BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts

Ani Natalia: Kita Semua Butuh Belajar

Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat DJP Ani Natalia

Pradirwan - Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam organisasi inilah yang memberikan tenaga, ide, bakat, kreativitas, dan lain sebagainya sehingga organisasi dapat mencapai tujuan.

Manajemen SDM yang dilakukan secara optimal dapat meningkatkan kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.

Salah satu tahapan dalam proses pengelolaan SDM tersebut yaitu mutasi dan promosi.

Organisasi DJP pun tak luput dari proses ini. Pegawai DJP di manapun pasti mengalami proses mutasi dan promosi sesuai kebutuhan institusi.

Sebagai contoh, ada pegawai yang sebelumnya di bagian Hubungan Masyarakat (Humas) lalu mutasi ke unit lain yang bukan Humas. Atau sebaliknya, ada yang belum pernah sama sekali di Humas, lalu tiba-tiba bertugas menjadi Humas.

Kasubdit Humas DJP, Ani Natalia pernah mengatakan, saat kuliah di STAN, ia tak pernah membayangkan akan menjadi Humas DJP. Namun takdir membawanya menjadi Insan Humas hingga saat ini. 

"Tidak ada yang bisa semua hal. Oleh karena itu kita semua butuh belajar," ungkapnya saat membuka acara pelatihan "Pembuatan Siaran Pers", beberapa waktu lalu.

Perempuan yang akrab disapa Kak Ani ini mengungkapkan bahwa pekerjaan Humas setiap hari semakin menantang. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik dengan semua pihak, salah satunya dengan media.

Kak Ani menilai, bagi Humas, peran media sangat penting. Ketika berhubungan dengan media, dibutuhkan sebuah keahlian dalam berkomunikasi agar sama-sama memudahkan dalam bekerja.

"Apa yang kita inginkan, apa yang kita maksudkan, boleh disampaikan kepada publik dengan bantuan media massa," ujarnya.

Namun teman-teman jurnalis juga memiliki 'banyak pekerjaan'. Untuk memudahkan mereka dalam membuat sebuah berita, sebagai Humas harus bisa membuat siaran pers yang baik. Dengan begitu tercipta hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

"Ini adalah sebuah tantangan dan DJP selalu berusaha memberikan kesempatan belajar kepada para pegawai untuk bisa meningkatkan kapasitasnya," tandasnya.

Ia berharap agar pegawai memanfaatkan setiap peluang yang diperoleh untuk meningkatkan kepasitas diri. "Mari hargai setiap kesempatan belajar. Don’t take it for granted. Setelah itu kita praktikkan (berkarya) agar ilmu itu bermanfaat," pungkasnya. (HP)

Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Alia Karenina sedang memparkan materi personal branding, Sabtu (12/12)

"Your brand is what other people say about you where you're not in the room." (Jeff Bezos, Amazon)


Pradirwan - Semua orang punya personal branding. Entah kita sengaja membangunnya atau tidak, orang lain pasti pada suatu saat akan membicarakan kita. Betul, kan?

Ilmuwan psikologi Universitas Florida Lise Abrams dan Danielle K. Davis dalam Current Direction in Psychological Science mengungkapkan terdapat fakta bahwa ada beberapa nama yang begitu sulit untuk diingat. Hal ini dapat mengajari kita banyak hal tentang cara kerja ingatan manusia.*

Sebagai contoh, ada banyak orang yang bernama Herry di dunia ini. Dengan mengetikkan "Herry" dalam kontak di gawai kita, mungkin akan muncul puluhan nama tersebut. Untuk membedakan Herry yang satu dengan yang lainnya, kita perlu menambah kata lainnya yang spesifik merujuk Herry yang kita maksud, misalnya Herry Pradirwan.

Seperti halnya nama, seseorang bisa diingat atau diidentifikasi dari personal branding yang ia milliki. 

Baca juga: 7 Manfaat Fotografi Ala Masardani

Personal branding merupakan hal yang penting khususnya dalam dunia profesional. Dengan memiliki personal branding, suatu individu bisa dengan lebih strategis menempatkan dirinya dalam tim dan organisasi.

Selain itu, personal branding berguna untuk menciptakan kesadaran, membangun kepercayaan, menciptakan reputasi, dan memengaruhi persepsi dari orang-orang yang relevan.

Dalam lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN), personal branding penting untuk meningkatkan kualitas baik secara individu maupun dalam konteks komunikasi publik.

Lalu, apa sih personal branding itu?

Dalam sebuah webinar bertajuk "Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN", Juru bicara Kemenko Perekonomian dan CEO Alika Communications, Alia Karenina menjelaskan personal branding adalah bagaimana cara kita menunjukkan 'sisi personal' mana yang akan kita tampilkan kepada orang lain, meskipun itu tidak sesuai dengan kepribadian kita.

"Brand itu apa yang dikatakan orang lain tentang kita. Apakah itu personality kita? Tidak," ujar alumnus teknik planologi (ilmu perencanaan wilayah dan kota ) ITB itu, Sabtu (12/12).

Alia bercerita bahwa ia sebenarnya introvert dan pemalu. Namun saat terjun sebagai jurnalis televisi, ia belajar berkomunikasi sehingga kini dikenal sebagai seseorang yang memiliki gaya bicara lugas dengan intonasi yang jelas.

"Orang yang pernah berinteraksi dengan saya mungkin melihat Alia Karenina itu galak, tegas, ngomongnya tanpa tedeng aling-aling, dan tidak punya perasaan. Sebenernya saya sangat sensitif, cenderung conciderate terhadap orang-orang dekat, dan pemalu," ungkapnya. 

Baca juga: Cara Menjadi Newbie Percaya Diri

Lebih lanjut ia menuturkan, untuk membangun brand yang kuat, secara umum harus memiliki lima unsur.

"Yang perlu ditonjolkan pertama kali adalah kesan powerfull (kuat). Kemudian otentisitas (autentic) kita. Saya mungkin orangnya santai dan cenderung tidak kaku," katanya.

Selanjutnya adalah konsisten (consistent). Citra diri harus konsisten, tidak berubah-ubah.

Kesan diri juga haruslah visible, maksudnya kita harus terlihat berbeda dari pada orang-orang kebanyakan (stand out).

"Punya sesuatu yang berbeda atau berharga (valuable) yang bisa ditawarkan, yang menjadi pembeda antara saya dengan orang orang lain yang menjadi peers kita. Cobalah membuat list apa saja nilai-nilai yang kita punya. Karena yang paling mengenal diri kita adalah kita sendiri," tegasnya.

Untuk menjadi seseorang yang stand out, Alia memberikan tips. Caranya dengan tidak memberi pekerjaan medioker, yaitu pekerjaan yang semua orang bisa kerjakan. 

"Kerjakan pekerjaan yang hasilnya bisa 120%, supaya kamu bisa stand out," imbuhnya.

Personal branding harus ditunjukkan dengan attractive. Tujuannya untuk menarik orang-orang yang membutuhkan kemampuan atau keahlian kita.

Meski begitu, dia mengingatkan untuk tak terlalu sibuk menonjolkan diri, tetapi buat diri kita dibutuhkan.

"To be demand, not supply. Kehadiranmu penting. Kalau gak ada kamu gak jalan. Buat orang berpikir, oh kalau kerjaan ini tuh yang bisa ngerjain cuma si A. Gak ada orang lain yang bisa," katanya.

Jika hal itu terjadi, akan membuat positioning individu berbeda di antara teman-teman yang lainnya.

"Kita akan mendapatkan posisi dan kondisi terbaik yang sesuai minat, bakat, keahlian, dan kekuatan kita.Karena pasar akan membutuhkan orang-orang yang mempunyai value added dan skill set tertentu," jelasnya.

Di akhir paparannya, ia meminta untuk menjaga profesionalisme dan membangun relasi sebanyak-banyaknya. Berkenalan dengan semua layer/tingkatan. Dari yang terendah sampai yang tertinggi.

"Unsur-unsur itu penting untuk mengelola kesan orang lain terhadap kita, baik itu rekan, atasan, pihak luar, maupun secara umum," pungkasnya.

Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti.

Senada dengan Alia, Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti mengatakan peran ASN penting untuk menjaga citra dan kredibilitas institusi di mata publik.

Menurutnya, ASN adalah agen komunikasi (humas) dari tempat di mana ia bekerja. Salah satunya melalui media sosial untuk mengetahui tingkat engagement terhadap publik.

"Tidak bisa dimungkiri sebagai personal kita hadir di media sosial. Karena kita sebagai ASN, pasti orang akan melekatkan dimana tempat kita bekerja. Marwah kita sebagai ASN akan selalu melekat. Makanya kita harus berhati-hati jika berhadapan dengan publik dan media sosial (bijak bermedsos)," ungkap mantan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu itu.

Pria yang akrab disapa Frans itu mengatakan setiap ASN seharusnya bisa mengomunikasikan setiap kebijakan publik dari tempatnya bekerja.

"Sebagus apa pun kebijakannya, tanpa dikomunikasikan dengan baik, kebijakan itu akan gagal karena tidak bisa diterima oleh masyarakat dengan baik," katanya.

Lebih lanjut Frans mengatakan, agar dapat menjelaskan ke masyarakat, tak cukup hanya mengetahui aturan terkait kebijakan saja yang dipelajari. Penting juga untuk mengetahui bagaimana latar belakang sebuah kebijakan itu diputuskan.

"Ketahui juga asbabun nuzul kenapa kebijakan itu terbit," katanya.

Hal lain yang tak kalah penting menurut Frans adalah kemampuan menerjemahkan kebijakan publik itu dengan bahasa yang membumi atau mudah dipahami sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

"Sebagai agen komunikasi (humas), kita mengamati kebutuhan informasi/respon masyarakat. Jika menemukan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan publik yang sudah diterbitkan atau hoax, kita harus segera memberikan klarifikasi," ujarnya.

Dalam beberapa kasus yang dianggap mendesak (misalnya komentar/postingan di medsos), Frans sering menggunakan medsos pribadinya untuk menjelaskan hal yang bersifat informal. Ia menyebut, keunggulan sebagai ASN yaitu mengetahui data dan informasi yang valid dari institusinya.

"Respon di medsos seperti ini tidak bisa kita gunakan dengan release resmi. Selain karena sifatnya (yang tidak resmi/informal) itu, pembuatan release biasanya membutuhkan waktu yang lama. Dikhawatirkan isu itu dianggap benar jika terlalu lama dibiarkan dan akan semakin sulit diluruskan karena masyarakat sudah termakan hoax," tegas Frans.

Oleh karena itu ia sepakat dengan Alia untuk membina relasi di semua level atau lintas instasi. Hal itu menurutnya bisa memudahkan dan memaksimalkan peran humas dalam menjaga citra dan kredibilatas institusi.

Selain itu, menurut Frans, hal penting yang coba ia bangun adalah mengurangi jurang komunikasi dalam unit kerja. Menurutnya, jenjang birokrasi membuat sekat dalam berkomunikasi.

"Adanya 'sekat birokrasi' membuat komunikasi tidak berjalan lancar. Ide-ide cemerlang dari pelaksana misalnya bahkan bisa tak tersalurkan karena ada rasa segan atau enggan kepada atasan. Jurang komunikasi di birokrasi itu harusnya tidak dimiliki, khususnya bagi pranata humas," imbuhnya.

Di akhir paparannya, Frans berharap agar semua pegawai bisa menjadi agen humas.

"Tantangan berikutnya adalah membangun komunitas yang mendukung tugas kehumasan. Bagaimana kita semua berkontribusi membangun branding institusi masing-masing," pungkasnya. (HP)


Artikel ini telah ditayangkan di ayobandung.com

* Mengapa Sangat Sulit untuk Mengingat Nama Orang, Bisnis Indonesia, 20 Juni 2020. https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20200620/219/1255348/mengapa-sangat-sulit-untuk-mengingat-nama-orang

Bingung Bikin Caption? Cobalah Dua Teknik Copywriting Ini

Teknik Copywriting

Pradirwan - Apa kamu sering kebingungan saat menulis caption untuk konten media sosialmu? 

Tahukah kamu jika menulis caption itu lebih mudah jika kamu mengetahui beberapa teknik copywriting? 

Ada dua teknik yang biasa saya gunakan dalam menulis caption.

Pertama, teknik Before - After - Bridge (BAB). 

Before, menjelaskan kondisi yang mungkin dialami audience-mu saat ini. Apa saja masalah, situasi, atau keadaan yang mereka alami sebelum membaca atau menyaksikan kontenmu. Tuliskan sebagai paragraf pembuka. 

After, menjelaskan kondisi spesifik yang diharapkan audience. Tuliskan perubahan apa yang bisa didapat audience setelah membaca atau menyaksikan kontenmu. 

Bridge, menjelaskan solusi yang bisa memfasilitasi audience dalam menyelesaikan masalahnya. Tuliskan apa yang bisa dilakukan oleh audience (dengan kontenmu) untuk mengubah kondisi dari Before menjadi After. 

Simak contoh caption menggunakan teknik BAB berikut:

"Bikin Caption Lebih Mudah dengan Teknik BAB (Headline/judul)

Apa kamu sering kebingungan saat menulis caption untuk konten media sosialmu?  (Before) 

Tahukah kamu jika menulis caption itu lebih mudah jika kamu mengetahui beberapa teknik copywriting? 

Salah satunya adalah teknik Before - After - Bridge (BAB). (After)

Di dalam konten ini saya akan menjelaskan bagaimana teknik BAB ini diterapkan untuk menulis caption beserta contoh yang bisa kamu tiru. (Bridge)

So, pastikan kamu baca kontenmu sampai habis ya! (Call to Action)"

Kedua, teknik PAS

Selain teknik BAB di atas, ada satu teknik lain yang bisa digunakan untuk menulis caption yaitu teknik PAS. Apa itu teknik PAS? 

Teknik PAS (Problem-Agitate-Solve) adalah salah satu teknik copywriting yang bertujuan untuk menyadarkan audience dengan menunjukkan kemungkinan terburuk dari masalah yang sedang dihadapi dan menawarkan solusi untuk keluar dari masalah tersebut. 

Problem, bagian ini menjelaskan masalah yang dihadapi audience (Pain). Mirip dengan Before pada teknik BAB. 

Agitate, menjelaskan akibat terburuk yang bisa dialami audience apabila masalah tersebut tidak diselesaikan dengan baik. 

Buat mereka semakin gelisah dengan masalah yang sedang dihadapi. 

Solve, menjelaskan alternatif jalan keluar (satu atau beberapa) yang bisa digunakan audience untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Tuliskan bagaimana kontenmu atau produkmu bisa menyelesaikan masalah audience. 

Contoh penerapan teknik PAS dalam caption. 

"TEKNIK INI DIJAMIN PAS UNTUK NULIS CAPTION!⁣ (headline/judul)

Tidak mengetahui teknik copywriting adalah salah satu penyebab kamu sering stuck saat bikin caption untuk kontenmu.⁣ (Problem)

Akibatnya, kamu hanya menulis caption seadanya tanpa susunan yang jelas dan sistematis. Hal tersebut bisa saja berakibat pada engagement konten yang kurang maksimal karena captionmu tidak bisa menarik audience untuk mengunjungi kontenmu atau memberikan feedback sesuai keinginanmu.⁣ (Agitate)

Untuk itu, sebagai creator kamu perlu mempelajari teknik-teknik copywriting. Salah satunya adalah teknik PAS (problem-agitate-solve) yang saya bahas pada konten di atas.⁣ (Solve)

Silahkan baca kontennya sampai habis untuk mengetahui penjelasan dan contoh penggunaanya dalam menulis caption.⁣ (Call to Action)."

Semoga catatan malam Senin tentang dua teknik copywriting untuk membuat caption ini bermanfaat. Salam. 

Sumber: @gilalogie

Membedah Buku Mazda

Bedah Buku Membangun Rumah di Bawah Tanah

"Jika kau bukan anak raja maka menulislah!" (Imam Ghazali)

Pradirwan - Siapa sih yang tak ingin namanya tercantum dalam sampul sebuah buku sebagai penulis? Dalam hati setiap penulis, pastilah ada keinginan untuk membuat buku, wujud tertinggi dari sebuah tulisan. Setidaknya satu buku seumur hidupnya. 

Tak terkecuali Ahmad Dahlan. Baru-baru ini, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai auditor di Kantor Pajak itu menerbitkan buku berjudul "Membangun Rumah di Bawah Tanah (MRdBT)". 

Pada acara bedah buku yang digelar Sabtu malam (19/09/2020), pria yang akrab disapa Mazda itu bercerita tentang keputusannya membuat buku. "Pertengahan Agustus 2020 lalu, motivasi membuat buku yang semula tereduksi itu tiba-tiba menguat kembali," ungkapnya. 

Konon, motivasi itu muncul berawal dari sebuah keinginan untuk memberikan kado pernikahan perak untuk istrinya. 

Terbersitlah ide untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah dia buat, merangkainya, mengikatnya, lalu ia jadikan sebuah draft buku. Draft ini kemudian disebarkannya ke beberapa rekan penulis. 

Gayung bersambut. Rekan-rekannya menyatakan bahwa draft tersebut layak menjadi sebuah buku. Lalu seorang rekan memberinya nomor kontak penerbit. Proses selanjutnya sudah bisa ditebak, buku itupun terbit dan sampai kepada pembacanya.

Tangkapan Layar saat mengikuti bedah buku Mazda

Buku yang sudah masuk cetakan kedua ini dikupas tuntas oleh tiga pembicara, semalam. Mereka adalah Gathot Subroto (Fuji Film X-Fotografer), Edmalia Rohmani (Pecinta Literasi), dan Nurul Huda Haem (Pengurus Ponpes Motivasi Indonesia-Bekasi). 

Acara yang berlangsung sejak pukul 19.30 WIB ini dimoderatori oleh Slamet Rianto dan disiarkan langsung melalui aplikasi zoom meeting.

Berbagai ulasan menarik tentang buku itu pun muncul. Gathot mengulas tentang sampul dan lay out buku itu. Fotografer yang fotonya pernah digunakan akun medsos @Jokowi itu membuka bahasannya dengan dua cara penerbitan buku. 

Gathot Subroto @Gathoe

Jika dulu seorang penulis harus mengirimkan naskah kepada penerbit mayor, masuk ke dalam daftar antrian untuk di-review, dan proses-proses lain yang harus diikuti, maka sekarang para penulis indie bisa mencoba peruntungannya sendiri. "Penulis bisa membuat buku dengan lebih personal melalui penerbit minor (self publishing)," kata Gathot.

Dengan memanfaatkan jejaring pertemanan di media sosial dan komunitas di Whatsapp grup, seorang penulis bisa memasarkan bukunya. "Kita bisa mengalkulasi berapa biaya yang dibutuhkan untuk ongkos mencetak buku tersebut dari jumlah pertemanan kita itu," katanya. 

Meski ada pepatah mengatakan, “Don’t judge a book by its cover”, namun kenyataannya riset membuktikan bahwa keberhasilan penjualan buku di pasaran sangat bergantung terhadap kualitas dan keindahan cover-nya.

"Penggemar buku seringkali hanya melihat sekilas judul dan sampul buku dari berbagai banyak pilihan buku lainnya. Mereka sangat memperhatikan aspek desain cover buku agar 'stand out' di antara buku-buku lainnya," tutur Gathot. 

Semua aspek yang tercermin dalam buku itu harus bisa direpresentasikan desainer dan author melalui cover-nya. "Semua warna, typography, desain lay out, dan ukuran buku itu harus saling menunjang," ungkapnya. 

Ia berpesan, agar untuk buku selanjutnya "memanfaatkan jasa" teman-temannya yang memang ahli di bidang desain dan editing. 

Menanggapi hal tersebut, Mazda menyampaikan bahwa dia menerima masukan tersebut. "Saya berpikir untuk tidak merepotkan teman-teman saja. Pihak penerbit saya anggap profesional. Mereka pun sudah beberapa kali menyampaikan konsep baik tulisan maupun lay out untuk saya setujui sebelum dicetak," katanya. 

Ulasan berikutnya disampaikan Edmalia. Pecinta sastra itu mengatakan bahwa buku perdana Ahmad Dahlan itu sangat ringan sehingga pesannya mudah ditangkap.

Edmalia Rohmani

"Inti komunikasi (baik secara lisan ataupun tulisan) adalah menggerakkan hati orang. Tulisan dianggap sukses ketika bisa menggerakkan hati orang, dan itu tercermin dalam tulisan di buku ini," kata pegawai pajak yang akrab disapa Lia itu.

Point of View (POV) atau sudut pandang penulisan tak luput dari pembahasan Lia.  "Secara sederhana, POV adalah bagaimana penulis menempatkan dirinya dalam cerita dan menyampaikan cerita itu kepada pembaca. POV ditentukan saat mulai menulis. Digunakan konsisten dari awal hingga akhir cerita," jelasnya. 

Dalam proses penciptaan karya, ada tiga POV yang bisa digunakan, yaitu POV orang pertama (POV1), POV orang kedua (POV2), dan POV orang ketiga (POV3). 

Dalam POV1, penulis menjadi diri penulis sendiri (aku) dalam cerita, mengikuti pikiran dan aksi si penulis. Penulis tidak bisa menggambarkan apa yang tidak dilihat si penulis. Penulis juga tidak bisa mengetahui perasaan yang tidak dirasakan oleh penulis.

Saat memosisikan diri sebagai penulis, tugas utamanya hanya menulis hingga selesai apa-apa yang menjadi ide atau pikiran yang ingin dituangkan. Tidak perlu memikirkan hasilnya akan baik atau tidak, menarik atau tidak diksi yang digunakan, semua itu urusan belakangan.

Sementara dalam POV2 dan POV3, penulis memosisikan dirinya sebagai orang lain, baik sebagai pembaca (POV2) maupun sebagai editor (POV3). 

Saat kegiatan menulis selesai, penulis kemudian memosisikan dirinya sebagai pembaca. Hasil tulisan yang telah selesai itu kemudian dibaca ulang dari awal sampai akhir. Hal ini bertujuan agar dapat mengenali tulisan yang mungkin kurang baik atau diksi yang digunakan kurang menarik. Sehingga dapat melakukan koreksi dan pengeditan.

Langkah selanjutnya, penulis memosisikan dirinya sebagai editor. Poin terakhir ini sangat penting diterapkan demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Jika sudah mampu memosisikan sebagai editor, maka dengan mudahnya dapat mengubah kata yang kurang baik, ada yang salah ketik, penggunaan tanda baca yang tidak tepat, atau mungkin ada alur yang kurang pas pada tulisannya. 

"Buku ini penulis memilih POV1. Menceritakan kejadian sehari-hari yang dialami penulis," ungkapnya. 

Untuk itu, penting juga mengetahui platform apa yang akan digunakan penulis dalam menyampaikan gagasannya. Hal ini terkait dengan penggunaan kaidah berbahasa yang baik. 

Lia lantas mengutip pendapat Gorys Keraf, “Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik."

Kejujuran yang dimaksud adalah ketepatan pemilihan kata. Ini berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat, yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. 

"Buku ini sudah menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menarik. Namun untuk sebuah buku, menurut saya lebih baik menggunakan kaidah penulisan buku yang berlaku. Gaya bahasa yang digunakan masih terpengaruh gaya bahasa membuat artikel blog atau medsos yang personal," kata Lia. 

Namun Lia tak menampik bahwa penggunaan diksi dalam buku setebal 160 halaman itu sangat ciamik. "Bahkan sekelas Masla (Slamet Rianto) pun harus membuka kamus untuk mengetahui maknanya," ujarnya berseloroh. 

Menurut Mazda, dirinya mengidolakan Dahlan Iskan. Tulisan-tulisannya memang terpengaruh gaya bahasa dalam DI's Way. "Gaya bahasa ini memang saya pertahankan untuk menjaga kekhasan," katanya. 

Sementara itu, pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem mengatakan, setidaknya ada lima hal yang ia dapatkan dari kumpulan cerita dalam buku "Membangun Rumah di Bawah Tanah" ini.

Pertama, tidak ada satu peristiwa yang terjadi melainkan ada hikmah yang menyertainya. Maknai peristiwanya. "Buku ini menyajikan berbagai kisah sederhana namun penuh hikmah," tuturnya. 

pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem

Kedua, jadilah orang kaya. Menurut ustaz yang akrab disapa Ayah Enha itu, selama ini manusia dituntut menguasai ilmu ekonomi tanpa diimbangi dengan kesalehan finansial. "Dengan uang kita bisa memiliki harta. Kita lupa belajar bagaimana agar uang itu bukan lagi sebagai sebab, tetapi sebagai akibat," jelasnya. 

Uang yang kita peroleh hendaknya didapatkan dari sumber yang halal, dengan cara yang baik, dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik. 

Seorang yang memiliki kesalehan finansial akan cermat memilih sumber uang yang dia dapatkan dan saat menggunakannya. Sebab, uang yang dia dapatkan bukan hanya akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Ketiga, menyiarkan kebaikan (sedekah) itu tak dilarang. Sebagaimana tercantum dalam surat Albaqarah ayat 271, Allah SWT berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu."

Keempat, jangan menghardik anak yatim. Dalam Islam, anak yatim mendapatkan perhatian Alquran sejak periode Mekah. 

Hal ini tercermin dalam Alquran surat Almaun ayat 1-3. Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." 

Anak yatim (anak yang ditinggalkan oleh bapaknya saat usia kecil hingga akhil baligh) tidak hanya membutuhkan bantuan untuk masalah fisik, seperti pakaian, makanan, minuman, dan tempat tinggal. Mereka juga membutuhkan curahan kasih sayang dan pendidikan. 

Beberapa yayasan dan panti sosial yang memelihara anak yatim ini ada di sekitar kita. "Jangan santuni kami, berdayakan kami. Inilah motto yang digunakan di pesantren kami (Motivasi Indonesia)," kata Ayah Enha.

Kelima, temukan Detik Kesadaran Diri (DKD)-mu. Kesadaran diri ini merupakan salah satu respon atas segala pengambilan keputusan yang diambil dalam kehidupan ini. 

DKD adalah sebuah momentum di mana seseorang dengan penuh kearifan mengakui kekhilafannya dan melakukan perubahan. Ia sepenuhnya menyadari bahwa pengawasan Allah bukan sekadar pada keberadaannya, bahkan pada setiap huruf yang ia tuliskan, pada setiap kata yang ia lisankan, pada setiap hembusan nafas, pada setiap angin yang mendesir, pada setiap daun yang berguguran, pada setiap detik kejadian. 

"Buku MRdBT ini menyiratkan bahwa penulisnya mulai 'tersadar' saat mendengarkan khotbah salat  Jumat. Mazda menggunakan kemampuannya dalam menulis dengan berbagi tulisan untuk membuat kita termotivasi melakukan kebaikan," pungkasnya. 

Sebagai penutup, Slamet Rianto berujar, bahwa ternyata berbuat baik itu butuh ilmu. 


Tabik


Pradirwan, 

Bandung, 20 September 2020

***


Judul buku: Membangun Rumah di Bawah Tanah

Penulis: Ahmad Dahlan

ISBN: 978-602-5824-78-4

Ukuran: 14x20 cm

Jumlah halaman: 160 halaman

Penerbit: Maghza Pustaka, Pati

Cetakan pertama: Agustus 2020


***

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan berikut https://tinyurl.com/MRdBT2 atau menghubungi akun facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes