BREAKING NEWS

Menulis, Mengingat, Melupakan

 

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

"Momen apa yang paling membahagiakan Anda dalam seminggu ini?"

Jawabannya tentu saja akan beragam. Bisa momen pernikahan, kelulusan, peluncuran buku, pertemuan dengan kawan lama, dan lain-lain. Semua jawaban itu tergantung dari tingkatan kesan yang diingat oleh otak masing-masing. 

Konon, otak manusia didesain untuk melupakan hal-hal yang dianggap tidak relevan dengan masa kini. Sepanjang sejarahnya, manusia akan mengingat hal yang benar-benar penting dan akan melupakan sisanya. 

Ini karena ingatan manusia terus-menerus direkonstruksi. Ingatan tidak disimpan dalam kondisi murni, tetapi diubah seiring berjalannya waktu untuk membantu mengatasi kondisi disonansi kognitif.

Misalnya, saat pegawai menerima SK mutasi, ada perasaan tidak nyaman yang terjadi. Namun, ketika sudah mengalami, mengenal kantor baru, dan beradaptasi, pegawai tersebut akan mengabaikan konflik batin yang terjadi di masa lalu itu. Bahkan dia bersyukur telah memperoleh SK mutasi itu. 

Melupakan juga membantu manusia untuk fokus pada masalah yang terjadi saat ini dan merencanakan masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang terlalu terikat pada masa lalu, akan merasa sulit untuk hidup dan menjalani di masa kini. 

Kita tidak akan mungkin menyimpan setiap kejadian keseharian. Melupakan, akan menciptakan ruang untuk sesuatu yang baru dan memungkinkan orang melampaui apa yang sudah mereka ketahui.

Karena manusia selalu banyak lupa, kita belajar bagaimana menjaga hal-hal yang benar-benar penting. 

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

Lalu bagaimana caranya agar tidak lupa? Kita bisa memulainya dengan menulis, menyimpan foto, atau merekam video setiap momen yang kita anggap penting atau mencerahkan. 

Hal-hal itulah yang saya lakukan. Sejak 5 tahunan lalu, saya mulai belajar menulis. Merekam momen penting untuk saya arsipkan dalam blog, atau mengunggahnya menjadi status media sosial. 

Kebiasaan ini berlangsung hingga sekarang. Kebiasaan yang membuat saya belajar berbagai hal dan menghubungkan dengan banyak orang. 

Maka, ketika saya diminta untuk berbagi pengalaman oleh KPP Pratama Bandung Cibeunying, Selasa (18/8), saya senang. Ini adalah kesempatan langka yang tak bisa saya sia-siakan.

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

Dalam kesempatan tersebut, saya menyampaikan cara berkomunikasi lewat tulisan. Komunikasi yang efektif bisa dicapai lewat sebuah tulisan. Bagaimana caranya? Penulis Barbara Tuchman mengatakan, “Tidak ada yang lebih memuaskan daripada menulis kalimat yang baik."

Selama ini saya belajar membuat tulisan yang baik, yaitu tulisan yang mudah dipahami, mengalir, enak dibaca, dan tentu saja dapat dipertanggungjawabkan isi dan kebenarannya. Bahkan, tulisan yang baik seringkali mampu membawa emosi para pembacanya, sehingga mereka benar-benar menghayati saat membaca tulisan tersebut.

Dari semua tulisan, saya mendapati tiga permasalahan: ide/topik, amunisi, dan latihan.

1. Ide/topik tulisan bisa apa saja, tetapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Tulisan yang baik ketika penulisnya bisa menyajikan dengan sudut pandang yang berbeda, belum terpikirkan oleh pembaca, atau ada gagasan baru yang ia sampaikan. 

2. Penulis yang baik membutuhkan "amunisi" untuk menulis.

Amunisi menulis ini bisa diperoleh melalui tiga hal:

a. Banyak membaca buku. 

Tulisan baik seringkali dihasilkan dari referensi-referensi buku/bahan bacaan yang baik. Dari sumber bacaan itu, kita perlu untuk menganalisis kelebihan-kelebihan tulisan tersebut. Kita perlu tahu di mana titik kekuatannya dan di mana titik kelemahannya. 

"Satu paragraf yang kamu tulis setara dengan satu buku yang harus kamu baca."

Kutipan ini semakin menegaskan betapa pentingnya banyak membaca referensi (buku). Tanpa membaca, tidak akan bisa menjadi penulis.

Dengan membiasakan membaca buku terbaik, kita bisa terdorong untuk menghasilkan tulisan yang terbaik juga.

b. Banyak melakukan perjalanan. 

Bila terus dalam rutinitas, rasa jemu kerap terasa. Saat itulah perlu waktu jeda istirahat. Aktivitas traveling dianggap perlu, karena dapat menikmati suasana baru meski sejenak.

Traveling kerap membuka peluang seseorang menemukan hal baru dalam sebuah perjalanan. Kadang, hal-hal baru dan mengesankan yang tak terduga bisa dirasakan saat dalam perjalanan. 

Berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan itu bisa menjadi amunisi untuk menulis. 

c. Bertemu dengan orang-orang bijak. 

Mendapatkan amunisi menulis tak hanya dari pengalaman penulisnya sendiri. Bisa juga dari pengalaman orang lain. Caranya, ajak mereka bercerita tentang pengalaman hidupnya. 

Misalnya, jika ada tukang bakso yang sudah puluhan tahun berjualan bakso. Cerita pengalaman berjualan bakso yang dia sampaikan akan menjadi amunisi di kepala. 

3. Kalimat pertama adalah mudah, gaya bahasa adalah kebiasaan, menyelesaikan lebih gampang lagi. 

Banyak yang bilang membuat kalimat pertama itu sulit. Padahal, kalimat pertama itu mudah. Tulis saja yang terlintas di kepala. Keluarkan semuanya. Setelah selesai, baru lakukan penyuntingan. Kalimat-kalimat yang tidak dibutuhkan bisa dibuang. 

Konon manusia modern itu menulis minimal 1000 kata per hari dalam berbagai platform (mulai whatsapp, status dan komentar di media sosial, dan lain-lain). Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kita sudah terbiasa dengan menulis. 

Biasakan menulis dengan baik 1000 kata per hari. Semakin sering menulis, akan menjadi kebiasaan. Gaya tulisan pun akan terbentuk dengan sendirinya. 

Jika sudah mentok, tulis saja kata "tamat". 

Saya masih belajar agar setiap tulisan-tulisan saya dapat menjadi lebih baik setiap harinya.

Saya percaya, tidak ada yang disebut ahli kecuali ia rajin belajar dan terus berlatih. 

Mari, mulailah menulis sejak saat ini!


Pradirwan

Bandung, 20 Agustus 2020

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes