Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2018, Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak menggelar lomba film pendek anti-Korupsi.
The Winner, Klandestin |
Meme Klandestin yang beredar di WAG usai pengumuman pemenang |
Direktur KITSDA, Harry Gumelar. |
Menurutnya, mengingatkan integritas ini harus dilakukan secara terus-menerus. “Mengingatkan tentang menjaga integritas tidak bisa sekali kemudian selesai. Ini harus dilakukan terus-menerus, salah satunya dengan cara membuat film pendek ini,” katanya.
Harry menyebut dua tema utama dalam lomba film pendek tersebut yaitu pengendalian gratifikasi dan Whistleblowing System (WBS). WBS merupakan sebuah sistem yang digunakan Ditjen Pajak untuk mencegah dan melakukan deteksi dini atas pelanggaran yang terjadi di lingkungan Ditjen Pajak melalui peningkatan peran serta pegawai dan masyarakat secara aktif untuk menjadi pelapor pelanggaran atau peniup peluit (Whistleblower).
Kepala Bagiam Umum Kanwil DJP Jabar I, Liza Khoironi menerima trophy |
Lomba ini diikuti 37 peserta yang berasal dari setiap Kanwil DJP dan unit lainnya. Mekanisme penjurian dilakukan oleh internal Ditjen Pajak dengan melibatkan para profesional di bidangnya. Sebanyak 20 film berhasil lolos seleksi ke babak berikutnya, hingga terpilih 3 film sebagai juara dan 2 film terfavorit.
Film-film tersebut adalah “Klandestin” dari Kantor Wilayah DJP Jabar I sebagai Juara I, "BOSQUE" dari Kantor Wilayah DJP Aceh sebagai Juara II, dan "Pembuktian" dari Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan sebagai Juara III.
Sementara Juara Favorit I diperoleh Kantor Wilayah DJP Aceh melalui film berjudul "BOSQUE" dan Juara Favorit II dari Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II yang berjudul "Sinom".
Sebagian Kru dan Pemain Film Klandestin |
Sutradara film “Ibu Maafkan Aku” itu mengatakan secara keseluruhan film-film yang diikutsertakan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini ia nilai wajar karena baik di film pendek maupun film panjang, pasti ada yang nilai positif dan nilai negatifnya. Ini karena ada elemen-elemen penting yang terkait dalam pembuatannya, seperti directing, editing, sinematografi, acting, ide cerita, penulisan cerita, dan lain sebagainya. Namun, secara keseluruhan ia menilai film-film itu luar biasa bahkan di luar ekspektasinya. “Melihat film-film itu membuat saya, wow! Ternyata teman-teman di Ditjen Pajak mempunyai cukup kreativitas yang unexpected,” ungkapnya kagum.
Kekaguman juga diungkap sinematografer yang juga menjadi juri, Arya Tedja. Arya mengungkapkan kekagumannya kepada Ditjen Pajak yang telah menyelenggarakan lomba film pendek ini. “Saya kagum dengan Ditjen Pajak dengan diadakannya festival film ini, karena dengan cara seperti ini, bisa mempengaruhi integritas para pegawainya,” kata pria bernama lengkap Arya Teja Cakrahadisurya ini.
Secara khusus, kedua insan film ini memberikan apresiasi terhadap film Klandestin. “Klandestin merupakan film yang luar biasa. Klandestin on theme, message-nya nyampe, tidak bias, sangat jelas. Bahasa visual yang cukup kuat dengan menggunakan simbol-simbol dan semiotik-semiotik yang dipakai. Mudah-mudahan ini disengaja, bukan di luar dari konsep. Bahasa verbal, narasinya, pun bahasa visualnya luar biasa. Yang paling saya suka dari klandestin itu simple, tidak boros, langsung on the point. Dari sisi directing, back of phase-nya itu, shot by shot-nya dibuat sangat efektif bertutur dalam gambar. Blocking dalam pengadeganannya simple, langsung on the point. Membuat Klandestin sangat indah untuk dinikmati secara gambar,” jelas Amin.
Proses syuting di Rancaupas, Ciwidey, Kab. Bandung |
Sementara itu, Arya tak kalah bagus dalam memberikan testimoninya. Pria berambut gondrong itu mengatakan, dari keseluruhan film yang ada, Klandestin mempunyai banyak kelebihan. “Lighting, komposisi, angle, semuanya ditempatkan pada porsinya, efektif semuanya,” ujarnya.
Proses syuting Klandestin di Rancaupas, Ciwidey, Kab. Bandung. |
Film yang dibintangi Devana Sigalingging (Kinan), Aulia Dewi A (Resti), dan Tresna FS (Husni) ini berkisah tentang seorang pegawai (Resti) yang mengadukan sahabatnya (Kinan) yang dicurigai ‘menggadaikan’ integritasnya. Resti curiga melihat gaya hidup Kinan yang tak seperti pegawai pada umumnya. Kecurigaan Resti diperkuat Husni yang merasa janggal melihat gaya hidup Kinan yang berubah. Melalui WBS, Resti tak ingin Kinan terjerumus dalam perbuatan tak sesuai kode etik dan nilai-nilai Kementerian Keuangan itu.
Foto bersama disela-sela syuting Klandestin |
Khusus pemilihan pemeran, Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jawa Barat I Liza Khoironi meminta agar Devana mejadi salah satu pemerannya. Menurutnya, acting Devana di depan kamera sudah teruji ketika Direktorat KITSDA membuat film pendek tentang gratifikasi berbalut kisah asmara.
Film yang dimulai syuting sekitar Agustus itu menceritakan tentang seorang pegawai baru dengan home base Jakarta, mutasi ke sebuah KPP di pulau Sumatera. Ia lantas menjalin hubungan asmara dengan pelaksana senior bernama Jefry yang sudah mempunya istri. Ternyata, belakangan Jefry diketahui sering menerima uang gratifikasi dari Wajib Pajak. Atas perbuatannya Jefry ditangkap KPK, sedangkan pegawai baru itu dipecat dari DJP karena berdasarkan aturan yang berlaku, PNS wanita tidak boleh menjadi istri kedua.
Kepala Kanwil DJP Jabar I berfoto bersama usai memberikan apresiasi kepada para kru Klandestin. |
***
Film Pendek Klandestin - Kanwil DJP Jawa Barat I
artikel ini ditulis untuk pajak.go.id dan telah ditayangkan sejak tanggal 08/01/2018
Post a Comment