BREAKING NEWS
Showing posts with label Slamet Rianto. Show all posts
Showing posts with label Slamet Rianto. Show all posts

Membedah Buku Mazda

Bedah Buku Membangun Rumah di Bawah Tanah

"Jika kau bukan anak raja maka menulislah!" (Imam Ghazali)

Pradirwan - Siapa sih yang tak ingin namanya tercantum dalam sampul sebuah buku sebagai penulis? Dalam hati setiap penulis, pastilah ada keinginan untuk membuat buku, wujud tertinggi dari sebuah tulisan. Setidaknya satu buku seumur hidupnya. 

Tak terkecuali Ahmad Dahlan. Baru-baru ini, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai auditor di Kantor Pajak itu menerbitkan buku berjudul "Membangun Rumah di Bawah Tanah (MRdBT)". 

Pada acara bedah buku yang digelar Sabtu malam (19/09/2020), pria yang akrab disapa Mazda itu bercerita tentang keputusannya membuat buku. "Pertengahan Agustus 2020 lalu, motivasi membuat buku yang semula tereduksi itu tiba-tiba menguat kembali," ungkapnya. 

Konon, motivasi itu muncul berawal dari sebuah keinginan untuk memberikan kado pernikahan perak untuk istrinya. 

Terbersitlah ide untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah dia buat, merangkainya, mengikatnya, lalu ia jadikan sebuah draft buku. Draft ini kemudian disebarkannya ke beberapa rekan penulis. 

Gayung bersambut. Rekan-rekannya menyatakan bahwa draft tersebut layak menjadi sebuah buku. Lalu seorang rekan memberinya nomor kontak penerbit. Proses selanjutnya sudah bisa ditebak, buku itupun terbit dan sampai kepada pembacanya.

Tangkapan Layar saat mengikuti bedah buku Mazda

Buku yang sudah masuk cetakan kedua ini dikupas tuntas oleh tiga pembicara, semalam. Mereka adalah Gathot Subroto (Fuji Film X-Fotografer), Edmalia Rohmani (Pecinta Literasi), dan Nurul Huda Haem (Pengurus Ponpes Motivasi Indonesia-Bekasi). 

Acara yang berlangsung sejak pukul 19.30 WIB ini dimoderatori oleh Slamet Rianto dan disiarkan langsung melalui aplikasi zoom meeting.

Berbagai ulasan menarik tentang buku itu pun muncul. Gathot mengulas tentang sampul dan lay out buku itu. Fotografer yang fotonya pernah digunakan akun medsos @Jokowi itu membuka bahasannya dengan dua cara penerbitan buku. 

Gathot Subroto @Gathoe

Jika dulu seorang penulis harus mengirimkan naskah kepada penerbit mayor, masuk ke dalam daftar antrian untuk di-review, dan proses-proses lain yang harus diikuti, maka sekarang para penulis indie bisa mencoba peruntungannya sendiri. "Penulis bisa membuat buku dengan lebih personal melalui penerbit minor (self publishing)," kata Gathot.

Dengan memanfaatkan jejaring pertemanan di media sosial dan komunitas di Whatsapp grup, seorang penulis bisa memasarkan bukunya. "Kita bisa mengalkulasi berapa biaya yang dibutuhkan untuk ongkos mencetak buku tersebut dari jumlah pertemanan kita itu," katanya. 

Meski ada pepatah mengatakan, “Don’t judge a book by its cover”, namun kenyataannya riset membuktikan bahwa keberhasilan penjualan buku di pasaran sangat bergantung terhadap kualitas dan keindahan cover-nya.

"Penggemar buku seringkali hanya melihat sekilas judul dan sampul buku dari berbagai banyak pilihan buku lainnya. Mereka sangat memperhatikan aspek desain cover buku agar 'stand out' di antara buku-buku lainnya," tutur Gathot. 

Semua aspek yang tercermin dalam buku itu harus bisa direpresentasikan desainer dan author melalui cover-nya. "Semua warna, typography, desain lay out, dan ukuran buku itu harus saling menunjang," ungkapnya. 

Ia berpesan, agar untuk buku selanjutnya "memanfaatkan jasa" teman-temannya yang memang ahli di bidang desain dan editing. 

Menanggapi hal tersebut, Mazda menyampaikan bahwa dia menerima masukan tersebut. "Saya berpikir untuk tidak merepotkan teman-teman saja. Pihak penerbit saya anggap profesional. Mereka pun sudah beberapa kali menyampaikan konsep baik tulisan maupun lay out untuk saya setujui sebelum dicetak," katanya. 

Ulasan berikutnya disampaikan Edmalia. Pecinta sastra itu mengatakan bahwa buku perdana Ahmad Dahlan itu sangat ringan sehingga pesannya mudah ditangkap.

Edmalia Rohmani

"Inti komunikasi (baik secara lisan ataupun tulisan) adalah menggerakkan hati orang. Tulisan dianggap sukses ketika bisa menggerakkan hati orang, dan itu tercermin dalam tulisan di buku ini," kata pegawai pajak yang akrab disapa Lia itu.

Point of View (POV) atau sudut pandang penulisan tak luput dari pembahasan Lia.  "Secara sederhana, POV adalah bagaimana penulis menempatkan dirinya dalam cerita dan menyampaikan cerita itu kepada pembaca. POV ditentukan saat mulai menulis. Digunakan konsisten dari awal hingga akhir cerita," jelasnya. 

Dalam proses penciptaan karya, ada tiga POV yang bisa digunakan, yaitu POV orang pertama (POV1), POV orang kedua (POV2), dan POV orang ketiga (POV3). 

Dalam POV1, penulis menjadi diri penulis sendiri (aku) dalam cerita, mengikuti pikiran dan aksi si penulis. Penulis tidak bisa menggambarkan apa yang tidak dilihat si penulis. Penulis juga tidak bisa mengetahui perasaan yang tidak dirasakan oleh penulis.

Saat memosisikan diri sebagai penulis, tugas utamanya hanya menulis hingga selesai apa-apa yang menjadi ide atau pikiran yang ingin dituangkan. Tidak perlu memikirkan hasilnya akan baik atau tidak, menarik atau tidak diksi yang digunakan, semua itu urusan belakangan.

Sementara dalam POV2 dan POV3, penulis memosisikan dirinya sebagai orang lain, baik sebagai pembaca (POV2) maupun sebagai editor (POV3). 

Saat kegiatan menulis selesai, penulis kemudian memosisikan dirinya sebagai pembaca. Hasil tulisan yang telah selesai itu kemudian dibaca ulang dari awal sampai akhir. Hal ini bertujuan agar dapat mengenali tulisan yang mungkin kurang baik atau diksi yang digunakan kurang menarik. Sehingga dapat melakukan koreksi dan pengeditan.

Langkah selanjutnya, penulis memosisikan dirinya sebagai editor. Poin terakhir ini sangat penting diterapkan demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Jika sudah mampu memosisikan sebagai editor, maka dengan mudahnya dapat mengubah kata yang kurang baik, ada yang salah ketik, penggunaan tanda baca yang tidak tepat, atau mungkin ada alur yang kurang pas pada tulisannya. 

"Buku ini penulis memilih POV1. Menceritakan kejadian sehari-hari yang dialami penulis," ungkapnya. 

Untuk itu, penting juga mengetahui platform apa yang akan digunakan penulis dalam menyampaikan gagasannya. Hal ini terkait dengan penggunaan kaidah berbahasa yang baik. 

Lia lantas mengutip pendapat Gorys Keraf, “Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik."

Kejujuran yang dimaksud adalah ketepatan pemilihan kata. Ini berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat, yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. 

"Buku ini sudah menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menarik. Namun untuk sebuah buku, menurut saya lebih baik menggunakan kaidah penulisan buku yang berlaku. Gaya bahasa yang digunakan masih terpengaruh gaya bahasa membuat artikel blog atau medsos yang personal," kata Lia. 

Namun Lia tak menampik bahwa penggunaan diksi dalam buku setebal 160 halaman itu sangat ciamik. "Bahkan sekelas Masla (Slamet Rianto) pun harus membuka kamus untuk mengetahui maknanya," ujarnya berseloroh. 

Menurut Mazda, dirinya mengidolakan Dahlan Iskan. Tulisan-tulisannya memang terpengaruh gaya bahasa dalam DI's Way. "Gaya bahasa ini memang saya pertahankan untuk menjaga kekhasan," katanya. 

Sementara itu, pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem mengatakan, setidaknya ada lima hal yang ia dapatkan dari kumpulan cerita dalam buku "Membangun Rumah di Bawah Tanah" ini.

Pertama, tidak ada satu peristiwa yang terjadi melainkan ada hikmah yang menyertainya. Maknai peristiwanya. "Buku ini menyajikan berbagai kisah sederhana namun penuh hikmah," tuturnya. 

pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem

Kedua, jadilah orang kaya. Menurut ustaz yang akrab disapa Ayah Enha itu, selama ini manusia dituntut menguasai ilmu ekonomi tanpa diimbangi dengan kesalehan finansial. "Dengan uang kita bisa memiliki harta. Kita lupa belajar bagaimana agar uang itu bukan lagi sebagai sebab, tetapi sebagai akibat," jelasnya. 

Uang yang kita peroleh hendaknya didapatkan dari sumber yang halal, dengan cara yang baik, dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik. 

Seorang yang memiliki kesalehan finansial akan cermat memilih sumber uang yang dia dapatkan dan saat menggunakannya. Sebab, uang yang dia dapatkan bukan hanya akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Ketiga, menyiarkan kebaikan (sedekah) itu tak dilarang. Sebagaimana tercantum dalam surat Albaqarah ayat 271, Allah SWT berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu."

Keempat, jangan menghardik anak yatim. Dalam Islam, anak yatim mendapatkan perhatian Alquran sejak periode Mekah. 

Hal ini tercermin dalam Alquran surat Almaun ayat 1-3. Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." 

Anak yatim (anak yang ditinggalkan oleh bapaknya saat usia kecil hingga akhil baligh) tidak hanya membutuhkan bantuan untuk masalah fisik, seperti pakaian, makanan, minuman, dan tempat tinggal. Mereka juga membutuhkan curahan kasih sayang dan pendidikan. 

Beberapa yayasan dan panti sosial yang memelihara anak yatim ini ada di sekitar kita. "Jangan santuni kami, berdayakan kami. Inilah motto yang digunakan di pesantren kami (Motivasi Indonesia)," kata Ayah Enha.

Kelima, temukan Detik Kesadaran Diri (DKD)-mu. Kesadaran diri ini merupakan salah satu respon atas segala pengambilan keputusan yang diambil dalam kehidupan ini. 

DKD adalah sebuah momentum di mana seseorang dengan penuh kearifan mengakui kekhilafannya dan melakukan perubahan. Ia sepenuhnya menyadari bahwa pengawasan Allah bukan sekadar pada keberadaannya, bahkan pada setiap huruf yang ia tuliskan, pada setiap kata yang ia lisankan, pada setiap hembusan nafas, pada setiap angin yang mendesir, pada setiap daun yang berguguran, pada setiap detik kejadian. 

"Buku MRdBT ini menyiratkan bahwa penulisnya mulai 'tersadar' saat mendengarkan khotbah salat  Jumat. Mazda menggunakan kemampuannya dalam menulis dengan berbagi tulisan untuk membuat kita termotivasi melakukan kebaikan," pungkasnya. 

Sebagai penutup, Slamet Rianto berujar, bahwa ternyata berbuat baik itu butuh ilmu. 


Tabik


Pradirwan, 

Bandung, 20 September 2020

***


Judul buku: Membangun Rumah di Bawah Tanah

Penulis: Ahmad Dahlan

ISBN: 978-602-5824-78-4

Ukuran: 14x20 cm

Jumlah halaman: 160 halaman

Penerbit: Maghza Pustaka, Pati

Cetakan pertama: Agustus 2020


***

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan berikut https://tinyurl.com/MRdBT2 atau menghubungi akun facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua

Humas Pajak Sambut Era Industri 4.0

Humas Pajak 4.0
Pradirwan - Zaman telah berubah. Kita telah berada di era Industri 4.0. Sebuah era yang mengubah tidak saja tatanan proses bisnis yang ada, tetapi juga peran profesi di dalamnya. Teknologi telah mengganti sebagian peranan manusia. Peran manusia akan berkurang, bahkan konon akan digantikan Artificial Intelligence dan robot termasuk profesi hubungan masyarakat atau public relations (PR).

Bercerita Lewat Fotografi, Bisakah?

Sepak Bola (Pradirwan)
"Satu gambar seribu kata."

Pradirwan - Ungkapan ini sering saya dengar untuk menggambarkan kekuatan sebuah gambar.

Awalnya saya tidak percaya kebenaran ungkapan itu. Semakin saya mempelajari fotografi, semakin saya mengerti alasan-alasan kenapa sebuah produk/jasa dipasarkan dengan tampilan yang menarik.

Seringkali, kesan pertama datang dari tampilan produk dan jasa. Semakin menarik dan atraktif, pembeli akan tergoda membawa produk atau jasa kita ke rumah mereka.

Mungkin itu pula yang melatarbelakangi doktrin yang beredar di jamaah Slametyah pimpinan pak Slamet Rianto, "Jika Anda tidak ganteng, maka Anda harus tampil rapih." Bagaimanapun, kekuatan visual berpengaruh bagi calon pembeli atau klien kita.

Ternyata, haI ini sudah dibuktikan oleh pemilik Brodo, Yukka Harlanda. Menurutnya, foto merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif agar pembeli tertarik. Selain itu, foto juga bisa membentuk citra merek alias brand image dan menguatkan ikatan antara konsumen dengan produk.

Ungkapan lain yang mendukung kekuatan visual datang dari gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ia menekankan aspek cerita dari sebuah momen yang diabadikan dalam sebuah foto. "Bagi saya foto itu adalah cerita," kata Kang Emil pekan lalu. Kang Emil percaya, bahwa sebuah momen tidak pernah berulang. Sebagai contoh, foto diatas saya ambil beberapa waktu lalu. Momen itu berlangsung singkat. Saya memotret terus-menerus sepanjang pertandingan, tak ada satu pun foto saya yang sama persis dengan foto yang saya upload itu.

Lalu, bagaimana sih mendapatkan foto yang bercerita?


Dari berbagai sumber saya menyimpulkan bahwa dalam sebuah foto, kita harus bisa memutuskan elemen mana yang akan menjadi subyek utama. Subyek utama adalah hal yang PERTAMA dilihat orang saat melihat foto kita alias Point of Interest (PoI).

Setelah itu, kita lalu memutuskan elemen pendukung mana yang akan dimasukkan ke dalam frame. Ingat, elemen pendukung adalah hal-hal yang dapat menguatkan keberadaan subyek utama. Jika elemen itu akan mengalihkan perhatian orang yang melihat dari subyek utama, maka sebaiknya elemen itu ‘dibuang’ atau tidak dimasukkan ke dalam frame. Cara paling sering yang saya lakukan adalah atur focal length (zoom), pakai lensa tele, atau mendekati objek. Kalau momennya singkat, motret seadanya lalu cropping deh. Daripada ga dapet momen? 😀

Pendekatan lain yang selalu saya gunakan adalah Entire, Detail, Frame, Angle, Time atau disingkat EDFAT. Metode ini diperkenalkan Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University sebagai salah metode pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detil yang tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode ini adalah sesuatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita.

Jadi, inti dari postingan ini adalah betapa saya sadar sekarang jika mengambil gambar bukan hanya mengambil gambar. Redaktur Foto Kompas, bang Arbain Rambey pernah berkata, "Jangan berangkat memotret dalam keadaan blank. Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa". Jadi, penting untuk merencanakan terlebih dahulu sebelum mengeksekusi. Berpikirlah dahulu sebelum memencet tombol kamera. Apa yang mau kita potret? Apa yang ingin kita sampaikan? Itu sudah ada dalam pikiran kita.

Nampak ribet ya? Awalnya saya juga berpikir begitu. Namun, setelah dipraktekkan, ternyata menyenangkan kok. Sekarang, saya terbiasa mengonsep dulu apa yang saya butuhkan sebelum eksekusi. Makanya, penting banget mengetahui rundown acara, lokasi, dan segala detailnya ketika kita memotret dokumentasi.

Dulu, saya pikir harus memasukkan semua elemen ke dalam foto. Meminjam istilah pak Dhe Muchamad Ardani, saya termasuk 'fotografer rakus'. Saya merasa tidak ingin semua elemen itu terbuang mubazir. Prinsip saya waktu itu, apa yang saya lihat di lokasi, harus sama dengan informasi visual yang diterima yang melihat foto saya. Tapi, ternyata tidak begitu.

Sama seperti penulis yang tidak boleh menulis semua deskripsi dengan jelas dan harus menyisakan imajinasi pembaca, foto pun demikian. Harus ada sedikit ruang untuk publik menginterpretasi, sehingga mereka tidak merasa digurui, sanggup berpikir dan berimajinasi, lalu merasa ada hal lebih yang mereka dapatkan setelah melihatnya. Bukan karena fotonya. Foto hanyalah pemicu, tapi imajinasi dan hasil berpikir merekalah yang memberikan hal lebih itu. Itulah foto yang bercerita, menurut saya.

Bagaimana menurut Anda?

Bandung, 31 Januari 2019

Menentukan News Angle

Kepala KPP Pratama Tasikmalaya, Erry Sapari Dipawinangun, memberikan penghargaan kepada Kepala Seksi (Eselon IV) terbaik, Iwan Hendrawan, Selasa (8/1).


Pradirwan - Bapak saya pernah marah besar dulu, saat masih SMP. Penyebabnya saya tidak mau berangkat latihan Pramuka. Hari itu, bukanlah hari latihan biasa. Saya mau 'naik kelas' dari Siaga menjadi Penggalang. Satu-satunya teman sekampung saya yang biasa latihan bareng Pramuka, mendadak hari itu ga bisa berangkat. Saya lantas membujuk untuk ikutan tidak usah berangkat.

Bapak marah dan menasehati saya. Menurutnya, latihan itu penting untuk membentuk pribadi saya. "Jangan menjadi orang kebanyakan. Kesuksesanmu, tidak boleh ditentukan orang lain, tapi hasil jerih payahmu sendiri. Jika temanmu ga berhasil karena dia ga mau berangkat latihan, kamu tidak perlu mengikuti. Toh, jika kamu berhasil, yang menikmati kamu sendiri," ujarnya.

Saya tak berani membantah. Saya terpaksa berangkat. Kata-kata itu terngiang hingga saat ini. Bertahun-tahun sejak kejadian itu, saya mengambil hikmahnya.

Pak Slamet Rianto pernah bilang, salah satu penyebab yang membuat sebuah foto terlihat menarik bagi penikmatnya adalah karena foto itu menampilkan sesuatu yang tidak biasa mata kita lihat.

"Untuk mendapatkan foto seperti itu, jangan jadi biasa, jangan jadi orang kebanyakan. Cobalah memotret dari tempat yang tak biasa, ambillah sudut pandang berbeda. Foto yang dibuat dari sudut yang biasa-biasa saja, maka hasilnya juga akan biasa-biasa saja. Misalnya, jongkoklah dan memotretlah dari sudut yang lebih rendah dari objek fotonya. Atau, naiklah dari tempat yang lebih tinggi dari objek fotonya. Dengan begitu foto kamu akan memberi kesan khusus yang tidak biasa dilihat mata manusia normal. Kamu pun dapat melihat dunia secara berbeda dari orang-orang kebanyakan."

Sudut pandang atau angle adalah sudut pengambilan foto yang menekankan posisi kamera pada situasi tertentu dalam membidik objek. Angle akan sangat menentukan komponen yang masuk di dalam lensa. Angle yang pas bisa membuat sebuah situasi sederhana menjadi momen yang menakjubkan di dalam layar kamera.

Ternyata, angle ini tak melulu tentang fotografi. Dalam dunia menulis berita (jurnalistik), dikenal pula istilah news angle (sudut pandang berita).

News Angle inilah yang akan membedakan isi berita antara satu media dengan media lainnya. Peristiwanya sama, namun karena perbedaan news angle, konten dan pesan beritanya akan berbeda.

Sebagai contoh, awalnya saya membaca sebuah berita yang dikirim mas Cahyo sebagai berikut :
Awali Tahun 2019, KPP Pratama Tasikmalaya Adakan Evaluasi
Lalu, saya menemukan angle lain. Jika bagian penutup dalam berita itu yang saya angkat, kayaknya lebih "nendang" deh. Maka, saya wawancarai Mas Cahyo dan Pak Erry untuk mendapatkan data pendukungnya.

Dan inilah hasilnya :

Terbaik! 14 Pegawai Terima Penghargaan Kepala KPP Pratama Tasikmalaya

Terima kasih semuanya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Noted : Angle adalah poin atau tema sebuah berita atau feature. Angle sebuah berita muncul di bagian teras (lead).

Jawab Tantangan Kehumasan, DJP Jabar I Gembleng Videografer

Videografer DJP, Irwan Hermawan dan Febri Noviardi saat menyampaikan materi dalam Lokakarya Materi Kehumasan Eksternal (Videografi Dasar 2018) di Gedung Keuangan Negara Bandung, Senin (6/8)


Pradirwan - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I menggelar Lokakarya Materi Kehumasan Eksternal (Videografi Dasar 2018) di Gedung Keuangan Negara Bandung, Senin (6/8) hingga Rabu (8/8). Kegiatan ini diikuti 36 peserta yang merupakan videografer KPP/KP2KP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I.

Kepala Bidang Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat, Reny Ravaldini mengatakan kegiatan ini untuk menjawab tantangan kehumasan pada era digital yang saat ini demikian pesat.

"Dalam era digital saat ini, dimana aliran informasi berjalan tanpa batas, menjadi tantangan bagi DJP untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi dari stakeholder dengan cepat, akurat, dan akuntabel, sehingga diperlukan pengelolaan komunikasi yang efektif dan efisien," ujar Reny.

Menurutnya, peranan media sosial dengan konten berformat video menjadi pilihan publikasi kehumasan yang tepat. Penyampaian informasi yang dilakukan melalui tayangan video singkat di internet atau jejaring media sosial menjadi salah satu pilihan bagi DJP untuk mempublikasikan berbagai hal yang terkait dengan kebijakan, program, peraturan-peraturan perpajakan terbaru, dan inisiatif kepada stakeholder baik internal maupun eksternal.

"Sebagaimana kita ketahui, begitu besar peranan media sosial sebagai sarana publikasi kehumasan. Jika sebelumnya sebagian besar konten media sosial unit vertikal DJP berisi foto atau desain grafis, sekarang kita akan memperbanyak konten video singkat," ungkap Reny.

Senada dengan Reny, Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat Ani Natalia mengatakan kemajuan teknologi telah mengubah perilaku masyarakat. "Tahun 2020, diperkirakan sebanyak 90% konten di media sosial itu video. Dulu orang-orang suka membaca untuk mendapatkan informasi, sekarang kemajuan teknologi membawa perubahan perilaku, how technology change our behavior. Kita lebih senang ke konten video, terutama video-video tutorial,” ungkap Ani.

Ani menjelaskan bahwa tantangan itu sudah semakin nyata, oleh karenanya ia meminta para peserta untuk siap menghadapi tantangan itu. “Kita harus bisa bersaing dengan jutaan bahkan mungkin miliaran video di dunia maya, menjelaskan semua aturan pajak dan mengedukasi masyarakat melalui video. Tidak bisa tidak," pesan wanita yang akrab disapa kak Ani itu.

Lebih lanjut, Ani menyampaikan bahwa untuk mengedukasi wajib pajak, selain melalui sarana penyuluhan langsung, pihaknya telah membentuk beberapa tim kreatif yang beranggotakan pegawai DJP dari seluruh Indonesia. “Yang suka desain konten, kami sudah membentuk tim grafis. Bagi yang suka membuat video, kami membentuk tim video (imagitaxion), dan untuk menyebarkan konten melalui media sosial, kami punya taxmin (sebutan untuk admin medsos) di masing-masing unit vertikal DJP," ujarnya.

Lokakarya ini dibagi menjadi tiga sesi besar yaitu teori, praktik, dan evaluasi. Pada sesi teori, para peserta dibekali materi dasar-dasar videografi dari para pembicara yang sudah terkenal di kehumasan DJP. Pembicara diantaranya fotografer yang juga Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Bandung Tegallega, Slamet Rianto. Slamet menyampaikan materi Dasar Komposisi Visual. Sedangkan kedua videografer DJP yaitu pelaksana Seksi Hubungan Internal, Febri Noviardi menyampaikan materi pre production meeting, Developing the Script, dan Pra Produksi, dan Pelaksana Seksi Hubungan Eksternal, Irwan Hermawan menyampaikan materi Brainstorming Idea, Produksi, and Editing.

Sementara dalam sesi praktek, para peserta melakukan produksi video. Mereka dibagi menjadi beberapa tim dan melakukan produksi video sesuai tema yang ditentukan. Pada hari berikutnya dilakukan evaluasi atas karya-karya setiap tim tersebut oleh para narasumber. Dari 18 karya yang masuk, terpilih 5 karya video terbaik berturut-turut yaitu video dari KPP Pratama Purwakarta, KPP Pratama Bandung Tegallega, KPP Pratama Bandung Karees, KPP Pratama Cianjur, dan KPP Pratama Cimahi. Malah, video dari Tim KPP Pratama Purwakarta lolos kurasi dan menjadi konten nasional untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus mendatang. (HP)

sumber : pajak.go.id

Gaya Tulisan

"Percayalah dengan gaya tulisan masing-masing, Le. Mendiang Michael Jackson-pun tak akan bisa menyanyikan 'Begadang' semerdu Rhoma Irama." ~ Slamet Rianto

“Menulis dengan gaya yang tepat akan membuat tulisan menjadi lebih bertenaga.” ~ David Wright

Pradirwan ~ Semakin sering membaca tulisan seseorang, membuatku semakin memahami bahwa setiap penulis mempunyai ciri khas dalam setiap tulisannya. Ciri khas inilah yang sering disebut gaya tulisan.

Catatan di Kala Senja

Catatan di Kala Senja
Catatan di Kala Senja (photo by Slamet Rianto)


Aku membuka kembali sebuah catatan yang pernah aku buat beberapa saat lalu. Di sebuah senja saat mentari perlahan turun menyisakan lembayung.

Sebuah catatan yang memuat sedikit banyak hal penting dalam percakapan kita saat itu. Percakapan dan perkenalan kita yang singkat menjejak kenangan. Di hari itu, saat khotib belum berkhutbah pada sholat Jumat siang itu.

Kini, hadir dihadapanku senja yang ganjil, senja yang terik namun dingin, dan ingatan-ingatan yang perlahan luput di hadapan sang waktu.

Mungkin begitulah cara kerja ingatan, tidak pernah membuat kita benar-benar melupakan sesuatu. Selalu ada jejak yg tertinggal. Sebuah kesan yang mendalam. 

Ia tak seperti jejak pada pasir pantai yang dihapus gelombang, sirna tak berbekas. Ingatan kali ini adalah kesan dan ucapan yang dikekalkan waktu. Dan aku berhasil mencatat dalam buku ini. Meski terkadang ia dapat juga hadir lewat lagu, atau tanggal-tanggal pada kalender.


***

Pradirwan,
Bandung, 03 Juni 2017

Alhamdulillah, laptop !!!

Kakanwil DJP Jabar I, Pak Yoyok Satiotomo memberikan hadiah laptop (07/09/2016)
Foto : Agus Heryana
Ini kisah tentang laptop.


Pradirwan - Mungkin banyak yang menduga, selama ini aku bikin artikel menggunakan laptop atau pc pribadi. Nyatanya, hampir seluruh artikel aku bikin dengan laptop pinjaman atau inventaris kantor.
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes