BREAKING NEWS

PR Matematika anak kelas 2 SD, 4×6=6×4?


PR Matematika anak kelas 2 SD (image:merdeka.com


Pradirwan - Dunia facebook dan twitter beberapa hari ini dihebohkan dengan perdebatan tentang PR Matematika anak kelas 2 SD, 4×6=6×4?

Tak tanggung-tangung, sampai-sampai media berita online sekelas (diantaranya) kompas.com, merdeka.com dan tribunnews.com rajin sekali mengupdate beritanya. 

Namun saya tidak akan menceritakan ulang kronologisnya, karena sudah banyak media yang membahasnya. Di antaranya ya situs yang saya sebutkan diatas (klik nama media di atas untuk melihat beritanya).

Tak sedikit orang yang berdebat tentang hal tersebut. Buat saya debat kayak gini yang asik, tiap orang punya pendapat masing-masing. 

Tidak ada yang mutlak benar dan salah. Semua memiliki landasan pendapat berdasarkan pengetahuan masing-masing, yang penting tidak memaksakan kehendak dan menghakimi bahwa kubu yang berseberangan lebih “bodoh” dari dirinya sendiri.

Saya juga bukan yang paling benar, pun demikian profesor-profesor itu yang juga telah ikut berpendapat, mereka bukan Tuhan, sama saja seperti  saya. 

Kalau mereka bisa berpendapat, saya juga harus bisa. Setidaknya inilah alasan saya menuliskan artikel ini sebagai catatan saya saja. Syukur-syukur ada hikmah yang bisa diambil.

Bangsa kita ini sudah pintar. Banyak orang yang bisa dan berani berpendapat di muka umum. Mungkin ini efek dari era reformasi sekarang ini ditambah dengan kemajuan jaman dengan adanya media sosial (internet), sehingga orang diseluruh dunia bisa tau apa isi kepala kita. 

Namun sayangnya, ada efek negatifnya juga, seolah kita tidak ada lagi cara yang lebih santun untuk mengungkapkan pendapat bahkan untuk mengkritik guru kita. 

Kenapa tidak didiskusikan dulu baik-baik dengan gurunya? Bukankah guru adalah orang yang kita kasih kepercayaan untuk mencerdaskan anak-anak (adik-adik) kita?

Berdasarkan pengalaman waktu saya dulu sekolah, seorang guru pasti sudah menjelaskan konsep pelajaran perkalian tersebut

Nah, untuk mengetahui seberapa besar pemahaman murid yang diajar, seorang guru lantas memberikan Pekerjaan Rumah (PR). Lalu, di koreksi, diberikanlah nilai. Dari penilaian tersebut dapat diketahui apakah pelajaran yang telah diberikan sudah dipahami siswa atau belum? 

Hal tersebut juga bisa menjadi alat interospeksi bagi guru, siswa, dan wali murid. Nilai 20 (dari nilai maksimal 100) misalnya, bagi guru bisa berarti apakah metode yang digunakan salah sehingga murid tidak dapat memahami? 

Bagi murid yang diajar mungkin berarti kenapa saya ga bisa mengerjakan soal tersebut? Bagi wali murid adalah peringatan, bahwa anaknya tidak dapat memahami pelajaran yang diberikan gurunya. Lantas apa yang harus dilakukan wali murid tersebut? Dan seterusnya.

Terkadang saya membayangkan, tantangan sebagai guru sekarang tidak lagi bisa dengan leluasa mengajarkan apa yang dirinya pelajari dulu. Mengajarkan yang sama dengan apa yang dia dapatkan dulu, dengan ilmu dan metode yang sama. 

Mereka butuh berkreasi dan berinovasi sesuai perkembangan dan tuntutan zaman namun tetap harus sesuai dengan konsep pembelajaran dan pelajaran yang sudah baku. Sungguh berat sekali rasanya. 

Melihat cerita diberita tersebut, bahwa 4x6 dan 6x4 itu sama saja toh hasilnya sama yaitu 24. Ketika menurut guru bahwa 4x6 itu tidak sama dengan 6x4, ramai-ramai memprotesnya. 

Saya menyimpulkan bahwa saya melihat sekarang orang cenderung berorientasi pada hasil, tanpa melihat prosesnya. Seolah-olah bahwa proses itu ga terlalu penting, yang penting adalah hasilnya. Mau gimanapun caranya, kalau hasilnya sama ya prosesnya bisa dibenarkan. 

Padahal dalam kehidupan nyata, terkadang proses jauh lebih penting. Misalnya, untuk hasil lulus maka ada yang menggunakan proses jujur, ada juga yang mencontek. Ga aneh sekarang orang berloma-lomba mencari cara instan agar tujuannya tercapai.

Matematika bagi saya adalah ilmu yang mengajarkan proses dan hasil. 

Ilmu yang mengajarkan bahwa suatu proses juga penting, tidak melulu hasil. Ilmu yang membentuk logika dan nalar menjadi berkembang. Ilmu yang selalu bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. 

Itulah kenapa matematika selalu masuk kesemua jurusan dan semua jenjang pendidikan, mulai TK sampai perguruan tinggi bahkan setelah lulus pun kita selalu berhubungan dengan matematika.

Nah, pendapat saya sudah saya sampaikan. Bagaimana dengan pendapat anda?

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes