Pradirwan - Hari beranjak senja. Kumandang adzan ashar telah 30 menit berlalu. Seperti biasanya, bahwa setiap Kamis sore diadakan pengajian di rumah kami. Kami biasa menyebutnya "yasinan". Membaca surat yasin sekaligus juga kirim doa bagi yang telah tiada. Ibu-ibu pengajian itu datang tepat waktu.
Obrolan kecil dimulai. Dari sekedar pertanyaan kapan pulang hingga pertanyaan "sensitif" tentang anak. Sedikit terkejut juga mendengar pertanyaan itu, karena memang Tuhan belum menakdirkan kami menjadi orang tua. Sedangkan ibu itu, dari semua putranya telah memberikannya cucu. "Almarhumah belum sempat menimang cucu", ungkapnya. Begitulah adanya, dan aku mencoba ikhlas menerima.
Acara dimulai.
Kami tertunduk khusuk. Bermunajat kepada sang pencipta. Bersamaan saat seorang "guru" yang memimpin doa, terdengar suara berat "amin" dari salah satu peserta. Menahan tangis.
Ketika tiba saat doa "pak guru" pada kalimat “Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afiha wa’fuanha, semoga Allah mengampuninya, merahmatinya, memberikan keselamatan dan memaafkan kesalahannya", tak terasa matanya mulai sembab. Meneteskan sedikit demi sedikit air mata yang telah terbendung beberapa waktu lamanya. Suasana kesedihan tiba-tiba muncul tak terkendali, hingga "pak guru" menyelesaikan doanya. Isaknya mulai berkurang. Dialah istriku.
Obrolan kecil dimulai. Dari sekedar pertanyaan kapan pulang hingga pertanyaan "sensitif" tentang anak. Sedikit terkejut juga mendengar pertanyaan itu, karena memang Tuhan belum menakdirkan kami menjadi orang tua. Sedangkan ibu itu, dari semua putranya telah memberikannya cucu. "Almarhumah belum sempat menimang cucu", ungkapnya. Begitulah adanya, dan aku mencoba ikhlas menerima.
Acara dimulai.
Kami tertunduk khusuk. Bermunajat kepada sang pencipta. Bersamaan saat seorang "guru" yang memimpin doa, terdengar suara berat "amin" dari salah satu peserta. Menahan tangis.
Ketika tiba saat doa "pak guru" pada kalimat “Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afiha wa’fuanha, semoga Allah mengampuninya, merahmatinya, memberikan keselamatan dan memaafkan kesalahannya", tak terasa matanya mulai sembab. Meneteskan sedikit demi sedikit air mata yang telah terbendung beberapa waktu lamanya. Suasana kesedihan tiba-tiba muncul tak terkendali, hingga "pak guru" menyelesaikan doanya. Isaknya mulai berkurang. Dialah istriku.
Baca juga artikel : Mimi, aku pamit...
Pukul 17.05
Kami bergegas ke komplek pemakaman umum di kampung kami. Di beberapa sudut komplek pemakaman itu, tampak beberapa warga berziarah. Beberapa yang lain sedang membersihkan makam handai taulannya dan beberapa lainnya telah selesai dengan kegiatannya masing-masing.
Kami langsung menuju pusara mimi. Nampak sedikit berbeda dengan saat kami tinggalkan beberapa minggu yang lalu. Sekarang tampak rapih dan bersih. Rupanya, mama sudah membersihkannya tadi pagi.
Kami memulai ritual kami di depan pusara mimi. Isak tangis mulai pecah kembali. Istri dan adiknya menangis. Lagi.
Sementara itu, alunan suara takbir mulai berkumandang bersahutan. Artinya, lebaran 1436 H sebentar lagi. Inilah momen paling ditunggu umat muslim sedunia.
Sayangnya bagi kami, lebaran tahun ini, lebaran pertama tanpa mimi...
Kami kangen mimi...
Kami bergegas ke komplek pemakaman umum di kampung kami. Di beberapa sudut komplek pemakaman itu, tampak beberapa warga berziarah. Beberapa yang lain sedang membersihkan makam handai taulannya dan beberapa lainnya telah selesai dengan kegiatannya masing-masing.
Kami langsung menuju pusara mimi. Nampak sedikit berbeda dengan saat kami tinggalkan beberapa minggu yang lalu. Sekarang tampak rapih dan bersih. Rupanya, mama sudah membersihkannya tadi pagi.
Kami memulai ritual kami di depan pusara mimi. Isak tangis mulai pecah kembali. Istri dan adiknya menangis. Lagi.
Sementara itu, alunan suara takbir mulai berkumandang bersahutan. Artinya, lebaran 1436 H sebentar lagi. Inilah momen paling ditunggu umat muslim sedunia.
Seharusnya, momen lebaran adalah momen indah untuk berkumpul bersama seluruh keluarga. Melepas rindu. Bermaafan. Bahagia.
Sayangnya bagi kami, lebaran tahun ini, lebaran pertama tanpa mimi...
Kami kangen mimi...
Post a Comment