Pradirwan - Pengusaha emas perhiasan diwajibkan untuk melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
PT Hartadinata Abadi Tbk, produsen dan penyedia perhiasan emas terintegrasi Indonesia, menyadari betapa pentingnya edukasi mengenai perpajakan kepada para pengusaha toko emas dan perhiasan. Untuk itu, PT Hartadinata Abadi Tbk bekerja sama dengan KPP Pratama Soreang mengadakan sosialisasi perpajakan di bidang perhiasan emas kepada para pelanggan Hartadinata yang merupakan pengusaha toko emas dan perhiasan. Peserta datang dari berbagai kota di Indonesia.
Direktur Utama PT Hartadinata Abadi Tbk, Sandra Sunanto menuturkan, sebenarnya para pelaku usaha emas dan perhiasan ini sudah peduli perihal pajak. Namun, tak sedikit dari mereka yang bingung bagaimana cara menghitung pajak emas dan perhiasan.
“Kegiatan ini guna mengedukasi tata cara perhitungan, pelaporan, dan penyetoran pajak khususnya pajak di bidang emas dan perhiasan. Pajak-pajak tersebut meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas emas dan perhiasan, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, 22, 23, 25, dan pasal 4 ayat (2),” ujarnya di hadapan para peserta Eduksasi dan Dialog Perpajakan yang dihadiri puluhan pelanggan Hartadinata yang merupakan pengusaha toko emas dan perhiasan di Hotel Harris & Convention Centre (Mall Festival City Link), Jalan Peta Nomor 241, Bandung, Kamis (22/11/2018)
Lebih lanjut, Sandra menjelaskan bahwa pihaknya mengajak para pelanggan setianya untuk mengerti pentingnya membayar pajak. “Hartadinata Abadi sebagai satu-satunya perusahaan manufaktur perhiasan emas yang terbuka, ingin mengajak dan menyuarakan kepada para pelanggan setia kami untuk mengerti pentingnya membayar pajak untuk kegiatan usahanya sehari-hari. Kami harap kegiatan ini mampu menertibkan serta menyeragamkan administrasi pelaporan, dan penyetoran perpajakan khususnya di kalangan pengusaha emas dan perhiasan,” imbuhnya.
Baca juga : Kanwil DJP Jabar I Ajak Generasi Milenial Sadar Pajak
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I Yoyok Satiotomo mewakili Ditjen Pajak menyampaikan apresiasinya atas inisiatif yang diambil Hartadinata Abadi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
“Saya sangat mengapresiasi insiatif PT Hartadinata Abadi untuk mengadakan sosialisasi ini mengingat masih banyak pengusaha perhiasan emas yang belum memahami kewajiban perpajakan terkait usahanya. Pengusaha perhiasan emas memiliki kewajiban membayar PPh dan PPN yang semuanya ada aturan masing-masing dalam hal perhitungan, pelaporan, dan penyetoran,” ujarnya.
Yoyok menambahkan, dalam sebuah terbitan tentang outlook komoditas emas tahun 2018, Bloomberg menyebutkan faktor geopolitik dan makro ekonomi global masih akan menjadikan emas sebagai pilihan safe heaven asset bagi investor. “Bagi Perusahaan pengelola komoditas emas, ini adalah prospek cerah. Mayoritas masyarakat Indonesia tetap lebih memilih berinvestasi pada emas ketimbang jenis investasi lain. Investasi emas dinilai lebih menjanjikan karena harganya lebih stabil dan bahkan cenderung selalu naik,” katanya.
Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu pasar perhiasan emas terbaik. Sejak lama emas lekat dengan tradisi, kultur, dan derajat sosial masyarakat Indonesia. Dorongan status sosial yang menyebabkan masyarakat berbelanja perhiasan. Di pihak lain banyak pihak yang membeli perhiasan dilatarbelakangi oleh motivasi untuk berinvestasi dan mengikuti tren fashion terkini.
“Kami yakin pasar perhiasan emas di dalam negeri terus bertumbuh. Hal ini diharapkan in line (berkorelasi positif) dengan penerimaan pajak dari sektor emas baik pertambangan, industri, maupun perdagangannya,” tegas Yoyok.
baca juga : Kanwil DJP Jabar I Beri Penghargaan Kantor Pelayanan Terbaik 2018
Yoyok juga menyinggung era keterbukaan informasi saat ini. Menurutnya, saat ini bukan lagi zamannya menyembunyikan data dan informasi untuk kepentingan perpajakan.
“Indonesia dalam lingkup dunia internasional telah menyepakati Automatic Exchange of Information (AEoI) yang berlaku pada 2018 ini. Oleh karenanya, melalui UU No. 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, Pemerintah menetapkan cara untuk melakukan pertukaran informasi perpajakan dengan otoritas pajak di negara lain, yaitu berdasarkan permintaan dan secara otomatis,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional yang diteken pada 3 Maret 2017. Dalam beleid tersebut, dinyatakan bahwa Dirjen Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk pelaksanaan perjanjian internasional dan pelaksanaan ketentuan peraturan perpajakan.
Yoyok menambahkan sesuai Perdirjen 04/PJ/2018 tentang Tata Cara Perdaftaran Bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang Berisi Informasi Keuangan secara Otomatis, Lembaga Jasa Keuangan (LJK), LJK lainya dan entitas lain, wajib menyampaikan laporan kepada Ditjen Pajak, sehingga Ditjen Pajak memiliki cukup data dan informasi keuangan tanpa diminta.
“Meski begitu, saya meminta untuk tidak perlu khawatir, karena akses informasi ini bukan merupakan hal yang baru. Sebelum terbit UU No. 9 tahun 2017, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah bisa mengakses data Wajib Pajak, hanya saja melalui permintaan,” jelasnya.
Penerimaan pajak positif di Jabar
Hingga jelang akhir tahun, Kantor Wilayah Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I mencatat penerimaan pajak masih positif. Sampai Kamis (22/11), penerimaan pajak sebesar Rp 23,94 triliun atau tumbuh 12,98 persen secara year on year.
Yoyok Satiotomo mengatakan, dari sisi pencapaian, penerimaan pajak mencapai 73,84 persen dari target 2018 sebesar Rp 32,43 triliun. Bila dirinci, penerimaan pajak tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 13,54 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 9,88 triliun, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 0,52 triliun, serta PPh migas sebesar Rp 0,001 triliun.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan penerimaan pajak ini masih positif. Saya kira penerimaan kita masih cukup bagus, apalagi jika kesadaran masyarakat meningkat,” ujar Yoyok.
Kepatuhan Wajib Pajak yang bergerak di bidang penjualan emas baik itu logam mulia maupun emas perhiasan masih sangat rendah. Sebagai contoh, di KPP Pratama Soreang, kontribusi untuk tahun pajak 2017 hanya sebesar Rp 44 miliar atau tiga persen dari total realisasi tahun 2017 sebesar Rp 1,475 miliar.
“Untuk tahun 2018 malah turun menjadi 1,43 persen, sedangkan untuk Kanwil DJP Jabar I, diluar yang dari Soreang tadi, jumlah pembayarannya lebih rendah lagi,” imbuhnya.
Yoyok berharap, dengan adanya kegiatan tersebut, dapat meningkatkan pemahaman aspek perpajakan dari sektor usaha perdagangan emas, sekaligus meningkatkan semangat wajib pajak untuk memberikan kontribusi terbaik kepada Negara ini.
Sumber : pajak.go.id
Post a Comment