BREAKING NEWS

Tempat Pemusatan PPN

 

Bincang Pajak PRFM Bandung tentang Tempat Pemusatan PPN (Jumat, 14/08/2020)
Bincang Pajak PRFM Bandung tentang Tempat Pemusatan PPN (Jumat, 14/08/2020)

Pradirwan - Setiap pengusaha tentu saja menginginkan usahanya maju dan berkembang. Salah satu caranya dengan melakukan ekspansi bisnis dengan membuka cabang baru di daerah lain. Selain mengembangkan bisnis, membuka cabang baru juga dapat meningkatkan pendapatan bisnis.

Pilihan untuk memiliki cabang usaha biasanya dilakukan ketika pusat usaha yang berjalan dinyatakan stabil atau terus bergerak maju, sehingga pembukaan cabang di tempat-tempat atau daerah lain menjadi solusi yang ditempuh.

Namun penting juga bagi para pengusaha untuk memahami lebih jelas penerapan pajak atas perusahaan cabang ketika proses perluasan usaha dilakukan.

Baca juga: NPWP Cabang dan Kewajiban Perpajakannya

Pada prinsipnya, mengacu pada Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang KUP menyatakan bahwa Wajib Pajak diharuskan mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya sesuai dengan tempat kegiatan usaha atau kantor dilakukan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pendirian cabang usaha di wilayah lain akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang. Dengan kata lain, apabila Wajib Pajak ingin membangun cabang usaha di tempat atau wilayah lain, maka Wajib Pajak harus mengurus perpajakan di KPP yang sesuai dengan tempat cabang usaha didirikan agar mendapat NPWP Cabang.

Baca juga: Kartu NPWP Belum Sampai, Rusak, atau Hilang? Ini Solusinya 

Selain membuat NPWP Cabang, kewajiban terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pun otomatis mengikuti. Maksudnya, setiap cabang usaha yang memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 

Meskipun satu perusahaan, transaksi antara pusat dan cabang, atau transaksi antar cabang juga wajib memungut PPN atas setiap penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan setiap perusahaan tersebut.

Baca juga:  Kontrak Kemanfaatan Epicurus dalam RUU KUP

Nah, untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan administrasi, DJP menerbitkan kebijakan terbaru terkait tempat pemusatan PPN, melalui Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-11/PJ/2020.

Ketentuan ini menyebutkan, bagi PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang tetapi belum melakukan pemusatan PPN, dapat memilih satu tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.

Bagaimana caranya? 

Cukup menyampaikan pemberitahuan ke DJP secara elektronik melalui situs web www.pajak.go.id atau secara tertulis ke Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat pemusatan PKP tersebut. Misalnya, jika tempat PKP yang akan menjadi tempat pemusatan PPN itu terdaftar di KPP Pratama Bandung Cicadas, maka surat pemberitahuannya disampaikan ke Kanwil DJP Jawa Barat I. 

(Ketentuan selengkapnya dapat dilihat di PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN) 

Tema "Tempat Pemusatan PPN" inilah yang menjadi topik pembahasan dalam acara Bincang Pajak di radio PRFM Bandung, Jumat (14/8).

Acara yang disiarkan langsung sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.00 WIB ini menghadirkan Kepala Seksi Waskon I, Ary Hermayadi dan Account Representative, Tambos Siahaan dari KPP Pratama Bandung Cicadas sebagai narasumber.

Kalau Kawan Pajak masih bingung, ada yang perlu ditanyakan, mau konsultasi, bagaimana caranya?

Cek dulu website pajak.go.id. Coba baca-baca dulu tata caranya di sana. Bisa juga tekan tombol chat di website itu jika ingin konsultasi terkait pajak. Kalau masih belum jelas juga bisa menghubungi akun media sosial masing-masing Kantor Pajak. Misalnya KPP Pratama Bandung Cicadas bisa menghubungi @pajakcicadas atau ke akun @pajakjabar1. 

Baca juga: Daftar Kontak KPP di Kanwil DJP Jabar I

Nah, sedikit rangkuman ini semoga berguna. Jangan lupa daftar, hitung, bayar, dan lapor pajaknya ya. Karena #PajakKuatIndonesiaMaju.

source: Kanwil DJP Jawa Barat I

Berburu Hikmah dari Kumpulan Kisah

Bedah buku Hari Pajak Vol. 2 Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini

Pradirwan - Setiap manusia punya kisah dan di balik setiap kisahnya terselip hikmah. Kesimpulan  ini saya yakini hingga sekarang.

Kesimpulan itu semakin menguat tatkala Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar acara Bedah Buku volume kedua yang dipandu Dhimas Wisnu Mahendra di Gedung Mar'ie Muhammad, Kantor Pusat DJP, Jakarta (Kamis, 09/07).

Acara yang digelar secara daring melalui aplikasi konferensi video dan disiarkan langsung melalui kanal youtube @ditjenpajakri itu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Pajak 2020.

"Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini" menceritakan kisah betapa mahalnya biaya yang muncul setelah kematian seorang anggota keluarga. Terlebih bagi keluarga Enyak yang kurang mampu.

Cerita bermula ketika Engkong, bapaknya Enyak, yang berusia seratus tahun lebih meninggal dunia. Enyak dan keempat saudara lainnya harus menanggung semua biaya yang timbul dari pengurusan jenazah, termasuk "biaya adat" di kampung tersebut. Tak jarang, biaya-biaya itu menjadi beban bagi yang masih hidup, terlebih bagi keluarga yang tidak mampu seperti keluarga Enyak.

Persoalan ini yang diangkat Kepala Seksi Pengelolaan Situs (www.pajak.go.id) Direktorat P2Humas DJP, Riza Almanfaluthi dalam salah satu artikelnya yang berjudul "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini". Judul artikel ini pun dipilih menjadi judul buku kedua Riza.

Buku setebal hampir 200 halaman ini merupakan kumpulan kisah inspiratif penuh hikmah. Dengan gaya bertutur yang sederhana dan renyah, menjadikan buku ini lebih mudah dipahami.

Membaca buku bersampul putih ini membawa saya ke masa-masa sekolah menengah. Kala itu, persediaan buku bacaan yang murah (bahkan gratis) hanya tersedia di perpustakaan. Itulah satu-satunya opsi yang bisa saya pilih demi memuaskan hasrat membaca. Di perpustakaan inilah saya membaca buku "Chicken Soup for The Soul".

Jika pada era 90-an saya menggemari buku karya Jack Canfield dan Mark Victor Hansen itu, maka buku yang terbit pada bulan Februari 2020 lalu ini bagi saya seperti edisi "Chicken Soup for The Soul" selanjutnya.

Betapa tidak, setiap tulisan di dalam buku terbitan Maghza Pustaka ini dapat mengilhami orang lain. Buku ini sukses memberikan kebahagiaan bagi siapa pun yang membacanya. Saya sendiri menjadi termotivasi dan memiliki semangat dalam menjalani kehidupan lebih baik.

Sebut saja tulisan yang berjudul "Mel" dan "Pemburu Dollar" dengan latar belakang cerita nyata dari penulis yang telah mengalaminya sendiri. Tak banyak yang mengetahui, jika dulu Riza kecil pernah "mengasong" di dalam gerbong kereta api.

Mel dalam kisah Riza adalah uang yang dikumpulkan dari pedagang untuk membeli beberapa bungkus rokok agar ia dan pedagang lainnya diizinkan masinis berjualan di dalam gerbong. Dalam bahasa sehari-hari biasa disebut "uang tanda terima kasih" atau "uang rokok".

Berbekal beberapa bungkus rokok yang digantungkan di patahan ranting pohon, masinis akan menghentikan laju kereta api jarak jauh ratusan meter sebelum stasiun Jatibarang, Indramayu. Dengan cara ini, para pedagang bisa naik gerbong dan akan memiliki peluang menaikkan omzet berkali-kali lipat.

Apa yang dilakukan para pedagang itu sejatinya adalah suap. Satu hal yang membudaya dan dianggap lumrah bagi sebagian orang pada puluhan tahun silam. Budaya "tak sehat" yang pernah melanda negeri ini, termasuk di DJP.

Riza berhasil menyampaikan pesan bahwa kebiasaan memberi dan menerima mel itu setali tiga uang dengan perilaku korupsi. Virus ganas yang kita sepakati sebagai musuh bersama.

Ia meyakinkan pembaca melalui tulisannya itu, bahwa DJP telah berbenah, mereformasi diri menjadi sebuah institusi yang antikorupsi.

DJP telah membuktikan diri dengan menjadi pilot project di Kementerian Keuangan bahwa sebuah kultur yang bobrok sekalipun bisa diubah dengan membuat sistem yang baik untuk menghilangkan mel dari setiap level pelayanan yang diberikan. Tak heran, "Mel" menjadi juara pertama lomba penulisan artikel yang diselenggarakan DJP pada tahun 2012.

Ada juga tulisan yang terinspirasi dari bacaan atau cerita dari teman penulis. Kisah "Mengapa Sang Maestro Penari Pergi?", "Pak Pardi yang Katolik", dan "Karena Gengsi dan Kehormatan" menjadi tiga tulisan favorit saya.

Bukan berarti tulisan lain tidak menarik atau tidak bagus. Hanya saja, kisah dalam tiga judul itu rasa-rasanya dekat sekali dengan kehidupan pribadi saya. Saya seperti pernah mengalaminya.

Kalimat-kalimat penulis yang mengalir dan lugas berhasil mengubah sudut pandang saya--dan mungkin pembaca lainnya--dalam memandang persoalan hidup.

Ini juga yang menjadi motivasi saya untuk berbagi banyak hal melalui tulisan. Sesederhana apa pun. Karena apa yang biasa saja (tak bernilai) menurut kita, bisa jadi itu hal yang sangat berarti (bernilai) bagi orang lain.

Tema Hari Pajak 2020 adalah "Bangkit Bersama Pajak dengan Semangat Gotong Royong". Semangat berbagi hikmah melalui tulisan dalam buku yang sudah memasuki cetakan kelima ini seharusnya bisa menginspirasi. Bahwa membayar pajak adalah wujud lain dari berbagi. Pun bisa dimaknai bahwa membayar pajak adalah bentuk gotong royong masyarakat dalam membangun negeri.

Mengutip Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi dalam pengantar buku ini, "Buku karya Riza Almanfaluthi ini adalah katalog dari begitu banyak hikmah dalam hidup manusia," begitulah seharusnya kita memaknai buku Riza Almanfaluthi, "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini".

Tabik.


*Artikel ini saya tulis untuk www.pajak.go.id dan telah ditayangkan di situs DJP tersebut sejak tanggal 13 Juli 2020

Kisah Guru Inspiratif

Guru inspiratif


Pradirwan - Saya sangat senang ketika saya mulai dapat mengenal huruf dan mengejanya menjadi sebuah kata. Kala itu, saya belum masuk Sekolah Dasar (SD). Bagi saya, itu adalah sebuah prestasi. 

Saat itu (seingat saya), rata-rata anak seusia saya mulai belajar membaca saat kelas 1 SD. Jika direnungkan, betapa beratnya amanah guru SD, terutama yang mengajar kelas 1. Mereka harus bisa mengajari murid yang belum bisa membaca sama sekali. 

Ketidaktersediaan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa saya mungkin menjadi penyebabnya. 

Faktor lainnya, banyak orang tua yang menyerahkan pelajaran membaca ini hanya kepada guru SD. Jarang sekali saya melihat orang tua yang mengajari anaknya membaca saat di rumah. 

Saya beruntung termasuk yang jarang itu. Bapak saya seorang guru SD. Beliaulah yang rutin mengajari saya membaca. Sejak saat itu, saya pun menjadi rajin membaca.

Kenapa membaca ini penting? 

Dalam sejarah turunnya Alquran, Allah memberi wahyu pertama kepada Nabi Muhammad berupa perintah membaca. Karena dengan membaca, kita dapat mengetahui perintah dan larangan Allah. Jadi manusia bukanlah dicipta begitu saja di dunia, namun ia juga diperintah dan dilarang. 

"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Banyak membaca buku akan menambah pengetahuan kita. Kegiatan ini merupakan suatu cara efektif untuk membuka jendela tersebut agar kita bisa mengetahui lebih jauh tentang dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.

Selain itu, dengan banyak membaca buku, kita akan mampu membedakan mana yang baik untuk kita ikuti dan mana yang tidak semestinya kita jalani. Itulah urgensi membaca. Maka bacalah, bacalah, bacalah!

Guru dan Literasi

Kebiasaan membaca buku yang saya lakukan selama ini menghantarkan saya kepada buku berjudul "Guru Inspiratif, Keteladanan Guru Adalah Inspirasi"

Buku ini merupakan antologi kisah inspiratif dari para guru. Mereka adalah pemenang lomba kisah inspiratif bagi guru yang diselenggarakan dalam rangka milad @JoeraganArtikel, sebuah agensi naskah sekaligus pusat pelatihan kepenulisan. 

Sependek pengetahuan saya, tidak banyak guru yang berani menulis dan memublikasikannya. Maka, ketika pertama kali membaca buku ini, saya bersyukur. Ternyata anggapan saya selama ini salah. Banyak juga guru yang berani menulis dan mempublikasikannya. 

Kita semua tentu sepakat, bahwa profesi guru adalah sosok teladan bagi murid-muridnya. Seorang guru yang mencintai literasi, akan membuat anak didiknya mencintai literasi. Berbekal itu, membaca dan menulis tentu tidak akan dianggap beban lagi, justru aktivitas itu akan menjadi kegiatan yang menyenangkan. 

Ada 10 (sepuluh) kisah dalam buku ini yang membawa saya ke pengetahuan baru tentang kegiatan belajar mengajar serta suka duka menjadi seorang guru.

Bagaimana menjadi guru yang disukai tak hanya oleh muridnya? Bahkan disukai oleh para orang tua murid seperti yang dikisahkan Rury Rubianti, atau kisah pak Juanda, penjaga sekolah yang sempat mengajar, yang diabadikan Evalina? 

Delapan kisah lainnya tak kalah menginspirasi. Mereka berhasil mengaduk-aduk perasaan saya saat membacanya. Saya berandai-andai, jika saya berada di posisi mereka, apakah saya sanggup? Entahlah. 

Secara umum, saya menikmati buku antologi ini. Saya hanya sedikit menyayangkan penempatan lay out iklan di bagian akhir yang menurut saya kurang enak dilihat. Ada halaman kosong yang terasa mubazir. 

Menurut saya, sebaiknya halaman kosong itu diisi dengan iklan buku-buku lain yang telah atau akan terbit, atau program unggulan @JoeraganArtikel yang relevan. Meski begitu, hal itu tidak mengurangi esensi buku kisah inspirasi para guru ini. 

Seperti harapan para penulisnya,  saya pun berharapa semoga kisah-kisah dalam buku ini membawa motivasi dan hikmah ke arah kebaikan, sehingga menjadi amal jariyah bagi penulisnya. 

Selamat! Tetaplah menulis dan menginspirasi!




Pradirwan

Bandung, 9 Agustus 2020

Mulai 17 Agustus, Daftar NPWP Bisa di Bank Ini

Peresmian pelayanan pendaftaran NPWP di Himbara


Pradirwan - Kerja sama pelayanan kepada wajib pajak yang telah lama terjalin antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) menemui babak baru. DJP dan Himbara yang terdiri dari BRI, BNI, Mandiri, dan BTN hari ini meluncurkan sistem aplikasi layanan pajak terintegrasi untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya kepada para debitur.

"Ini adalah terobosan sinergi antara DJP dan Himbara untuk memberikan kemudahan layanan perpajakan. Layanan pajak tersebut berupa pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara online atau e-registrasi dan validasi NPWP," ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Kantor Pusat DJP Jakarta (Kamis, 23/7).

Kedua Layanan Perpajakan ini direncanakan bisa dimanfaatkan wajib pajak mulai 17 Agustus 2020 secara online melalui sistem penyedia jasa aplikasi perpajakan.

Suryo menjelaskan, kegunaan NPWP ini tidak hanya untuk administrasi perpajakan saja. "NPWP ini merupakan salah satu identitas yang digunakan tidak hanya oleh DJP, tetapi juga digunakan untuk administrasi pada sistem perbankan," katanya.

Sebagaimana diketahui, pandemi Covid-19 telah memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktifitas perekonomian masyarakat. Pemerintah, menurut Suryo, telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya, di antaranya dengan mempercepat program Pemulihan Ekonomi Nasional.

"Program dimaksud di antaranya dengan membuat program yang didesain khusus untuk pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Misalnya program pemberian subsidi bunga, subsidi margin, dan pemberian insentif perpajakan," ungkapnya.

Suryo menambahkan, salah satu persyaratan bagi debitur UMKM untuk menerima subsidi bunga maupun subsidi margin adalah dengan memiliki NPWP. Oleh karena itu, untuk memfasilitasi penerbitan NPWP tersebut, DJP memberikan kemudahan prosedur pendaftaran dan validasi NPWP melalui fitur-fitur perbankan.

"Jadi, masyarakat yang akan memperoleh pinjaman atau manfaat subsidi dari perbankan, tak perlu datang ke Kantor Pajak. Proses pendaftaran NPWP bisa dilakukan melalui empat bank Himbara ini," jelasnya.

Disamping itu, DJP juga memfasilitasi kepentingan perbankan. "Apakah NPWP yang disampaikan debitur ini sudah sesuai dengan data di DJP? Nah, proses validasi NPWP ini juga bisa langsung dilakukan oleh perbankan," imbuhnya. 

Suryo menegaskan, pentingnya NPWP ini tidak hanya untuk urusan pajak. Lebih dari itu, NPWP bisa digunakan sebagai basis administrasi kependudukan. "NPWP ini merupakan basis untuk mengadministrasikan tidak hanya untuk kegiatan ekonomi, tetapi termasuk mengadministrasikan penduduk Indonesia dalam sistem perpajakan Indonesia. Bukan berarti yang memiliki NPWP langsung harus membayar pajak," jelas Suryo.

Sebagaimana diketahui, melalui PP-23/2018 UMKM dikenakan PPh final dengan tarif setengah persen dari omzet setiap bulannya. "Untuk mengurangi dampak Covid-19, para pelaku UMKM ini pun bisa mendapatkan pembebasan pembayaran pajak dengan mengajukan permohonan insentif pajak," ungkapnya.

Suryo menambahkan, pemberian insentif tersebut berlaku mulai April sampai Desember 2020. Hal ini merupakan upaya pemerintah yang bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat debitur UMKM sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional. 

"Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang telah terjalin selama ini. Sinergi yang solid dan harmonis dapat memberikan manfaat, tidak hanya bagi kami di DJP, tetapi untuk perbankan, khususnya empat bank yang tergabung dalam Himbara ini, dan masyarakat," pungkasnya. (HP)


Sumber : www.pajak.go.id

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes