BREAKING NEWS
Showing posts with label Fotografi. Show all posts
Showing posts with label Fotografi. Show all posts

ARKE

Poster Pameran Fotografi Antara bertajuk Arke (pradirwan)

Pradirwan - Frase "Arke" pertama kali saya temui di pameran fotografi yang diselenggarakan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Biro Jawa Barat, di Gedung Antara Biro Jabar, Jalan Braga 25 Kota Bandung, Kamis (24/01). Arke Kilas Balik Jabar 2018 menjadi tajuk pameran yang menampilkan 44 foto terbaik karya pewarta foto Antara sepanjang tahun 2018 itu.

baca juga : Ketika Ridwan Kamil Bicara Fotografi

Menurut Kepala Perum LKBN Antara Biro Jawa Barat Zaenal Abidin, Arke berarti "titik mula". Kata ini dipilih karena dianggap merepresentasikan kegiatan yang baru kali pertama diadakan oleh Antara Biro Jawa Barat itu. Arke juga menjadi simbol harapan, pameran foto yang diadakan mulai 24 Januari hingga 24 Februari 2019 itu bisa menjadi titik mula Antara Biro Jabar untuk memberikan sumbangsihnya di bidang jurnalistik bagi Bumi Pasundan.

Mendengar penjelasan itu, saya jadi teringat sebuah dialog dalam film berjudul "We are Marshall". Film ini diangkat dari kisah nyata dan bercerita tentang sebuah tim football di kota Marshall, sebuah kota kecil di West Virginia, Amerika Serikat.

Dalam salah satu adegan, ada seorang ayah yang kebingungan menghadapi bayinya yang menangis. Ia mencari tau apa penyebabnya. Ternyata bayinya membuang air kecil di popoknya. Masalahnya, ia tak pernah sekalipun menggantikan popok anaknya dan biasanya istrinya yang melakukan tugas itu. Karena istrinya sedang tidak dirumah dan anaknya masih tetap menagis, akhirnya ia beranikan diri untuk mencoba mengganti popoknya. Setelah mencoba untuk pertama kali, akhirnya ia berhasil.

Sudah dapat maknanya?

Ya.

"Selalu ada yang pertama untuk segalanya". Hanya kita tak pernah tau kapan saatnya tiba, tugas kita hanya mencoba sampai kita menemukan yang pertama itu.

Demikian pula menulis. Bagaimana memulainya? Tulislah kata pertama, lanjutkan dengan kata dan kalimat selanjutnya. Tuangkan apa yang terlintas di pikiran. Yakinlah, bahwa kita bisa.

Setiap hal, apapun itu, selalu dimulai untuk “pertama kali”. Percaya akan selalu ada hal baik, jika kita mau melihatnya dengan cara yang baik.

Bandung, 29/01/2019

Ketika Ridwan Kamil Bicara Fotografi

Foto bersama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Kepala Biro Perum LKBN Antara Biro Jawa Barat Zaenal Abidin, usai peresmian Pameran Foto Arke Kilas Balik Jabar 2018 yang digelar Antara biro Jabar, Kamis (24/01/2019)


Pradirwan - Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil mengaku berbahagia. Pasalnya, pria yang akrab dipanggil kang Emil itu bisa berinteraksi dengan salah satu hobinya.

“Hari ini saya berbahagia karena ada sepenggal cinta saya, bagian yang berinteraksi dengan diri saya, yaitu fotografi,” ujar Kang Emil saat membuka Pameran Foto Arke Kilas Balik Jabar 2018, yang diadakan oleh Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Biro Jawa Barat, di Gedung Antara Biro Jabar, Jalan Braga 25 Kota Bandung, Kamis (24/01).

Mantan Walikota Bandung ini mengatakan ada dua cara yang dilakukannya untuk menghilangkan rasa stres. Salah satunya, dengan berburu objek-objek menarik dan mengabadikannya melalui bidikan lensa kamera atau fotografi.

“Saya ini arsitek. Lima tahun didikannya visual. Jadi, kalau saya sedang stress, ritualnya dua, sholat dan hunting foto,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan dirinya meyakini sebanyak 44 foto yang dipamerakan dalam Pameran Foto Arke Kilas Balik Jabar 2018 itu merupakan foto-foto luar biasa yang dihasilkan oleh fotografer Antara di Jawa Barat.

"Saya meyakini, foto yang dipamerkan ini akan sangat luar biasa dan hari ini semua orang pada dasarnya bisa menjepret foto," kata dia.

Gubernur Emil mengatakan foto bagi dirinya bukan sekedar rangkaian cahaya yang tertangkap lensa kamera oleh seorang fotografer.

"Bagi saya foto itu adalah cerita. Foto itu adalah momentum, dan terkadang kita sering melewatkan momentum bagus serta luput dari jepretan lensa kamera," kata dia.

Emil menuturkan foto hasil jepretan menggunakan kamera saku berhasil menjuarai sebuah kontes foto yang diadakan oleh Harian Kompas. "Saya pernah menang kontes foto Kompas dulu, itu hadiahnya bikin saya ke Jepang dan motretnya pakai kamera pocket. Itu menandakan enggak harus canggih kameranya yang penting momentumnya," kata dia.

Emil mengisahkan salah satu foto yang menjadi favoritnya adalah ketika ia mengabadikan momen di Masjid Al Irsyad di Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat. "Waktu itu saya motret di Masjid Al Irsyad, lagi shalat cahayanya datang di waktu Ashar. Karena Masjid Al Irsyad itu mihrabnya terbuka maka cahaya Ashar itu menyebabkan back light," kata dia.

"Sehingga pesannya di mata Allah SWT, tidak ada kopral, jenderal, direktur, itu hanya individu yang berkomunikasi dengan Allah," lanjut dia.

Ia menambahkan, ada kebiasaan baru yang membuat bahagia. “Kalau jadi politikus, jadi pejabat, jadi pemimpin, harus sabar melayani masyarakat yang meminta berfoto. Ternyata, berfoto itu bisa membuat bahagia,” imbuhnya.

Di akhir sambutannya, orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat ini berpantun, "makan soto di Pantai Carita, dengan foto kita berbicara," pungkasnya.

Koordinator Daerah Foto LKBN Antara Biro Jawa Barat M Agung Rajasa mengatakan Divisi Foto Antara selama tahun 2018 telah memproduksi 3.000 foto.

"Ada sekitar 3.000 foto yang diproduksi pewarta foto Antara sepanjang tahun 2018, lalu kita kurasi. Kemudian yang terpilih ada di buku 249 dan yang dipamerkan hari ini ada 44 foto," kata dia.

Pameran Foto Arke Kilas Balik Jabar 2018 digelar mulai 24 Januari 2019 hingga 24 Februari 2019 dan terbuka bagi umum.

Sementara itu, Kepala Biro Perum LKBN Antara Biro Jawa Barat Zaenal Abidin menambahkan pameran foto tersebut merupakan kali pertama diadakan oleh Antara Biro Jawa Barat.

Kata "Arke" sendiri, kata Zaenal, memiliki arti titik mula sehingga pameran foto tersebut diharapkan bisa menjadi titik mula Antara Biro Jabar untuk memberikan sumbangsihnya di bidang jurnalistik bagi Bumi Pasundan

"Kita ada di daerah strategi, Gedung Antara Biro jabar ini adalah tempat bersejarah dan kita berupaya merawatnya. Mudah-mudahan pameran foto ini bisa bersinergi dengan Humas Pemprov Jabar dalam merekam sejarah Provinsi Jabar," kata Zaenal.

***

 artikel ini ditayangkan di AyoBandung.com dengan judul Ketika Gubernur Jawa Barat Bicara Fotografi

10 Years Challenge dan Keabadian

Seorang peserta sosialisasi mengabadikan moment dengan telepon pintarnya (Rabu, 16/01/2019) 


Pradirwan - Fenomena Tantangan Sepuluh Tahun atau 10 Years Challenge sedang mewabah warganet dalam beberapa hari terakhir. Ada yang sekadar berbagi foto-foto pribadi dari 10 tahun sebelumnya, tapi, lagi-lagi, ada juga yang menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Orang-orang itu sibuk mencari foto dari sepuluh tahun lalu, atau yang diambil pada 2009, untuk kemudian diunggah ke berbagai platform media sosial dan dibandingkan dengan foto terbaru yang diambil di tahun 2019. Itulah esensi tantangan ini, karena mencari arsip foto sepuluh tahun lalu bagi sebagian orang tidaklah mudah.

Perusahaan periklanan media sosial, Spredfast mencatat, sebagaimana dikutip dari BBC.com (16/1/2019), tagar #10YearsChallenge mulai digunakan di Indonesia sejak 14 Januari 2019 dan masih meningkat terus penggunaannya sampai tulisan ini dibuat.

Terlepas dari apakah dampak yang ditimbulkan positif atau negatif sebagaimana yang disampaikan Kate O'Neill dalam tulisannya yang ditayangkan di situs wired.com, ada hal menarik perhatian saya, yaitu tentang foto dan keabadiannya.

Seorang seniman kelahiran Pennsylvania, Andy Warhol pernah mengatakan, “Hal terbaik mengenai sebuah gambar adalah gambar itu tidak pernah berubah, bahkan ketika orang-orang yang ada di dalamnya sudah berubah."

Untuk mendapatkan foto, cara satu-satunya adalah dengan memotret (fotografi). Maka tak heran muncul ungkapan bahwa memotret merupakan salah satu sarana untuk mengabadikan sebuah moment. Ya, memotret ialah laku hidup demi sebuah kekekalan.

Lalu kemudian muncul pertanyaan lainnya, apakah benar moment yang kita tangkap melaui fotografi dapat abadi?

Apakah bisa kita mengabadikan sesuatu sedangkan eksistensi kita diragukan keabadiaannya?

Jelas sesuatu yang rumit untuk saling dikaitkan, karena pada dasarnya kita sendiri akan hilang bersama eksistensi kita.

Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa abadi meskipun kita sudah tak bisa eksis lagi?

Kisah sastrawan terbaik yang pernah Indonesia miliki, Pramoedya Ananta Toer, mungkin bisa dijadikan referensi. Lelaki kelahiran Blora, 6 Februari 1925 ini menjadi legenda dunia kepenulisan Indonesia berkat tulisan-tulisannya.

Dalam bukunya yang berjudul "Anak Semua Bangsa", Pram menyampaikan sebuah gagasan yang sangat cemerlang, bahwa "Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".

Saat saya membuat tulisan ini, kutipan Pram di atas setidaknya disukai oleh 916 orang di situs Goodreads. Tertinggi dibandingkan kutipan lainnya dari karya-karyanya.

Banyak orang pintar, rajin membaca, namun jarang menulis. Mereka punya banyak ilmu dan pengalaman, namun tidak pernah membagikannya lewat tulisan. Bagi saya keputusan mereka itu sangat disayangkan, karena apa yang mereka miliki hanya akan bermanfaat buat dirinya sendiri. Akan berbeda jika mereka menuliskan apa-apa yang dikuasainya. Tentu dampaknya akan lebih luas. Mereka bisa membawa pengaruh juga manfaat kepada orang lain dan akan terus berguna buat generasi selanjutnya.

Lebih lanjut, saya ingin menyampaikan kutipan Pram lainnya, "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suara mu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."

Perhatikanlah kutipan-kutipan Pram diatas. Sudah dapatkan benang merahnya? Ya, berkarya (dalam hal ini menulis). Apa yang kita 'suarakan' melalui karya tersebut akan abadi. Meskipun eksistensi kita telah lenyap, masyarakat masih dapat merasakan kehadiran kita melalui karya-karya yang telah kita wariskan. Bahkan, suatu saat dapat mempelajari atau merenungkan atas apa yang telah kita torehkan.

Dampak lebih dahsyat dapat diperoleh jika sebuah karya tulisan dibarengi dengan karya foto. Penggambaran tulisan akan lebih nyata jika bisa memadupadankan dengan karya fotografi.

Itulah kenapa, fotografi jurnalistik menjadi bagian penting. Melihat sejarah Indonesia, fotografi jurnalistik berkembang beriringan dengan perjuangan untuk meraih kemerdekaan.

Bisa kita saksikan, gambar-gambar sejarah seperti proklamasi kemerdekaan, bukan hanya hasil keberuntungan para fotografernya, namun merupakan kegigihan dan komitmen yang mendalam untuk menghasilkan foto yang menarik. Meski fotografernya telah tiada, foto-foto itu seolah menceritakan kejadian di balik setiap foto.

Maka, ingatlah satu hal. Mereka yang berkarya akan hidup bersama dengan karyanya. Walaupun eksistensi dirinya telah lenyap, tetapi karya mereka akan abadi. Setidaknya sampai karya tersebut lenyap bersama alam semesta.

Maka, apakah masih ada keraguan untuk berkarya?


***

artikel ini pertama kali ditayangkan di AyoBandung.com dengan judul #10YearsChallenge dan Keabadian

Berburu Milky Way ke Ciwidey

Berburu Milky Way Ciwidey, Sabtu (13 Oktober 2018). (Foto: Harris Rinaldi)

Pradirwan ~ Istilah milky way menarik perhatian saya. Istilah itu digunakan untuk menyebut galaksi Bimasakti yang berisikan gugusan bintang-gemintang membentuk pola spiral dengan diameter 100.000 tahun cahaya.

Berburu foto milky way memang tak semudah yang dibayangkan. Fenomena alam yang keindahannya telah mendunia itu ternyata hanya bisa ditemukan di tempat dan waktu yang tepat. Butuh dari sekedar persiapan alat dan perlengkapan yang mumpuni, namun faktor keberuntungan juga berperan.

Kita harus mencari lokasi terbuka yang bebas dari polusi udara dan polusi cahaya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena tempat-tempat tersebut seringkali jauh dari tempat tinggal kita. Pegunungan atau pantai yang masih sepi menjadi pilihan.

Di Jawa Barat, salah satu tempat berburu milky way terbaik berada di kawasan wisata Ciwidey Kab. Bandung. Selain karena lokasinya yang tinggi, keasrian suasana serta landscape-nya yang memukau, polusi disini cukup rendah. Selain itu, kawasan ini mempunyai banyak spot menarik yang bisa dijadikan tempat berburu milky way, seperti Ranca Upas, Situ Patenggang, dan perkebunan teh.

Ranca Upas menjadi pilihan berburu milky way kami, Sabtu (13/10/2018) minggu lalu. Selain karena memenuhi syarat lokasi untuk memperoleh milky way, Ranca upas atau Kampung Cai Ranca Upas merupakan kawasan wisata alam dan bumi perkemahan terpopuler bagi traveller untuk melihat keindahan alam lebih dekat. Kawasan ini juga merupakan hutan lindung dan tempat konservasi berbagai macam flora dan fauna, misalnya tanaman langka seperti jamuju dan kihujan (trembesi), serta fauna dilindungi seperti rusa.

Saat mengabadikan kabut yang turun (foto: Harris Rinaldi)
Pose sejenak (foto : Harris Rinaldi)



Kawasan yang berada di ketingggian 1700 mdpl ini memiliki luas area 215 hektar. Tentu saja, suhu udara disini cukup dingin. Saat kami datang ke lokasi sekitar pukul 17.15 WIB, udara mencapai 17 derajat Celcius. Kabut sedang turun menutupi pandangan. Bisa dibayangkan ketika dini hari, suhu udara bisa sangat ekstrim. Oleh karena itu bagi yang akan bermalam disini, sangat dianjurkan membawa jaket, baju, penutup kepala, sarung tangan, dan kaus kaki yang tebal. Saking dinginnya, di dalam tenda pun berembun. Api unggun menjadi satu-satunya penghalau udara  dingin yang efektif, meskipun asapnya yang masuk ke tenda membuat bangun para penghuninya.

Ga bisa tidur karena dingin (foto : Tatag Wicaksono)

Lalu, peralatan apalagi untuk mendapatkan foto milky way? Mas Harris Rinaldi, ketua rombongan kami mengatakan selain kamera (DSLR/Mirrorles), gear wajib adalah tripod dan lensa wide. "Lensa kit 18 mm juga bisa, lebih bagus lagi kalau punya lensa wide dengan f besar, misalnya 12 mm f/2 samyang," ujarnya.

Hasil foto yang ku ubah white balance-nya (1)

Hasil foto yang ku ubah white balance-nya (2)

Ketika malam semakin larut, mas Harris mulai meminta kami untuk mengatur kamera. "Intinya, pakai lensa paling wide yang kita punya, gunakan diafragma (f) paling besar, iso coba paling besar di 3200, Sutter Speed 30 detik, jangan lupa setting White Balance untuk mendapatkan efek warna yang lain dari biasanya," katanya.

Kami pun mulai mencoba-coba settingan sampai mendapatkan settingan yang pas sesuai keinginan masing-masing (selera).
Berburu milky way (foto: Yusuf Ote)

Kenapa 30 detik? Karena menurut pengalaman, 30 detik itu adalah waktu maksimum agar bintang tetap seperti titik, bukan sebuah garis. Kalau lebih dari 30 detik, maka bintang akan ‘berjalan’ dan nampak seperti apa yang kita sebut sebagai light painting, kecuali, memang efek seperti itu yang ingin didapatkan.

Dalam photography, ada yang disebut rule-600. Jadi shutter speed maksimum yang diperbolehkan agar bintang tak bergerak adalah 600 dibagi dengan focal length lensa (format 35 mm, jika APS-C dikali dulu dengan 1.5, MFT dikali 2).

Jadi kalau kita pakai lensa 18 mm, maka waktu maksimum adalah 600/18 = 33 detik? Meski tidak selalu akurat ini karena tergantung dari posisi kita di bumi. Tapi, itu rule of thumb-nya sebagai permulaan untuk camera setting- nya.

Hal lain yang kami lupa adalah faktor keberuntungan. Langit masih tertutup kabut dan berawan sejak sore tadi. Kami memutuskan untuk menyimpan baterai dan energi kami, siapa tahu cuaca cerah kami dapatkan menjelang malam hingga dini hari nanti.

Oh ya, jika hanya memotret bintang, mungkin bisa kapan saja. Tapi bumi kita ini berputar. Ada kalanya milky way tidak terlihat dari tempat kita berdiri. Milky way juga akan sulit terlihat jika ada bulan (polusi cahaya juga). Jadi, lebih baik kita memotret saat bulan baru muncul, sehingga malam gelap akan lebih panjang. Untuk mengecek posisi milky way, dibutuhkan aplikasi khusus seperti stellarium, sky guide, dan banyak sekali di app store. Searching aja ya. Konon, paling enak memotret milky way itu adalah saat April – September di arah selatan.

Salah satu sudut yang ku potret saat berburu milky way

Langit mulai cerah sementara udara sangat dingin. Sekujur tubuh mulai membeku. Saya dan mas Harris mulai melakukan pengecekkan posisi milky way. Tapi setelah dilakukan pengecekkan di aplikasi, posisi rasi bintang Sagitarius berada dibawah horizon. Artinya, milky way telah lewat. Untuk meyakinkan, kami melakukan pemotretan lagi ke berbagai sudut. Hasilnya memang benar, milky way tak nampak dari hasil foto-foto itu. Kecewa, pastinya. Tapi, selalu ada hikmah dibalik kejadian. Bagi saya, ini hunting bareng pertama kali yang berkesan. Selain dengan mas Harris, saya bertemu lagi dengan mbak Caecilia, mas Amran (Abeng), mas Dwi Doso dan menambah tiga kawan baru, mbak Heti, mas Yusuf, dan mas Tatag.

Pengobat kekecewaan kami, mendapat sunrise yang indah

Suasana pagi yang berhasil ku abadikan
Pemburu sunrise
Ketua Tim, Harris Rinaldi

Akhirnya, kami memutuskan untuk menunggu pagi. Sambil berharap, fajar nanti menjadi fajar yang istimewa.

Kala itu di malam Minggu
Pada suatu sudut di jalan-jalan gelapmu
Rasa itu tumbuh
di ruas cahaya bernama rindu

Terdudukku pandangi langit hitam
Malam telah melahap semua cahaya 
Bintang dan rembulan tertutup kabut duka
Rinduku perlahan menjadi kelabu
hanya ada kenangan yang masih berserak
entah dari kepala siapa
dari kisah yang mana
Mengiringi cinta yang tak lagi sempurna 
Sejenak akupun terdiam dan menikmati luka

Terima kasih atas kesempatan dan sharing ilmunya. Sampai jumpa di lain kesempatan.

Bandung, 20 Oktober 2018

Artikel ini ditayangkan di Ayo Bandung setelah dilakukan editing ulang.

Nikmatnya Jadi Fotografer

Fotografer (me, taken by James Ade Alexander)

Pradirwan - Bagi saya yang masih awam, menjadi #photografer itu seru. Bisa ketemu orang terkenal, nambah kenalan, dan kadang suka dicariin (untuk motret tentunya). Memang kelihatannya menjadi fotografer itu gampang banget kerjanya. Tinggal jepret, jadi deh fotonya. Memang gampang kok, klo sering latihan motret sehingga skill motretnya terasah, alatnya semua sudah ada, setting tempat dan semua konsep sudah siap semua. Tapi yang masih pemula, banyak hal yang harus dikuasi sebelum dia memotret.

Seiring berjalannya waktu saya mulai memahami, bahwa menjadi #fotografer itu bisa melatih kesabaran. Bayangkan saja, untuk membeli kamera dan lensa yang diinginkan, saya harus bersabar. Bisa sih punya sekarang, dengan konsekuensi harus bersabar uang jajan berkurang berbulan-bulan. 😥

Terus, mulai tahap persiapan, pelaksanaan, hingga pasca produksi dibutuhkan kesabaran untuk melaluinya. Dibutuhkan banyak waktu, effort, kreativitas serta kerelaan fotografer buat jongkok, berdiri, naik tangga, jungkir balik buat mengambil gambar, hingga proses editing yang semua harus dilakukan demi mendapatkan hasil terbaik.

Namun harus diakui, kenikmatan menjadi seorang juru photo itu punya banyak relasi. Tentunya relasi yang sesuai bidangnya, fotografer fashion pasti kenal dengan banyak perancang busana dan model, fotografer panggung kenal dengan seniman dan performer, klo fotografer kantor, ya minimal kenal sama yang difoto, temen-temen kantor 😄.

Jadi photografer juga membuat kita seneng jalan-jalan ke banyak tempat. Kita terpacu untuk melihat keindahan dari sebuah objek yang bahkan mengharuskan kita melakukan perjalanan. Teman-teman juga jadi senang berteman sama kita, karena kalau jalan-jalan selalu ada yang fotoin😁😁 

Jadi photografer juga bisa membuat kita merasa bersyukur, terutama saat mengabadikan momen spesial yang mungkin gak bakal terulang. Seneng rasanya jika kita menjadi bagian dari momen penting. Meski kadang juga sering iri melihat objek yang difoto (pengen difoto juga, ketika jiwa narsis memanggil). Seorang fotografer akan tetap bahagia kalau karyanya bisa menginspirasi atau membahagiakan orang lain. 

So, belajarlah melihat orang lain bahagia. Sampai kau bisa merasa bahagia bila melihat orang lain bahagia. Memotretlah.

Belajar Memahami Aperture dan Depth of Field

foto yang menggunakan Depth of Field (DOF) untuk foreground

Pradirwan - Sebagai fotografer pemula, ada baiknya sering-sering belajar teori photography. Bagi saya, dengan memahami teorinya, akan membantu kita dalam memotret, sehingga photo yang dihasilkan sesuai dengan yang kita inginkan.

Catatanku tentang Wefie

Wefie 

Pradirwan ~ Melakukan berbagai kegiatan bersama teman memang bisa menjadi kegiatan asyik saat senggang. Keseruan momen kumpul bareng ini rasanya belum lengkap tanpa melakukan wefie

Terlebih jika momen kumpul bareng tersebut sangat langka, seperti salah satu momen di #photo yang saya unggah ini. Bisa satu frame bareng Walikota Bandung pak @ridwankamil, Kakanwil DJP Jawa Barat I, Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying, dan Ketua API.

Wefie atau we-selfie saya artikan sebagai kegiatan memotret sendiri memanfaatkan kamera telpon pintar atau kamera lainnya yang kemudian diunggah ke sosial media atau aplikasi obrolan daring.

Berbagai alasan kenapa orang senang melakukan wefie. Alasan utamanya karena bosan share terus-terusan foto selfie. 

Sudah jelas bukan yg dimaksud foto selfie? Yupz, memotret diri sendiri. (baca selengkapnya: Apa sih Definisi Foto Selfie Itu?)

Kebayang kan foto selfie itu sendirian terus. 

Ga mau kan kalo ada yang nyangka kamu ga punya temen? 

Atau gara-gara sering selfie jadi muncul pertanyaan aneh,  pasangan kamu mana? 

Atau yang lebih parah, kamu sedang ikutan uji nyali ya? Kok sendirian terus? Nah loh.

Nah, untuk menghindari itu baiknya sering-sering bikin foto wefie. Kenapa? 

Memories never dies, right?
Sependek pengetahuan saya, sebuah foto selalu menyimpan kenangan. 
“Hal terbaik mengenai sebuah gambar adalah gambar itu tidak pernah berubah, bahkan ketika orang-orang yang ada di dalamnya sudah berubah." - Andy Warhol 
Dari sebuah foto ia akan mampu bercerita. Malah ada yang bilang sebuah foto bisa bercerita lebih dari 1000 kata. (baca juga: Bercerita Lewat Fotografi, Bisakah? )

Sebuah foto memiliki kemampuan untuk menunjukkan emosi, gairah, narasi, gagasan serta pesan. Ia merekam semua cerita itu. (Baca juga artikel ini: Fotografi Dokumentasi )

Selain itu, bikin foto wefie itu bisa ngajak orang supaya gampang ngumpul. 

Ya, waktu kita keluarkan jurus wefie kita, pernah ga ngalamin tiba-tiba​ yang tadinya ga masuk frame mendadak merapat? Pernah kan? 😂😂😂

Wefie itu juga bisa mendatangkan pahala. 

Kebayang kan yg tadinya masing-masing sibuk lihat hapenya, terus ada ajakan wefie. Masing-masing jadi pasang muka senyum kan? Nah, senyum kan ibadah juga toh?

Wefie juga bikin kita mikir. 

Mikir gimana supaya orang yang banyak ini semuanya bisa masuk dalam satu foto. Ga asik kan kalo ada temen kita yang kepotong fotonya.

Dan alasan terakhir, biar ga kece...pian😂. 

Semakin banyak orang dalam foto kita semakin ngerasa kalau diri kita punya temen, ga spt uji nyali.😎😎

Bandung, 13/06/2017

Apa sih Definisi Foto Selfie Itu?

Selfie atau wefie
foto selfie 

Pradirwan ~ "Selfie". Kata ini menemukannya ketenarannya sejak beberapa tahun terakhir. Saat era media sosial mulai mempengaruhi gaya hidup manusia hingga saat ini.

Selfie seolah menjadi identitas masyarakat masa kini (kekinian), dari yang masih belia hingga yang lanjut usia sekalipun, mereka sudah terbiasa melakukan selfie.

Selfie merupakan efek samping utama dari perkembangan teknologi supercanggih hingga masyarakat modern. 

Individu maupun berkelompok, mempunyai daya tarik alamiah untuk menampilkan sisi narsis dirinya dengan menjadi model sekaligus fotografer, menunjukkan bahwa ia eksis melalui kegiatan mengabadikan setiap momen dengan berfoto dan membaginya di media sosial.

Maka, tak heran jika kata "selfie" dinobatkan oleh Ox­ford Dictionaries sebagai Word of The Year pada 2013. (BBC, 20 No­vember 2013), saking banyaknya peng­gunaan kata tersebut.

Meski sudah sangat populer, namun ternyata masih banyak masyarakat yang belum tahu apa sih definisi (pengertian) foto selfie itu? 

Selfie, atau dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut "swafoto" merupakan proses memfoto diri sendiri (self portrait) menggunakan kamera digital (jenis dan dalam bentuk apapun) tanpa bantuan orang lain. 

Jenis foto ini juga disebut foto narsisis, karena menunjukkan narsisisme pelakunya, terutama dalam jejaring sosial.

Selfie, secara etimologi berasal dari kata self. Kita tahu self be­r­arti diri sendiri. Jadi, selfie, sudah pas­ti berarti kegiatan yang berhubungan dengan dan dilakukan oleh diri sendiri.

Kamus daring Oxford memasukkan kata selfie seba­gai bagian dari kosakata ba­hasa Inggris pada Agustus 2013. 

Menurut kamus ter­sebut, "selfie is a pho­tograph that one has taken of oneself, typically one taken with a smartphone or webcam and uploaded to a social me­dia website.” 

Jika diterjemahkan kira-kira seperti ini, "Swafoto merupakan aktifitas memotret diri sendiri, umumnya menggunakan kamera ponsel dan diunggah ke jejaring sosial."

Belakangan, sebagian orang menambah istilah aktivitas memfoto diri sendiri ini bergantung pada jumlah model dalam satu frame (meski istilah tersebut belum ada di kamus).  Dua istilah baru tersebut adalah wefie dan groupfie.

Baca juga "Catatanku tentang Wefie"

Wefie banyak digunakan oleh pengguna media sosial untuk menga­takan kegiatan memotret diri sendiri beserta orang lain. lalu mengunggahnya ke media sosial. 

Selain wefie, ada lagi kata groupfie (ada yang menyebut groufie), sing­katan dari group selfie, yang kurang lebih berarti sekelompok orang yang mengam­bil foto selfie.

Lantas, siapakah yang orang pertama melakukan foto selfie?

Menurut catatan sejarah, foto selfie sudah ada sejak 1839, yaitu era di mana fotografi pertama kali ditemukan. 

Adalah seorang kimiawan sekaligus perintis fotografi asal Amerika Serikat, Robert Cornelius, yang menghasilkan gambar dirinya pada 1839, dianggap sebagai orang yang pertama kali melakukan selfie.

Sekira Oktober 1839 pada usia 30 tahun, Cornelius melakukan foto selfie di dalam toko pengrajin perak milik keluarganya di kota Philadelphia AS.

Hasil foto yang dihasilkan adalah potret di tengah gambar (off-center) dengan tangan disilangkan, gaya potongan rambut miring dan kusut.

Kemudian setelah Cornelius mencetak foto selfie pertamanya itu, ia menuliskan kutipan ‘the first light picture ever taken: 1839’ yang artinya ‘gambar cahaya pertama yang pernah diambil’.

Sejak saat itu, dia menjadi sosok yang terkenal atas karya Daguerrotype, sebuah metode atau proses untuk membuat foto yang pertama kali dipublikasikan di dunia.

Februari 1900, Kodak memasarkan seri kamera pertamanya, kodak brownie

Dengan adanya kamera tersebut membuat fotografi menjadi mudah. Kehadiran kamera tersebut membuat banyak orang ikut menggambil gambar dirinya sendiri. Namun, kamera ini terlalu berat, sehingga banyak orang lebih suka mengambil foto dari depan cermin.

Era 60-an ukuran kamera semakin kecil dengan harga semakin terjangkau. Namun saat itu sebuah foto masih didasari pada momen-momen penting. Seperti yang dibuat astronot Edwin B. Aldrin saat menjelajahi pesawat Apollo di luar angkasa.

Pada tahun 2000-an perkembangan ponsel pintar sangat pesat yang membuat banyak ponsel dengan kualitas kamera bagus berkeliaran. 

Orang-orang semakin gemar untuk mengabadikan momen dengan foto selfie. Ditambah maraknya media sosial saat ini, membuat foto selfie semakin cepat untuk di sebarluaskan.

Anda gemar foto selfie? Harus tau definisi selfie dan sejarahnya juga ya. 

Semoga bermanfaat.

Dirangkum dari berbagai sumber
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes