Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Jawa Barat I, Arif Priyanto. |
Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Jawa Barat I, Arif Priyanto menyampaikan pencapaian penerimaan pajak hingga awal Desember ini sudah mencapai 76,98% dari target yang dicanangkan sebesar Rp32,4 triliun.
Baca juga : Hartadinata Abadi - Ditjen Pajak Imbau Pengusaha Emas Sadar Pajak
Meskipun demikian, realisasi tahun ini dinilai lebih baik dibandingkan tahun 2017. “Pada 2017, pencapaian penerimaan pajak sebesar Rp25,7 triliun atau 89,96 persen dari target sebesar 28,6 triliun,” kata Arif dalam acara Media Gathering yang diselenggarakan Kanwil DJP Jawa Barat I di Bandung, Kamis (6/12).
Dia mengemukakan, penerimaan PPh Non Migas memberikan kontribusi terbesar, yakni sebesar Rp13,83 triliun atau 72,28 persen dari target. Penerimaan jenis pajak ini tumbuh sekitar 7.08 persen dibandingkan tahun lalu.
Jenis pajak yang merupakan kontributor terbesar kedua adalah penerimaan dari PPN dan PPnBM, yakni sebesar Rp10,58 triliun, atau 83,53 persen dari target. Penerimaan PPN dan PPnBM tumbuh signifikan, mencapai 19,69 persen.
“Penerimaan dari PBB dan pajak lainnya juga mengalami pertumbuhan. Secara total penerimaan pajak di Kanwil DJP Jabar I mengalami pertumbuhan 11,98 persen,” ujarnya.
Dia memaparkan, berdasarkan sektor, penerimaan pajak terbesar berasal dari industri pengolahan yang mencapai 30,84 persen, atau mengalami pertumbuhan 17.09 persen. Di posisi kedua yakni pajak dari sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi 22,72 persen, atau tumbuh 20,55 persen.
Kontributor penerimaan pajak di Kanwil DJP Jabar I lainnya, adalah sektor konstruksi dengan kontribusi 8,81 persen, sektor jasa keuangan dan asuransi 8,36 persen, serta Administrasi pemerintahan 7,70 persen. Total kelima sektor dominan ini berkontribusi sebesar 78 persen penenerimaan dengan angka pertumbuhan sekitar 15,82 persen.
"Dari lima sektor utama, seluruhnya tumbuh positif dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 11,98%, artinya ada usaha yang dilakukan untuk mendorong kenaikan tersebut," ujarnya.
Disinggung mengenai kondisi pada 2019, Arif tak menampik akan ada tantangan yang dihadapi karena setiap tahun kondisi perekonomian yang berbeda-beda. Selain itu, adanya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Adapun strategi pengawasan yang akan dilakukan pada 2019 diantaranya dengan pengawasan dan penyelesaian data SP2DK yang terbit pada 2018 dan sebelumnya, pengawasan WP pasca amnesti pajak baik yang telah mengikuti maupun yang tidak mengikuti program tersebut.
“Kami juga melakukan Joint Analysis dengan Bea Cukai, satgas 115, KPK, dan lembaga-lembaga lainnya, pemanfaatan data keuangan, peneltian Debt to Equality Ratio (DER),” pungkasnya.
Baca juga : KPP Pratama Karees Gelar Dialog Perpajakan
Selain itu, salah satu pembicara, pakar pengembangan SDM dan Komunikasi, Tauhid Nur Azhar mengatakan saat ini penggunaan teknologi digital sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Teknologi tersebut bisa dimanfaatkan guna mendukung penerimaan pajak. "Transformasi digital melahirkan karakter baru dalam berkehidupan termasuk membayar pajak dengan cara yang lebih kekinian. Misalnya, dengan mengajak influencer untuk menyosialisasikan kepatuhan membayar pajak," kata Tauhid.
Meski begitu, kesadaran pajak harus lebih ditingkatkan. Ia mencontohkan Singapura yang ketat dalam menerapkan kewajiban pajak dengan memberikan punishment. Cara itu membuat warga lebih patuh dalam membayar pajak. "Pajak merupakan konsep saling berempati, karena itu pencapaian target harus terus tumbuh dengan strategi dan langkah konkret," katanya.
Artikel ini ditayangkan di pajak.go.id
Post a Comment