Dalam bangunan berbentuk kubah yang menjadi ikon Observatorium Bosscha ini terdapat Teropong Zeiss, teropong terbesar di Observatorium ini. (Foto tampak belakang) |
Nah, dari film inilah asal muasal saya mengetahui nama Observatorium Bosscha. Bertahun-tahun sejak saat itu, saya memendam asa (#ciyee) untuk ke lokasi ini, dan alhamdulilah, baru kemarin saya berkesempatan mengunjungi observatorium Bosscha.
Meskipun bukan tempat wisata, kawasan Observatorium Bosscha merupakan tempat yang asik buat berfoto. |
Observatorium Bosscha bukanlah tempat wisata melainkan lembaga riset Institut Teknologi Bandung (ITB). Meskipun demikian, setiap pengunjung boleh memasuki kawasan ini, tentunya dengan berbagai persyaratan yang telah ditentukan.
Bagi para pengunjung perorangan harus mendaftar terlebih dahulu dengan membayar tiket sebesar Rp15.000,- per orang. Kunjungan dilakukan di hari Sabtu, mulai pukul 09.00-13.00 WIB.
Untuk kunjungan organisasi (kelompok) dengan jumlah besar, harus mengirimkan surat resmi terlebih dahulu dengan mencantumkan detil kunjungan misalnya jadwal kunjungan, jumlah peserta, hingga kelompok usia peserta kunjungan.
Kunjungan dapat dilakukan siang atau malam hari selama ada surat resmi dan telah berkoodinasi dengan pihak Observatorium Bosscha.
Jadwal kunjungan untuk instansi/sekolah/organisasi ini pada hari Selasa-Jumat.
Setelah membeli tiket, pengunjung akan diarahkan menuju sebuah bangunan yang menjadi ikon Observatorium Bosscha. Bangunan beratap kubah itu merupakan tempat Teleskop (teropong) Zeiss berada. Bangunan karya K.C.P.W. Schoemaker ini dibangun pada tahun 1923. Teleskop dan gedung kubah ini merupakan sumbangan dari K. A. R. Bosscha yang secara resmi diserahkan kepada Perhimpunan Astronomi Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV)), pada bulan Juni 1928.
Meskipun observatorium ini dibangun pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1923-1928, namun tempat ini masih berfungsi normal sebagai observatorium, yaitu sebuah kawasan yang digunakan oleh para peneliti untuk mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan astronomi.
Dari penjelasan pemandu (maaf, saya lupa mencatat namanya) saya mendapat banyak penjelasan tentang Teleskop Zeiss, sejarah bangunan (rumah teropong beratap kubah ini dan bangunan lainnya ) serta penjelasan tentang cara menggunakan teleskop tersebut dan teleskop lainnya yang berada di Observatorium Bosscha dalam mengamati gugusan bintang dan benda lainnya.
Saya dan pengunjung lain dibuat takjub. Kubah gedung yang berbobot 56 ton dengan diameter 14,5 m dan terbuat dari baja setebal 2 mm dapat digerakkan memutar dengan "remote" berkabel. Di tengah-tengah atap kubah itu, lempengan baja setebal itu bisa dibuka dengan memutar panelnya.
Untuk menyesuaikan ketinggian peneliti dengan teleskop, lantai berbentuk lingkaran itu pun dapat digerakkan naik turun dengan motor penggerak sehingga penggunaan teleskop bisa diatur secara fleksibel oleh penggunanya.
Ada pula tangga kecil menuju lantai dua di mana terdapat teleskop berukuran kecil yang biasa digunakan untuk meneropong bulan.
Saat ini, Teropong Ganda Zeiss 60cm ini merupakan teleskop terbesar dan tertua di Observatorium Bosscha.
Teleskop berjenis refraktor (menggunakan lensa) ini terdiri dari 2 teleskop utama dan 1 teleskop pencari (finder). Diameter teleskop utama adalah 60 cm dengan panjang fokus hampir 11 m, dan teleskop pencari berdiameter 40 cm. Medan pandang teleskop pencari adalah 1,5 derajat atau sekitar 3 kali diameter citra bulan purnama.
Teropong ini berfungsi untuk mengamati bintang ganda, planet dan gerak bintang dalam gugusan bintang.
Yang menjadikan alasan mengapa dulunya tempat ini dijadikan spot dibangunnya teropong observasi adalah letaknya yang berada di ketinggian dengan kontur tanahnya yang relatif stabil.
Selain itu, Lembang dulunya tempat yang relatif sepi dan terhindar dari polusi udara maupun cahaya sehingga layak dijadikan tempat untuk mengamati bintang.
Kabar buruknya, kondisi langit Lembang yang semakin terang, menjadi ancaman polusi cahaya bagi Observatorium Bosscha. Setiap tahun polusi cahaya dari permukiman penduduk dan pusat bisnis di Lembang semakin parah. Hal ini menyulitkan penelitian dilakukan, terutama bagi bintang yang lemah cahayanya. Oleh karena itu, direncanakan akan dibangun Observatorium baru di Kupang, NTT.
Kupang, dipilih sebagai lokasi observatorium yang baru karena wilayahnya paling kering di Indonesia sehingga langit cenderung berpotensi cerah (sedikit tertutup awan/ mendung) bila dibandingkan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Setelah selesai di bangunan teleskop Zeiss, tour dilanjutkan ke ruangan multimedia. Disini pengunjung dijelaskan lebih lanjut mengenai sejarah observatorium Bosscha, jenis dan cara penggunaan teleskop, mengenai observatorium yang ada di negara lain dan gugusan bintang hasil proyeksi teleskop yang ada disana serta perbandingan ukuran planet, bintang dan benda langit lainnya. Dan kejutannnya, ternyata Pluto sudah bukan planet dalam tata surya kita lagi karena ukurannya yang lebih kecil dari bulan.
Sangat menarik berkunjung sekaligus belajar mengenai astronomi dengan berkunjung ke Bosscha.
Di masing-masing hari tersebut ada kapasitas maksimum pengunjung 200 orang. Sedangkan untuk hari Minggu dan Senin, Bosscha tidak menerima pengunjung.
Setelah membeli tiket, pengunjung akan diarahkan menuju sebuah bangunan yang menjadi ikon Observatorium Bosscha. Bangunan beratap kubah itu merupakan tempat Teleskop (teropong) Zeiss berada. Bangunan karya K.C.P.W. Schoemaker ini dibangun pada tahun 1923. Teleskop dan gedung kubah ini merupakan sumbangan dari K. A. R. Bosscha yang secara resmi diserahkan kepada Perhimpunan Astronomi Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV)), pada bulan Juni 1928.
Pemandu beserta teropong Zeiss |
Meskipun observatorium ini dibangun pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1923-1928, namun tempat ini masih berfungsi normal sebagai observatorium, yaitu sebuah kawasan yang digunakan oleh para peneliti untuk mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan astronomi.
Teropong Zeiss tampak utuh. Jika bagian atas kubah tersebut terbuka, teropong ini akan bisa di lebih tinggi lagi. |
Dari penjelasan pemandu (maaf, saya lupa mencatat namanya) saya mendapat banyak penjelasan tentang Teleskop Zeiss, sejarah bangunan (rumah teropong beratap kubah ini dan bangunan lainnya ) serta penjelasan tentang cara menggunakan teleskop tersebut dan teleskop lainnya yang berada di Observatorium Bosscha dalam mengamati gugusan bintang dan benda lainnya.
Saya dan pengunjung lain dibuat takjub. Kubah gedung yang berbobot 56 ton dengan diameter 14,5 m dan terbuat dari baja setebal 2 mm dapat digerakkan memutar dengan "remote" berkabel. Di tengah-tengah atap kubah itu, lempengan baja setebal itu bisa dibuka dengan memutar panelnya.
Untuk menyesuaikan ketinggian peneliti dengan teleskop, lantai berbentuk lingkaran itu pun dapat digerakkan naik turun dengan motor penggerak sehingga penggunaan teleskop bisa diatur secara fleksibel oleh penggunanya.
Ada pula tangga kecil menuju lantai dua di mana terdapat teleskop berukuran kecil yang biasa digunakan untuk meneropong bulan.
Saat ini, Teropong Ganda Zeiss 60cm ini merupakan teleskop terbesar dan tertua di Observatorium Bosscha.
Teleskop berjenis refraktor (menggunakan lensa) ini terdiri dari 2 teleskop utama dan 1 teleskop pencari (finder). Diameter teleskop utama adalah 60 cm dengan panjang fokus hampir 11 m, dan teleskop pencari berdiameter 40 cm. Medan pandang teleskop pencari adalah 1,5 derajat atau sekitar 3 kali diameter citra bulan purnama.
Teropong ini berfungsi untuk mengamati bintang ganda, planet dan gerak bintang dalam gugusan bintang.
Yang menjadikan alasan mengapa dulunya tempat ini dijadikan spot dibangunnya teropong observasi adalah letaknya yang berada di ketinggian dengan kontur tanahnya yang relatif stabil.
Selain itu, Lembang dulunya tempat yang relatif sepi dan terhindar dari polusi udara maupun cahaya sehingga layak dijadikan tempat untuk mengamati bintang.
Kabar buruknya, kondisi langit Lembang yang semakin terang, menjadi ancaman polusi cahaya bagi Observatorium Bosscha. Setiap tahun polusi cahaya dari permukiman penduduk dan pusat bisnis di Lembang semakin parah. Hal ini menyulitkan penelitian dilakukan, terutama bagi bintang yang lemah cahayanya. Oleh karena itu, direncanakan akan dibangun Observatorium baru di Kupang, NTT.
Kupang, dipilih sebagai lokasi observatorium yang baru karena wilayahnya paling kering di Indonesia sehingga langit cenderung berpotensi cerah (sedikit tertutup awan/ mendung) bila dibandingkan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Setelah selesai di bangunan teleskop Zeiss, tour dilanjutkan ke ruangan multimedia. Disini pengunjung dijelaskan lebih lanjut mengenai sejarah observatorium Bosscha, jenis dan cara penggunaan teleskop, mengenai observatorium yang ada di negara lain dan gugusan bintang hasil proyeksi teleskop yang ada disana serta perbandingan ukuran planet, bintang dan benda langit lainnya. Dan kejutannnya, ternyata Pluto sudah bukan planet dalam tata surya kita lagi karena ukurannya yang lebih kecil dari bulan.
Sangat menarik berkunjung sekaligus belajar mengenai astronomi dengan berkunjung ke Bosscha.
Oh ya, bagi yang membutuhkan informasi jadwal kunjungan yang lebih update dan detil, silakan langsung cek websitenya di http://bosscha.itb.ac.id/ .
Semoga bermanfaat ya.
Salam
Toss..tau ada teropong boscha dari film sherina hehe
ReplyDeleteSeru nih kalo di kupang ada ginian, tp sedih juga bandung ga ada khasnya lagi, kan jadi ikon di logo daerah juga mas
djangki
ternyata sama. hahaha. masih banyak yang khas kok.. gedung sate misalnya. wkwkwk
Delete