Pradirwan - Tak banyak memang yang bisa kami catat dalam pembelajaran ekonomi pembangunan ini. Namun setidaknya, ada beberapa poin penting yang mungkin akan berguna jika saya share disini.
Catatan ini adalah kumpulan pertanyaan dan jawaban yang sudah dirangkum oleh teman kami, Zak.
|
Zak (fb) |
1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, jelaskan dengan melengkapi teori menurut beberapa ahli ekonomi?
Jawaban :
Menurut Sadono Sukirno (1996: 33) pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun maksudnya tetap sama.
Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55).
Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.
Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.
Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.
Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.
Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun.
Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya.
Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen:
pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang;
kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk;
ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
2. Menurut Hasil penelitian pembangunan seimbangan dan pembangunan tidak seimbangan tidak dapat dilaksanakan di setiap negara yang sedang berkembang, jelaskan mengapa demikian?
Jawaban :
Pembangunan Seimbang
Pembangunan seimbang adalah pembangunan berbagai jenis industri secara bebarengan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu, pembangunan seimbang juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor. Misalnya antara sektor industri dan sektor pertanian, antara industri barang konsumen dan industri barang modal, antara sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan sektor dan sektor prasarana. Singkatnya, strategi pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran memberikan penekanan pada pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan dan berfungsi meningkatkan penawaran barang. Strategi sisi penawaran ini meliputi pembangunan yang serentak dan harmonis dari barang setengah jadi, bahan baku, sumberdaya energi, pertanian, pengairan, transportasi, dll.
Di sisi penawaran berhubungan dengan penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar dan penambahan pendapatan agar permintaan barang dan jasa tumbuh. Sisi ini berkaitan dengan industri yang sifatnya saling melengkapi.
Adapun tujuan strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam:
1. Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energi, dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar.
2. Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi.
Strategi pembangunan seimbang menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a. Menurut Rosenstein-Rodan
Istilah pembangunan seimbang diciptakan oleh Nurkse (1956). Namun, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Paul Rosenstein-Rodan (1953) dengan nama teori dorongan besar-besaran. Rosenstein-Rodan menulis gagasannya dalam menciptakan program pembangunan di kawasan Eropa Timur dan Eropa Tenggara dengan melakukan industrialisasi secara besar-besaran.
Inti dari tesis Rosenstein-Rodan adalah bahwa untuk menanggulangi hambatan pada pembangunan ekonomi di NSB dan untuk mendorong perekonomian tersebut ke arah kemajuan diperlukan suatu “dorongan besar-besaran” atau suatu program menyeluruh yang mengacu pada sejumlah minimum investasi tertentu. Dalam menekankan dalil-dalilnya, Rosenstein-Rodan menggunakan sebuah analogi: “ada sejumlah sumber minimum yang harus disediakan jika suatu program pembangunan diharapkan berhasil. Memacu suatu perekonomian menuju kondisi swasembada nampaknya sedikit mirip dengan sebuah pesawat terbang yang akan lepas landas, ada satu titik kritis kecepatan yang harus dilewati sebelum pesawat itu dapat terbang...”.
Tesis ini menyatakan bahwa cara kerja “selangkah demi selangkah” tidak akan mendorong perekonomian berhasil melaju dengan mulus melewati “lintasan pembangunan”. Oleh karena itu, suatu tingkat investasi minimum tertentu menjadi sebuah solusi awal untuk mendapatkan permulaan yang baik.
Menurut Rosenstein-Rodan, ada tiga jenis syarat mutlak minimal dan eksternalitas ekonomi, yaitu:
1. Syarat mutlak minimal dalam fungsi produksi
2. Syarat mutlak minimal pada permintaan
3. Syarat mutlak minimal pada persediaan tabungan.
Adapun tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industri akan memperoleh ekternalitas ekonomi sebagai akibat dari proses industrialisasi seperti itu.
Menurut Rosenstein-Rodan, adanya pembangunan industri secara besar-besaran dinilai akan mampu menciptakan tiga jenis eksternalitas ekonomi, yaitu:
1. Eksternalitas yang diakibatkan oleh adanya perluasan pasar
2. Ekternalitas yang tercipta karena lokasi industri yang saling berdekatan satu sama lain
3. Ekternalitas yang tercipta karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut. Menurut Rosenstein-Rodan, ekternalitas yang pertamalah yang paling penting.
b. Menurut Nurkse
Pada dasarnya, pandangan Nurkse tidak banyak berbeda dengan Rosenstein-Rodan. Dalam analisinya, Nurkse (1956) menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya menghadapi masalah pada kelangkaan modal, tetapi juga dalam mendapatkan pasar bagi barang-barang industri yang akan dikembangkan.
Nurkse mengatakan bahwa tingkat investasi yang rendah muncul sebagai akibat dari rendahnya daya beli masyarakat, sedangkan rendahnya daya beli masyarakat disebabkan oleh rendahnya pendapatan riil masyarakat. Rendahnya pendapatan riil masyarakat disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Fenomena tersebut yang kemudian kita kenal dengan nama “lingkaran setan kemiskinan”. Menurut Nurkse, faktor yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan luas pasar adalah tingkat produktivitas.
Oleh karena itu, satu-satunya jalan keluar dari “kebuntuan” ini adalah dengan mensinkronkan penggunaan modal pada berbagai macam jajaran industri. Hasilnya adalah perluasan pasar menyeluruh.
Nurkse berpedoman pada hukum Say dan mengutip sebuah formulasi yang diajukan Mill: “setiap kenaikan produksi jika didistribusikan tanpa salah hitung akan menciptakan atau lebih tepatnya merupakan permintaan atas mereka sendiri”. Menurut Nurkse, penggunaan modal yang besar oleh sebuah perusahaan secara individual tidak akan menguntungkan secara ekonomis karena sempitnya pasar. Sedangkan penggunaan modal secara singkron untuk berbagai industri dinilai akan mampu meningkatkan efesiensi ekonomi dan memperbesar ukuran pasar.
c. Menurut Scitovsky
Hirschman mengelompokkan Tibor Scitovsky dan Athur Lewis sebagai pencetus strategi pembangunan seimbang pada sisi penawaran, sedangkan Rosentein-Rodan menekankan pada sisi permintaan.
Scitovsky (1954) menyebutkan adanya dua konsep ekternalitas ekonomi dan manfaat yang diperoleh suatu industri dari adanya dua macam konsep eksternalitas ekonomi yang ada dalam ekonomi tersebut. Eksternalitas ekonomi dibedakan menjadi dua, yaitu seperti yang terdapat dalam teori keseimbangan dan seperti yang terdapat dalam teori pembangunan.
Dalam teori keseimbangan (teori ekonomi konvensional), eksternalitas ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan efesiensi yang terjadi pada suatu industri sebagai akibat dari adanya perbaikan teknologi pada industri lain. Eksternalitas ekonomi seperti ini disebut eksternalitas ekonomis teknologi. Di sisi lain, hubungan saling ketergantungan antara berbagai industri juga dapat menciptakan ekternalitas ekonomis yang berkaitan dengan keuangan, yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan perusahaan lain.
d. Menurut Lewis
Dalam analisisnya, Lewis (1954) menekankan tentang perlunya pembangunan seimbang yang didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari adanya saling ketergantungan antara berbagai sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor industri, serta antara sektor dalam negeri dan luar negeri.
Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan terhambat.
Lewis menunjukkan pentingnya pembangunan yang seimbang antara sektor produksi barang-barang untuk kebutuhan domestik dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor). Peranan sektor ekspor dalam pembangunan dapat ditunjukkan dengan melihat implikasi dari adanya perkembangan yang tidak seimbang antara sektor luar negeri dan sektor domestik. Untuk menggambarkan keadaan tersebut, perekonomian dibedakan menjadi tiga sektor, yaitu sektor pertanian (P), sektor industri (I), dan sektor ekspor (X). Fungsi ekspor adalah untuk mengatasi keterbatasan pasar domestik.
Kritik terhadap Strategi Pembangunan Seimbang
Banyak ekonom yang mengkritik strategi pembangunan seimbang, antara lain Hirschman, Streeten, dan Singer. Hirschman dapat dianggap sebagai pengkritik yang paling “baik”, karena selain menunjukkan kelemahan-kelemahan strategi pembangunan seimbang, dia juga mengemukakan teorinya, yaitu strategi pembangunan tak seimbang. Berikut ini adalah sejumlah kritik yang diajukan beberapa pakar ekonomi pembangunan tersebut, yaitu:
1. Peningkatan biaya
2. Tidak menaruh perhatian pada penurunan biaya
3. Adanya kecenderungan hubungan yang bersifat subtititif antarindustri
4. Gagal sebagai teori pembangunan
5. Di luar kemampuan NSB
6. Kelangkaan sumberdaya di NSB
7. Adanya disproporsi pada faktor produksi di NSB
8. Investasi secara besar-besaran bukanlah sebuah solusi
9. Tidak mempertimbangkan faktor perencanaan
10. Menimbulkan eksternalitas negatif.
Kritik utama menurut Singer terhadap strategi pembangunan seimbang adalah mengenai corak progaram pembangunan yang harus dilaksanakan berbagai industri dan sektor, menurut Singer hal tersebut sangat sulit dilaksanakan oleh NSB yang biasanya mempunyai sumber daya yang terbatas.
Dari beberapa pengkritik strategi pembangunaan seimbang dapat kita garis bawahi beberapa kata kuncinya, yakni:
1. Peningkatan Biaya
Pendirian industri secara serentak akan meningkatkan biaya uang dan biaya riil produksi dan dengan demikian unutk menjalani industry tanpa peralatan dan modal yang cukup secara ekonomi kurang menguntungkan.
2. Tidak Menarih Perbaikan Pada Penurunan Biaya
Kindleberger melihat bahwa sebagai ganti pendirian industry baru teori nurkse tidak memperhatikan kemungkinan tentang penurunan biaya pada industry-indusri yang ada.
3. Masalah Lainnya
Dengan adanya pendirian industri baru maka akan timbul banyak masalah yang baru juga contoh kecil, jika industry baru didirikan permintaan-permintaan produk-produk dari perusahan yang ada akan berkurang dan membuatnya tidak menguntungkan.
4. Gagal Sebagai Teori Pembangunan Melebihi Kemampuan Negara Yang Berkembang.
Pertumbuhan seimbang lebih merupakan pemaksaan sector industry yang sama sekali baru, modern dan lengkap pada sector tradisional yang mandeg dan sama-sama belum mandiri. Menurut Hirschman ini bukan pembangunan namanya dan bukan pencakokan yang baru namun merupakan pola pembangunan yang benar-benar dualistis sefatnya.
5. Kelangkaan Sumber
Bila investasi dilalukan secara serentak pada sejumlah industry baru, permintaan faktor prosuksi akan bersaing. Dan menurut singer taktik greliya barangkali lebih cocok dengan keadaan Negara ternelakang ketimbang serangan prontal.
B. Strategi Pembangunan Tak Seimbang
Strategi pembangunan tidak seimbang merupakan lawan dari strategi pembangunan seimbang. Menurut konsep ini, investasi seyogyanya dilakukan pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor ekonomi. Tidak ada satupun NSB yang mempunyai modal dan sumberdaya yang sedemikian besarnya untuk dapat melakukan investasi secara serentak pada semua sektor ekonomi. Oleh karena itu, investasi haruslah dilakukan pada beberapa sektor atau industri yang dipilih saja agar cepat berkembang dan keuntungan ekonomis yang diperoleh dapat digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian, perekonomian akan secara berangsur bergerak dari lintasan pembangunan tidak seimbang ke arah pembangunan seimbang.
Konsep pembangunan tidak seimbang ini dikenalkan oleh Albert O. Hirschman dalam bukunya yang berjudul The Strategi of Economic Development (1958). Menurut Hirschman, investasi pada satu industri ataupun sektor-sektor yang strategis dinilai akan mampu membuka kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi proses pembangunan selanjutnya. Hirschman memandang bahwa pembangunan merupakan suatu “rantai disekuilibrium” yang harus dipertahankan, bukan malah dihapuskan. Menurut Hirschman, ketika proyek (investasi) baru dimulai proyek-proyek tersebut memperoleh eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh proyek-proyek sebelumnya, dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi baru yang dapat dimanfaatkan proyek-proyek selanjutnya.
Menurut Hirschman, pola pembangunan tidak seimbang didasarkan oleh beberapa pertimbangan, yaitu:
1.
Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.
2.
Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia.
3.
Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan, tetapi hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
a. Pembangunan Tidak Seimbang antara Sektor Prasarana dan Sektor Produktif
Persoalan mendasar yang dianalisis Hirschman dalam strategi pembangunan tidak seimbang adalah bagaimana cara untuk menentukan proyek pembangunan yang harus didahulukan berdasarkan suatu prioritas tertentu. Argumen utama yang mendasari pemikiran Hirschman adalah karena proyek-proyek tersebut memerlukan penggunaan modal dan sumberdaya lainnya yang tidak sedikit, dan seringkali melebihi modal dan sumberdaya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumberdaya yang tersedia tersebut dapat optimal maka diperlukan usaha pengalokasian sumberdaya yang efektif dan efisien.
Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Cara pilihan pengganti, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan.
2.
Cara pilihan penundaan, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang menentukan urutan proyek yang dilaksanakan. Dengan kata lain, suatu cara pemilihan proyek dengan menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.
Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumberdaya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produkktif yang dapat langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau Direct Productive Activities (DPA).
Menurut Hirschman, ada tiga macam pendekatan dalam pengembangan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu:
1.
Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut
2.
Pembangunan tidak seimbang di mana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan
3.
Pembangunan tidak seimbang di mana sektor produktif lebih ditekankan.
b. Pembangunan tak seimbang dalam sektor produktif
Menurut Hirschman, di dalam sektor produktif, mekanisme pendorong pembangunan yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.
Pengaruh berkaitan ke belakang
2.
Pengaruh berkaitan ke depan.
Menurut Hirschman, ada dua jenis industri berdasarkan atas seberapa besar tingkat keterkaitan antarindustrinya, yaitu:
1.
Industri satelit, industri ban mobil dan karoseri merupakan industri satelit dari industri mobil
2.
Industri non-satelit, industri mobil tidak memiliki kaitan sama sekali dengan industri minuman ringan, oleh karena itu mereka termasuk dalam kelompok industri non-satelit.
Berikut adalah beberapa karakteristik industri satelit, yaitu:
1.
Lokasinya berdekatan dengan industri induk sehingga akan dicapai satu skala efisiensi tertentu atas interaksi antarmereka.
2.
Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari produk industri induk atau industri tersebut menghasilkan produk yang merupakan input dari industri induk, tetapi bukan merupakan input utama.
3.
Besarnya industri satelit tidak akan melebihi industri induknya.
Kritik terhadap Strategi Pembangunan Tak Seimbang
Strategi pembangunan tidak seimbang, seperti yang dikemukakan Hirschman, merupakan suatu doktrin yang realistis dan mempertimbangkan hampir seluruh aspek dalam perencanaan pembangunan.
Berbagai insentif, hambatan dan perlawanan terhadap pembangunan dikaji dengan tepat dan cermat. Penekanan Hirschman pada strategi “promosi ekspor” dan “subtitusi impor” telah memberkan sebuah sentuhan realisme. Dia tidak menyetujui perencanaan totaliter macam negera-negara sosialis, tetapi dia juga tidak mendukung mekanisme pasar bekerja sendiri dalam perekonomian. Oleh karena itu, Hirschman dapat dikatakan sebagai pendukung sistem ekonomi campuran.
Terlepas dari itu semua, konsep pembangunan tidak seimbang ini juga tidak luput dari beberapa keterbatasan, yaitu:
1.
Kurangnya perhatian pada komposisi, arah dan waktu pertumbuhan tidak seimbang
2.
Mengabaikan kemungkinan timbulnya konflik internal
3.
Kurangnya sumberdaya yang dimiliki di NSB
4.
Rendahnya mobilitas sumberdaya di NSB
5.
Adanya ancaman inflasi
6.
Terlalu banyak penekanan pada investasi.
Karakteristik Negara Sedang Berkembang
Todaro & Smith (2003) mengemukakan ada enam karakteristik negara sedang berkembang, yaitu:
1. Standar hidup yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari:
• Kemiskinan yang kronis
• Kondisi perumahan yang tidak memadahi
• Sarana kesehatan yang terbatas
• Tingkat pendidikan yang rendah
• Tingkat kematian bayi yang tinggi
• Tingkat harapan hidup yang rendah
• Adanya perasaan tidak aman, dan
• Rasa putus asa.
2. Tingkat produktifitas rendah.
Seperti konsep fungsi produksi, tingkat output dengan kombinasi-kombinasi input pada tingkat teknologi tertentu. Pada NSB, tingkat produktivitas tenaga kerjanya rendah sebab tidak adanya input komplementer seperti modal fisik atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang baik.
3. Tingkat pertumbuhan penduduk dan beban tanggungan yang tinggi.
Masalah klasik yang dihadapi NSB adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu:
a. Tingkat kelahiran kasar
b. Tingkat kematian
Selain itu, masalah kependudukan lain yang dihadapi NSB adalah karena tingginya laju pertumbuhan penduduk, hal ini menyebabkan proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun (usia non-produktif) cukup tinggi. Kondisi ini jelas berdampak pada tingginya rasio beban tanggungan.
4. Tingginya tingkat pengangguran.
Karena tingkat SDM di NSB rendah, hal ini akan memicu timbulnya dua fenomena, yaitu pengangguran terselubung dan pengangguran terbuka.
5. Ketergantungan terhadap produksi pertanian dan ekspor produk primer.
Data Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk NSB tinggal di pedesaan dan menjadikan pertanian sebagai basis sektor perekonomian. Padahal, menurut Bank Dunia sektor pertanian tidak memberi kontribusi yang besar terhadap GDP di NSB, walaupun sektor pertanian telah menyerap sebagian besar tenaga kerjanya.
Oleh karena itu, ada dua kebijakan yang perlu diambil. Yaitu, revitalisasi pertanian dan transformasi struktural yang dinamis (transformasi yang tidak menyebabkan adanya ketimpangan antar sektor).
6. Dominasi negara maju, ketergantungan terhadap negara maju, dan vulnerabilitas dalam hubungan-hubungan internasional.
Faktor yang menyebabkan rendahnya standar hidup di NSB adalah tingginya ketimpangan, baik di bidang ekonomi maupun politik. Ketimpangan tersebut berupa dominasi negara kaya dalam mengendalikan pola perdagangan internasional dan dominasi mereka dalam mendikte NSB sebagai prasyarat pinjaman luar negeri. Kondisi inilah yang pada akhirnya melahirkan sikap ketergantungan oleh NSB terhadap negara-negara maju, dan menimbulkan vulnerabilitas (sifat mudah terpengaruh) dari NSB kepada negara maju.
3. Export merupakan salah satu sumber dana dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, jelaskan berapa besar peranan eksport ( kopi, teh, coklat, udang, tuna, kelapa sawit ) terhadap pendapatan negara, pilih salah satu topik tersebut.
Jawab :
Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara. Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara efektif tanpa bantuan negara lainnya.
Perdagangan luar negeri memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian suatu negara terutama di negara berkembang dengan pendapatan yang rendah yang tidak memungkinkan untuk melakukan akumulasi tabungan dan modal. Perdagangan luar negeri memberikan harapan bagi negara untuk bisa menutupi kekurangan tabungan domestik yang diperlukan bagi pembentukkan modal dalam rangka meningkatkan produktivitas perekonomiannya.
Indonesia merupakan negara yang sejak lama telah melakukan perdagangan internasional. Peningkatan ekspor baik jumlah maupun jenis barang atau jasa selalu diupayakan atau digalakkan dengan berbagai strategi diantaranya adalah pengembangan ekspor, terutama ekspor non migas, baik barang maupun jasa.
Tujuan dari program pengembangan ekspor ini adalah mendukung upaya peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Menuju era perdagangan bebas, persaingan global semakin ketat memaksa Indonesia harus kompetitif untuk mempertahankan ekonomi. Ricardo dalam Jhingan (1993), menyatakaan salah satu cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan meningkatkan pembangunan pada sektor primer (pertanian).
TOPIK EXSPOR KOPI
Devisa yang merupakan sumber pendapatan negara yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda pembangunan nasional juga disumbangkan dari komoditi ini. Selama periode tahun 1998-2002, di antara komoditi pertanian yang lain, komoditi kopi (US$ 1750,6 juta) menempati peringkat ketiga sebagai penghasil devisa, setelah udang segar (US$ 4678,3 juta) dan ikan (US$ 1856,1 juta) (BPS, 2003).
Kopi merupakan komoditi penting secara global jika dilihat dari nilai perdagangannya. Kopi memiliki kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani ataupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat baik dalam kegiatan on-farm maupun off-farm. Kopi merupakan produk perkebunan yang mempunyai peluang pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi diekspor ke pasar dunia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam bentuk hasil olahan. Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah negara-negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura, Korea dan Malaysia.
Menurut Santosa (1999) kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor. Pada tahun 2000, produsen kopi dan sekaligus sebagai eksportir kopi terbesar di dunia adalah Brazilia yang memasok kebutuhan dunia kurang lebih 25,1 %, Vietnam 11 %, Colombia 8,6 % dan Indonesia 5.9 %, untuk biji kopi. Sebagian kecil hasil perkebunan kopi di Indonesia dikonsumsi dalam negeri, sedang 75 % diekspor. Nilai ekspor hasil kopi di Indonesia tahun 1996- 2000 cukup fluktuatif, seperti yang tercatat dalam statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (2002), tahun 1996 (US $ 597,759,000), tahun1997 (US$ 582,581,000), tahun 1998 (US $ 606,791,000), tahun 1999 (US $ 473,556,000) dan tahun 2000 (US $ 333,780,000). Prospek kopi cukup menggembirakan bila dilihat dari perolehan jumlah devisa dan jumlah kopi yang dikonsumsi di dalam negeri. Namun perdagangan kopi di Indonesia masih mempunyai banyak kendala yang cukup berat yaitu terjadinya kelebihan produksi. Beberapa usaha telah dilakukan oleh Pemerintah maupun pihak terkait untuk mengatasi hal tersebut, antara lain meningkatkan nilai ekspor dan tingkat konsumsi dalam negeri.
Perkebunan kopi di Indonesia terdiri dari Perkebunan Rakyat (Smallholder), Perkebunan Besar Negara (Government) dan Perkebunan Besar Swasta (Private).
Dari luas areal yang tercatat pada tahun 2002 sebesar 1.269.333 ha dan produksi kopi Indonesia sebesar 569.116 ton, maka dapat diketahui bahwa 94 % berasal dari Perkebunan Rakyat dan sisanya (6%) diusahakan dalam bentuk Perkebunan besar. Posisi tersebut menunjukkan bahwa peranan petani dalam perkembangan perkopian nasional sangat dominan.Posisi kopi sebagai komoditas ekspor penghasil devisa negara dapat dilihat dari kontribusi nilai ekspor yang cukup besar, yaitu sebesar US$ 403,45 juta selama periode 1995-2005. Pada periode tersebut, subsektor perkebunan secara rata-rata mampu menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 5.227,91 juta. Sektor pertanian ratarata menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 5.796,13 juta. Rata-rata nilai ekspor kopi tersebut memiliki pangsa sebesar 0,08 persen dari nilai ekspor subsektor perkebunan dan 0,07 persen dari nilai ekspor sektor pertanian.
TOPIK EXPORT COKLAT
Sebagai salah satu komoditas andalan Indonesia, kakao mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia, salah satunya sebagai penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012, komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD 1.053.446.947 (1,053 Milyar)dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan.
“Walaupun saat ini Indonesia berada diurutan ketiga sebagai produsen biji kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, namun kita masih memiliki tanah yang luas dan subur yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang sangat cocok untuk ditanami kakao. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun kedepan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia,” kata Menteri Perindustrian pada sambutan yang dibacakan oleh Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin, Faiz Achmad pada peringatan Hari Kakao Indonesia di Mall Taman Anggrek, Jakarta, Rabu, 18 September 2013.
Hari Kakao Indonesia yang bertajuk “Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku” menggelar sejumlah acara di antaranya lokakarya, pameran, dan demonstrasi kreasi hidangan berbahan dasar cokelat. Acara itu bertujuan meningkatkan konsumsi produk kakao lokal sekaligus mendorong hilirisasi industri kakao dalam negeri melalui peningkatan nilai tambah produk kakao dan cokelat Kegiatan ini diselenggarakan oleh kerjasama pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian didukung oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangandengan pihak swasta yang dikoordinatori oleh Dewan Kakao Indonesia, bersama seluruh Asosiasi dan stakeholder kakao berlangsung di Mall Taman Anggrek tanggal 18-22 September 2013.
Menurut Faiz, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010 lalu, industri kakao nasional menggeliat, terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan. Jumlah industri kakao yang pada tahun 2010 hanya 7 perusahaan, saat ini bertambah menjadi 17 perusahaan.
“Setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton,” ujarnya.
Kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao ini juga memberikan semangat kepada industri kakao dan cokelat Indonesia. Proyeksi lima tahun kedepan diperkirakan jumlah pabrik pengolahan kakao sebesar 16 (enam belas) unit usaha ditahun 2012 akan tumbuh menjadi 20 (dua puluh) unit usaha ditahun 2015. Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015.Peningkatan ini terjadi karena ada beberapa industri yang melakukan ekspansi dan ada banyak investor yang masuk ke Indonesia.
“Guna mendukung hilirisasi industri yang merupakan program Kementerian Perindustrian, pemerintah juga memberikan fasilitas Tax Allowance dalam PP No. 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan / di Daerah-Daerah Tertentu, serta pemberian Tax Holiday bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No. 130 Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan,” jelasnya.
Ditambahkan Faiz, kebijakan tersebut tidak hanya mampu membangkitkan industri kakao, tetapi juga mampu menggerakkan industri hilir makanan dan minuman berbasis cokelat untuk melakukan ekspansi dan berdampak positif karena nilai tambah kakao ada di dalam negeri, menyerap tenaga kerja, adanya multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri pengemasan (packaging), transportasi, perbengkelan, perbankan dan sektor lainnya.
“Penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia) Wajib untuk kakao bubuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. No. 45 /M-IND/PER/5/2009 jo No. 60/M-IND/PER/6/2010 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kakao Bubuk Secara Wajibuntuk menjaga kualitas dan mutu bubuk kakao yang beredar di dalam negeri, serta program hilirisasi yang dicanangkan oleh Kemenperin mampu mengangkat industri kakao nasional untuk dapat bersaing baik dipasar domestik maupun global serta berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.
Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun. Data International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata 5% per tahun. Kedepan, komoditi kakao ini masih sangat potensial untuk dikembangkan dimana tingkat konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 milyar jiwa, masih sangat rendah yakni hanya sekitar 0.25 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan tingkat konsumsi di Eropa sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.
Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbukti sangat efektif dalam menumbuhkembangkan industri kakao di Indonesia. Dengan banyaknya industri yang melakukan ekspansi dan banyaknya investor asing yang masuk membangun pabrik di Indonesia, diharapkan Indonesia akan menggeser posisi Belanda dan Jerman dan sekaligus menjelma menjadi produsen kakao olahan terbesar di dunia.
4. INFLASI merupakan penyakit ekonomi, tetapi dalam tingkatan tertentu inflasi dapat merangsang pengusaha untuk meningkatkan produksi. Mengapa terjadi inflasi, factor apa penyabab inflasi, kebijakan moneter adl piranti untuk menanggualngi inflasi, jelaskan?
Jawab:
pengertian inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan ekonomi dimana harga-harga barang secara umum menjadi naik secara terus menerus selama kurun waktu tertentu. Kenaikan harga barang digolongkan secara umum karena sebagian besar harga barang terlebih komoditi utama mengalami kenaikan harga namun masih ada sebagian kecil yang tidak mengalami kenaikan harga atau malah mengalami turun harga.
Selain itu inflasi juga memiliki ciri kenaikan harga yang terus menerus. Apabila kenaikan harga hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu seperti lebaran, natal, tahun baru, ataupun menjelang pemilu tidak bisa dikategorikan sebagai inflasi. Kenaikan harga barang atau inflasi bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi.
Penyebab terjadinya inflasi
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya inflasi antara lain penurunan nilai tukar mata uang, permintaan yang tinggi terhadap suatu barang, bertambahnya uang yang beredar, dan lain sebagainya.
1. Inflasi karena permintaan (Demand Pull inflation)
Demand Pull Inflation atau infalsi karena permintaan disebabkan karena permintaan atau daya tarik masyarakat yang kuat terhadap suatu barang. Inflasi tarikan permintaan juga dikenal dengan nama Philips Curve Inflation. Secara umum inflasi ini disebabkan karena penawaran dan permintaan terhadap jasa atau barang di dalam negeri untuk jangka panjang yang di butuhkan masyarakat dengan jumlah besar.
Secara umum inflasi ini sering terjadi pada perekonomian negara yang memiliki pertumbuhan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi di negara tersebut menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi. Hal ini pengeluaran yang melebihi kemampuan produksi suatu jasa atau barang. Kemampuan daya beli msyarakat yang berlebih ini kemudian menyebabkan inflasi.
Di Indonesia, inflasi penarikan permintaan bisa terjadi karena permintaan terhadap barang atau jasa yang reltif tinggi dibanding dengan ketersediaannya. Dalam pengertian ekonomi makro inflasi jenis ini digambarkan sebagai aggregate demand yang lebih besar atau melebihi kapasitas perekonomian.
2. Inflasi karena bertambahnya uang yang beredar
Teori inflasi disebabkan karena bertambahnya uang yang beredar dikemukakan oleh kaum klasik yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara jumlah uang yang beredar dengan harga-harga. Apabila jumlah barang tetap namun jumlah uang uang yang beredar lebih besar dua kali lipat maka harga barang pun menjadi lebih mahal dua kali lipat.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat bisa bertambah apabila suatu negara menggunakan sistem anggaran defisit. Sehingga untuk menutup kekurangan anggaran tersebut, negara mencetak uang baru yang menyebabkan harga naik
Sponsors Link
3. Inflasi karena kenaikan biaya produksi (Cost push inflation)
Inflasi kenaikan biaya produksi atau cost push inflation disebabkan karena adanya dorongan kenaikan biaya produksi dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus. Secara umum inflasi kenaikan biaya produksi ini disebabkan karena desakan biaya faktor produksi yang terus naik. Kenaikan Biaya faktor produksi biasanya diakibatkan oleh beberapa hal:
•
Turunnya nilai tukar mata uang dalam negeri dengan mata uang asing atau depresiasi. Kenaikan nilai tukar mata uang juga menyebabkan bahan baku atau barang dari luar negeri menjadi semakin mahal.
•
Inflasi di luar negeri khususnya negara partner dagang menyebabkan barang dan produk dari luar negeri juga semakin mahal.
•
Ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja dan permintaan barang produksi membuat pemerintah akan menaikkan harga produksi. Salah satu cara menikkan harga produksi adalah dengan menaikkan upah atau gaji karyawan serta merekrut karyawan baru dengan tawaran gaji atau upah yang lebih tinggi. Kebijakan yang seperti ini menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga harga barang produksi juga menjadi naik.
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi biasanya terjadi di negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sedang berkembang atau tumbuh pesat namun dengan angka pengangguran yang cukup rendah. Di negara yang seperti ini, supply tenaga kerja terbatas namun permintaan akan suatu barang produksi tinggi.
Selain itu inflasi karena guncangan penawaran juga dapat terjadi karena faktor lain seperti bencana alam dan lain sebagainya. Namun juga bisa terjadi karena pemerintah menaikkan harga suatu barang tertentu.
4. Inflasi campuran (Mixed inflation)
Inflasi campuran atau mixed inflation terjadi karena adanya kenaikan penawaran dan permintaan. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ketika permintaan terhadap suatu barang atau jasa bertambah, kemudia mengakibatkan penyediaan barang dan faktor produksi menjadi turun. Sementara itu, pengganti atau substitusi untuk barang dan jasa tersebut terbatas atau tidak ada. Keadaan yang tidak seimbang ini akan menyebabkan harga barang dan jasa menjadi naik. Inflasi jenis ini akan sangat sulit diatasi atau dikendalikan ketika kenaikan supply akan suatu barang atau jasa lebih tinggi atau setidaknya setara dengan permintaan.
5. Inflasi ekspektasi (Expected inflation)
Expected inflation atau inflasi inspektasi terjadi sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi ekonomi di masa yang akan datang akan menjadi lebih baik lagi. Harapan masyarakat akan kondisi ekonomi di masa yang akan datang juga bisa menyebabkan terjadinya inflasi permintaan atau juga inflasi biaya produksi. Inflasi jenis ini tergolong sulit untuk dideteksi karena kejadiannya tidak terlalu signifikan.
6. Kekacauan ekonomi dan politik
Situasi ekonomi dan politik di suatu negara juga mempengaruhi adanya inflasi. Bila suatu negara dalam kondisi yang tidak aman, harga-harga barang di negara tersebut cenderung mahal. Hal ini juga pernah terjadi di Indonesia ketika ada kekacauan politik dan ekonomi pada tahun 1998. Pada masa tersebut, level inflasi di Indonesia mencapai 70% padalah level inflasi yang normal berkisar antara 3 hingga 4%.
Penyebab terjadinya inflasi dibagi menjadi banyak faktor dan beberapa diantaranya juga terjadi di Indonesia. Secara umum, inflasi merupakan kejadian atau gejala ekonomi yang tidak bisa dihilangkan secara tuntas. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah biasanya hanya pada sebatas mengendalikan atau mengurangi inflasi.
Kebijakan moneter
Kebijakan moneter (Monetary Policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar (money supply) dan tingkat bunga (interest rates) untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat (aggregate demand) dan mengurangi ketidakstabilan di dalam perekonomian (Nanga, 2005:180).
Kebijakan moneter adalah semua tindakan atau upaya bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makro ekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan akhir kebijakan moneter (Natsir, 2011).
Kebijakan moneter merupakan tindakan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang (Boediono, 1991:96).
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter (monetary aggregates) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian integral kebijakan ekonomi makro yang dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. (Warjiyo, 2004)
Dalam undang-undang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 yang telah diubah dalam UU No. 3 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga (Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia, 2004).
Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Tujuan tersebut tidak sama dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu.
Tujuan kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi tujuan dari kebijakan moneter, yaitu:
1.
Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
2.
Kesempatan kerja.
3.
Kestabilan harga.
4.
Keseimbangan neraca pembayaran.
Penjelasan lebih detail tujuan moneter adalah sebagai berikut:
1.
Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
2.
Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
3.
Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
4.
Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
5.
Menjaga kestabilan Ekonomi,artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
6.
Menjaga kestabilan Harga, Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
7.
Meningkatkan kesempatan kerja, Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
8.
Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat. Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.
Jenis dan Indikator Kebijakan Moneter
Terdapat dua jenis kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif, dengan penjelasan sebagai berikut:
1.
Kebijakan moneter kontraktif (tight money policy), untuk mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
2.
Kebijakan moneter ekspansif (easy money policy), untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
Indikator kebijakan moneter ada dua, yaitu suku bunga dan atau uang beredar. Kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi yakni sebagai sasaran menengah dan indikator (Pohan, 2008).
1.
Tingkat Suku Bunga, Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, maka bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai tingkat yang ditetapkan.
2.
Uang Beredar (Monetary Aggregate), Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah yang mempunyai dampak positif berupa harga yang stabil.
Instrumen Kebijakan Moneter
Terdapat empat instrumen kebijakan moneter, yaitu sebagai berikut (Pohan, 2008):
a. Cadangan wajib (reserve requirement)
Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
b. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral, yang akan mengurangi jumlah uang beredar. Begitu pula sebaliknya.
d. Foreign Exchange Intervention
Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa.
e. Moral Suasion
Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup efektif dalam kebijakan moneter.
5. Penduduk dapat menjadi factor pendorong dan penghambat terhadap pembangunan ekonomi suatu negara, jelaskan mengapa demikian.
Jawab :
Kapasitas yang rendah dari negara sedang berkembang untuk menigkatkan output totalnya harus dimbani dengan menurunnya tingkat perkembangan penduduk,sehingga penghasilan riil perkapita dapat meningkat.Dengan kapasitas yang rendah untuk menaikkan output totalnya dan tanpa diimbangi dengan turunya tingkat perkembangan penduduk,maka akan terjadi penundaan terjadinya pembangunan ekonomi.
Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan dinegara-negara berkembang,yaitu :
1. Adanya tingkat perkembangan penduduk yang relatif tinggi.
2. Adanya struktur umur yang tidak favorable
3. Tidak adanya distribusi penduduk yang simbang
4. Tidak cukupnya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.
penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi ; satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula.Jadi pertambahan penduduk dengan tngkat penghasilan yang redah tidak ada gunanya bagi pembagunan ekonomi..
Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk,maka akan terjadi pula penurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif juga akan turun.Jika perkembangan pnduduk tertunda maka akumulasi kapital juga akan menjadi lesu karena beberapa alasan, yaitu : wiraswasta akan mengira bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi, yang tergantung pada tingkat keuntungan, akan menjadi berbahaya dan berakibat akan menurun. Disamping alasan itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, fasilitas pengangkutan umum, persediaan air minum, kesehatan dan sebagainya.
Kebutuhan akan kapital dalam bidang ini relatif lebih besar daripada bidang-bidang lain sehingga penurunan tingakt perkembangan penduduk akan mengakibatkan turunya akumulasi kapital.
Produktivitas penduduk dinegara-negara berkembang adalah rendah sehingga mengakibatkan rendahnya produksi pula. Karena sebagian besar penduduk tinggal di desa dan hidupnya sebagian berasal dari sector pertanian. Maka hampir semua penghasilan yang didapatnya akan dikonumsi seluruhnya. Seandainya ada sisa,hanya relatif kecil jumlahnya. Akibatnya tingkat investasi juga akan rendah. Jadi dinegara-negara sedang berkembang, dimana sudah terdapat perbandingan yang tinggi antara jumlah manusia dan jumlah faktor-faktor produksi yang lain, perkembangan penduduk yang cepat akan menimbulkan diseconomies of scale.Dinegara-negara yang sedang berkembang dimana kepadatan penduduk yang cepat akan dapat pula mendorong perkembangan ekonomi,apabila kapital dan kemampuan managerial termasuk organisasi dan administrasi dapat mengimbangi tantangan penduduk tersebut.
6. Pembangunan ekonomi memerlukan dana yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri , mengapa dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi negara perlu utang terhadap negara lain, dengan bantuan organisasi ekonomi jelaskan, apa dampak posotip dan negativ akibat utang luar negeri.
Jawab :
Faktor Penyebab Hutang Luar Negeri Indonesia
Setidaknya ada dua alasan mengapa pemerintah di negara-negara berkembang tetap membutuhkan utang luar negeri.Pertama, utang luar negeri dibutuhkan sebagai tambahan modal bagi pembangunan prasarana fisik.Infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam pembangunan.Kedua, utang luar negeri dapat digunakan sebagai penyeimbang neraca pembayaran.
Ada beberapa penyebab meningkat atau menurunnya utang Luar negeri Indonesia secara umum yaitu:
1. Defisit Transaksi Berjalan (TB)
TB merupakan perbandingan antara jumlah pembayaran yang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri. Dengan kata lain, menunjukkan operasi total perdagangan luar negeri, neraca perdagangan, dan keseimbangan antara ekspor dan impor, pembayaran transfer.
2. Meningkatnya Kebutuhan Investasi
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Indonesia sangat bergantung pada para investor sehingga investasi mereka sangat berpengaruh bagi ekonomi Indonesia
3. Meningkatnya Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor .Pada awal tahun 2015 ini rupiah menembus level Rp 13 ribu per dolar AS atau jauh melebihi perkiraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang dipatok sebesar Rp 12.500 per dolar AS (Republika.co.id).Laju inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga, karena ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal.trand inflasi meningkat menyebabkan Bank Indonesia memangkas suku bunga. Dengan rendahnya suku bunga maka minat orang untuk berinvestasi rendah, maka pemerintah untuk memenuhi belanja negaranya melalui pinjaman luar negeri.
4. Struktur Perekonomian Tidak Efisien
Karena tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini akan mendorong utang luar negeri. Kerja sama yang dilakukan sering kali malah merugikan bangsa ini sendiri, hal itu diakibatkan oleh struktur ekonomi yang tidak efisien.
Dampak Negatif
Pertama, dampak langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik.Kedua, dampak yang paling hakiki dari utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi pinjaman. Dapat dilihat pula dengan adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara donor, seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif ekonomi itu sendiri.
Dampak tersebut sangatlah serius karena kedaulatan dalam pengelolaan ekonomi Indonesiaakan terampas. Negara-negara kreditor, melalui Bank Dunia dan IMF, juga biasanya mendesak agar dalam perumusan setiap kebijakan ekonomi Indonesia yang sesuai dengan keinginan mereka, yang tentunya kebijakan tersebut disesuaikan dengan kepentingan negara-negara kreditor.Pada akhirnya arah pembangunan kita memang penuh kompromi dan disetir, membuat Indonesia makin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara pendonor.
Hal itu sangat beralasan karena mereka sendiri harus menjaga, mengawasi dan memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman mereja tersebut juga memberikan keuntungan bagi mereka. Hal tersebut bukannya mensejahterkan masyarakatnya, tapi malah semakin membuat rakyat terjepit karena mengembalikan pinjaman tersebut diambil dari hasil bumi dan Pajaksebagai pendapatan negara yang dibayar oleh rakyat yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat untuk mensejahterkan rakyat tersebut.
Selain itu dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia, salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh (Inflasi).Utang luar negeri dapat memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Negara akan dicap sebagai negara miskin dan tukang utang, karena tidak mampu untuk mengatasi perekonomian negara sendiri, hingga membutuhkan campur tangan dari pihak lain.
Dampak positif
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan adanya utang luar negeri membantu pembangunan negara Indonesia, dengan menggunakan tambahan dana dari negara lain. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, hutang luar negeri bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Membantu dan mempermudah negara untuk melakukan kegiatan ekonomi.
2.
Sebagai penurunan biaya bunga APBN
3.
Sebagai sumber investasi swasta
4.
Sebagai pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal
5.
Berguna untuk menunjang pembangunan nasional yang dimiliki oleh suatu negara
Menurut aliran neoklasik, utang luar negeri merupakan suatu hal yang positif. Hal ini dikarenakan utang luar negeri dapat menambah cadangan devisa dan mengisi kekurangan modal pembangunan ekonomi suatu negara. Dampak positif ini akan diperoleh selama utang luar negeri dikelola dengan baik dan benar.Dengan modal yang cukup maka kita bisa mengejar (dalam batasan tertentu) ketinggalan-ketinggalan dari negara-negara maju, paling tidak dari segi materil yang pokok. Alat-alat teknologi kita bisa impor dengan demikian proyek pembangunan bisa berjalan (M. Suprihadi S. 1980 ; 30).
Setiap negara memiliki perencanaan pembangunan yang berbeda-beda, tetapi memiliki kapasitas fiskal yang terbatas. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah memiliki apa yang dikenal sebagai government spending. Jika selisih pengeluaran pemerintah dengan tingkat penerimaan pajak bernilai defisit, maka alternatifnya adalah dengan memanfaatkan pendanaan yang berasal dari luar negeri.