang dibayar tersebut.

"Setelah STP itu terbit, wajib pajak baru bisa membayarkannya dengan terlebih dahulu membuat kode billing di pajak.go.id. Wajib pajak menggunakan kode jenis pajak 411125 dan kode jenis setoran 300 untuk pembayaran STP tersebut," jelasnya.

Denny juga menyampaikan apresiasi kepada wajib pajak orang pribadi yang telah menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu. "Animo masyarakat menyampaikan SPT Tahunan masih tinggi. Wajib pajak yang berkonsultasi melalui saluran komunikasi yang kami sediakan meningkat menjelang batas akhir waktu pelaporan," ujarnya.

Berdasarkan administrasi Kanwil DJP Jawa Barat I per 31 Maret 2021, jumlah wajib pajak yang telah melaporkan SPT Tahunan mencapai 673.351. "Jumlah pelaporan tersebut meningkat sebesar 21,82 persen atau 120.638 SPT jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang berjumlah 552.713 SPT," katanya.

Adapun pelaporan SPT pada tahun ini mencapai 63,6 persen dari target jumlah wajib pajak (WP) wajib lapor SPT yang ditetapkan sebesar 1.086.239 SPT. (HP)

sumber: pajak.go.id
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes