BREAKING NEWS

KPP Pratama Cimahi Optimalkan Sinergi Raih Prestasi

KPP Pratama Cimahi Optimalkan Sinergi Raih Prestasi
Pradirwan - Salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak adalah melalui penguatan organisasi. Hal inilah yang melandasi reformasi jilid I dengan melakukan perubahan bentuk organisasi (reorganisasi). Semua unit organisasi di bawah Ditjen Pajak direorganisasi secara menyeluruh. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tak lepas dari kebijakan ini.

Sebelum reformasi dijalankan, unit kerja di bawah Kantor Wilayah terdiri dari KPP, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Masing-masing kantor tersebut mengemban tugas yang sama sekali berbeda satu sama lain. Reorganisasi membuat ketiganya dilebur dalam satu unit organisasi bernama KPP.

Selain penggabungan, Ditjen Pajak juga melakukan pemekaran. KPP baru didirikan dengan cara memecah unit KPP lama.Salah satu KPP yang wilayahnya dimekarkan adalah KPP Pratama Cimahi. KPP yang semula membawa wilayah kerja Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung dipecah menjadi 3 (tiga) KPP, yakni, KPP Pratama Cimahi, KPP Pratama Soreang, dan KPP Pratama Majalaya.

Meski wilayah KPP Pratama Cimahi sudah dibagi menjadi tiga KPP Pratama, namun dengan penambahan jumlah Wajib Pajak dan perkembangan potensi pajak yang pesat, KPP Pratama Cimahi direncanakan akan dilakukan pemecahan lagi.

“Saya seperti kehabisan waktu, meski pulang sampai malam. Mudah-mudahan tahun depan (pemecahan KPP) dapat terealisasi,” ujar Kepala KPP Pratama Cimahi, Sugiri Tejanegara, kepada Bale Pajak, Jumat (02/06).

Menurut pria yang akrab dipanggil Giri ini, jika dibandingkan dengan (KPP Pratama) di kota Bandung yang luas wilayah lebih kecil, jumlah Wajib Pajak lebih sedikit, dan jumlah pegawai berbeda sedikit, pemecahan wilayah menjadi salah satu solusi yang efektif.  

“Satu orang Account Representative (AR) misalnya bisa menangani lebih sedikit Wajib Pajak. Jika mau visit ke Gungunghalu saja butuh waktu 2,5 – 3 jam satu kali perjalanan, artinya jika bolak balik bisa seharian. Jika di kota Bandung, dalam waktu yang sama bisa 4-5 WP untuk waktu sebanyak itu. Padahal penerimaannya tidak signifikan. Tapi itu tetap harus dilakukan. Ini tantangan buat kami, bagaimana tugas yang diamanahkan ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya,” ungkapnya.

KPP Pratama Cimahi mempunyai wilayah kerja Kabupaten Bandung Barat dengan luas wilayah 1.311,31 km2, dan Kota Cimahi 40,25 km2. Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar adalah sebanyak 308 ribu. Dengan jumlah Wajib Pajak sebanyak itu, jumlah AR sebagai pengawas hanya sebanyak 20 orang dan 6 petugas Seksi Ekstensifikasi.

Lebih lanjut, Giri mengungkapkan upayanya untuk mengantisipasi kendala tersebut. “Kami membangun kekompakkan. Saya selalu menekankan bahwa kita semua adalah team work. Kami ini ibaratnya seperti tim sepakbola. Untuk bisa mencetak gol, harus tecipta saling bekerjasama antar lini. Selain itu saya juga menyemangati, mengarahkan, memberi contoh, dan membantu pelaksanaan penggalian potensi baik dengan memberikan data maupun turut ke lapangan. Hal ini saya lakukan untuk mendorong temen-temen agar bisa merasakan kebersamaan. Saya yakin, team work itu penting,” jelasnya.

Giri tidak sedang beretorika. Bale Pajak menyaksikan betapa pria kelahiran Kuningan ini benar-benar menjadi bagian dari tim kerjanya, bukan sekedar “tukang perintah”. Salah satunya bisa dilihat dari penataan ruang kerjanya. Alih-alih melapangkan area depan meja kerjanya, Giri meletakkan sebuah meja bundar kecil. Di meja itulah ia melakukan diskusi dengan timnya dengan formasi mengelilingi meja, bukan berhadap-hadapan. Saat ditanya Bale Pajak soal filosofi meja bundar itu, Giri menjawab,”Meja kerja besar itu menciptakan gap. Saya tak mau timbul gap antara saya dengan anggota tim saya saat diskusi. Dengan formasi melingkar seperti itu membuat mereka lebih nyaman.”

Giri memang dikenal sebagai orang yang detil dalam memberikan arahan. “Kami merasa terbantu, terawasi, dan buat kami hal ini lebih baik dibanding pimpinan yang hanya minta laporan saja,” ujar Prianto, Kepala Seksi Waskon IV.

Selain detil, Giri senang memberikan evaluasi langsung terhadap stafnya, terkadang tanpa sepengetahuan kasinya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perhatian darinya. Komposisi pegawai di KPP Pratama Cimahi berisi pegawai yang relatif masih muda. “Kami arahkan lebih ke manajemen waktu, agar bisa seefektif mungkin. Semua dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Sesungguhnya saya sedang membantu teman-teman agar nilai individu baik. Jangan sampai karena banyak pekerjaan malah lupa mengerjakan yang penting,” ujar Giri.

Selain menghadapi tantangan luas wilayah dan keterbatasan waktu dan tenaga, tantangan lainnya adalah karakteristik Wajib Pajak. Menurutnya, karakteristik Wajib Pajak umumnya sama dengan masyarakat Jawa Barat.

“Dibilang keras, tidak terlalu keras juga jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, misalnya di Surabaya atau Sumatera. Meski begitu, kami tetap harus hati hati. Tipologi Sunda pasti berbeda dengan Jawa atau Sumatera. Untuk menghadapinya, selain law enforcement, kita juga lakukan pendekatan-pendekatan, misalnya melalui sosialisasi, edukasi dan kita ajak berdialog. Alhamdulillah di beberapa kesempatan sosialisasi dan edukasi, Wajib Pajak tergerak untuk melakukan kewajiban perpajakan dengan baik. Yang tadinya belum bayar sekarang bayar, yang tadinya masih kecil menjadi besar. Kedepan kami harapkan apa yang disampaikan Wajib Pajak itu benar,” ujarnya.

Inovasi dalam Meningkatkan Kinerja

Dalam kurun waktu 2016 lalu, KPP Pratama Cimahi berhasil menunjukkan kinerja yang sangat baik. Target penerimaan 2016 sebesar Rp1.616 miliar berhasil diraih dengan realisasi cukup fantastis, sebesar Rp1.807 miliar atau 111% dari target. Tak heran, raihan ini membawa KPP Pratama Cimahi meraih beberapa penghargaan, diantaranya penghargaan dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak.

Selain atas kinerja penerimaan, KPP Pratama Cimahi juga meraih penghargaan sebagai mitra terbaik PPDDP peringkat I di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I dan Penghargaan dari KPPN Bandung Satu sebagai peringkat Terbaik Satu Realisasi Tinggi dengan pagu dana diatas 10 miliar tahun 2016, serta Peringkat Terbaik Kedua kategori Rencana Penarikan Dana (RDP) Harian tahun 2016. Dalam bidang olahraga, Tim KPP Pratama Cimahi juga menjadi juara I Bulu tangkis dan juara II Bola Voli dalam Porwil DJP Jawa Barat I tahun 2016.

Tahun 2017, KPP Pratama Cimahi diberikan tambahan target penerimaan sebesar Rp.45 miliar atau tumbuh sekitar 3% menjadi Rp1.661 miliar. “Ini angka yang cantik buat kami, mudah-mudahan hasilnya juga cantik,” ujar Giri dengan nada bercanda. Pria kelahiran Kuningan itu sedang mengatakan bahwa komposisi angka targetnya jika dibalik akan menghasilkan nilai yang sama, 1661. Hingga saat ini, target penerimaan 2017 telah terealisasi sekitar 34,84% atau sebesar Rp.508 miliar. Angka ini tumbuh sebesar 28% dari realisasi tahun lalu.

KPP Pratama Cimahi telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mengamankan penerimaan. Giri mengaku melakukan pengawasan intensif terutama di lima sektor dominan yaitu industri pengolahan, perdaganganan besar, administrasi pemerintahan, jasa keuangan, dan real estate. Menurutnya, dalam menjalankan tugasnya hanya mengikuti program yang telah dicanangkan oleh kantor pusat dan Kanwil Ditjen Pajak. “Ditjen Pajak punya program, Kanwil punya program, kami hanya melaksanakan program-program tersebut ditambah program kami sendiri,” ucap pria yang hobi memelihara burung ini.

“Upaya yang rutin dilakukan sudah jelas yaitu pengawasan rutin, karena itu penting, pendapatan rutin ini cukup besar. Selanjutnya dengan melakukan penggalian potensi, extra effort dengan pemanfaatan data yang bersumber dari mana saja, bisa dari Kantor Pusat Ditjen Pajak, Kantor Wilayah DJP Jabar I, atau data yang kami cari sendiri. Selain itu kami juga akan memanfaatkan data pasca Amnesti Pajak, inventarisir Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak, melakukan pendekatan apabila ada data yang belum disampaikan oleh Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak, maka kita implementasikan amanat Undang-undang Amnesti Pajak. Bila ada Wajib Pajak tidak ikut Amnesti Pajak, juga akan kita tindak lanjuti. Kegiatan lain seperti ekstensifikasi akan jalan terus. Wilayah kita yang luas ini memiliki potensi yang masih besar. Kami akan ke lapangan untuk pemetaan potensi dan mengimbau Wajib Pajak untuk ber-NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP,” paparnya.

Berdasarkan data yang telah dihimpun KPP Pratama Cimahi, masih banyak Wajib Pajak yang belum terdaftar (ber-NPWP). Pihaknya mengidentifikasi beberapa sektor, terutama perdagangan kecil. “Kecil itu menurut kita, tapi jumlahnya sangat banyak. Misalnya pedagang di pasar-pasar. Kita sudah coba di pasar Cermat Batujajar. Pasar ini dalam skala besar jika di Jakarta seperti Pasar Tanah Abang, atau jika di Kota Bandung, seperti Pasar Baru. Pemetaan itu penting demi keseimbangan agar banyak Wajib Pajak yang bisa kesentuh. Kecil jika banyak, akan menjadi besar juga dan dapat menopang penerimaan,” katanya lagi.

Hal yang menarik dari rangkaian inovasi KPP Pratama Cimahi adalah koordinasi yang intensif dengan PT. Pos Indonesia. Dua hal yang menjadi isu adalah intensifikasi di jenis pajak Bea Meterai dan kemudahan pembayaran pajak bagi daerah pelosok. Berdasarkan data, penerimaan bea meterai di KPP Pratama Cimahi mencapai Rp1,5 miliar per bulan.  

“Jika ini bisa ditingkatkan menjadi 2 kali lipat per bulan (Rp 3 miliar), maka akan ada tambahan sebesar Rp 18 miliar setahun,” ujar Giri lagi. Niatan meningkatkan penerimaan Bea Meterai ini dengan cara meningkatkan penjualan benda meterai. Untuk itu, PT Pos akan melakukan penjualan dengan jemput bola atau delivery service.

Selain untuk meningkatkan peneriman bea meterai, jemput bola juga bisa dilaksanakan untuk memberikan kemudahan pembayaran pajak di daerah-daerah pedesaan yang akses ke perbankan cukup jauh. “Untuk memberikan kemudahan pembayaran bendaharawan pedesaan baik bendahara desa maupun bendahara sekolah di pedesaan. Kami memahami, tipikal wilayah kami mayoritasnya pedesaan. Berbeda dengan kota besar seperti Kota Bandung. Untuk bayar pajak Rp50 ribu misalnya, bendahara desa Rongga (Kab. Bandung Barat), ongkosnya banyak, bisa lebih besar dari jumlah pajaknya untuk sampai ke Bank terdekat. Belum lagi terkendala pembuatan id billing yang tidak bisa, entah karena jaringan internet belum baik atau ketidaktauan. Oleh karenanya, PT Pos akan membantu pembuatan id billing sekaligus pembayaran pajaknya di kantor pos menggunakan mobil keliling. Dengan begitu, diharapkan akan dapat meningkatkan kepatuhan, baik kepatuhan formal maupun material. Mudah-mudahan bisa dilaksanakan di seluruh pedesaan,” jelasnya.

Sementara itu, dalam upaya menjalin kerjasama dengan pemda, saat ini telah dilakukan koordinasi intensif, baik dengan pemkab Bandung Barat maupun Pemkot Cimahi, terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan dari beberapa sektor penerimaan yang saling berkaitan, misalnya sektor restoran, hotel, parkir, dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Dengan pihak pemkot Cimahi misalnya, KPP Pratama Cimahi melaksanakan program penelitian dan menginventarisir Wajib Pajak yang bergerak di sektor properti. Hal ini dilakukan dengan cara bersama-sama mengawasi pembayaran BPHTB dan PPh finalnya. Bahkan kerjasama ini juga melibatkan BPN. Hal ini untuk memastikan bahwa pajak-pajak yang terkait sudah dihitung sesuai dengan harga transaksi sebenarnya. Terutama atas transaksi non perumahan (pribadi ke pribadi). “Kalau dua instansi yang jalan mudah-mudahan Wajib Pajak lebih memperhatikan,” katanya. Semua kegiatan tersebut akan dievaluasi dan dijadikan feedback untuk perbaikan kedepan, agar dapat mendukung pencapaian target penerimaan pajak KPP Pratama Cimahi, Kanwil DJP Jawa Barat I, maupun Nasional.

***

Artikel ini telah dimuat pertama kali di Majalah Kanwil DJP Jawa Barat I, Bale Pajak edisi 7/2017.

Mereguk Berbagai Manfaat dalam Satu Kartu


DJP dan Pemprov Jabar bekerja sama meluncurkan platform Kartin1. Diklaim sebagai kolaborasi yang pertama kali di dunia ihwal platform kartu identitas terintegrasi, Kartin1 menawarkan sejumlah manfaat. Meski awalnya hanya untuk pegawai negeri, ke depannya, masyarakat umum pun bisa mendaftarkan diri untuk memperolehnya.
 
Pradirwan - Persamuhan Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi dengan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, itu seyogianya dijadwalkan pada Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 14.00 WIB. Sekretaris Gubernur meyakinkan acara pada waktu tersebut telah diagendakan, namun kepastian akan diberikan sehari sebelum acara dimulai.

Senin pagi, 16 Oktober 2017, kepastian itu pun tiba. Rupanya, bertepatan dengan hari yang telah diagendakan itu, Presiden Joko Widodo berkunjung ke Bandung. Tak ayal, pria yang akrab disapa Aher itu harus mendampingi Presiden Jokowi. Apa boleh buat, panitia harus menjadwal ulang.

Jadwal diundur ke hari Rabu, 18 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB atau paling lambat pukul 10.30 WIB. Serentak, semua panitia menyesuaikan persiapan sesuai jadwal tersebut. Persiapan kecil yang kemarin luput pun perlahan terkuak satu per satu dan segera dicarikan penyelesaiannya. Poster platform Kartu Indonesia 1 (Kartin1) yang berisi penjelasan singkat tentang kartu yang akan diluncurkan bersama Pemprov Jabar pagi itu pun belum sempat tercetak, belum hal-hal kecil lainnya. Namun, akhirnya, poster dicetak beberapa saat sebelum acara dimulai serta segala kekurangan dapat diatasi.

Rabu itu, cuaca Bandung amat bersahabat.

Matahari semakin meninggi. Tamu-tamu VIP mulai berdatangan. Mereka berkumpul di sebuah ruangan dekat lobi utama dan beramah-tamah. Dirjen Pajak menyambangi Gedung Sate, 30 menit lebih awal dari jadwal semula. Panitia lantas mengantarkannya untuk bergabung dengan tamu VIP yang lainnya. Topik utama pertemuan mereka adalah tentang Kartin1 (Kartin one). Seperti yang pernah disampaikan Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi, Irwan Djuniardi, Kartin1 bukanlah kartu, melainkan platform yang dapat diisi berbagai identitas dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Platform ini dapat diintegrasikan pada kartu-kartu yang sudah ada sehingga dapat menjadi kartu multiidentitas (NIK, NPWP, BPJS, Paspor, Kartu Debit dan lain-lain).

Selang beberapa saat kemudian, Aher ikut bergabung. Dengan balutan setelan safari berwana abu-abu tua, gubernur 51 tahun itu menyapa para tamu yang menunggunya. Tak luput ia menyalami semua tamu dengan senyum yang mengembang sebagai ciri khasnya. Suasana semakin hangat kala dirinya menceritakan kunjungan Presiden Jokowi, sehari sebelumnya.

“Dari Garut, semula direncanakan naik heli, namun cuaca tak mendukung, akhirnya naik mobil ke Bandung. Seusai dari Masjid Persis Bandung, sekitar pukul 19.45 WIB, sate kambing HM Harris, Bandung dipilih sebagai tempat makan malam,” ungkap Aher. Percakapan harus terhenti ketika panitia memberitahu bahwa acara sudah siap dimulai. Mereka pun beranjak dari ruang itu menuju Aula Barat Gedung Sate.

Dua agenda utama yaitu penandatangan nota kesepahaman tentang Kerja Sama Dalam Rangka Pemanfaatan Kartu Pintar NPWP dan Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan peluncuran Kartu Identitas Pegawai Terintegrasi dimulai. Dalam sambutannya, Aher mengatakan kartu identitas pegawai terintegrasi ini merupakan hasil kolaborasi Pemprov Jabar, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Bank Jabar Banten (BJB) itu diberi nama Kartu Masagi dengan platform Kartin1.

“Kartu Masagi merupakan kegiatan non-APBD, dan Jabar menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan sistem integrasi kartu identitas pegawai ini. Ke depan akan lebih banyak lagi layanan yang diintegrasikan seperti layanan kependudukan, BPJS, serta layanan lainnya. Sebagai langkah awal Kartu Masagi akan dicetak untuk 42.000 ASN di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ujarnya.

Lebih lanjut Aher menambahkan, meskipun baru bisa dinikmati ASN di lingkungan Pemprov Jabar, Aher yakin, kartu pintar ini akan bisa dinikmati masyarakat umum. Untuk itu, pria kelahiran Sukabumi itu mengimbau pada pemerintah kabupaten dan kota untuk menerapkannya. “Sistem Kartin1 juga terbuka lebar bagi masyarakat umum, namun tetap tidak menghilangkan fungsi kartu-kartu lain yang digunakan sebelumnya,” paparnya.

Sementara itu dalam sambutannya, Ken menyebutkan bahwa Pemprov Jabar memiliki kesiapan yang lebih baik dibandingkan daerah lain dalam penerapan teknologi ini. Bahkan, kata Ken, peluncuran kartu identitas pegawai terintegrasi ini menjadi yang pertama di dunia. "Saya sudah tanda tangan mengenai kartu identitas tunggal ini. Perjanjian ini jadi yang pertama di dunia. Saya ucapkan terima kasih," ujar Ken disambut tepuk tangan hadirin.

Ken mengatakan, kartu ini merupakan platform yang menyediakan berbagai kemudahan bagi masyarakat: mulai dari transaksi perbankan, NPWP, hingga laporan Surat Pajak Tahunan (SPT). "Bahkan kalau kita mau nanti sampai ke e-tol," kata Ken.

Secara teknis keunggulan Kartin1 terletak pada kerahasiaan dan keamanan data pemilik kartu yang terjaga. Sedikitnya ada empat keunggulan Kartin1 terkait kerahasiaan dan keamanan data. Pertama, Kartin1 memiliki 6 Digit PIN seperti halnya kartu debet yang harus diinput sebelum dapat digunakan. Kedua, data dalam kartu selalu dienkripsi sehingga tidak dapat dibaca oleh orang yang tidak berkepentingan. Ketiga, platform Kartin1 hanya dapat dibuka oleh reader dengan sertifikat digital khusus agar proses “handshaking” dengan sistem Ditjen Pajak dapat berjalan. Dan keempat, data hanya dapat dibuka dengan menggunakan validasi sidik jari dari pemilik kartu.

Dengan menggunakan sistem sidik jari, kartu tidak dapat disalahgunakan oleh pihak lain jika kartu tersebut hilang. “(Kalau kartu hilang) tidak bisa disalahgunakan. Kalian tahu password-nya tapi tidak punya jempolnya (sidik jari), tidak akan bisa,” ungkap Ken. Selain itu, Ken mengatakan bahwa masyarakat sangat diperbolehkan mengajukan Kartin1 dengan mendaftar ke kantor pajak setempat. “Sementara pegawai pemerintahan dulu, kalau nanti masyarakat mau, silakan. Siapa saja, daftar ke kantor pajak bisa kok,” pungkasnya.[*HP/YY]

***

Artikel ini telah dimuat pertama kali di Majalah Internal DJP, Intax edisi Oktober 2017.

Belajar Memahami Aperture dan Depth of Field

foto yang menggunakan Depth of Field (DOF) untuk foreground

Pradirwan - Sebagai fotografer pemula, ada baiknya sering-sering belajar teori photography. Bagi saya, dengan memahami teorinya, akan membantu kita dalam memotret, sehingga photo yang dihasilkan sesuai dengan yang kita inginkan.

Catatan Kecil Diklat Perpajakan Menengah

Pusdiklat Pajak, Kemanggisan - Slipi 

Pradirwan ~ Kata "pajak" saat ini sedang naik daun. Setidaknya dalam dua bulan terakhir, dalam linimasa maupun obrolan aplikasi daring, kata pajak sering sekali disebut. Bahkan seringkali viral hingga diangkat menjadi berita di media nasional. Ini sih pendapat saya pribadi. Anda boleh setuju boleh juga tidak.

Oleh-oleh Jakarta

Bertemu kembali dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, (13/9)

Pradirwan ~ Bertemu kembali dengan Bu Sri Mulyani Indrawati setelah pertemuan terakhir saat beliau memberikan kuliah umum di Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu.

Sepotong Sore di Pantura

PradirwanKisah ini, ku tulis kembali. Bukan untuk membuka luka. Hanya mengabadikan kenangan. 
Mari sejenak kita mengingat kenangan lama. Kenangan yang pernah terbungkus indah. Meski kini tak kan pernah lagi sama.
Aku akan tetap ada disini dengan semua kenangan yang kau tinggalkan. 
***
sepotong sore di Pantura
“Brak!”
Dentuman itu terdengar dari motor yang semula melaju cukup kencang, dan berakhir dengan menabrak mobil pengangkut botol minuman yang terparkir di sisi jalan menuju sebuah SMK Negeri di daerah Cirebon. Ketiga remaja sekira 17 tahun pengendara sepeda motor tersebut jatuh. Mereka terpelanting dan tak sadarkan diri. Beberapa orang yang sedang di lokasi kejadian datang menolong dan membawa ketiganya ke rumah sakit terdekat.
Hasil rontgent menyatakan Ardhi menderita patah tulang pergelangan tangan kiri. Kedua temannya lebih parah. Beberapa hari berselang, Ardhi diizinkan pulang meski tetap harus beristirahat di rumah. Setidaknya, ia sudah terbebas dari suasana rumah sakit yang membosankan. Di kamarnya, di atas pembaringan berkelambu biru, Ardhi merenung. Kecelakaan itu hampir membuatnya kehilangan nyawa.
Dari balik dinding kamar, terdengar sayup-sayup suara perempuan. Benar saja, seorang gadis berbaju batik dengan kerudung merah membuka pintu kamar. Ia langsung memeluk dengan tangis yang pecah seketika. Seisi rumah hanya diam menyaksikan.
“Maafkan Nok, Ang,” gadis itu berkata sembari terisak, “karena Nok, Aang jadi begini. Aang jauh-jauh ke Losari hanya untuk menemui Nok, tapi sepulangnya jadi begini.”
Air mata si gadis semakin deras membasahi dada Ardhi. Ardhi bangkit dan menatap wajah si gadis. Tangan kanannya menyeka air mata yang mengalir di pipi gadis itu.
“Ini bukan salahmu, Nok Aya. Tegarkan hatimu. Aku tahu kau perempuan tegar, perempuan hebat dan sempurna. Tak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Semua terjadi karena kelalaian Aang sendiri. Aang meminjam motor untuk ke kota padahal belum cakap. Terlebih berbonceng tiga. Syukurlah Aang hanya patah pergelangan tangan, kejadian lebih parah menimpa teman-teman Aang.”
Isak Nok Aya sedikit mereda. Kebisuan seisi rumah mulai mencair. Justru Ardhi penasaran, siapa yang memberikan kabar kecelakaan itu kepada gadisnya?
***
Ardhi menatap anak laki-laki sebayanya yang tampak lusuh. Baju seragamnya hampir tak kelihatan lagi warna putihnya, bahkan cenderung abu-abu atau kecoklatan. Tanah di tempat tinggal Suheri, nama anak laki-laki itu, berdebu dan hitam. Pun air sumurnya kecoklatan khas air tanah di pesisir Losari. Sebagai seorang sahabat, Ardhi kerap mengunjungi Suheri di Kalimati, sebuah desa kecil di perbatasan antara Cirebon dan Brebes.
Satu yang berbeda dari kunjungannya kali itu adalah, memori masa kecil kembali menyeruak di kepala Ardhi sepulang dari rumah Suheri.
***
Ardhi dan Nok Aya pernah bertetangga di salah satu desa di kecamatan Jamblang, Cirebon. Persahabatan orang tua mereka yang berlangsung sejak lama, membuat muda-mudi itu juga ikut berbagi suka-duka masing-masing. Kedua ibu mereka tak sungkan bertukar cerita, terlebih ketika mengetahui mereka hamil dan akan melahirkan di saat yang hampir bersamaan. Tentang usia kehamilan, keluhan sakit sepanjang masa kehamilan, perubahan ukuran perut, hingga menebak-nebak jenis kelamin bayi yang mereka kandung. USG belum masuki kampong mereka.
Kebahagiaan dua keluarga semakin lengkap setelah dua bocah mungil itu lahir. 11 Desember tujuh belas tahun lalu, Ardhi lahir. Hanya berselang beberapa jam, 12 Desember, Nok Aya lahir. Ditengah kehangatan dua keluarga itu pula, Ardhi dan Nok Aya tumbuh bersama. Penuh cinta kasih dan kebahagiaan. Meski tak ada hubungan darah, Ardhi menganggap Nok Aya lebih dari adiknya. Mereka seolah ditakdirkan selalu bersama.
Hingga suatu ketika, mereka terpisah karena harus melanjutkan pendidikan. Ardhi ke SMP (dulu SLTP) Negeri, Nok Aya ke MTs. Takdir seolah memperlebar jarak mereka. Keduanya semakin jarang bertemu. Satu-satunya kesempatan hanyalah saat Maghrib hingga Isya, mereka berdua salat berjamaah dan belajar mengaji di masjid desa tak jauh dari rumah mereka. Namun, kabar perjodohan mereka akhirnya tersiar bahkan sebelum yang dijodohkan tahu.
“Nak, dulu saat sama-sama mengandung, aku dan ibu Nok Aya pernah sama-sama berjanji. Jika kalian lahir sejodoh laki-laki dan perempuan, kami sepakat menikahkan kalian saat sudah dewasa. Namun, jika sama-sama laki-laki atau perempuan, kalian harus menjadi saudara layaknya saudara kandung,” cerita ibu Ardhi.
Baragkali beberapa cerita cinta memang tak hanya membutuhkan kebiasaan. Yang jelas, sejak cerita ibu Ardhi, benih-benih perasaan sebagai kekasih mulai tumbuh di hati keduanya. Juga takut akan kehilangan dan rindu dendam. Hampir setiap malam, mereka kembali semakin sering bertemu. Saat belajar mengaji, membahas PR, atau hanya sekedar mengobrol di teras rumah.
***
“Ang, besok keluarga Nok pindah ke Losari,”kata Nok Aya malam itu membuat Ardhi terperangah.
“Kok mendadak begitu, ada apa?”
“Di sana orang tua Nok akan memulai usaha baru, berdagang di pasar Losari.”
“Apakah Nok akan selamanya di sana?”
Nok Aya tak segera menjawab. Ada jeda sekian menit, lengkap dengan raut muka Nok yang berubah. Matanya lembab.
“Entahlah Ang. Mungkin setahun sekali, Nok akan ke Jamblang. Keluarga besar Nok kan masih di sini. Maafkan Nok ya, Ang.”
Bulan tinggal sepotong. Angin malam yang berhembus pelan menyapu wajah Ardhi yang tengah menahan perih yang entah. Setelah pamit, Ardhi melangkah gontai ke rumahnya. Takdir kembali mempermainkan hatinya. Perpisahan yang ini tak hanya perkara waktu tetapi juga jarak. Malam itu menjadi perpisahannya dengan Nok Aya.
***
Ardhi membongkar arsip dokumennya, mencari petunjuk keberadaan Nok Aya. Sejak malam itu hingga ia kini di SMK, Ardhi tak pernah berkomunikasi dengan Nok Aya.
Setelah dirasa cukup lengkap, Ardhi meminta Suheri mencari keberadaan Nok Aya di Losari. Hanya dengan berbekal nama dan ciri fisik yang diceritakan Ardhi, Suheri harus menelusuri sudut-sudut pasar. Namun, Ardhi tak salah memilih orang. Pasar Losari sudah menjadi keseharian Suheri karena di sanalah ia berbelanja kebutuhan dagang ibunya.
Suheri melihatnya sedang berjualan sandal dan sepatu di salah satu kios. Sejak pertemuan Suheri dengan Nok Aya itu, Ardhi aktif berkirim surat dengan Nok Aya. Keduanya merajut kembali kepingan-kepingan cerita dengan Suheri sebagai perantaranya. Berlembar-lembar surat, kumpulan puisi, bahkan cerita pendek Ardhi kirim kepada Nok Aya. Hingga suatu kesempatan, melalui surat pula, mereka membuat janji bertemu.
Takdir kembali berpihak pada suatu sore, 12 Desember 2000. Tepat di hari ulang tahun Nok Aya ke-17, mereka bertemu. Ardhi membawa kado ulang tahun istimewa, demikian pula dengan Nok Aya. Lebih dari itu, mereka membawa rindu berusia dua tahun lebih yang menuntut untuk segera dituntaskan. Namun, haru yang sempat menyusup itu harus berlalu begitu cepat. Secepat jingga di tepi barat cakrawala digantikan oleh gelap malam yang segera jadi pekat.
“Ang, Nok ijin pulang ya. Sekali lagi maafkan Nok. Hati-hati di jalan ya, Ang.”
Ardhi mengangguk. Ada rasa takut selepas kepergian Nok Aya seolah ini adalah pertemuan terakhir mereka. Ardhi singgah di sebuah masjid saat perjalanan pulang. Ia gelar sajadah di salah satu sudut dan bermunajat.
“Rabbi, aku bersyukur karena Engkau telah pertemukan kami kembali. Izinkanlah kami bertemu kembali meski hanya sekali.”
Air mata berlinang. Ia tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Tak terasa, ia sudah terlelap di masjid itu hingga fajar. Lalu berniat berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor naas itu.
***
Dua tahun berlalu. Rumah di Jamblang yang lebih dari lima tahun tak pernah Nok Aya kunjungi, sore itu ramai dengan keluarga besar yang tengah berdoa bersama. Lantunan ayat suci terdengar. Ardhi bergegas menuju rumah itu dan melihat Nok Aya terbaring di hadapannya. Ia tampak sangat letih. Nafasnya sangat pelan. Badannya tak bergerak sedikit pun. Hanya kelopak matanya yang terlihat sesekali menutup. Ardhi tahu, dalam diam, Nok Aya sedang tersenyum kepadanya sambil menahan sakratulmaut. Kali ini, takdir berkata tegas. Doa Ardhi di sebuah masjid sebelum kecelakaan itu, dijawab dengan leukimia yang merenggut nafas Nok Aya.
***
Aang = bahasa Cirebon, panggilan untuk “kakak” baik laki-laki maupun perempuan. Beberapa daerah di Cirebon mengkhususkannya untuk laki-laki.
Nok = bahasa Cirebon, panggilan untuk anak perempuan. Seperti “nduk” dalam bahasa Jawa, atau “neng” dalam bahasa Sunda.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh birokreasi 

Mudik


Pradirwan ~ Musim pulang kampung nasional itu, mudik, telah lewat. Ia membuktikan kemajuan teknologi informasi nyatanya tak mampu menggantikan segala hal. Kita tetap melihat para perantau berbondong-bondong pulang ke kampung halaman, hanya untuk berkumpul dengan keluarga besar saat Idul Fitri tiba. Mereka telah bersiap jauh-jauh hari sebelumnya, berdesak-desakan agar tak kehabisan tiket, atau bermacet-macet sepanjang jalur pantura.

Di jalan-jalan lintas yang biasanya lowong, kemacetan tiba-tiba merangsek dari segala penjuru. Tidak hanya karena jumlah pengendara, kemacetan justru lebih sering karena segelintir oknum tak mau mematuhi aturan lalu lintas. Berhenti seenaknya, menyerobot jalur, dan banyak lagi. Merekalah yang bertanggung jawab atas banyak kecelakaan yang terjadi.

Baca juga: Kita Di Sini, Mei

Kalau dipikir-pikir, hidup di dunia ini tak ubahnya berkendara di jalan raya. Namanya berkendara, tentu ada kendaraan, jalan, dan tujuan. Tubuh kita menjadi kendaraan bagi jiwa, seisi dunia sebagai jalanan panjang, sementara tujuannya adalah apa pun yang kita bayangkan sebagai keberhasilan.

Layaknya berkendara, akan ada petugas yang membantu mengatur lalu lintas. Saat mudik, kita akan melihat banyak petugas kepolisian dan dinas perhubungan yang sedang piket. Selain mengatur lalu lintas, mereka juga berpatroli, menertibkan, kadang-kadang juga memberi sanksi bagi para pelanggar. Merekalah aparat hukum di jalan raya. Sementara untuk hukum semesta, ketentuan Tuhan, ada malaikat dan makhluk lain yang ditugasi menjadi aparatusnya.

Sepanjang jalan, mesti ada rambu-rambu yang harus ditaati bersama. Jika semua pengendara mematuhi rambu-rambu, tentu kita sampai ke tujuan dengan selamat. Rambu-rambu itu juga menjadi penanda, sebuah isyarat, bentuk kasih sayang Tuhan kepada kita. Rasa sayang yang begitu besar untuk memastikan kita selamat dan menjadi pemenang dalam kehidupan masing-masing.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” QS. Ali Imron : 190

Pun meski waktu perjalanan dan tujuannya sama, tetap akan ada perbedaan yang spesifik dalam meraih tujuan. Pengendara yang sama-sama menuju Cirebon, ada yang memilih mobil, motor, atau kereta api. Begitu juga waktu tempuh, kadar kelelahan, dan banyak lainnya. Lantas kenapa harus takut podium kemenangan akan direbut orang lain? Kenapa harus takut tidak kebagian tempat setelah sampai di Cirebon?

Mestinya kita tak perlu kebut-kebutan, berusaha menyalip, apalagi sampai menjatuhkan pengendara lain. Semua pasti akan sampai ke tujuan masing-masing. Sangat tidak mungkin Tuhan menciptakan manusia hanya untuk ngebek-ngebeki jagad, layaknya pengisi daftar penerima subsidi atau kartu miskin. Pasti ada tujuan yang lebih besar untuk penciptaan kita, bahwa setiap manusia diciptakan untuk berhasil dan menjadi hebat, menjadi pemimpin dan pemenang. Sekalipun diri sendiri sebagai skala minimal, setiap manusia pasti punya manfaat bagi orang lain.

Kalau semua diciptakan jadi pemenang, tak perlu dong kita semua bersaing? Tidak juga. Persaingan tetap perlu, setidaknya untuk mengenal versi terbaik dari diri kita. Yang tak boleh adalah bersaing untuk mendapatkan sesuatu yang bukan hak kita. Tak perlulah menyerobot jalan orang lain. Kita semua punya jalan masing-masing dan rejeki tidak akan tertukar.

Jadi, kapan kita mudik?

Bandung, 21/6/17

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh birokreasi http://birokreasi.com/2017/07/mudik/

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes