BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts

Menulis Kok Repot?

Menulis Kok Repot
Menulis Kok Repot (dok. Pribadi)

Pradirwan - Banyak orang yang berkeinginan bisa menulis. Namun, hanya sedikit yang mau mencoba memulai. Terlalu banyak pertanyaan dan keraguan, apakah tulisannya akan diterima pembaca atau tidak. Akhirnya, niat untuk menulis itu hanya menjadi impian yang tak pernah menjadi kenyataan.

Mau menulis saja kok repotnya na'udzubillah. Menulis ya menulis saja. Tidak perlu banyak teori dan pertimbangan. Langsung saja ketikkan setiap huruf menjadi kata, rangkai kata menjadi kalimat, dan seterusnya hingga menjadi satu tulisan yang utuh. Tidak perlu memikirkan benar atau salah, sesuai kaidah atau belum, apalagi memikirkan kesempurnaan tulisan kita. Biarkan ia mengalir apa adanya dengan berbagai kekurangan yang ada. 

Apa sih yang membuat kita 'terpenjara' menuangkan isi pikiran kita lewat tulisan? Apa karena sulit menemukan ide tulisan? Atau karena bingung mau mulai menulis dari mana dulu? 

Baca juga: Sejatinya, Setiap Orang adalah Humas

Menulis itu tak jauh berbeda dengan berbicara. Yang membedakan hanya medianya. Jika berbicara menggunakan mulut, maka menulis menggunakan tangan kita. Esensinya sama, mengeluarkan apa yang ada di kepala. Jika orang lain bisa membuat tulisan yang bagus, maka kita pun pasti bisa. 

Salah satu masalah klasik yang ditemui dalam menulis adalah keberanian untuk memulai. Oleh karena itu, langkah pertama dalam belajar menulis ya mulai menulis. Percuma banyak membaca atau belajar teori menulis, tapi tidak pernah memulai menulis. Menulis itu bukan bakat, tetapi keterampilan. Ibarat belajar menyetir mobil, tidak pernah praktik ya tidak akan bisa. Ala bisa karena biasa. 

Baca juga: Menulis, Mengingat, Melupakan

Menulis adalah berkomunikasi. Semua berawal dari pesan apa yang ingin kita sampaikan kepada pembaca. Pastikan kita mempunyai pesan yang baik dan bermanfaat untuk pembaca. Jadi, kalau ada sesuatu yang bermanfaat, itu bisa menjadi ide dalam tulisan kita. 

Yuk, mulai menulis. (*)


Bandung, 02 Januari 2020
Pradirwan

*ditulis untuk tantangan 30 Hari Bercerita tahun 2020


Sejatinya, Setiap Orang adalah Humas

Dirjen Pajak Suryo Utomo
Dirjen Pajak Suryo Utomo (dok. Pradirwan, 15/11/2022)

"Your brand is what other people say about you where you're not in the room." (Jeff Bezos, Amazon)


Pradirwan - Bicara brand adalah membicarakan apa yang orang katakan tentang kita ketika kita tak bersama mereka.

Disadari atau tidak, semua orang punya personal branding masing-masing. Bukankah orang lain pasti pada suatu saat akan membicarakan kita? Hal ini seperti sudah menjadi tradisi yang lumrah dilakukan. Orang akan membicarakan apapun tentang kita. Entah itu hal positif ataupun negatif.

Dalam konteks profesional, memiliki personal branding menjadi penting untuk menciptakan kesadaran, membangun kepercayaan, menciptakan reputasi, dan memengaruhi persepsi dari orang-orang yang relevan.

Jika dikaitkan dengan komunikasi di dunia kerja, setiap orang bisa menjadi representasi tempatnya bekerja. Oleh karena itu muncullah anggapan bahwa setiap pegawai menjadi humas di mana ia bekerja.

Anggapan ini sudah pernah dipraktikkan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) 1 pada 2019 lalu.*

Mengelola kegiatan kehumasan di 16 cabang perusahaan yang tersebar di empat propinsi tidaklah mudah bagi tim humas Pelindo. Mereka membuat sebuah terobosan dengan menempatkan agen humas di setiap kantor cabang.

Meski terhalang jarak, kendali koordinasi kehumasan bisa diatasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Kanal media sosial pun dipilih untuk menyebarkan informasi.

Mereka membentuk Pelindo 1 Digital Force, sebuah program yang dibentuk untuk mendukung pergerakan kegiatan kehumasan perusahaan di media sosial. Sekaligus guna memperkuat digital presence perusahaan.

Gerakan di media sosial ini diarahkan bagi karyawan Pelindo 1 berusia milenial dan melek digital. Tujuannya untuk meyakinkan semua karyawan jika perusahaan butuh mereka terlibat dalam pengembangan perusahaan.

Aspek personalisasi lalu menjadi kekuatan program kehumasan internal Pelindo 1 ini. Kisah tentang keseharian karyawan, suka duka bekerja, serta perkembangan bisnis perusahaan di masing-masing daerah, menjadi konten menarik dari karyawan yang perlu dibagikan melalui media sosial. Untuk menambah antusiasme karyawan, berbagai kegiatan menarik terus diinisiasi. Antara lain lomba vlog dan 30 Days Challenge.

Kegiatan 30 Days Challenge adalah tantangan bagi karyawan Pelindo I untuk bercerita tentang apapun terkait pekerjaannya selama 30 hari berturut-turut dengan cara dan sudut pandang masing-masing. Cerita dan dokumentasi ini kemudian diunggah di media sosial dengan hashtag spesifik yang mudah dilacak.

Program ini bahkan membawa Pelindo 1 meraih penghargaan Program Digital PR terbaik dalam ajang PR INDONESIA Awards (PRIA) 2019 yang digelar di Bandung. Aktivasi lain berupa ruang #Pelindo1bercerita yang menjadi salah satu trending hashtag andalan.

Strategi komunikasi berbasis digital yang dijalankan Pelindo 1 ini bertujuan untuk menyebarkan informasi dan mengubah persepsi tentang Pelindo 1 di masyarakat.

Walaupun para karyawan perusahaan bukan buzzer atau selebgram, tapi tentu saja dengan aktivitas digital yang memuat konten fun dan bermanfaat ini, kabar baik tentang Pelindo 1 setidaknya bisa sampai ke keluarga dan lingkungan terdekat tiap-tiap karyawan. Belakangan, saya baru mengetahui bahwa hal itu disebut program Employee Advocacy.

Langkah yang dipilih Pelindo ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 2016. Strategi DJP kala itu dengan membuat akun unit vertikal dan adanya Taxmin (administratur medsos) di setiap unit DJP.

Untuk meningkatkan kompetensi, para Taxmin diberikan lokakarya kehumasan. Ajang berjuluk "Kumpul Taxmin" pun digelar rutin setiap tahun, baik daring maupun luring.

DJP pun menggelar lokakarya kepenulisan, desain grafis, dan videografi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas konten yang dipublikasikan di berbagai kanal.

Acara Kumpul Taxmin dan Employee Advocacy 2022 

Upaya institusi pengumpul pendapatan terbesar APBN dalam menyebarluaskan informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pajak tak berhenti sampai di Taxmin dan kontributor konten. DJP membutuhkan peran pegawainya untuk berkontribusi memviralkan konten-konten itu. Ajang "Kumpul Taxmin dan Employee Advocacy 2022" pun digelar P2humas DJP di Jakarta pada Selasa, 15 November 2022.

Tujuannya jelas, agar kebijakan pajak dan APBN kita dikenal secara luas di seluruh Indonesia. Jika itu terjadi, saya meyakini cita-cita pajak kuat Indonesia maju akan segera terwujud. Bukankah "pajak adalah ongkos peradaban?"**


Bandung, 17 November 2022
Pradirwan

Referensi:
*Setiap Orang Adalah Humas. Humas Indonesia.
**kutipan Oliver Wendell Holmes. DDTC

Herry Prapto, Penyuluh yang Mencatat Sejarah dalam Tulisan dan Foto

Majalah Kahiji edisi 14/2022 menampilkan profil berjudul Herry Prapto, Penyuluh yang Mencatat Sejarah dalam Tulisan dan Foto.

Pradirwan - Menulis dan fotografi itu sejatinya adalah mendokumentasikan sejarah. Hal tersebut bukan isapan jempol semata. Kita tidak bisa menafikan bahwa sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia dapat kita ketahui seperti sekarang ini berasal dari tulisan yang ada di prasasti dan lainnya.

Kita pun teringat di abad ke-20. Adalah buku harian Zlata Filipovic yang bercerita tentang jeritan seorang anak Bosnia. Ia berada di tengah Perang Saudara yang berkecamuk kala itu di Sarajevo, Bosnia. Buku itu berhasil menggerakkan warga dunia untuk membuka mata tentang keadaan sesungguhnya di sana. Pada akhirnya, hal itu berhasil membantu keluarga Zlata keluar dari negara yang terletak di semenanjung Balkan itu.

Di Indonesia, kita pun tentu tahu buku “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran”. Sebuah buku yang menjadi salah satu motor penggerak emansipasi wanita di Indonesia. Buku itu berisi surat-surat dan tulisan yang dikirimkan oleh R.A Kartini kepada teman-temannya di Eropa.

Begitu pun di bidang fotografi. Banyak sekali foto yang berhasil mendokumentasikan sejarah. Salah satunya foto pidato Bung Tomo yang berhasil membakar semangat perjuangan hingga dapat mengusir pasukan Inggris dan NICA Belanda.

Contoh lainnya adalah foto konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Indonesia yang kala itu baru berusia lima tahun sejak proklamasi kemerdekaannya, nyatanya berhasil menjadi tuan rumah bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk memperjuangkan kepentingan bersama, terutama kedaulatan negara-negara Asia Afrika dalam melawan imperialisme dan rasialisme.

Rangkaian dokumentasi yang kita himpun dalam bentuk tulisan kelak pastilah akan sangat berguna untuk kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan orang lain. Hal itulah yang diamini oleh Fungsional Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying Herry Prapto.

Awal Perjalanan Karir


Pria kelahiran 5 September 1983 ini menempuh sebagian besar pendidikannya di tempat kelahirannya Cirebon, Jawa Barat. Lalu melanjutkan kuliah di Program Diploma I STAN dan Strata 1 di Universitas Sangga Buana, Bandung. 

Ia mengawali karir di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Pelaksana di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Bandung Tiga, KP PBB/Pratama Ciamis, KPP Pratama Soreang, KPP Pratama Bandung Cibeunying, dan di Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat sebelum akhirnya resmi dilantik menjadi Fungsional Penyuluh Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying.

Pria yang kerap disapa Pradirwan ini pertama menulis di blog bernama “Catatan Ekstens”. Blog yang menyimpan catatan Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Bandung Cibeuying saat ia menjadi pelaksana di seksi KPP yang beralamat di jalan Purnawarman nomor 21 Bandung tersebut. Blog yang dibuat 2014 itu merupakan wadah yang menampung bahan edukasi sekaligus sarana untuk belajar pajak.

Herry mengungkapkan jika blog itu layaknya media online, maka muncullah kebutuhan agar blog tersebut terkenal. Hal tersebut tak ayal membuat Herry tertarik mempelajari cara menulis artikel dan fotografi di samping mempelajari aturan perpajakan.

Sejak 2015, Herry mendapatkan kesempatan yang diberikan oleh DJP untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) penyuluhan maupun lokakarya kepenulisan, fotografi, videografi, maupun kehumasan. Hal tersebut tentu tak disia-siakannya.

Pada tahun 2017, ia pun pindah tugas ke Kanwil DJP Jawa Barat di Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat atau yang kerap disebut seksi Keramas. Di seksi Keramas, Herry semakin mengasah minat dan bakatnya di bidang menulis dan fotografi. Hal ini karena pekerjaan sehari-harinya tak lepas dari menyiapkan bahan publikasi perpajakan seperti wawancara, membuat siaran pers, berita, artikel pajak, konten media sosial dan dokumentasi. Tak hanya itu, Herry pun belajar public speaking, menjalin kerja sama dengan pihak lain, menjaga hubungan dengan para pemangku kepentingan, dan mengakrabi media massa.

Hingga pada tahun 2020 ketika ada penawaran seleksi terbuka untuk menjadi penyuluh pajak, Herry yang dengan modal kemampuan serta kecakapannya mendaftarkan diri dan mengikuti setiap tahapan seleksi menjadi penyuluh pajak dalam kategori Voluntary. Akhirnya pada 6 April 2021 ia resmi dilantik menjadi Fungsional Penyuluh Pajak.

Hobi dan Pekerjaan


Memiliki hobi menulis dan fotografi baginya sangat bermanfaat dalam menjalankan pekerjaannya berkarir di DJP. Ia mengaku awalnya dia merupakan orang yang kurang percaya diri. Namun, dengan kebiasaan menulis dan fotografi “memaksanya” untuk berkomunikasi agar dapat menghasilkan karya terbaik. Hal itu pun menurutnya sangat mengasah kepribadian dan soft skill-nya.

Dengan dua hobi tersebut ia juga dapat mengenal banyak orang serta berkesempatan memotret dan mewawancarai orang-orang yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan akan bertemu langsung. Sampai tulisan ini dimuat, Herry cukup malang melintang di dunia penulisan di DJP. Ia pernah terlibat dalam penyusunan buku Reformasi adalah Keniscayaan, Perubahan adalah Kebutuhan: Cerita di Balik Reformasi Perpajakan dan buku Pedoman Standardisasi Konten Situs Web pajak.go.id

Ia pun menjadi kontributor sekaligus editor situs www.pajak.go.id, kontributor di Intax (majalah elektronik DJP) dan majalah Kanwil DJP Jawa Barat I, serta penulis artikel yang dimuat di media online dan cetak seperti di Ayo Bandung, Inilah Koran, Jabar Ekspres, dan Tribun Jabar. Berkat itu pula ia pernah menjadi pembicara di acara workshop kehumasan Kanwil DJP Jawa Barat II dan Kanwil DJP Jakarta Selatan I.

Karya Paling Berkesan


Ketika ditanya soal karya yang paling berkesan baginya, ia mengaku sangat sulit untuk menentukannya. Menurut Herry, setiap karya memiliki kisah dan kekhasannya masing-masing. Namun, jika telisik lebih jauh menurutnya tulisannya di buku “Cerita di Balik Reformasi Perpajakan” yang diluncurkan dengan bertepatan dengan Hari Pajak 2021 lalu menjadi salah satu yang berkesan baginya. Bagaimana tidak, tergabung di antara 18 penulis DJP untuk membuat buku, merupakan salah satu cita-cita yang telah ia idam-idamkan. Terlebih buku itu merupakan kisah nyata yang menceritakan sejarah reformasi perpajakan dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2020.

Herry menceritakan bahwa pembuatan buku itu merupakan yang terpanjang dan paling melelahkan sepanjang sejarah ia menulis karena dari pembekalan sampai jadi tulisan itu memakan waktu hingga 6 bulan. Ia pun berkesempatan mewawancara berbagai tokoh penting yang terlibat dalam reformasi perpajakan pada kurun waktu tersebut. Ada 47 narasumber yang telah ia dan tim penulis wawancarai, baik dari pihak internal maupun eksternal DJP.

Tepat di Hari Pajak yang ke-76, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo resmi meluncurkan buku berjudul Reformasi Adalah Keniscayaan, Perubahan Adalah Kebutuhan, Cerita di Balik Reformasi Perpajakan.

Penyanyi kondang Indonesia Andien yang saat peluncuruan buku itu menjadi moderator mengatakan, membaca buku itu seperti halnya membaca novel. Sedangkan menurut Jurnalis yang telah lama malang melintang di dunia jurnalistik Hermien Y Kleden mengatakan bahwa kekuatan buku itu pada kekayaan diksi yang benyawa dan kaya warna. Bahkan ia sangat terharu dan mengucapkan selamat karena tulisan buku ini menempatkan Bahasa Indonesia secara patut dan terhormat.

Sementara untuk foto, jepretan Herry saat vaksinasi Covid-19 berhasil masuk 5 foto yang dikomentari mantan Redaktur Foto Kompas Arbain Rambey dan Widyaiswara Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Gathot Subroto di Storypost Kemenkeu saat membahas foto jurnalistik.

Tokoh yang Menginspirasi


Herry mengaku sebenarnya ia membaca semua tulisan. Baginya semua tulisan memiliki kekhasannya. Menurut Herry, Asma Nadia dalam membuat deskripsi sangat mudah dipahami dan seolah nyata (meyakinkan). Sementara bagi Herry di tulisan Tere Liye, ia sering menemukan kutipan-kutipan yang menginspirasi dalam novelnya.

Kemudian Dahlan Iskan dan Gunawan Muhammad. Menurutnya, dua tokoh tersebut memiliki wawasan yang sangat luas dan pemilihan katanya sangat khas. Untuk jenis tulisan opini, Herry mengaku menyukai tulisan Chatib Basri karena menurutnya gaya tulisannya bercerita, berisi, namun tidak menggurui.

Komunitas yang Diikuti


Bencana ilmu adalah lupa, maka agar tidak tertimpa bencana itu dan supaya makin bisa mengepakkan sayapnya di bidang fotografi dan penulisan, Herry mengatakan wajib hukumnya mengikuti komunitas agar bisa saling silaturahmi, berbagi pikiran, dan belajar. Ia masuk komunitas penulis seperti Komunitas Sastra DJP/Kemenkeu, Kontributor Situs DJP, dan lain-lain. Untuk fotografi ia mengikuti DJP Own Fotobond (DOF).


Tips agar Suka Menulis


Ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu yang dibagikan. Oleh karena itu, Herry pun membagikan tips agar suka menulis, khususnya bagi Penyuluh Pajak.

Pertama, Herry mengatakan tulislah hal yang disukai dan dikuasai. Sebagai Penyuluh pasti banyak hal tentang pajak yang dikuasai. Mulailah menuliskan hal yang Anda sukai dan kuasai.


Kedua, menurutnya adalah ubah mindset jadi menulislah bagi orang lain. Herry menuturkan ia menyukai kutipan “Aku belajar dan membaca agar umur orang lain berguna bagiku, dan aku menulis agar orang lain mengambil manfaat atas umurku” dari Felix Siauw. Herry menuturkan ilmu yang
dibagikan melalui tulisan sebagai ladang sedekah kita untuk orang lain.


Ketiga, tulislah yang bermanfaat, lebih baik lagi jika bisa menginspirasi dan memberikan solusi pembaca. Menurutnya, tema tulisan yang informasinya dibutuhkan manusia sepanjang masa, cocok dengan kondisi pembaca, dan dianggap bermanfaat, itu paling banyak mendapat perhatian pembaca. Misalnya, tulisan tentang cara daftar NPWP secara elektronik atau e-reg, alasan-alasan kenapa permohonan NPWP online tidak disetujui, atau tata cara update e-faktur. Tulisan-tulisan yang menjawab pertanyaan wajib pajak biasanya banyak pembacanya. 

Ide tentang tulisan-tulisan itu menurut Herry bisa didapatkan dari konsultasi saat di helpdesk, atau saat menjawab chat melalui WA. "Jika jawaban kita memberikan solusi/pencerahan kepada wajib pajak, tulislah itu," ujarnya.

Keempat, temukan sudut pandang terbaik. Menurut Herry, ide atau topik tulisan bisa apa saja, tetapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Tulisan yang baik ketika penulisnya bisa menyajikan dengan sudut pandang yang berbeda, belum terpikirkan oleh pembaca, atau ada gagasan baru yang ia sampaikan.

Setelah itu, dipoin kelima Herry mengatakan menulislah setiap hari untuk meninggalkan jejak dan melatih diri. Semakin sering seseorang menulis, menurutnya, maka ide-ide di kepala semakin banyak, semakin liar, dan cepat dituangkan dalam kepala. Pun berlaku sebaliknya, semakin jarang menulis, otak akan semakin tumpul dan ide-ide semakin kering.

Menurutnya, menulis setiap hari berbeda dengan memposting setiap hari. Tulisan yang ditulis setiap hari tak melulu harus langsung diposting, bisa dicatat dulu dalam notebook untuk sewaktu-waktu diselesaikan kemudian baca ulang, edit, baru posting.

Perbanyak bacaan untuk menambah refensi merupakan poin keenam dalam tips menulis menurut Herry. Hal tersebut akan memengaruhi pola pikir, wawasan, sudut pandang, dan memperbanyak diksi serta kosakata. Selain itu, hasil membaca bisa kita tuangkan dengan gaya menulis sendiri. Bacaan akan memperkaya pengetahuan yang sangat berguna untuk pengembangan tulisan kita. Rohani kita pun mendapatkan hak untuk memperoleh makanan. Buya Hamka menyatakan, membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik.

Ketujuh, lakukan penyuntingan (editing) sebelum dikirim/posting. Menurut Herry, mintalah orang-orang terdekat untuk membaca tulisan yang Anda buat. Jika mereka paham dan mengerti apa pesan yang ingin Anda sampaikan dalam tulisan itu, silakan kirim. Namun, pastikan juga telah dilakukan editing sebelum tulisan Anda dikirim. Banyak salah ketik (misalnya) akan menyebabkan tulisan sulit ditayangkan (ditolak). 

Terakhir di poin kedelapan, menurut Herry, bagikan tulisan Anda. Tulisan kita pada akhirnya akan diterima oleh pembaca, asal dikomunikasikan. Kita tak akan pernah tahu, tulisan itu bisa berguna bagi orang lain atau tidak sampai dibagikan. Penyuluh bisa mengirimkan artikelnya ke pajak.go.id atau media lain.(*)

Penulis: Fanzi Siddiq Fathurrohman
Editor: Sintayawati Wisnigraha


Artikel ini ditayangkan di Majalah Kahiji Edisi 14/2022 (Majalah Kanwil DJP Jawa Barat I).
*Beberapa bagian artikel tersebut telah saya sunting ulang tanpa mengurangi makna. 

Cerita di Balik Penulisan Buku Reformasi Perpajakan

 

Buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan - Pradirwan
Buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan

Pradirwan
- Tergabung menjadi salah satu di antara 18 penulis buku reformasi perpajakan ini adalah pengalaman luar biasa. Banyak hal berharga yang aku terima. Berikut ini rangkuman ceritanya.

November 2020

Sebuah pesan masuk ke gawaiku. Pengirim pesan itu, Pak Riza Almanfaluthi, menawariku untuk menjadi salah satu penulis.


Daftar 18 penulis buku reformasi perpajakan
Daftar 18 penulis buku reformasi perpajakan

Aku memang mengakrabi dunia menulis ini beberapa tahun terakhir. Terlebih posisiku saat itu berada di bidang P2humas Kanwil DJP Jawa Barat I. Pesan-pesan Pak Riza maupun timnya memang sering aku terima untuk penugasan menulis tentang kehumasan, berkoordinasi, atau sekadar saling sapa untuk bersilaturahmi. Namun, tawarannya kali ini jauh lebih menantang.

Ia menanyakan kesediaanku menjadi salah satu penulis buku tentang perjalanan reformasi perpajakan. Ya, sebuah buku. Hal yang belum pernah sama sekali aku lakukan. Ia adalah cita-cita yang telah lama aku idamkan selama ini. Terlebih ini kisah nyata. Sejarah reformasi perpajakan dalam kurun waktu 2016 s.d. 2020.

Berkali-kali aku bersyukur mendapatkan tawaran itu. Mungkin inilah saat yang tepat menulis buku. Membuatnya sebagai penanda perjalanan menulisku.

Tak perlu menunggu lama, aku menyanggupi tawaran itu seraya meyakinkan diri untuk bisa menyelesaikan tugas berat ini. Lantas sebuah pertanyaan besar muncul. Apakah aku sanggup?

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku masuk sebuah grup WA. Di dalamnya ada nama-nama anggota grup yang sudah familiar bagiku. Aku sering membaca tulisan-tulisannya di berbagai media. Beberapa di antaranya pernah bertemu langsung dalam lokakarya yang digelar Direktorat P2humas atau sekadar satu grup di forum lainnya.

DJP memang banyak memiliki pegawai multitalenta. Kawan-kawan penulis itu contohnya.

Pengalaman Pak Riza membuat tiga buku menjadi poin tersendiri. Artikel-artikel feature-nya sedikit banyak mempengaruhi gaya menulisku. Aku bahkan sering meminta pendapatnya atas artikel yang aku tulis. Saran dan kritiknya tak jarang membuatku semakin bersemangat membuat tulisan yang lebih baik lagi.

Desember 2020

Awal Desember 2020, 18 penulis DJP dari seluruh Indonesia mendapat pembekalan pada sebuah lokakarya daring. Kak Ani Natalia dalam sambutannya menjelaskan alasan kami dikumpulkan dalam lokakarya ini. 

Ia mengatakan, perubahan terus terjadi sehingga DJP harus dapat beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Namun sayangnya tak banyak literasi yang meng-capture perjalanan reformasi pajak di masa lalu. Oleh karena itu, kami (tim penulis) diminta membuat buku yang menceritakan perjalanan reformasi perpajakan tersebut.

Tantangannya adalah buku ini harus ‘bercerita’. Meminjam kalimat Pak Riza, “tak seperti buku laporan tahunan yang berformat begitu-begitu saja”. Buku ini harus dapat menjelaskan reformasi pajak dengan bahasa yang mudah dimengerti semua pihak. Itulah mengapa gaya penulisan feature dipilih dalam penulisan buku yang terbagi menjadi 9 Bab ini (setelah dilakukan penyuntingan, menjadi 10 Bab). 2 orang penulis masing-masing mengampu 1 Bab.  

Untuk mengakomodasi tujuan itu, DJP menghadirkan dua narasumber dari kalangan jurnalis. Teknik penulisan feature oleh Mas Gadi Kurniawan Makitan (Kumparan) dan teknik wawancara oleh Kak Hermien Y. Kleden (Tempo).

Kami mendapat gambaran bagaimana membuat cerita yang menarik dalam bentuk tulisan. Mas Gadi memotivasi kami untuk memiliki mentalitas bahwa cerita di balik reformasi perpajakan ini penting untuk diketahui masyarakat luas. Sementara Kak Hermien menjelaskan cara menggali informasi dari narasumber melalui teknik wawancara.

Berbekal ilmu dari mereka inilah kami mulai bekerja. Mengumpulkan semua data dan informasi yang dibutuhkan. Termasuk mencari narasumber, pelaku sejarah, dan orang-orang yang mengetahui perjalanan reformasi perpajakan jilid III itu. Saat dibuat daftarnya, ada 47 narasumber yang telah kami wawancara, baik dari pihak internal maupun eksternal DJP.

Januari 2021

Kami mulai mewawancara narasumber. Pak Riza dan tim P2humas mendukung kami dengan memberikan bahan dan sarana yang kami butuhkan. Proses wawancara sendiri lebih banyak dilakukan melalui Zoom ketimbang bertemu langsung. Beberapa kali jadwal wawancara berubah menjadi hal biasa. Kami menyesuaikan dengan jadwal narasumber. Kadang siang, kadang malam. Kadang pula hari libur.


Foto bersama usai mewawancara Dirjen Pajak
Tim Penulis berfoto bersama usai mewawancara Dirjen Pajak


Hasil wawancara itu kami cross check dengan data-data lain yang kami punya. Lalu kami tulis menjadi sebuah cerita. Di sela-sela kesibukan kami masing-masing, satu per satu tulisan yang sudah jadi dikirim ke Pak Riza.


Pak Riza memberi arahan
Pak Riza memberi arahan


Dalam proses penulisan ini, beberapa kali aku menemui kebuntuan. Aku masih belum mendapatkan ‘rasa’ menulis feature yang aku inginkan. Bahan-bahan yang aku butuhkan masih banyak yang belum lengkap. Ditambah kesibukanku di bidang P2humas yang semakin meningkat menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan dan diklat yang harus aku ikuti.

April 2021

Sehari sebelum berangkat menuju lokakarya di Bogor, aku menerima SK pengangkatan menjadi Penyuluh sekaligus SK mutasi. Tak ayal, ini menjadi tantangan lain yang harus aku selesaikan.


Direktur P2Humas, Pak Neilmaldrin Noor saat membuka acara lokakarya
Direktur P2Humas, Pak Neilmaldrin Noor saat membuka acara lokakarya

Dalam lokakarya ini, Pak Neilmaldrin Noor dan Kak Ani Natalia datang menyemangati kami. "Ini akan menjadi suatu karya yang nantinya menjadi legacy bagi generasi selanjutnya. Sehingga mereka akan mengetahui bahwa di DJP ada proses reformasi perpajakan," kata Pak Neil membuka acara.

Anggap saja lokakarya ini adalah dead line kami menulis. Dalam dua hari, konsep seluruh tulisan dalam Bab VIII yang aku dan mbak Ratih (Dwi Ratih Mutiarasari) ampu harus selesai. Padahal, dalam outline kami masih tersisa beberapa poin pembahasan yang belum rampung.

“Aku butuh deskripsi suasana, tak sekadar cerita normatif,” keluhku kepada Pak Riza dan Mas Rozak. Aku lalu sharing dengan Mas Rozak tentang suasana Kantor Pusat DJP saat pertama pandemi Covid-19 melanda. Darinya aku mendapat gambaran untuk menyelesaikan naskah yang sedang aku tulis.

Hingga pukul 2 dini hari, naskahku akhirnya selesai. Tinggal penyelarasan akhir dengan tulisan Mbak Ratih sehingga menjadi satu Bab yang utuh.


foto bersama tim penulis buku reformasi perpajakan
Foto bersama tim penulis


Keesokan harinya, penyelarasan akhir ini ternyata tak mudah. Beberapa bagian tulisan kami saling bersinggungan. Akhirnya kami bersepakat membuang atau menggabungkan beberapa poin yang sama, lalu menyuntingnya kembali. Hingga batas waktu yang ditentukan, draft final Bab VII pun selesai dan kami serahkan ke pak Riza dan tim editor.

“Dengan lokakarya ini para penulis jadi lebih fokus untuk menyelesaikan tulisan yang tersisa,” kata Mbak Ratih mengomentari penyelenggaraan acara ini.

Juli 2021

Tepat di Hari Pajak 14 Juli 2021, buku berjudul “Reformasi Adalah Keniscayaan, Perubahan Adalah Kebutuhan, Cerita di Balik Reformasi Perpajakan” ini resmi diluncurkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pak Suryo Utomo.


Peluncuran buku "Cerita di Balik Reformasi Perpajakan"
Peluncuran buku "Cerita di Balik Reformasi Perpajakan" 


Peluncuran buku ini menghadirkan penyanyi jazz, mbak Andien sebagai moderator dan Kak Hermien. Mbak Andien memberikan testimoni bahwa membaca buku itu, ia seperti membaca novel. Sedangkan menurut Kak Hermien, kekuatan buku ini pada kekayaan diksi yang bernyawa dan kaya warna. “Saya terharu dan mengucapkan selamat karena tulisan di buku ini menempatkan bahasa Indonesia secara terhormat dan patut,” kata Kak Hermien.

Agustus 2021

Kiriman buku ini telah aku terima. Mengutip tulisan Mas Dhimas Wisnu Mahendra, “Tiada lebih layak terucap selain puji syukur tulus dari kami. Tuhan Maha Baik telah memberi begitu banyak kebaikan serta kesempatan yang berharga.”


Foto bersama Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying Rustana Muhamad Mulud Asroem
Foto bersama Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying Rustana Muhamad Mulud Asroem

Sebagai manusia biasa, kami meyakini buku ini tak akan luput dari kekurangan. Untuk itu kami memohon maaf dan mengharap maklum. Semoga akan banyak manfaat yang diperoleh dengan hadirnya buku ini. Terima kasih. (HP)

***

Infografis peluncuran buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan


Judul Buku:
Reformasi adalah Keniscayaan, Perubahan adalah Kebutuhan: Cerita di Balik Reformasi Perpajakan

Penanggung Jawab:
Suryo Utomo

Pengarah:
Neilmaldrin Noor

Ketua Tim Penyusun Buku:
Ani Natalia

Sekretariat:
Riza Almanfaluthi, Agung Utomo, Arif Miftahur Rozaq, Bagas Satria Pamungkas, Farchan Noor Rachman, Nanang Priyadi, Rindawan Eko Prastyanto, Wiyoso Hadi

Penulis:
Abdul Hofir, Dhimas Wisnu Mahendra, Dwi Ratih Mutiarasari, Edmalia Rohmani, Endang Unandar, Fri Okta Fenni, Gitarani Prastuti, Herry Prapto, I Gusti Agung Yuliari, Indah Fitriana Astuti, Meirna Dianingtyas, Moh Makhfal Nasirudin, Netadea Aprina, Riza Almanfaluthi, Shinta Amalia, Sri Lestari Pujiastuti, Suyani, Tedy Iswahyudi

Penyunting:
Riza Almanfaluthi, Arif Miftahur Rozaq

Penguji-baca Halaman:
Hotma Uli Naibaho, Tri Juniati Andayani, Zeanette Ariestika Nursiwi

Fotografi:
Slamet Rianto, Arief Kuswanadji, Paruhum Aurora Sotarduga Hutauruk, Erwan Muslim Yusuf Raja, Aji Kusumo Ardi, Zuhal Tafta Ichtiari, Gabriela Diandra Larasati, Muhammad Ainul Yaqin

Desain dan Tata Letak:
Muchamad Multhazam, Arif Nur Rokhman, Ilham Fauzi, Putri Indra Permatahati, Muhammad Fadli, Afrizal Ghifari Akbar, Mukhamad Wisnu Nagoro, Reggy Novri Purwandhy, Alif Indra Ramadhan, Jundi Muhammad Himmatul Fuad, Adzhana Ahnaf Pratama, Muhammad Elang S., Achmad Khani Raikhan

Cetakan pertama, Juni 2021

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp (+62) 21-525-0208
ISBN 978-623-97203-1-5

Tentang Busur dan Panah Jakarta Khusus

Buku Busur dan Panah (sumber: FB Dewi Damayanti)

"Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri." (JK Rowling)

Pradirwan - Barangkali tak ada yang lebih membanggakan bagi seorang penulis selain karyanya dibukukan. Salah satunya adalah karya rekan-rekan di Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Beberapa waktu lalu, mereka meluncurkan buku “Busur: Meramu untuk Maju”dan “Panah: Cerita untuk Kita” secara daring di Jakarta, Selasa (27/7/2021).

Buku Busur dan Panah merupakan kumpulan buah pikiran pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus berupa opini dan feature. Para pegawai ini memiliki talenta dan minat dalam menulis yang bergabung dalam kegiatan Jakarta Khusus Menulis.

Salah seorang penulisnya Dewi Damayanti menuturkan, Busur tanpa Panah takkan berarti apa-apa. Sebaliknya Panah tanpa Busur, takkan sampai ke mana-mana.

Buku Busur adalah kumpulan opini. Ini terinspirasi dari fungsi busur itu sendiri yang digunakan sebagai alat untuk melesatkan anak panah. 

"Di tangan atlet yang baik, akan mengarahkan anak panah menuju sasaran yang ditetapkan. Busurlah yang akan memberikan dorongan yang kuat dan tepat, agar panah melesat sampai ke tujuan," ungkap Dewi yang juga menjadi tim penyunting buku ini.

Karakteristik tugas pokok dan fungsi Kanwil DJP Jakarta Khusus memang memiliki kekhasannya sendiri. Ada regulasi-regulasi khusus yang memang tidak ditemukan di Kanwil DJP lainnya. Karakter khusus inilah yang menjadi daya tarik buku ini. "Buku ini akan membuka cakrawala bagi pembacanya," ujar Dewi.

Sedang Panah adalah tulisan feature, tulisan ringan berisi kisah keseharian para penulisnya terkait situasi yang mereka hadapi. Pandemi telah mengubah pola kerja, interaksi, dan strategi. Kesedihan, keprihatinan, dan upaya untuk menyeimbangkan diri terjalin dan menghasilkan tekad serta semangat baru.

Dewi meyakini, ketika menelusuri satu demi satu kisah dalam Panah ini, banyak hikmah yang bisa dipetik pembaca. Buku setebal 164 halaman ini diharapkan akan menjadi cermin yang merefleksikan kisah penulis dengan pembacanya.

Ibarat Panah, ia akan terbang cepat mengenai sasaran setelah melekat pada Busur. Untuk mencapai sasaran itu, Panah akan ditarik mundur, kemudian diarahkan ke sasaran, sebelum akhirnya dilepaskan. Demikian pula kita dalam menghadapi pandemi. "Kita pun harus berusaha tenang dan mundur sejenak sebelum berlari cepat dalam menyesuaikan diri di masa pandemi ini," jelas Dewi.

Sementara itu tim penyunting buku tersebut, Johana L. Wibowo menuturkan, jika dihitung ke belakang, pembuatan kedua buku ini memakan waktu kurang lebih sembilan bulan. Prosesnya dimulai dari rapat perencanaan, lokakarya/pelatihan menulis, pengumpulaan karya, hingga penyuntingan.

Menurutnya, rangkaian proses tersebut membutuhkan upaya luar biasa. "Tidak gampang, 'memaksa' rekan-rekan menggoreskan ide, gagasan, dan ceritanya ke dalam sebuah tulisan. Apalagi, di tengah kesibukan mengejar realisasi penerimaan pajak, rekan-rekan menyisihkan sedikit waktunya merajut benang-benang ide, menyimpul potongan-potongan hikmah cerita," ungkapnya.

"Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Barangkali ungkapan itu yang pantas untuk mengapresiasi seluruhnya, tim penyusun, tidak terkecuali." pungkasnya.

Peluncuran dan Bedah Buku Busur dan Panah

"Verba volant scripta manent, apa yang terucap akan hilang, apa yang tertulis akan abadi," ungkap Fungsional Ahli Madya, Dendi Amrin saat membuka diskusi dalam bedah buku Busur dan Panah secara virtual, Selasa (27/07/2021).

Dalam acara tersebut, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Budi Susanto menaruh harapan dengan hadirnya kedua buku ini. “Mudah-mudahan penerimaan tercapai dan itu didukung para penulis muda kita yang memberikan warna dalam menjalankan pencapaian penerimaan,” ungkap Budi ketika ditanya apa latar belakang penerbitan buku itu.

Pada kesempatan itu, Budi menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tim penulis dan tim penyusun, yang di luar kerjaannya masih mampu memberikan semangat pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus dalam pencapaian penerimaan.

Kasubdit Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Sanityas Jukti Prawatyani menceritakan ihwal pembuatan kedua buku itu. Tyas yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang P2humas Kanwil DJP Jakarta Khusus itu memimpin proyek penyusunan buku tersebut. "Setiap menjabat di DJP, saya berusaha untuk meninggalkan jejak," ungkap Tyas, dikutip dari kontributor dan penyunting buku tersebut, Ahmad Dahlan.

Baca juga: Membedah Buku Mazda

"Buku Berkah 1 (yang bercerita tentang modernisasi di DJP), Buku Berkah 2 (bercerita ihwal badai kasus Gayus), Buku Jejak Pajak, dan Buku Jejak Amnesti, adalah jejak-jejak yang telah ditinggalkan Bu Tyas beberapa tempo silam. Dan kini, beliau telah meninggalkan jejaknya di Kanwil Jaksus berupa buku Busur dan Panah itu," tuturnya di beranda Facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan pentingnya menulis. Pria yang akrab disapa Frans itu mencontohkan dua orang yang berkat tulisannya mereka menjadi "seseorang".

Pertama adalah Budiono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014 dan Menteri Keuangan di Kabinet Persatuan 2001-2004. Kala itu satu artikelnya di harian nasional Kompas dibaca Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, JB. Sumarlin. Sejak saat itu, Boediono mulai mengawali kariernya di pemerintahan dengan bergabung di Bappenas.

Kedua yaitu Yustinus Prastowo. Sebelum terkenal, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan itu pun pada awalnya menulis opini di Kompas.

"Makanya saya selalu meng-encourage teman-teman untuk senantiasa menulis tentang apa saja. Karena setiap orang itu unik. Punya pemikirannya masing-masing. Dan kalau dituangkan ke dalam tulisan, dari seratus persen pembaca pasti 5 sampai 20 persennya akan merasa itu sesuatu yang luar biasa. Dan bisa menjadi teladan atau inspirasi bagi yang membacanya," pesan Frans.

Menurut Frans, kedua buku tersebut (Busur dan Panah) mampu membingkai satu waktu: pandemi Covid-19. Ia menilai para penulis berhasil memotret kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah maupun kejadian-kejadian di tengah pandemi Covid-19.

Frans menambahkan, tulisan, apalagi dalam bentuk buku, merupakan catatan sejarah yang bisa menjadi sesuatu yang dibaca oleh generasi penerus. Kalau tidak dituliskan, akan hilang begitu saja. Begitu ditulis, dia akan menjadi sejarah, bahan bacaan, dan bahkan referensi jika pandemi terjadi lagi.

"Mari kita tinggalkan jejak-jejak dalam bentuk tulisan. Kita akan menikmati hasilnya beberapa tahun yang akan datang," lanjut pejabat yang sudah menerbitkan banyak buku itu.

Baca juga: Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Hal senada diungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2humas) DJP Neilmaldrin Noor. Neil yang juga hadir dalam peluncuran buku tersebut mengatakan, buku itu merupakan hasil diskursus berbagai pihak terhadap situasi pandemi Covid-19. “Tentunya memicu pemerintah untuk menyusun berbagai kebijakan fiskal,” ujarnya.

Neil menambahkan, lewat buku para penulis telah membuktikan kepeduliannya untuk berperan dalam situasi yang memprihatinkan ini. “Para pegawai di lingkungan (Kanwil DJP) Jakarta Khusus masih mampu berpikir kritis dan menuangkan ide-ide berliannya ke dalam sebuah buku, di tengah-tengah kesibukannya menghimpun penerimaan negara,” ucap Neil.

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyambut bangga. Menurut Yustinus, peluncuran kedua buku itu sebagai bentuk komunikasi kepada masyarakat.

Ia menilai, para penulis internal DJP itu berhasil mengangkat problem perpajakan -- yang mestinya sangat teknis dan tidak semua orang mengerti-- kemudian diabstraksi menjadi suatu cerita yang universal atau general. “Cara fiskus mengenali masalah, lalu memproblematisasi, menyodorkan alternatif solusi, ini yang menurut saya menarik,” lanjutnya.

Menurutnya, kedua buku ini mengubah persepsi publik yang mengatakan pajak itu ilmu kering atau tidak menarik. “Belum lagi terkait masih adanya citra negatif pada fiskus yang dianggap seperi robot, tidak punya hati atau perasaan, itu terkikis dari narasi-narasi dalam kedua buku ini,” imbuhnya.

“Tulisan itu adalah embodiment (perwujudan) apa yang ada di pikiran kita dan merupakan penumbuhan suatu gagasan. Kalau cara kita bicara ke publik seperti ini, apa yang ditulis, kalau dipraktikkan dalam ucapan keseharian, dengan wajib pajak, dengan masyarakat, akan lebih dahsyat. Ini pencapaian yang sangat luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus,” paparnya.

Di samping itu, ada beberapa masukan yang disampaikan Yustinus. "Kalau pun saya harus memberi masukan, itu karena saya lebih dulu telah menulis di media," ungkapnya.

Menurutnya, masukan yang pertama adalah gaya penulisan. "Ada satu dua tulisan yang perlu kita improve lagi supaya kita selaraskan dengan kebutuhan. Karena gaya akan menentukan cita rasa pembacanya," kata Yustinus.

Selain itu tentang diksi (pemilihan kata). Yustinus menyarankan agar tim penyusun buku mengelaborasi diksi dan perbendaharaan kosakata agar tulisan tidak monoton. "Maka rajinlah membuka KBBI dan Tesaurus Bahasa Indonesia," pungkasnya. (HP)


Referensi:

Beranda FB Dewi DamayantiAhmad Dahlan Jadi Dua, dan Johana 'Kakjo' L. WibowoAyoBandung.comMerdeka.com


Kedua buku ini, "Busur: Meramu untuk Maju"dan "Panah: Cerita untuk Kita" dapat diunduh di laman https://tinyurl.com/bukubusurpanah

***

BUSUR: MERAMU UNTUK MAJU

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Gita Danet Siburian, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah,
Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-623-97203-0-8

Cetakan pertama, Juni 2021

***

PANAH: CERITA UNTUK KITA

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Rinaka Ikaprita Kurniaratih, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah, Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-979-98041-9-8

Cetakan pertama, Juni 2021

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Cara Menulis Berita


Pradirwan - Pada umumnya orang menyukai cerita. Melalui cerita, informasi maupun pesan yang terkandung dalam cerita tersebut dapat disampaikan kepada orang lain. Ada cerita yang berdasarkan kejadian nyata (fakta), ada pula yang rekaan (fiksi). Cara bercerita pun beragam. Bercerita dapat secara lisan, menggunakan gambar, ataupun tulisan.

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai
Tangkapan Layar Webinar "Lima Kunci Liputan" yang diselenggarakan KPPBC Bengkulu, Rabu (3/2).

Pradirwan - Ada yang menarik dalam "Online Class: Photography Series #1" yang digelar Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bengkulu pada Rabu pagi (3/2/2021).

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti membuka kelas daring itu dengan mengutip pernyataan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi. "Humas itu menjadi salah satu ujung tombak yang krusial juga," ujarnya dihadapan sekitar 90-an peserta.

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti


Terlebih di saat pandemi, orang-orang tidak banyak yang bisa menghadiri sebuah kegiatan. Mereka sangat bergantung kepada kemampuan Humas dalam meng-capture dengan benar sebuah peristiwa, mengolah informasi yang diperoleh, dan menuliskannya menjadi sebuah sumber informasi (berupa foto dan tulisan) dari organisasi yang relevan untuk semua stakeholder.
 
Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani.

Untuk itu, pihaknya mengundang Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani. Pemilik akun instagram @masardani itu ia nilai merupakan sosok yang tepat untuk membagikan pengalamannya tentang kehumasan. 

Baca juga: Jurnalis itu Sejarawan

Sebagaimana diketahui, Humas sangat erat berkaitan dengan komunikasi. Pada era komunikasi 4.0, cara masyarakat dalam memperoleh informasi pun bertransformasi. Terdapat pergeseran sumber informasi (mediamorfosis) dari media mainstream ke media sosial. Melalui perkembangan TIK, masyarakat bebas beropini, menilai, dan memilih.

Fotografer senior Bea Cukai itu pun menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki seorang Humas. Menurutnya, Humas saat pandemi ini akan berbeda dengan sebelum pandemi. Karena saat ini tatap muka secara langsung telah dibatasi, berganti menjadi online. Meski begitu, Humas tetap harus memiliki data yang akurat, karena informasi yang keluar itu merupakan informasi resmi dari pemerintah.

Selain itu, Humas harus memiliki kemampuan mengatur waktu dan cara berkomunikasi yang tepat di tengah tren yang tak menentu dan serba cepat ini. 

Baca juga: Ketika Ridwan Kamil Bicara Fotografi

Humas pun harus dapat memilih dan memaksimalkan platform media yang sesuai dengan audience. "Penting juga untuk selalu meningkatkan keterampilan dan menguasai media sosial," ungkapnya.

Tantangan Humas saat ini adalah dapat menjaga reputasi dan membangun citra positif organisasi melalui pengelolaan dan pemantauan informasi serta komunikasi yang terstruktur. 

Baca juga: Pentingnya Peran Humas dalam Perusahaan

Itulah sebabnya, Humas penting diajak untuk ikut di setiap layer penentuan kebijakan. Mulai pembahasan sampai kebijakan itu disahkan. Bahkan setelah kebijakan itu disahkan. Humas harus mengawal isu yang berkembang di publik agar sesuai dengan maksud dibuatnya kebijakan. "Jangan sampai Humas berlaku seperti pemadam kebakaran," ujarnya.

Dalam acara bertema "Foto Liputan dan Menulis Narasi" itu, lelaki yang akrab disapa Pak Dhe Jidan ini memaparkan "Lima Kunci Liputan". Berikut catatan yang berhasil saya rangkum sesuai pemahaman saya pribadi. 

Pertama, Pahami Konten Acara


Humas yang baik tak akan pernah datang dengan "tangan kosong". Mengapa? Sebab ketika kita ditugaskan untuk meliput namun sama sekali tidak memahami konteks peristiwa/hal yang akan kita liput, maka biasanya hasil liputan kita tidak akan optimal.

Proses ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari berbagai sumber awal, seperti membaca berita seputar topik liputan, susunan acara, surat undangan, buku, atau dokumen lainnya yang menunjang suatu peristiwa yang akan kita liput.

Misalnya kita diminta melakukan peliputan acara penandatanganan kerjasama dengan Gubernur. Maka kita harus sudah tahu kerja sama ini tentang apa, kapan acara ini dilakukan, di mana acaranya digelar, dan sebagainya.

Persiapkan juga kamera yang akan kita gunakan. Pastikan body kamera dan lensanya berfungsi dengan baik, memory card telah kosong dan baterai terisi penuh.

Di Bea Cukai, pegawai Humas menggunakan baju khusus (bertuliskan Humas Bea Cukai). Tujuannya supaya pegawai tersebut mempunyai rasa percaya diri. Selain itu, ia akan memiliki fasilitas yang tidak dimiliki orang lain, misalnya mendekati narasumber untuk memotret.

Kedua, Kuasai Lokasi Acara


Sebagai Humas yang ditugaskan untuk meliput acara, observasi lapangan sebelum memulai liputan penting dilakukan. Tujuannya agar kita dapat mengamati secara langsung keadaan di sekitar lokasi kegiatan.

Kita akan lebih siap memotret dengan moment terbaik karena kita sudah tahu dari mana sang narasumber akan masuk, arah cahaya berasal, sampai hal kecil seperti colokan listrik untuk mengecas baterai.

Adakalanya kita harus liputan ke lokasi yang mungkin sama sekali asing bagi kita. Tetapi jangan khawatir. Saat ini sudah hadir teknologi yang memudahkan kita. Google Maps termasuk salah satu alat untuk membantu menemukan lokasi peliputan. Jangan lupa googling untuk memudahkan kita menjangkau lokasi liputan.

Ketiga, Koordinasi Harga Mati


Cara lain yang bisa digunakan untuk menguasai lokasi acara adalah dengan bertanya ke teman-teman humas lain.

Berkenalan dengan rekan Humas akan memudahkan kita untuk berkoordinasi dan mendapatkan liputan yang berkualitas.

Misalnya, jika acara itu tidak memperbolehkan Humas instansi lain dalam satu ruangan (contoh karena pembatasan sosial), maka minimal kita bisa meminta mereka mengirimkan foto-fotonya dan (kalau ada) rekaman suaranya.

Humas akan lebih bagus jika mempunyai jaringan yang luas (networking). Berusahalah dekat dengan semua orang (silaturahmi), termasuk dengan rekan media (misalnya Antara) karena itu akan membantu kita dalam berkoordinasi. Koordinasi yang baik akan membuat keterbatasan-keterbatasan yang terjadi bisa diminimalkan.

Keempat, Menambah Virtual Literacy


Virtual Literacy adalah literasi berbasis komunikasi interaktif secara online dengan memanfaatkan fasilitas video conference yang dapat diikuti oleh beragam pengguna sesuai dengan kebutuhan.

Untuk menambah literasi kita dalam membuat karya jurnalistik, ikuti (follow) akun medsos media/jurnalis (kewartawanan), misalnya Antara, Reuters, Kompas, Beawiharta, Arbain Rambey, dan lain-lain agar memperkaya literasi kita baik secara visual maupun cara mereka membuat caption/narasi. 

Kelima, Penuhi 5W + 1H


Sebelum berangkat liputan, biasakan memiliki gambaran berita (news angle) apa yang akan ditulis, sehingga kita akan tahu informasi apa saja yang harus kita dapatkan dari narasumber.

Selain itu, jika kita sudah menentukan news angle, maka kita akan mendapat gambaran, foto apa yang akan kita capture.

Dalam penulisan berita, kita juga harus berpegang teguh pada rumus 5 W + 1 H (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana). Keenam pertanyaan ini wajib terjawab dalam sebuah berita.

Itulah 5 Kunci Liputan yang perlu dipahami Humas sebelum melakukan peliputan. Persiapan yang matang akan menjadikan Humas semakin efektif dalam bekerja, sehingga diharapkan liputan yang dihasilkan juga akan lebih berkualitas.

Versi lengkapnya bisa teman-teman saksikan di kanal Youtube Bea Cukai Bengkulu Official berikut.




Semoga bermanfaat.

Pradirwan, 8 Februari 2021

Artikel lainnya:

Tips Agar Siaran Pers Ditayangkan Media Massa

Ilustrasi webinar pembuatan siaran pers bersama mas @AikPahlawanKita


Pradirwan - Pernahkah kamu membuat siaran pers (press release) tetapi tidak atau hanya sedikit media massa yang mau menayangkannya? Padahal, siaran pers adalah salah satu ‘senjata ampuh’ praktisi Humas untuk memberikan informasi kepada publik.

Ada beberapa alasan untuk pertanyaan tersebut. Karena kenyataannya, hubungan baik dengan jurnalis atau redaktur saja tak menjamin siaran pers yang kita buat akan ditayangkan.

Sebagai Humas, kita harus memahami bahwa wartawan (media) bekerja untuk pembaca. Agar pesan yang kita sampaikan melalui siaran pers itu sampai ke pembaca, kita harus mengetahui tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membuat siaran pers, yaitu:

Pertama, setiap artikel yang ditulis wartawan harus bernilai berita (news value), yakni aktual, faktual, penting, dan menarik. Kita tahu, tidak semua isu itu penting dan tidak semua isu penting akan menarik bagi publik. Staf humas bisa menggunakan nilai berita ini untuk menakar tulisannya.

Kedua, pada dasarnya siaran pers itu merupakan berita. Oleh karena itu, kaidah-kaidah yang digunakan dalam penulisan siaran pers juga mengikuti kaidah universal berita. Apabila humas cakap melakukannya, kemungkinan besar wartawan akan menjadikan siaran pers tersebut sebagai sumber berita.

Suatu berita dapat dikatakan baik jika dapat menjawab unsur-unsur yang terdapat dalam 5W+1H (What, Where, When, Who, Why, How). Selain itu, struktur penulisan berita (hard news) menggunakan piramida terbalik.

Struktur ini mengisyaratkan kita untuk meletakkan isi terpenting di bagian paling awal tulisan. Jadi, posisinya di paragraf pertama atau di kalangan jurnalis dikenal dengan istilah leads. Bagaimana kita membuat leads akan menentukan pembaca menyelesaikan membaca tulisan kita atau tidak.

Biasanya leads menggunakan kalimat aktif dengan struktur S-P-O-K (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan). Hindari penggunaan kata-kata seperti “Guna memenuhi…” atau “Dalam rangka…” di awal kalimat. Setiap kalimatnya tidak bertele-tele, to the point, atau langsung saja ke pokok masalahnya.

Pertimbangkan juga search engine optimization (SEO/pengoptimalan mesin telusur). Salah satu caranya dengan menaruh kata kunci di leads. Untuk media online, penggunaan SEO ini penting agar mesin telusur bisa menampilkan artikel di posisi teratas hasil pencarian atau tidak. Website dengan konten yang bagus tetapi minim pengunjung juga sama sekali tidak ada artinya.

Ketiga, narasumber adalah kunci. Semakin penting narasumber yang dikutip di siaran pers, semakin mungkin wartawan akan menayangkan tulisan tersebut ke dalam berita.

Selain tiga hal tersebut, yang seringkali dilupakan oleh Humas adalah tidak mencantumkan konteks peristiwa dalam siaran pers. Pencantuman konteks ini penting agar berita tidak ‘kering’ dan selalu ada sesuatu yang baru. Tips lainnya dengan menghindari penggunaan model tulisan ‘template’, cari angle baru, dan mengusahakan membuka ruang diskusi antara lembaga dengan media. Caranya dengan menyertakan kontak narasumber yang dapat menjawab konfirmasi dari wartawan.

Saat dikirim ke wartawan, lampirkan gambar atau video atau data lainnya yang mendukung informasi. Meski tidak wajib, pelampiran multimedia itu bisa mendukung kelengkapan tulisan.

Tujuan Pembuatan Siaran Pers


Siaran Pers adalah naskah berita atau informasi yang dibuat oleh praktisi Humas (Public Relations Officer) sebuah lembaga atau organisasi untuk dipublikasikan di media massa.

Secara umum, ada tiga tujuan pembuatan siaran pers. Pertama untuk memberikan informasi terbaru dari sebuah lembaga. Misalnya tentang peraturan pajak terbaru.

Kedua, mengklarifikasi masalah/isu yang tengah menjadi perbincangan masyarakat terkait lembaga. Humas yang baik, jika mengetahui informasi yang beredar itu diketahui tidak benar akan sesegera mungkin memformulasikan sanggahan/klarifikasi pesan-pesan yang tidak benar itu melalui siaran pers.

Ketiga, untuk membangun reputasi/jenama (branding) yang baik dengan cara memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan. Misalnya tentang perubahan proses bisnis pelayanan pajak terkait Covid-19 atau kegiatan bakti sosial dalam rangka memperingati Hari Pajak.

Struktur Penulisan Siaran Pers

Struktur penulisan siaran pers hakikatnya sama dengan dengan struktur naskah berita, yaitu Head (judul), Date line (baris tanggal), Leads (teras berita), dan News body (tubuh atau isi berita). 

Siaran pers umumnya menggunakan bahasa formal dan format khusus. Berikut format khusus dalam naskah siaran pers:
  • Headline atau judul, layaknya judul berita yang harus menggambarkan isi keseluruhan berita.
  • Date line. Baris Tanggal. Berisi nama kota dan tanggal.
  • Body konten atau isi, terdiri dari lead (teras) dan tubuh berita (body).
  • Info Lembaga. Di bagian akhir naskah, cantumkan informasi tentang lembaga atau instansi yang mengirimkan rilis. (Nama lembaga ada juga yang menaruhnya di kop surat)
  • Informasi kontak, setelah itu, di bawahnya dicantumkan nama dan alamat lembaga, nomer telpon, fax, email, website, termasuk nomor kontak narasumber yang bisa dihubungi (untuk konfirmasi atau klarifikasi).
Contoh siaran pers bisa dilihat di : Siaran Pers Kanwil DJP Jawa Barat I 2021

Semoga bermanfaat. (HP)


Pradirwan, 30 Desember 2020


Artikel terkait: 

Sumber: Tempo Institute, Menyampaikan Pesan dengan Siaran Pers, 4 Desember 2020

Ani Natalia: Kita Semua Butuh Belajar

Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat DJP Ani Natalia

Pradirwan - Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam organisasi inilah yang memberikan tenaga, ide, bakat, kreativitas, dan lain sebagainya sehingga organisasi dapat mencapai tujuan.

Manajemen SDM yang dilakukan secara optimal dapat meningkatkan kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.

Salah satu tahapan dalam proses pengelolaan SDM tersebut yaitu mutasi dan promosi.

Organisasi DJP pun tak luput dari proses ini. Pegawai DJP di manapun pasti mengalami proses mutasi dan promosi sesuai kebutuhan institusi.

Sebagai contoh, ada pegawai yang sebelumnya di bagian Hubungan Masyarakat (Humas) lalu mutasi ke unit lain yang bukan Humas. Atau sebaliknya, ada yang belum pernah sama sekali di Humas, lalu tiba-tiba bertugas menjadi Humas.

Kasubdit Humas DJP, Ani Natalia pernah mengatakan, saat kuliah di STAN, ia tak pernah membayangkan akan menjadi Humas DJP. Namun takdir membawanya menjadi Insan Humas hingga saat ini. 

"Tidak ada yang bisa semua hal. Oleh karena itu kita semua butuh belajar," ungkapnya saat membuka acara pelatihan "Pembuatan Siaran Pers", beberapa waktu lalu.

Perempuan yang akrab disapa Kak Ani ini mengungkapkan bahwa pekerjaan Humas setiap hari semakin menantang. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik dengan semua pihak, salah satunya dengan media.

Kak Ani menilai, bagi Humas, peran media sangat penting. Ketika berhubungan dengan media, dibutuhkan sebuah keahlian dalam berkomunikasi agar sama-sama memudahkan dalam bekerja.

"Apa yang kita inginkan, apa yang kita maksudkan, boleh disampaikan kepada publik dengan bantuan media massa," ujarnya.

Namun teman-teman jurnalis juga memiliki 'banyak pekerjaan'. Untuk memudahkan mereka dalam membuat sebuah berita, sebagai Humas harus bisa membuat siaran pers yang baik. Dengan begitu tercipta hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

"Ini adalah sebuah tantangan dan DJP selalu berusaha memberikan kesempatan belajar kepada para pegawai untuk bisa meningkatkan kapasitasnya," tandasnya.

Ia berharap agar pegawai memanfaatkan setiap peluang yang diperoleh untuk meningkatkan kepasitas diri. "Mari hargai setiap kesempatan belajar. Don’t take it for granted. Setelah itu kita praktikkan (berkarya) agar ilmu itu bermanfaat," pungkasnya. (HP)

Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Alia Karenina sedang memparkan materi personal branding, Sabtu (12/12)

"Your brand is what other people say about you where you're not in the room." (Jeff Bezos, Amazon)


Pradirwan - Semua orang punya personal branding. Entah kita sengaja membangunnya atau tidak, orang lain pasti pada suatu saat akan membicarakan kita. Betul, kan?

Ilmuwan psikologi Universitas Florida Lise Abrams dan Danielle K. Davis dalam Current Direction in Psychological Science mengungkapkan terdapat fakta bahwa ada beberapa nama yang begitu sulit untuk diingat. Hal ini dapat mengajari kita banyak hal tentang cara kerja ingatan manusia.*

Sebagai contoh, ada banyak orang yang bernama Herry di dunia ini. Dengan mengetikkan "Herry" dalam kontak di gawai kita, mungkin akan muncul puluhan nama tersebut. Untuk membedakan Herry yang satu dengan yang lainnya, kita perlu menambah kata lainnya yang spesifik merujuk Herry yang kita maksud, misalnya Herry Pradirwan.

Seperti halnya nama, seseorang bisa diingat atau diidentifikasi dari personal branding yang ia milliki. 

Baca juga: 7 Manfaat Fotografi Ala Masardani

Personal branding merupakan hal yang penting khususnya dalam dunia profesional. Dengan memiliki personal branding, suatu individu bisa dengan lebih strategis menempatkan dirinya dalam tim dan organisasi.

Selain itu, personal branding berguna untuk menciptakan kesadaran, membangun kepercayaan, menciptakan reputasi, dan memengaruhi persepsi dari orang-orang yang relevan.

Dalam lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN), personal branding penting untuk meningkatkan kualitas baik secara individu maupun dalam konteks komunikasi publik.

Lalu, apa sih personal branding itu?

Dalam sebuah webinar bertajuk "Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN", Juru bicara Kemenko Perekonomian dan CEO Alika Communications, Alia Karenina menjelaskan personal branding adalah bagaimana cara kita menunjukkan 'sisi personal' mana yang akan kita tampilkan kepada orang lain, meskipun itu tidak sesuai dengan kepribadian kita.

"Brand itu apa yang dikatakan orang lain tentang kita. Apakah itu personality kita? Tidak," ujar alumnus teknik planologi (ilmu perencanaan wilayah dan kota ) ITB itu, Sabtu (12/12).

Alia bercerita bahwa ia sebenarnya introvert dan pemalu. Namun saat terjun sebagai jurnalis televisi, ia belajar berkomunikasi sehingga kini dikenal sebagai seseorang yang memiliki gaya bicara lugas dengan intonasi yang jelas.

"Orang yang pernah berinteraksi dengan saya mungkin melihat Alia Karenina itu galak, tegas, ngomongnya tanpa tedeng aling-aling, dan tidak punya perasaan. Sebenernya saya sangat sensitif, cenderung conciderate terhadap orang-orang dekat, dan pemalu," ungkapnya. 

Baca juga: Cara Menjadi Newbie Percaya Diri

Lebih lanjut ia menuturkan, untuk membangun brand yang kuat, secara umum harus memiliki lima unsur.

"Yang perlu ditonjolkan pertama kali adalah kesan powerfull (kuat). Kemudian otentisitas (autentic) kita. Saya mungkin orangnya santai dan cenderung tidak kaku," katanya.

Selanjutnya adalah konsisten (consistent). Citra diri harus konsisten, tidak berubah-ubah.

Kesan diri juga haruslah visible, maksudnya kita harus terlihat berbeda dari pada orang-orang kebanyakan (stand out).

"Punya sesuatu yang berbeda atau berharga (valuable) yang bisa ditawarkan, yang menjadi pembeda antara saya dengan orang orang lain yang menjadi peers kita. Cobalah membuat list apa saja nilai-nilai yang kita punya. Karena yang paling mengenal diri kita adalah kita sendiri," tegasnya.

Untuk menjadi seseorang yang stand out, Alia memberikan tips. Caranya dengan tidak memberi pekerjaan medioker, yaitu pekerjaan yang semua orang bisa kerjakan. 

"Kerjakan pekerjaan yang hasilnya bisa 120%, supaya kamu bisa stand out," imbuhnya.

Personal branding harus ditunjukkan dengan attractive. Tujuannya untuk menarik orang-orang yang membutuhkan kemampuan atau keahlian kita.

Meski begitu, dia mengingatkan untuk tak terlalu sibuk menonjolkan diri, tetapi buat diri kita dibutuhkan.

"To be demand, not supply. Kehadiranmu penting. Kalau gak ada kamu gak jalan. Buat orang berpikir, oh kalau kerjaan ini tuh yang bisa ngerjain cuma si A. Gak ada orang lain yang bisa," katanya.

Jika hal itu terjadi, akan membuat positioning individu berbeda di antara teman-teman yang lainnya.

"Kita akan mendapatkan posisi dan kondisi terbaik yang sesuai minat, bakat, keahlian, dan kekuatan kita.Karena pasar akan membutuhkan orang-orang yang mempunyai value added dan skill set tertentu," jelasnya.

Di akhir paparannya, ia meminta untuk menjaga profesionalisme dan membangun relasi sebanyak-banyaknya. Berkenalan dengan semua layer/tingkatan. Dari yang terendah sampai yang tertinggi.

"Unsur-unsur itu penting untuk mengelola kesan orang lain terhadap kita, baik itu rekan, atasan, pihak luar, maupun secara umum," pungkasnya.

Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti.

Senada dengan Alia, Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti mengatakan peran ASN penting untuk menjaga citra dan kredibilitas institusi di mata publik.

Menurutnya, ASN adalah agen komunikasi (humas) dari tempat di mana ia bekerja. Salah satunya melalui media sosial untuk mengetahui tingkat engagement terhadap publik.

"Tidak bisa dimungkiri sebagai personal kita hadir di media sosial. Karena kita sebagai ASN, pasti orang akan melekatkan dimana tempat kita bekerja. Marwah kita sebagai ASN akan selalu melekat. Makanya kita harus berhati-hati jika berhadapan dengan publik dan media sosial (bijak bermedsos)," ungkap mantan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu itu.

Pria yang akrab disapa Frans itu mengatakan setiap ASN seharusnya bisa mengomunikasikan setiap kebijakan publik dari tempatnya bekerja.

"Sebagus apa pun kebijakannya, tanpa dikomunikasikan dengan baik, kebijakan itu akan gagal karena tidak bisa diterima oleh masyarakat dengan baik," katanya.

Lebih lanjut Frans mengatakan, agar dapat menjelaskan ke masyarakat, tak cukup hanya mengetahui aturan terkait kebijakan saja yang dipelajari. Penting juga untuk mengetahui bagaimana latar belakang sebuah kebijakan itu diputuskan.

"Ketahui juga asbabun nuzul kenapa kebijakan itu terbit," katanya.

Hal lain yang tak kalah penting menurut Frans adalah kemampuan menerjemahkan kebijakan publik itu dengan bahasa yang membumi atau mudah dipahami sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

"Sebagai agen komunikasi (humas), kita mengamati kebutuhan informasi/respon masyarakat. Jika menemukan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan publik yang sudah diterbitkan atau hoax, kita harus segera memberikan klarifikasi," ujarnya.

Dalam beberapa kasus yang dianggap mendesak (misalnya komentar/postingan di medsos), Frans sering menggunakan medsos pribadinya untuk menjelaskan hal yang bersifat informal. Ia menyebut, keunggulan sebagai ASN yaitu mengetahui data dan informasi yang valid dari institusinya.

"Respon di medsos seperti ini tidak bisa kita gunakan dengan release resmi. Selain karena sifatnya (yang tidak resmi/informal) itu, pembuatan release biasanya membutuhkan waktu yang lama. Dikhawatirkan isu itu dianggap benar jika terlalu lama dibiarkan dan akan semakin sulit diluruskan karena masyarakat sudah termakan hoax," tegas Frans.

Oleh karena itu ia sepakat dengan Alia untuk membina relasi di semua level atau lintas instasi. Hal itu menurutnya bisa memudahkan dan memaksimalkan peran humas dalam menjaga citra dan kredibilatas institusi.

Selain itu, menurut Frans, hal penting yang coba ia bangun adalah mengurangi jurang komunikasi dalam unit kerja. Menurutnya, jenjang birokrasi membuat sekat dalam berkomunikasi.

"Adanya 'sekat birokrasi' membuat komunikasi tidak berjalan lancar. Ide-ide cemerlang dari pelaksana misalnya bahkan bisa tak tersalurkan karena ada rasa segan atau enggan kepada atasan. Jurang komunikasi di birokrasi itu harusnya tidak dimiliki, khususnya bagi pranata humas," imbuhnya.

Di akhir paparannya, Frans berharap agar semua pegawai bisa menjadi agen humas.

"Tantangan berikutnya adalah membangun komunitas yang mendukung tugas kehumasan. Bagaimana kita semua berkontribusi membangun branding institusi masing-masing," pungkasnya. (HP)


Artikel ini telah ditayangkan di ayobandung.com

* Mengapa Sangat Sulit untuk Mengingat Nama Orang, Bisnis Indonesia, 20 Juni 2020. https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20200620/219/1255348/mengapa-sangat-sulit-untuk-mengingat-nama-orang
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes