BREAKING NEWS
Showing posts with label insentif pajak. Show all posts
Showing posts with label insentif pajak. Show all posts

6 Insentif Pajak Diperpanjang Sampai 2021, Ini Penjelasannya!

Bincang Pajak Kanwil DJP Jabar I membahas 6 jenis insentif pajak berdasarkan PMK-9/PMK.03/2021 di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4). 


Pradirwan - Pemerintah kembali memberikan 6 jenis insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19 di tahun ini. Perpanjangan pemberian insentif yang akan berlaku sampai 30 Juni 2021 ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021. (Update: aturan ini telah diubah dengan PMK-82/PMK.03/2021)

Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ebenezer Hutagulung dan Yudi Mulyadi menjadi narasumber Bincang Pajak di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4).

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ebenezer Hutagulung dan Yudi Mulyadi membahas beleid perubahan dari PMK Nomor 86/PMK.03/2020 jo PMK-110/PMK.03/20210 tentang pemberian insentif pajak bagi wajib pajak terdampak virus Corona-19 itu dalam acara yang bertajuk "Bincang Pajak" Kanwil DJP Jawa Barat I di Radio PRFM Bandung (Jumat, 9/4).

“Melalui PMK-9/PMK.03/2021 tanggal 11 Februari 2021 ini pemerintah memberikan pemberian insentif sampai dengan Juni 2021, dengan menambah beberapa KLU Wajib Pajak untuk memanfaatkan Insentif Pembebasan PPh Pasal 22 impor, Pengurangan Angsuran PPh pasal 25 dan Pengembalian Pendahuluan PPN,” ujar Ebenezer.

Baca juga: Sektor Otomotif Dapat Diskon Pajak Mulai Maret 2021

Penelaah Keberatan Kanwil DJP Jawa Barat I itu mengatakan, keputusan ini diambil Pemerintah untuk melakukan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019. Menurutnya, kebijakan kesehatan dan pemulihan ekonomi sejatinya harus berjalan beriringan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian.

“Tidak bisa hanya berfokus pada urusan ekonomi namun mengabaikan urusan kesehatan. Tidak bisa juga berkonsentrasi penuh pada urusan kesehatan namun membiarkan ekonomi terganggu,” ujarnya.

Dia melanjutkan, untuk menggerakkan sektor perekonomian perlu dilakukan perpanjangan waktu insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional. “Salah satu caranya dengan memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas,” tuturnya.

Siaran yang berlangsung sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.00 WIB dan dipandu Alexandria Cempaka ini merinci enam jenis insentif pajak yang masa berlakunya akan berakhir kurang dari 3 bulan lagi ini.

Berikut daftar 6 insentif pajak tersebut.

1. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah. Insentif tersebut diberikan untuk pegawai yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) atau telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat.

“Lebih rinci, insentif tersebut diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta,” jelas Yudi Mulyadi.

Yudi menjelaskan, dengan insentif tersebut maka pegawai yang sudah memenuhi kriteria dalam PMK nomor 9/2021 akan memperoleh gaji bebas pajak (PPh 21) sampai 30 Juni 2021. Adapun pajak penghasilannya akan ditanggung pemerintah sampai berakhirnya masa berlaku PMK tersebut.

Agar para pegawai menikmati insentif pajak ini, perusahaan yang menjalankan salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Selain itu, perusahaan diharuskan menyampaikan Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP dan lampirannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPh Final Untuk UMKM. Pemerintah memperpanjang pemberian insentif PPh final untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19. Insentif PPh final yang dimaksud adalah tarif 0,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23 Setengah Persen). Dengan insentif itu, pelaku UMKM yang memenuhi kriteria dibebaskan dari kewajiban pajak tersebut karena ditanggung pemerintah sampai 30 Juni 2021.

Adapun kriteria UMKM yang mendapat insentif tersebut wajib pajak (WP) yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan dalam PP Nomor 23 tahun 2018. WP yang dimaksud dalam PP 23/2018 tersebut adalah WP orang pribadi dan/atau WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, atau perseroan terbatas (PT) yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.

“Untuk mendapatkan insentif pajak ini, pelaku UMKM hanya wajib menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak,” kata Yudi.

3. PPh Final Untuk Jasa Konstruksi. Para pengusaha jasa konstruksi juga diberikan insentif PPh final dari pemerintah. Dengan insentif tersebut, pengusaha jasa konstruksi yang terdaftar dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) dibebaskan dari pajak penghasilan karena akan ditanggung pemerintah.

4. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi importir tertentu. Insentif tersebut berupa pembebasan pemungutan PPh pasal 22 impor untuk 730 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

“Dari lampiran H PMK 9/2021 tersebut, importir tertentu yang memiliki KLU dan dapat menikmati pembebasan PPh pasal 22 impor antara lain jasa produksi penangkapan ikan di laut, industri sepatu olahraga, industri semen, hingga konstruksi jalan raya, dan lain-lain,” ujarnya.

5. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang bagi WP yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

Adapun insentif tersebut diberikan untuk WP yang memiliki kode KLU yang tercantum dalam lampiran M PMK 9/2021, antara lain pertanian tanaman jagung, pertanian padi, perkebunan tebu, jasa pengolahan lahan, perdagangan besar kosmetik, perdagangan eceran tekstil, angkutan laut internasional khusus untuk wisata, dan seterusnya.

6. Insentif PPN berupa restitusi dipercepat. Pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu (sebelumnya 716 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat insentif pajak berupa restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

Adapun PKP yang dapat menerima insentif tersebut tercantum dalam lampiran P PMK 9/2021, antara lain pengusahaan hutan pinus, pertambangan batu bara, pertambangan emas dan perak, perdagangan eceran bunga potong/florist, angkutan perkotaan, angkutan taksi, rumah minum/kafe, warung makan, bar, kedai makanan, restoran, kegiatan pemutaran film, kawasan pariwisata, jasa pangkas rambut, jasa salon kecantikan, spa, jasa kebugaran, dan seterusnya.

“Direktorat Jenderal Pajak mengimbau wajib pajak agar segera memanfaatkan fasilitas PPN ini agar dapat membantu menjaga kelangsungan usaha di tengah situasi pandemik saat ini,” ujar Ebenezer.

Dia menambahkan, bagi wajib pajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang insentif pajak tersebut, wajib pajak dapat mengakses media sosial @pajakjabar1 dan laman www.pajak.go.id atau juga bisa menghubungi KPP terdaftar.

“Selain itu, kami mengajak seluruh masyarakat, para wajib pajak dan para pendengar setia PRFM untuk dapat segera melaporkan SPT Tahunan Badan secara online. Jangan tunggu jatuh tempo. Kami seluruh jajaran Kanwil Pajak siap membantu wajib pajak dalam menjalankan kewajiban Pelaporan Perpajakan secara online,” pungkasnya. (HP)

sumber: pajak.go.id

Sektor Otomotif Dapat Diskon Pajak Mulai Maret 2021

Bincang Pajak PRFM Insentif Pajak PPnBM
Dua Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ismail Fahmy dan Lucky Audrian menjadi narasumber acara Bincang Pajak PRFM Bandung, Jumat (19/3/2021). 


Pradirwan
- Pemerintah memberikan relaksasi keringanan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor tertentu dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.010/2021. Adanya kebijakan ini diharapkan bisa mendorong penjualan yang terdampak pandemi Covid-19.

Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I Ismail Fahmy mengatakan, aturan ini untuk merespon dampak penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19) terhadap Perekonomian Indonesia, salah satunya penjualan sektor otomotif. 

Baca juga: Universitas Muhammadiyah Bandung Gelar Webinar Insentif Pajak

“Penjualan di industri kendaraan bermotor mengalami penurunan pada 2020 dibandingkan dengan tahun 2019. Mengatasi lesunya penjualan sektor otomotif, Pemerintah memberikan insentif penurunan PPnBM untuk kendaraan bermotor tertentu,” ungkap Fahmy saat menjadi narasumber Bincang Pajak Interaktif di Radio PRFM Bandung (Jumat, 19/3).

Dia mengatakan, dengan diberikannya insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah, diharapkan akan mampu mengungkit kembali penjualan kendaraan mobil penumpang.

Selain itu, dengan menurunkan harga jual kendaraan bermotor tipe tertentu akan menggairahkan penjualan kendaraan, konsumsi rumah tangga, dan aktivitas ekonomi lainnya. “Kalau penjualan meningkat, perusahaan dapat menghindari PHK. Termasuk perusahaan-perusahaan rekanannya bisa bertahan dari kondisi yang tak menguntungkan ini,” katanya.

Baca juga:   Realisasi Insentif Pajak di Jabar I Tembus Rp1 Triliun

Fahmy menjelaskan, Insentif Fiskal berupa Penurunan Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc < 1500, yaitu untuk kategori sedan dan 4x2. “Kebijakan ini mulai berlaku sejak 1 Maret 2021,” terangnya.

Tak hanya itu, Penyuluh Pajak Lucky Audrian yang juga hadir menjadi narasumber pada acara tersebut menambahkan, PPnBM yang ditanggung oleh Pemerintah untuk tahun anggaran 2021 berlaku atas penyerahan kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi. “Dan industri otomotif tersebut memenuhi ketentuan jumlah pembelian lokal (local purchase) ≥ 70% (tujuh puluh persen), dengan mengacu pada Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 169 Tahun 2021,” jelas Lucky.

Pemberian insentif akan terbagi ke dalam tiga tahap. Adapun besaran insentif yang diberikan mencapai 100 persen pada tahap pertama (Masa Pajak Maret s.d. Mei 2021), 50 persen pada tahap kedua (Masa Pajak Juni s.d. Agustus 2021), dan 25 persen di tahap ketiga (Masa Pajak September s.d. Desember 2021).

“Mumpung diskonnya masih 100 persen, kami mengimbau wajib pajak agar segera memanfaatkan fasilitas ini agar dapat membantu menjaga membangkitkan ekonomi di tengah situasi pandemik saat ini,” tutur Lucky.

Baca juga: Jabar I Ingatkan Jatuh Tempo SPT Tahunan Segera Berakhir!

Mengakhiri acara yang dipandu Alexandria Cempaka H. ini, kedua Penelaah Keberatan Kanwil DJP Jawa Barat I itu mengajak seluruh masyarakat, para wajib pajak dan para pendengar setia PRFM untuk dapat segera melaporkan SPT Tahunan secara daring. 

“Saat ini mendekati jatuh tempo Pelaporan SPT PPh Orang Pribadi. Bapak/Ibu tetap di rumah saja dan dapat Lapor Pajak Hari ini karena lapor SPT Tahunan lebih awal lebih nyaman. Dengan menunaikan kewajiban perpajakan tepat waktu berarti turut membantu pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19,” pesan Fahmy menutup acara. (HP)

sumber: pajak.go.id

DJP Jabar Berhasil Kumpulkan Pajak Rp72,25 Triliun

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Neilmaldrin Noor memaparkan capaian realisasi penerimaan pajak tahun 2020 di Jawa Barat di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat menghadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Jawa Barat di Gedung Keuangan Negara Bandung, (Jumat, 5/2)

Pradirwan - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat berhasil mengumpulkan pajak tahun 2020 sebesar Rp72,25 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 85,58 persen dari target sebesar Rp84,42 triliun. Demikian dikemukakan Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Neilmaldrin Noor saat menghadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Jawa Barat di Gedung Keuangan Negara Bandung (Jumat, 5/2).

Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Jawa Barat di Gedung Keuangan Negara Bandung (Jumat, 5/2).

Dia menambahkan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan tren penurunan pertumbuhan penerimaan, khususnya di Jawa Barat pada semua sektor usaha. “Dari jumlah realisasi penerimaan pajak se-Jawa Barat tersebut, PPh Non Migas menjadi jenis pajak tertinggi di Jawa Barat, yaitu sebesar Rp37 triliun. Jumlah ini setara dengan 85,26 persen dari target yang ditetapkan, dengan pertumbuhan negatif 19,76 persen,” ucapnya.

Meski demikian, untuk PPh pasal 25/29 Orang Pribadi di Jabar I tumbuh positif 11,14 persen dengan realisasi sebesar Rp1,4 triliun atau 122,2 persen dari target yang ditetapkan. Selanjutnya, penerimaan tertinggi kedua berasal dari setoran PPN dan PPnBM sebesar Rp33,82 triliun atau 85,46 persen dari target dengan pertumbuhan negatif 22,7 persen. Sedangkan pajak lainnya terkumpul sebesar Rp766,7 miliar atau 98,47 persen dari target dengan pertumbuhan negatif 1,72 persen. “Pertumbuhan positif diperoleh dari jenis pajak PBB sektor P3 yang tumbuh 6,13 persen. Jenis pajak ini terkumpul Rp454,95 miliar atau 135,05 persen dari target,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi tiga Kantor Wilayah DJP, yaitu Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I di Bandung, Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II di Bekasi, dan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III di Bogor. “Realisasi penerimaan Kanwil DJP Jawa Barat I sendiri mencapai Rp23,9 triliun atau menyumbang sekitar 33,08 persen jumlah penerimaan pajak di Jawa Barat,” ujar Neilmaldrin.

Jika dibandingkan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nominal sebagai gambaran ekonomi Jawa Barat pada semester I/2020, terdapat beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan penerimaan pajak positif, di antaranya sektor pertambangan yang tumbuh 70,94 persen, sektor informasi dan telekomunikasi tumbuh 35,38 persen, serta sektor jasa kesehatan yang tumbuh 5,06 persen.

“Untuk sektor perdagangan besar dan eceran, selama Triwulan I-2020 terkontraksi minus 31,26 persen akibat kebijakan PSBB untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, pada triwulan II mulai membaik, menjadi minus 7,27 persen, dan di triwulan III menjadi minus 6,19 persen,” ungkapnya.

Neilmaldrin menyebutkan, Direktorat Jenderal Pajak sekarang menghadapi kondisi di mana di satu sisi harus mengumpulkan penerimaan pajak, di sisi lain juga memberikan dukungan dan bahkan membantu wajib pajak untuk mendapatkan insentif perpajakan. “Pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I saja, sebanyak 51.125 wajib pajak telah menerima insentif pajak dengan nilai lebih dari Rp1,1 triliun,” katanya.

Baca juga: Realisasi Insentif Pajak di Jabar I Tembus Rp1 Triliun

Pemanfaatan insentif pajak ini bisa membantu wajib pajak yang terdampak Covid-19. Misalnya pada sektor industri pengolahan. “Jika pada triwulan I-2020 pertumbuhannya minus -35,65 persen, maka sejak diberlakukan insentif pajak pada April 2020, grafiknya mulai membaik. Tercatat pada Triwulan II menjadi minus 9,75 persen dan pada Triwulan III menjadi positif 8,42 persen,” ungkapnya.

Menurutnya, diperlukan upaya ekstra (extra effort) melalui pemanfaatan data (termasuk hasil kerja sama dengan Pemda) agar penerimaan pajak bisa tercapai optimal. “DJP, DJPK, dan Pemda telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk pemanfaatan data ini. Hingga 2020, total sudah 16 pemda di Jabar yang sudah menandatangani yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan 15 Pemerintah Kota/Kab. Sisanya akan kami upayakan pada tahun 2021 ini,” pungkasnya.

Baca juga: Lampaui Target Kepatuhan, Jabar I Raih Penghargaan

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus berupaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang terpukul karena pandemi Covid-19. “Karena tumbuhnya ekonomi itu pada dasarnya ada empat sumber, yaitu daya beli, investasi, ekspor, dan government spending,” katanya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengatakan, empat sumber pertumbuhan ekonomi tersebut memiliki kontribusi yang berbeda, semisal daya beli. Jika daya beli kalangan menengah atas meningkat, pendapatan masyarakat bisa merata. “Saya berpesan agar masyarakat menengah ke atas untuk belanja. Makanya saya lagi bikin tagline, belanja adalah bela negara. Minggu depan saya akan bikin surat edaran supaya PNS belanja ke UKM,” ucapnya.

Kendati dalam situasi pandemi Covid-19, Kang Emil melaporkan, ekspor Provinsi Jawa Barat masih tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, secara kumulatif nilai ekspor Jawa Barat Januari-November 2020 mencapai USD 23,92 miliar. “Alhamdulillah, kami menjadi provinsi juara, ekspor kami tumbuh sekitar 16 persen, disusul provinsi Jatim dan Kepulauan Riau,” katanya.

Kang Emil mengatakan bahwa selain ekspor, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) berhasil meraup kurang lebih Rp120 triliun dari beberapa perusahaan yang berinvestasi di Jawa Barat, khususnya di wilayah Metropolitan Rebana.

“Kami (Jawa Barat) disukai investor karena infrastrukturnya baik dan masyarakatnya mempunyai produktivitas tinggi. Skor kami tertinggi di Indonesia. Kalau di ASEAN bisa setara dengan Vietnam,” imbuhnya.

Ridwan Kamil menambahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini menerapkan strategi pengeluaran pemerintah (government spending) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga nantinya akan berdampak kepada investasi, konsumsi, serta fiskal daerah atau nasional.

“Saya telah mengimbau semua daerah mulai Januari-Februari untuk menerapkan government spending agar laju ekonomi bisa bergerak secara merata. Itu merupakan strategi ekonomi di Jawa Barat. Alhamdulillah dengan berbagai upaya termasuk PEN, kita tertolong dan bisa melanjutkan proyek-proyek padat karya kami, termasuk ketahanan pangan,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Jawa Barat, (Jumat, 5/2)

Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ini dipimpin Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan. Selain anggota Komisi XI DPR RI dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, nampak hadir Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti, Inspektur Jawa Barat, Kepala BPKAD Jawa Barat Nanin Hayani Adam, Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Barat (Kakanwil DJBC Jawa Barat) Saipullah Nasution, Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Neilmaldrin Noor, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat Djoko Hendratto, Kepala Kanwil DJKN Jawa Barat Tavianto Noegroho, dan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari. (*)


Sumber: pajak.go.id

Realisasi Insentif Pajak di Jabar I Tembus Rp1 Triliun

Plt. Kepala Bidang P2Humas, Denny Surya Sentosa


Pradirwan - Kanwil DJP Jawa Barat I mencatat, hingga 21 Desember 2020, jumlah total wajib pajak yang mengajukan insentif pajak akibat pandemi Covid-19 sebanyak 59.974 wajib pajak dengan nilai realisasi mencapai Rp1,25 triliun.

“Dari data yang masuk, 20.439 wajib pajak UMKM telah mengajukan insentif pajak dengan nilai mencapai Rp69,4 miliar,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Kanwil DJP Jawa Barat I Denny Surya Sentosa dalam acara Sosialisasi Perpajakan kepada Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Bandung yang digelar secara daring di Bandung, kemarin (Rabu, 28/1).

Ketua IKPI Bandung Florentius Adhi Prasetyo


Lebih lanjut Denny merinci jumlah masing-masing jenis insentif pajak tersebut. “Jumlah pengajuan insentif untuk jenis PPh 21 yaitu sebanyak 7.732 wajib pajak dari kategori pemberi kerja. Nilainya mencapai Rp162,9 miliar,” katanya.

Kemudian untuk PPh 22 impor, pengajuan insentif pajaknya sebanyak 812 wajib pajak dengan nilai Rp195,8 miliar. Selanjutnya untuk PPh 25 sebanyak 4.732 wajib pajak dengan nilai Rp594,8 miliar. “Sedangkan untuk jumlah insentif PPN (restitusi dipercepat) nilainya mencapai Rp225,87 miliar,” ungkapnya.

Baca juga: Jabar I Dorong Peran Konsultan Bantu Kejar Target Pajak

Sementara khusus untuk pemberian fasilitas pajak atas barang dan jasa untuk penanganan pandemi Covid-19, Kanwil DJP Jawa Barat I hingga 31 Desember 2020 telah memberikan insentif sebesar Rp81,89 miliar.

“Rinciannya, untuk PPN ditanggung pemerintah sebesar Rp53,88 miliar, PPh 21 yang dibebaskan senilai Rp7,59 miliar, PPh 22 Dalam Negeri senilai Rp7,056 miliar, PPh 22 Impor Rp12,55 miliar, dan PPh 23 Dalam Negeri yang dibebaskan senilai Rp0,8 miliar,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mendorong ketersediaan barang-barang seperti alat perlindungan diri dan obat-obatan yang diperlukan untuk menanggulangi wabah Covid-19 melalui pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.

Baca juga: Jabar I Sosialisasikan Insentif Pajak di PRFM

Fasilitas ini diberikan kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak-pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah Covid-19 atas impor, perolehan, dan pemanfaatan barang dan jasa.

Adapun barang yang diperlukan dalam penanganan wabah Covid-19 antara lain obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien, dan peralatan pendukung lainnya.

Selanjutnya, jasa yang diperlukan untuk penanganan wabah Covid-19 meliputi jasa konstruksi, jasa konsultasi, teknik, dan manajemen, jasa persewaan, dan jasa pendukung lainnya.

“Tahun ini, dengan dikeluarkannya PMK-239/PMK.03/2020, pemberian fasilitas tersebut masih diberikan. Semoga tahun ini kondisi pandemi dan perekonomian kita semakin membaik,” imbuh Denny. (HP)

Berita ini telah ditayangkan di situs web pajak.go.id
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes