BREAKING NEWS

Secangkir Kopi Pahit dan Kisah Kita

Secangkir Kopi Pahit

Pradirwan
- Awal tahun ini hujan semakin sering turun. Biasanya sore hingga malam. Ditambah kondisi pandemi membuatku semakin malas beranjak.

Tetapi tubuhku mulai kedinginan. Secangkir kopi panas sepertinya menjadi pilihan tepat untuk menghangatkan tubuhku.

Aku memilih tempat biasa. Sebuah cafe tak jauh dari rumah. Lokasinya dekat jalan utama, namun cukup jauh dari keramaian.

Aku memilih tempat duduk di salah satu sudut cafe bergaya vintage itu. Di sini aku bisa mengenangmu.

Aku

Kita sering menghabiskan malam minggu di cafe ini. Menikmati alunan live music. Dan kamu sesekali mengikuti irama gitar akustiknya ketika mereka memainkan lagu yang kamu suka.

Aku bisa merasakan, kamu telah bahagia dengannya. Seorang laki-laki yang namanya seringkali hadir di tengah hubungan kita. Seseorang yang pada akhirnya membuat kita berpisah.

Secangkir americano yang aku pesan pun tiba. Aromanya yang kuat membuatku rileks. Aku menyeruput kopi pekat itu. Rasa pahitnya sungguh terasa.

Ada sebungkus gula merah di sisi cangkirnya. Tetapi aku jarang sekali mencampurkannya. Bagiku, kopi hitam pahit tanpa gula adalah sebuah kenikmatan tak terkira.

Lagipula, aku memang tak ahli mencampurkan kopi pahit dengan gula. Sama halnya dengan membuatmu bahagia. Aku tak seahli laki-laki yang kini mengisi hatimu itu.

Aku memang masih sakit hati meski perpisahan itu telah puluhan purnama aku lalui. Kenangan bersamamu terasa enggan berlalu dari hidupku. Terlebih setelah aku tahu, yang mengisi hari-harimu adalah teman baikku.

Aku mulai membuka gawaiku di sudut bisu. Sekadar menuliskan segala hal yang terlintas, melihat beberapa foto, membaca berita, melihat notifikasi atau linimasi media sosial, serta menjawab pesan-pesan yang singgah. Tak ada yang istimewa. Kegiatan itu memang sudah menjadi rutinitas harianku.

Tiba-tiba di deretan story instagramku, aku melihat akunmu. Kamu nampak berbahagia bersanding di pelaminan dengannya.

Seharusnya itu tak menjadi masalah buatku. Sejak berpisah, apa pun yang terjadi dalam hidupmu, keputusan-keputusan yang kamu buat, semuanya kini tak lagi menjadi urusanku, bukan?

Maafkan aku bila sesekali aku merindukanmu di sela-sela waktuku. Aku tak akan mengganggu kebahagiaanmu.

Aku hanya sedang ingin menikmati semua ini. Mengingatmu. Mengenangmu. Merindukanmu. Dalam secangkir kopi pahit dan rintik hujan yang semakin membasahi bumi. (*)



Pradirwan
Bandung, 2 Januari 2021


*cerita ini hanya fiksi belaka. Semoga terhibur. 

Cerpen lainnya: 

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes