Adik dan Mimi (dok.pribadi) |
Aku membunyikan klakson motorku, menggantikan suara bel yang sudah lama tak berfungsi. Sayup-sayup ku dengar suara. Seseorang berjalan mendekati pagar, lantas kepalanya melongok ke arahku. Aku tak sadar diperhatikan dari balik pagar.
Sambil menunggu, ku buka kaca helm dan ku turunkan sedikit jaket kulit kesayanganku hingga terlihat sebagian baju dinasku. Membiarkan angin masuk membawa sedikit kesejukan semu. Keringatku tak kunjung berhenti mengalir.
Tak berapa lama, seseorang itu beranjak membuka pintu gerbang. Dialah istriku. Sambil tersenyum sumringah, mencium tanganku lantas mempersilakan masuk.
"Adik baru datang satu jam yang lalu", ujarnya.
"Ya, tadi dia sms katanya masih di tol Padaleunyi, syukurlah kalau sudah sampai", jawabku.
Aku lantas beranjak dari pintu gerbang. Memarkirkan motorku ke tempat biasa.
Adik iparku datang berkunjung setelah tugas kampusnya melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pangalengan selesai. Ada sedikit rasa haru ketika aku melihat kedua adik - kakak ini bertemu kembali setelah mimi pamit sebulan yang lalu.
Sejak peristiwa itu, harus ku akui, awan duka masih senantiasa melingkupi keluarga kecil kami. Rasa bersalah dan penyesalan terkadang masih sering singgah, dan tak pelak lagi, butiran air mata masih setia menemani hari-hari kami.
Ketika adik iparku mengabarkan akan singgah, aku bersyukur sekali. Setidaknya, kami bisa mencontoh ketegaran yang ditunjukkan adiknya. Ya, diantara kakak-kakaknya, dia yang paling tegar menerima ujian itu. Padahal dia bungsu. Kehidupan telah mengajarinya dengan baik.
Pertemuan itu memang telah direncanakan. Namun, itu semua takkan pernah terjadi tanpa restu Allah. Maka, kami berkeinginan sebelum mudik setidaknya kami berkumpul dulu disini, di rumah kami. Pertemuan memang menjadi suatu hal teramat mahal saat ini. Dan itu baru saja kami sadari.
Rasa kangen dapat berkumpul bersama keluarga memang menjadi alasan utamanya. Dan mulai sekarang rumah kami memang disediakan untuk urusan itu, disamping urusan-urusan lainnya.
Menyaksikan itu, dalam hatiku berbisik, "Ya Allah kami yakin bahwa takdir-Mu lebih baik dari semua yang kami inginkan. Beri kami kekuatan untuk memahami ini sebagai anugrah dari-Mu, aamiin".
Hari beranjak semakin gelap. Dan tak terasa sudah saatnya kami terlelap.
Bersambung...
Suatu sore sebelum mudik (2)
Post a Comment