BREAKING NEWS

Goa Tanding, Eksotisme Wisata Bawah Tanah Yogyakarta

Gerbang memasuki area goa Tanding, Gunung Kidul, Yogyakarta 

Pradirwan - Sebuah destinasi wisata baru bermunculan di daerah Yogyakarta, khususnya di Kab. Gunung Kidul. Kabupaten yang memiliki bentangan alam sepertiga luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini melingkupi hingga 144 desa dan 18 kecamatan.

Kanwil DJP Jabar I Ajak Generasi Milenial Sadar Pajak

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Yoyok Satiotomo saat memberikan sambutannya dalam gelaran Pajak Bertutur 2018 di kampus Unisba, Bandung (Kamis, 25/10)

Pradirwan
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat I menggelar sosialisasi Pajak Bertutur di Gedung Hj. Kartimi Kridoharsojo, Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari, Kota Bandung (Kamis, 25/10). Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan generasi milenial yang mempunyai kesadaran pajak. Sekitar 500 mahasiswa dan para civitas akademika hadir mengikuti acara ini.

Mitos di Balik Keindahan Curug Cinulang

Curug Cinulang (dok.pribadi)

Pradirwan ~ Curug Sindulang atau lebih terkenal dengan Curug Cinulang atau air terjun Cinulang bukanlah nama yang asing bagi saya. Adalah Yayan Jatnika, penyanyi Sunda itu pernah menyanyikan lagu berlirik romantis berjudul di Curug Cinulang. Melalui lagu inilah saya mengenal Curug Cinulang.

Entah apa yang membuat Yana Kermit begitu terinspirasi membuat lagu itu. Lagu yang hanya terdiri dari tiga bait itu sungguh penuh makna. Lagu itu menceritakan kecemasan dan ketakutan seorang yang sedang jatuh cinta akan kehilangan orang yang dicintainya sekaligus harapannya agar cintanya tak kandas dan abadi.

Bagi saya, lagu ini menguatkan mitos yang berkembang di sekitar objek wisata yang berada di Desa Sindulang, Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat itu. Mitos itu melarang pengunjung yang belum menikah membawa pasangannya (pacarnya), jika ingin hubungannya berlanjut menjadi suami-istri. Mitos lainnya, bagi para jomblo yang mengharapkan segera bertemu jodoh, datanglah ke Curug Cinulang ini, konon, akan segera dipertemukan dengan jodohnya.

Apakah mitos ini benar? Saya meyakini bahwa perkara jodoh itu sudah menjadi takdir Tuhan. Untuk menuntaskan rasa penasaran saya dengan keberadaan curug yang lebih mudah diakses dari jalan raya Bandung - Garut (Cicalengka) dan mitosnya, saya mengunjunginya pada Minggu, 28/10/2018 lalu.

    baca juga : Berburu Milky Way ke Ciwidey

Curug Cinulang selama ini hanya saya kenal nama tanpa pernah bertatap muka. Saat melakukan perjalanan dari Bandung menuju Garut via Cicalengka, papan nama menuju ke lokasi Curug Cinulang seringkali saya abaikan begitu saja tanpa ingin tahu lebih dalam.

Jalan menuju lokasi tidak terlalu lebar, hanya cukup dua mobil kecil berpapasan. Butuh konsentrasi lebih melewati jalur menuju kawasan hutan lindung Gunung Masigit Kareumbi, tempat dimana Curug Cinulang berada.

Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 30 menit dari jalan lintas selatan Jawa Barat ini, saya telah sampai di lokasi siang itu.

Sayup-sayup lagu Sunda terdengar dari belakang pintu masuk. Usai membayar tiket parkir sebesar Rp10 ribu dan tiket masuk Rp5 ribu, saya menyaksikan sebuah grup musik sedang asyik memainkan lagu Sunda populer. Tak jauh dari tempat grup musik itu, dari atas jembatan kecil, saya bisa menyaksikan pemandangan air terjun dari kejauhan.

Ya, tanpa harus turun ke dasar jurang pun saya dan pengunjung lainnya sudah bisa melihat dari atas kemegahan air terjun ini.
Curug Cinulang nampak dari atas jembatan kecil, tak jauh dari tempat grup musik memainkan lagu (dok. pribadi)

Tapi rasanya kurang pas jika tak menikmati langsung segarnya kibasan air terjun yang menerpa wajah. Saya menelusuri jalanan setapak menuju dasar jurang tempat air terjun itu berada. Akses menuju air terjun dari pintu masuk sudah cukup bagus, hanya saja, semakin mendekati tujuan, jalan semakin rusak dan terjal.

Tak perlu takut kehausan atau kelaparan di curug yang memiliki ketinggian 50 meter ini. Di lokasi curug yang juga disebut Curug Sindulang (sesuai lokasinya di desa Sindulang) ini banyak terdapat warung penjual makanan dan minuman.

Konon, dinamakan Sindulang juga karena berasal dari kata “dulang” yang berarti tempayan. Menurut warga, air terjun ini mirip seperti air yang ditumpahkan dari tempayan.

Setelah puas berkeliling dan mengambil beberapa foto, saya berkesimpulan area curug ini cukup sempit. Pengambilan angel foto sangat terbatas. Meskipun begitu, keindahan Curug Cinulang memang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Suasana hijau alam dan sejuknya udara pegunungan, menambah nuansa romantis kian terasa.

Itulah mungkin sebabnya, mitos pengunjung yang belum menikah disarankan tidak kesini, karena jika diijinkan, tempat ini hanya akan dijadikan tempat berpacaran. Berbeda dengan yang masih jomblo, diharapkan bisa bertemu jodohnya disini, dalam suasana romantis diiringi senandung lagu, sehingga akan mengingat tempat ini sebagai sebuah tempat bersejarah pada episode hidupnya. Seperti yang diungkapkan Yayan Jatnika pada lagu 'di Curug Cinulang' :

Di Curug Cinulang
Bulan bentang narembongan
Hawar-hawar aya tembang
Tembang asih tembang kadeudeuh duaan

Di Curug Cinulang
Batin ceurik balilihan
Numpang kana panghareupan
Cinta urang mugi asih papanjangan

Kabaseuhan cai kaheman
Kaceretan ibun kamelang
Mengket pageuh geter rasa kahariwang
Hariwang cinta urang panungtungan


Artikel ini ditayangkan di AyoBandung.com

Kanwil DJP Jabar I Beri Penghargaan Kantor Pelayanan Terbaik 2018

Para pemenang Penganugerahan Kantor Pelayanan Terbaik 2018 Kanwil DJP Jawa Barat I

Pradirwan - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I menggelar Penganugerahan Kantor Pelayanan Terbaik tahun 2018 di Auditorium Gedung Keuangan Negara Bandung (Kamis, 18/10). 

Penganugerahan yang diberikan guna meningkatkan kualitas pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta mampu mempercepat reformasi birokrasi untuk mewujudkan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Kementerian Keuangan.

Berburu Milky Way ke Ciwidey

Berburu Milky Way Ciwidey, Sabtu (13 Oktober 2018). (Foto: Harris Rinaldi)

Pradirwan ~ Istilah milky way menarik perhatian saya. Istilah itu digunakan untuk menyebut galaksi Bimasakti yang berisikan gugusan bintang-gemintang membentuk pola spiral dengan diameter 100.000 tahun cahaya.

Berburu foto milky way memang tak semudah yang dibayangkan. Fenomena alam yang keindahannya telah mendunia itu ternyata hanya bisa ditemukan di tempat dan waktu yang tepat. Butuh dari sekedar persiapan alat dan perlengkapan yang mumpuni, namun faktor keberuntungan juga berperan.

Kita harus mencari lokasi terbuka yang bebas dari polusi udara dan polusi cahaya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena tempat-tempat tersebut seringkali jauh dari tempat tinggal kita. Pegunungan atau pantai yang masih sepi menjadi pilihan.

Di Jawa Barat, salah satu tempat berburu milky way terbaik berada di kawasan wisata Ciwidey Kab. Bandung. Selain karena lokasinya yang tinggi, keasrian suasana serta landscape-nya yang memukau, polusi disini cukup rendah. Selain itu, kawasan ini mempunyai banyak spot menarik yang bisa dijadikan tempat berburu milky way, seperti Ranca Upas, Situ Patenggang, dan perkebunan teh.

Ranca Upas menjadi pilihan berburu milky way kami, Sabtu (13/10/2018) minggu lalu. Selain karena memenuhi syarat lokasi untuk memperoleh milky way, Ranca upas atau Kampung Cai Ranca Upas merupakan kawasan wisata alam dan bumi perkemahan terpopuler bagi traveller untuk melihat keindahan alam lebih dekat. Kawasan ini juga merupakan hutan lindung dan tempat konservasi berbagai macam flora dan fauna, misalnya tanaman langka seperti jamuju dan kihujan (trembesi), serta fauna dilindungi seperti rusa.

Saat mengabadikan kabut yang turun (foto: Harris Rinaldi)
Pose sejenak (foto : Harris Rinaldi)



Kawasan yang berada di ketingggian 1700 mdpl ini memiliki luas area 215 hektar. Tentu saja, suhu udara disini cukup dingin. Saat kami datang ke lokasi sekitar pukul 17.15 WIB, udara mencapai 17 derajat Celcius. Kabut sedang turun menutupi pandangan. Bisa dibayangkan ketika dini hari, suhu udara bisa sangat ekstrim. Oleh karena itu bagi yang akan bermalam disini, sangat dianjurkan membawa jaket, baju, penutup kepala, sarung tangan, dan kaus kaki yang tebal. Saking dinginnya, di dalam tenda pun berembun. Api unggun menjadi satu-satunya penghalau udara  dingin yang efektif, meskipun asapnya yang masuk ke tenda membuat bangun para penghuninya.

Ga bisa tidur karena dingin (foto : Tatag Wicaksono)

Lalu, peralatan apalagi untuk mendapatkan foto milky way? Mas Harris Rinaldi, ketua rombongan kami mengatakan selain kamera (DSLR/Mirrorles), gear wajib adalah tripod dan lensa wide. "Lensa kit 18 mm juga bisa, lebih bagus lagi kalau punya lensa wide dengan f besar, misalnya 12 mm f/2 samyang," ujarnya.

Hasil foto yang ku ubah white balance-nya (1)

Hasil foto yang ku ubah white balance-nya (2)

Ketika malam semakin larut, mas Harris mulai meminta kami untuk mengatur kamera. "Intinya, pakai lensa paling wide yang kita punya, gunakan diafragma (f) paling besar, iso coba paling besar di 3200, Sutter Speed 30 detik, jangan lupa setting White Balance untuk mendapatkan efek warna yang lain dari biasanya," katanya.

Kami pun mulai mencoba-coba settingan sampai mendapatkan settingan yang pas sesuai keinginan masing-masing (selera).
Berburu milky way (foto: Yusuf Ote)

Kenapa 30 detik? Karena menurut pengalaman, 30 detik itu adalah waktu maksimum agar bintang tetap seperti titik, bukan sebuah garis. Kalau lebih dari 30 detik, maka bintang akan ‘berjalan’ dan nampak seperti apa yang kita sebut sebagai light painting, kecuali, memang efek seperti itu yang ingin didapatkan.

Dalam photography, ada yang disebut rule-600. Jadi shutter speed maksimum yang diperbolehkan agar bintang tak bergerak adalah 600 dibagi dengan focal length lensa (format 35 mm, jika APS-C dikali dulu dengan 1.5, MFT dikali 2).

Jadi kalau kita pakai lensa 18 mm, maka waktu maksimum adalah 600/18 = 33 detik? Meski tidak selalu akurat ini karena tergantung dari posisi kita di bumi. Tapi, itu rule of thumb-nya sebagai permulaan untuk camera setting- nya.

Hal lain yang kami lupa adalah faktor keberuntungan. Langit masih tertutup kabut dan berawan sejak sore tadi. Kami memutuskan untuk menyimpan baterai dan energi kami, siapa tahu cuaca cerah kami dapatkan menjelang malam hingga dini hari nanti.

Oh ya, jika hanya memotret bintang, mungkin bisa kapan saja. Tapi bumi kita ini berputar. Ada kalanya milky way tidak terlihat dari tempat kita berdiri. Milky way juga akan sulit terlihat jika ada bulan (polusi cahaya juga). Jadi, lebih baik kita memotret saat bulan baru muncul, sehingga malam gelap akan lebih panjang. Untuk mengecek posisi milky way, dibutuhkan aplikasi khusus seperti stellarium, sky guide, dan banyak sekali di app store. Searching aja ya. Konon, paling enak memotret milky way itu adalah saat April – September di arah selatan.

Salah satu sudut yang ku potret saat berburu milky way

Langit mulai cerah sementara udara sangat dingin. Sekujur tubuh mulai membeku. Saya dan mas Harris mulai melakukan pengecekkan posisi milky way. Tapi setelah dilakukan pengecekkan di aplikasi, posisi rasi bintang Sagitarius berada dibawah horizon. Artinya, milky way telah lewat. Untuk meyakinkan, kami melakukan pemotretan lagi ke berbagai sudut. Hasilnya memang benar, milky way tak nampak dari hasil foto-foto itu. Kecewa, pastinya. Tapi, selalu ada hikmah dibalik kejadian. Bagi saya, ini hunting bareng pertama kali yang berkesan. Selain dengan mas Harris, saya bertemu lagi dengan mbak Caecilia, mas Amran (Abeng), mas Dwi Doso dan menambah tiga kawan baru, mbak Heti, mas Yusuf, dan mas Tatag.

Pengobat kekecewaan kami, mendapat sunrise yang indah

Suasana pagi yang berhasil ku abadikan
Pemburu sunrise
Ketua Tim, Harris Rinaldi

Akhirnya, kami memutuskan untuk menunggu pagi. Sambil berharap, fajar nanti menjadi fajar yang istimewa.

Kala itu di malam Minggu
Pada suatu sudut di jalan-jalan gelapmu
Rasa itu tumbuh
di ruas cahaya bernama rindu

Terdudukku pandangi langit hitam
Malam telah melahap semua cahaya 
Bintang dan rembulan tertutup kabut duka
Rinduku perlahan menjadi kelabu
hanya ada kenangan yang masih berserak
entah dari kepala siapa
dari kisah yang mana
Mengiringi cinta yang tak lagi sempurna 
Sejenak akupun terdiam dan menikmati luka

Terima kasih atas kesempatan dan sharing ilmunya. Sampai jumpa di lain kesempatan.

Bandung, 20 Oktober 2018

Artikel ini ditayangkan di Ayo Bandung setelah dilakukan editing ulang.

Peringati Hari Pelanggan, Kanwil DJP Jabar I Kunjungi Persib

Pelatih Persib Bandung Roberto Carlos Mario Gomez, bersama Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Yoyok Satiotomo dan Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying Hatipah Haroen Al Rasjid menunjukkan kartu NPWP yang baru saja diterimanya di Graha Persib, Jl. Sulanjana Bandung (Rabu, 05/09)
Pradirwan -Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Yoyok Satiotomomengunjungi Graha Persib, Jl. Sulanjana, Bandung (Rabu, 5/9). Kedatangan Yoyok didampingi Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying, Hatipah Haroen Al Rasjid untuk mengantarkan langsung Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi 4 empat warga negaraasing yang saat ini dikontrak PT. Persib Bandung Bermartabat.

Jawab Tantangan Kehumasan, DJP Jabar I Gembleng Videografer

Videografer DJP, Irwan Hermawan dan Febri Noviardi saat menyampaikan materi dalam Lokakarya Materi Kehumasan Eksternal (Videografi Dasar 2018) di Gedung Keuangan Negara Bandung, Senin (6/8)


Pradirwan - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I menggelar Lokakarya Materi Kehumasan Eksternal (Videografi Dasar 2018) di Gedung Keuangan Negara Bandung, Senin (6/8) hingga Rabu (8/8). Kegiatan ini diikuti 36 peserta yang merupakan videografer KPP/KP2KP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I.

Kepala Bidang Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat, Reny Ravaldini mengatakan kegiatan ini untuk menjawab tantangan kehumasan pada era digital yang saat ini demikian pesat.

"Dalam era digital saat ini, dimana aliran informasi berjalan tanpa batas, menjadi tantangan bagi DJP untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi dari stakeholder dengan cepat, akurat, dan akuntabel, sehingga diperlukan pengelolaan komunikasi yang efektif dan efisien," ujar Reny.

Menurutnya, peranan media sosial dengan konten berformat video menjadi pilihan publikasi kehumasan yang tepat. Penyampaian informasi yang dilakukan melalui tayangan video singkat di internet atau jejaring media sosial menjadi salah satu pilihan bagi DJP untuk mempublikasikan berbagai hal yang terkait dengan kebijakan, program, peraturan-peraturan perpajakan terbaru, dan inisiatif kepada stakeholder baik internal maupun eksternal.

"Sebagaimana kita ketahui, begitu besar peranan media sosial sebagai sarana publikasi kehumasan. Jika sebelumnya sebagian besar konten media sosial unit vertikal DJP berisi foto atau desain grafis, sekarang kita akan memperbanyak konten video singkat," ungkap Reny.

Senada dengan Reny, Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat Ani Natalia mengatakan kemajuan teknologi telah mengubah perilaku masyarakat. "Tahun 2020, diperkirakan sebanyak 90% konten di media sosial itu video. Dulu orang-orang suka membaca untuk mendapatkan informasi, sekarang kemajuan teknologi membawa perubahan perilaku, how technology change our behavior. Kita lebih senang ke konten video, terutama video-video tutorial,” ungkap Ani.

Ani menjelaskan bahwa tantangan itu sudah semakin nyata, oleh karenanya ia meminta para peserta untuk siap menghadapi tantangan itu. “Kita harus bisa bersaing dengan jutaan bahkan mungkin miliaran video di dunia maya, menjelaskan semua aturan pajak dan mengedukasi masyarakat melalui video. Tidak bisa tidak," pesan wanita yang akrab disapa kak Ani itu.

Lebih lanjut, Ani menyampaikan bahwa untuk mengedukasi wajib pajak, selain melalui sarana penyuluhan langsung, pihaknya telah membentuk beberapa tim kreatif yang beranggotakan pegawai DJP dari seluruh Indonesia. “Yang suka desain konten, kami sudah membentuk tim grafis. Bagi yang suka membuat video, kami membentuk tim video (imagitaxion), dan untuk menyebarkan konten melalui media sosial, kami punya taxmin (sebutan untuk admin medsos) di masing-masing unit vertikal DJP," ujarnya.

Lokakarya ini dibagi menjadi tiga sesi besar yaitu teori, praktik, dan evaluasi. Pada sesi teori, para peserta dibekali materi dasar-dasar videografi dari para pembicara yang sudah terkenal di kehumasan DJP. Pembicara diantaranya fotografer yang juga Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Bandung Tegallega, Slamet Rianto. Slamet menyampaikan materi Dasar Komposisi Visual. Sedangkan kedua videografer DJP yaitu pelaksana Seksi Hubungan Internal, Febri Noviardi menyampaikan materi pre production meeting, Developing the Script, dan Pra Produksi, dan Pelaksana Seksi Hubungan Eksternal, Irwan Hermawan menyampaikan materi Brainstorming Idea, Produksi, and Editing.

Sementara dalam sesi praktek, para peserta melakukan produksi video. Mereka dibagi menjadi beberapa tim dan melakukan produksi video sesuai tema yang ditentukan. Pada hari berikutnya dilakukan evaluasi atas karya-karya setiap tim tersebut oleh para narasumber. Dari 18 karya yang masuk, terpilih 5 karya video terbaik berturut-turut yaitu video dari KPP Pratama Purwakarta, KPP Pratama Bandung Tegallega, KPP Pratama Bandung Karees, KPP Pratama Cianjur, dan KPP Pratama Cimahi. Malah, video dari Tim KPP Pratama Purwakarta lolos kurasi dan menjadi konten nasional untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus mendatang. (HP)

sumber : pajak.go.id
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes