BREAKING NEWS

Pesan Cinta tentang Jayapura

Opick Setiawan bersama buku perdananya, Jejak Lalu.

Pradirwan - Kecintaan terhadap tanah kelahiran mungkin sudah mahfum adanya. Namun tak banyak orang yang mampu berbagi dengan menceritakannya dalam sebuah buku. Opick Setiawan adalah salah satunya. Penggalan kisah cintanya terhadap Jayapura, ia abadikan dalam buku yang bertajuk "Jejak Lalu"

***

"Mas Her, punten. Kalau berkenan, bolehkah saya minta tolong Mas Herry 'editin' naskah saya kalau sudah selesai? Mas Herry kan jago sebagai editor handal.🙏"

Itulah pesan teks yang saya terima, Jumat (17 Juli 2020) lalu, hampir tengah malam. Sang pengirim, Opick Setiawan, rupanya sudah membuat naskah dan berniat untuk menerbitkannya menjadi sebuah buku. Buku yang akan mengabadikan kisah cintanya kepada Jayapura, kota kelahirannya. 

Saya mengiyakan. Selain sebagai sarana saya belajar, mengedit naskah buku ini akan menjadi pengalaman pertama saya. Memang pengalaman saya mengedit ini masih sangat kurang. Baru segelintir teman saja yang meminta bantuan saya mengeditkan tulisan-tulisannya. Julukan 'editor handal' yang Opick sematkan terasa tak layak saya sandang saat ini. 

"Siap, Mas. Nuhun pisan. Belum rampung sih. Sedikit lagi selesai. Saya tidak pede kalau mau 'naikin' ke penerbit tetapi belum diedit," sambungnya. 

Opick menganggap begitu pentingnya peran editor. Sebagai manusia biasa, kita tidak akan pernah bisa sempurna. Jika diibaratkan, editor itu seperti amplas kayu yang membuat karya kita lebih sempurna.

Dalam pembuatan buku foto atau pameran misalnya, seorang fotografer butuh peran kurator. Begitu pula di bidang perfilman, seorang sutradara butuh editor film. 

Apalagi bagi seorang penulis. Setiap tulisan yang dipublikasikan ke media, baik cetak atau online, selalu ada peran editor. Ada redaktur atau pemimpin redaksi yang memeriksa setiap tulisan yang diterima, lalu mengeditnya sehingga menjadi layak tayang.

"Menurut mas Her, lebih baik judulnya "Jejak Lalu" atau "Jejak Kaki" yang lebih bagus? Atau ada ide lain?" tanya Opick.

"Jejak Lalu," jawab saya singkat. 

Beberapa jam kemudian, naskah buku itupun dikirim.

***

Layaknya kisah cinta, Jejak Lalu berisi kekaguman, kenangan, juga rindu seseorang kepada yang dia kasihi. Sebagaimana yang Opick tulis dalam status media sosialnya:

"Kepada hati yang sering dihantam rindu akan tanah lahir nan jauh, semoga kita bisa terelak dari rasa yang hanya bisa tersimpan, kenangan yang sebatas dilamunkan, dan kisah yang terpenjara hening. Menyelami masa lalu yang hanya bisa dinikmati sendiri.⁣"

Kesan mendalam inilah yang menguatkan saya mengedit naskah buku 148 halaman itu dalam tempo sesingkat-singkatnya. Di samping karena gaya bahasanya yang 'nyastra', satu hal yang saya suka, buku ini sudah 'siap panen'. Tak banyak yang saya ubah. Hanya beberapa salah ketik (typo), tanda baca, dan sedikit variasi diksi agar lebih 'nendang'. Konsep buku itupun selesai seminggu kemudian. 

Beberapa hari berikutnya, pre order buku ini pun muncul di linimasa. Saya bersyukur melihat antusias followers Opick dalam menyambut kehadiran buku perdananya ini. Dalam satu bulan, sudah ratusan buku yang dia kirimkan. Beberapa testimoni pembacapun bermunculan. 

Sebut saja salah satunya dari Edmalia Rohmani. Kendati tak punya kedekatan atau kenal secara langsung, penulis artikel pajak dan pegiat sastra Kemenkeu itu menyebutkan, membaca karya Opick Setiawan ini seperti membawanya terlempar ke Jayapura, sebuah kota nan elok nun di timur Indonesia. 

"Buku ini layaknya mesin waktu yang memerangkap kenangan sang penulis, yang sengaja membungkusnya dengan untaian kata puitis sebelum rela melepasnya ke mesin cetak, untuk dititipkan pada benak pembaca," tulis kontributor Intax (majalah internal DJP) itu di akun pribadinya, @edmaliarohmani.

Menurut wanita yang akrab disapa Lia itu, "Jejak Lalu" berhasil membawanya terhanyut membayangkan suasana Bukit Teletubbies, Pantai Base-G, Bukit Pemancar Polimak, atau sekadar tergelak-gelak mendengar mop yang membudaya. 

Ia menduga, pun saya sepakat dengannya, bahwa bagi Opick, "Jayapura tidak pernah benar-benar berhasil ditinggalkan meski berlembar-lembar kisahnya diikat dengan tinta."

Pria yang lahir di daerah Angkasa, Jayapura, 36 tahun lalu itu pun mengakuinya. Jayapura baginya memang menyimpan segala bahagia. Perasaan itu tak pernah lekang meski sejak 2014 lalu Opick telah menetap di Bandung, Jawa Barat.

"Sejak meninggalkan kota ini bertahun-tahun silam dan 'hijrah' ke kota Bandung, saya meyakini perasaan ini pun tidak akan berhenti sampai di sini. Hingga benar adanya, hati ini selalu tertinggal untuk merindu," ungkapnya. 

Tak melulu rasa senang yang tertanam dalam ingatannya. Ujian hidup dan kegagalan semasa di Jayapura pun tak luput ia ungkapkan. 

"Hidup memang terkadang membingungkan. Ada kalanya dia membuat kita selayak raja. Berada di atas awan, tercapai segala harap dan ingin. Namun terkadang juga dia membuat kita jatuh tersungkur. Sedalam-dalamnya, serendah-rendahnya, pada nestapa. Hari ini kita disanjung, esok bisa jadi kita dijatuhkan. Iya, hidup memang sangat mudah menampar kita, hingga kita terseok, tertatih, lalu akhirnya menyerah dan berubah arah. Ironi yang tidak dibuat-buat. Mengingatkan bahwa kita sebagai manusia hanya semata yang lemah."

Dari berbagai kisah tak mengenakkan itu, ia mengambil pelajaran. Opick berhasil menganggapnya biasa-biasa saja. 

"Kegelisahan ini entah akan selalu ada. Manusiawi bila hidup terasa melelahkan. Dan tidak mengapa untuk merasa tidak baik-baik saja. Sebijaknya kita harus bertanya pada hati dan diri. Sudah sepatutnya kita banyak merenung. Bisa jadi sujud kita tidak sebanyak pinta kita. Atau pula syukur kita tidak sebanyak sabar kita."

Dengan berbagai nasihat dan kesan mendalam itulah, rekan sejawat saya di bidang P2humas Kanwil DJP Jawa Barat I itu ingin menyampaikan kepada para pembacanya, inilah pesan cintanya tentang Jayapura. 

Jadi, sudah siapkah kita menempuh perjalanan menuju Jejak Lalu


Tabik.

Pradirwan
Bandung, 12 September 2020

***
Jejak Lalu, Opick Setiawan (2020)


Judul buku: Jejak Lalu
Penulis: Opick Setiawan
ISBN: 978-623-6565-75-9
Ukuran: 14x20 cm
Jumlah halaman: 148 halaman
Penerbit: Haura Publishing, Sukabumi
Cetakan pertama: Agustus 2020

***

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan berikut https://tinyurl.com/JejakLalu atau menghubungi via WA ke nomor 081910107065


Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes