BREAKING NEWS

PKP di KPP Pratama Wajib Terbitkan Bupot PPh 23/26

Kewajiban PKP membuat Bukti Potong PPh 23/26 (Pradirwan)
Pradirwan - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menambah jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan membuat bukti potong (bupot) dan menyampaikan SPT masa PPh pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 (PPh 23/26).

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Neilmaldrin Noor menjelaskan, kewajiban pembuatan bupot PPh 23/26 tersebut juga berlaku bagi PKP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama mulai masa pajak Agustus 2020.

"Ketentuan ini tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-269/PJ/2020 tanggal 10 Juni 2020," ujarnya di Bandung, Jumat (19/06/2020).

KEP-269/PJ/2020 ini melengkapi lima peraturan yang telah terbit sebelumnya, yaitu KEP-178/PJ/2017, KEP-178/PJ/2018, KEP-425/PJ/2019, KEP-599/PJ/2019, dan KEP-652/PJ/2019.

Selain itu, kewajiban membuat bupot tersebut juga berlaku bagi pemotong yang tidak lagi berstatus sebagai PKP.

"Dalam hal pemotong PPh pasal 23/ pasal 26 tidak lagi berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), ketentuan membuat bupot PPh 23/26 ini tetap berlaku," imbuhnya.

Baca juga: Hadapi New Normal, KPP Cicadas Optimalkan Layanan Online

Sementara itu, WP yang dikukuhkan sebagai PKP setelah penetapan kewajiban ini, keharusan membuat bupot dan SPT PPh Pasal 23 dan 26 diterapkan sejak Masa Pajak WP dikukuhkan sebagai PKP.

"Ketentuan tersebut merujuk ke Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017," ungkapnya.

Beleid tersebut, menurut Neil, bersifat penegasan bagi setiap pemotong pajak agar selalu membuat bukti potong atas pajak yang dipotongnya dari dari lawan transaksinya (penerima penghasilan) dan melaporkannya di SPT Masa setiap bulannya.

"Bukti Pemotongan tetap dibuat meskipun jumlah PPh 23 yang dipotong nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas, jumlah PPh 26 yang dipotong nihil karena adanya Surat Keterangan Domisili, dan/atau jumlah PPh 23/26 yang terutang ditanggung oleh Pemerintah," jelasnya.

Selain itu, satu bupot hanya berlaku untuk satu wajib pajak, satu kode objek pajak, dan satu masa pajak. Sedangkan dalam hal pelaporan SPT Masa PPh 23/26 bisa berbentuk formulir kertas atau dalam dokumen elektronik.

Adapun syarat pemotong yang menggunakan hard copy ada dua. Pertama, menerbitkan tidak lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak. Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100 juta untuk setiap bukti pemotongan dalam satu masa pajak.

SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik dapat disampaikan oleh pemotong pajak dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh 23/26 yang tersedia di laman milik DJP (www.pajak.go.id) atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP (PJAP). Penerapan e-bupot dan SPT masa elektronik ini akan memudahkan para PKP untuk melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 karena lebih efisien.

“Aplikasi e-bupot ini dibuat untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan peningkatan pelayanan kepada Pemotong Pajak PPh 23/26 dalam melaporkan pemotongan pajak dalam bentuk elektronik,” katanya. 

Baca juga : 60 Jenis Jasa Lain yang dikenakan PPh 23 Berdasarkan PMK-141/PMK.03/2015

Kehadiran aplikasi e-bupot ini diharapkan dapat membantu Wajib Pajak dalam membuat bukti pemotongan elektronik (tanpa perlu tanda tangan basah), menjamin keamanan data (karena tersimpan dalam server DJP) dan memudahkan proses pelaporan SPT Masa secara online dan real time (karena semua terintegrasi dalam satu aplikasi).

Penerapan e-bupot ini termasuk salah satu inisiatif strategis dalam program Reformasi Perpajakan di bidang Teknologi Infromasi. Diharapkan wajib pajak mendapatkan layanan yang semakin berkualitas, mudah, dan cepat.

"Untuk keterangan lebih lanjut, Wajib Pajak bisa menghubungi Account Representative di KPP masing-masing, kring pajak 1500200 atau melalui kanal lain yang telah kami sediakan," pungkasnya.


Sumber: Galamedianews.com, Catatan Ekstens

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes