BREAKING NEWS
Showing posts with label Arbain Rambey. Show all posts
Showing posts with label Arbain Rambey. Show all posts

Fotografi Dokumentasi

Catatan Fotografi tentang Foto Dokumentasi
Peserta vaksinasi Covid-19 berfoto di depan backdrop 


Pradirwan - Catatan fotografi tentang foto dokumentasi ini saya tuliskan berdasarkan yang saya pahami saja. Ditambah sedikit pengalaman memegang kamera untuk mendokumentasikan kegiatan yang terjadi di kantor tempat saya bekerja. Bisa jadi ada pendapat yang berbeda. Itu sah-sah saja. 

Dari beberapa literasi yang saya baca, fotografi erat sekali kaitannya dengan dokumentasi. Kita tentu sudah mengetahui, fotografi memiliki kemampuan dalam hal "membekukan" sebuah momen, menjadikannya abadi dalam rentang waktu yang terus berjalan. 

Baca juga: 10 Years Challenge dan Keabadian

Sifat dokumentatif ini melekat sebagai salah satu fungsi dasar fotografi--kendati fungsi sebuah foto selalu menyesuaikan dengan tujuan foto itu dibuat (bang Arbain Rambey menyebutnya sebagai foto bagus).

Karena sifat dokumentatif ini, fungsi foto sebagai dokumentasi sering dianggap sudah dari sananya. Sedemikian sederhana, sehingga mungkin kerap disepelekan, bahkan diabaikan. Tak jarang saya melihat juru foto jadi sering asal jepret ketika mendokumentasikan kegiatan atau peristiwa.

Di balik kesederhanaannya, foto dokumentasi memiliki posisi penting bagi kita, yang cenderung nostalgis ini. Momen yang kita anggap penting sering kita rayakan dengan berfoto. Sejumlah keperluan administratif juga mengandalkan fungsi dokumentasi itu, misalnya foto pelaksanaan kegiatan kantor.

Baca juga: Menulis, Mengingat, Melupakan

Foto dokumentasi yang baik adalah reproduksi dari apa yang didokumentasikan. Jika itu adalah suatu acara atau peristiwa, maka fotonya perlu mewakili unsur-unsur yang ada di dalamnya: tempat dan waktu penyelenggaraan, penyelenggaranya, pengunjung, pengisi acara, urutan mata acara, suasana, hal-hal yang menarik, dan sebagainya.

Terdengar mudah, tetapi nyatanya selalu ada saja unsur yang terlewat. Tidak jarang, juru foto terlalu terburu-buru menangkap suasana. Karena hanya mengejar fotonya asal terlihat ramai, juru foto kurang memperhatikan hal-hal yang dapat membuat fotonya menarik, seperti pencahayaan, komposisi, dan momen. 

Sering juga terjadi, juru foto luput mendokumentasikan salah satu mata acara. Penyebabnya kadang juru foto kurang koordinasi dengan penyelenggara atau kurang memperhatikan urutan acara.

Persiapan merupakan kunci di dalam membuat dokumentasi yang baik. Juru foto perlu mengetahui dan mengenali apa yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat mengantisipasi momen dan merekamnya. Siapa yang akan ada di sana, di mana persisnya suatu peristiwa akan terjadi/diselenggarakan, dari sudut mana sebaiknya foto diambil, kapan saat terbaik untuk memfoto, dan lain-lain.

Dalam beberapa sesi workshop daring yang saya ikuti (terakhir oleh pak Muchamad Ardani ), observasi lokasi penting dilakukan sebelum memfoto suatu kegiatan. Tujuannya agar kita memahami kondisi di lapangan dan dapat mendokumentasikan dengan nyaman saat acara berlangsung. (Lihat catatan saya berjudul Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai).

Namun, sebagaimana di dalam banyak hal yang terjadi di dunia ini, betapa pun kita berusaha bersiap, selalu akan ada momen tidak terduga dan kejadian di luar rencana.

Apakah lantas juru foto tidak perlu bekerja maksimal dan ketidakidealan kondisi itu menjadi alasan? 

Justru di situlah kejelian dan kelihaian juru foto diuji. Sesungguhnya kesiapan kita justru akan terbukti, jika kita tetap dapat melaksanakan tugas mendokumentasi dengan baik di tengah kondisi tidak ideal semacam itu. #salamjepret

Pradirwan, 27 Maret 2021

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai
Tangkapan Layar Webinar "Lima Kunci Liputan" yang diselenggarakan KPPBC Bengkulu, Rabu (3/2).

Pradirwan - Ada yang menarik dalam "Online Class: Photography Series #1" yang digelar Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bengkulu pada Rabu pagi (3/2/2021).

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti membuka kelas daring itu dengan mengutip pernyataan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi. "Humas itu menjadi salah satu ujung tombak yang krusial juga," ujarnya dihadapan sekitar 90-an peserta.

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti


Terlebih di saat pandemi, orang-orang tidak banyak yang bisa menghadiri sebuah kegiatan. Mereka sangat bergantung kepada kemampuan Humas dalam meng-capture dengan benar sebuah peristiwa, mengolah informasi yang diperoleh, dan menuliskannya menjadi sebuah sumber informasi (berupa foto dan tulisan) dari organisasi yang relevan untuk semua stakeholder.
 
Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani.

Untuk itu, pihaknya mengundang Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani. Pemilik akun instagram @masardani itu ia nilai merupakan sosok yang tepat untuk membagikan pengalamannya tentang kehumasan. 

Baca juga: Jurnalis itu Sejarawan

Sebagaimana diketahui, Humas sangat erat berkaitan dengan komunikasi. Pada era komunikasi 4.0, cara masyarakat dalam memperoleh informasi pun bertransformasi. Terdapat pergeseran sumber informasi (mediamorfosis) dari media mainstream ke media sosial. Melalui perkembangan TIK, masyarakat bebas beropini, menilai, dan memilih.

Fotografer senior Bea Cukai itu pun menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki seorang Humas. Menurutnya, Humas saat pandemi ini akan berbeda dengan sebelum pandemi. Karena saat ini tatap muka secara langsung telah dibatasi, berganti menjadi online. Meski begitu, Humas tetap harus memiliki data yang akurat, karena informasi yang keluar itu merupakan informasi resmi dari pemerintah.

Selain itu, Humas harus memiliki kemampuan mengatur waktu dan cara berkomunikasi yang tepat di tengah tren yang tak menentu dan serba cepat ini. 

Baca juga: Ketika Ridwan Kamil Bicara Fotografi

Humas pun harus dapat memilih dan memaksimalkan platform media yang sesuai dengan audience. "Penting juga untuk selalu meningkatkan keterampilan dan menguasai media sosial," ungkapnya.

Tantangan Humas saat ini adalah dapat menjaga reputasi dan membangun citra positif organisasi melalui pengelolaan dan pemantauan informasi serta komunikasi yang terstruktur. 

Baca juga: Pentingnya Peran Humas dalam Perusahaan

Itulah sebabnya, Humas penting diajak untuk ikut di setiap layer penentuan kebijakan. Mulai pembahasan sampai kebijakan itu disahkan. Bahkan setelah kebijakan itu disahkan. Humas harus mengawal isu yang berkembang di publik agar sesuai dengan maksud dibuatnya kebijakan. "Jangan sampai Humas berlaku seperti pemadam kebakaran," ujarnya.

Dalam acara bertema "Foto Liputan dan Menulis Narasi" itu, lelaki yang akrab disapa Pak Dhe Jidan ini memaparkan "Lima Kunci Liputan". Berikut catatan yang berhasil saya rangkum sesuai pemahaman saya pribadi. 

Pertama, Pahami Konten Acara


Humas yang baik tak akan pernah datang dengan "tangan kosong". Mengapa? Sebab ketika kita ditugaskan untuk meliput namun sama sekali tidak memahami konteks peristiwa/hal yang akan kita liput, maka biasanya hasil liputan kita tidak akan optimal.

Proses ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari berbagai sumber awal, seperti membaca berita seputar topik liputan, susunan acara, surat undangan, buku, atau dokumen lainnya yang menunjang suatu peristiwa yang akan kita liput.

Misalnya kita diminta melakukan peliputan acara penandatanganan kerjasama dengan Gubernur. Maka kita harus sudah tahu kerja sama ini tentang apa, kapan acara ini dilakukan, di mana acaranya digelar, dan sebagainya.

Persiapkan juga kamera yang akan kita gunakan. Pastikan body kamera dan lensanya berfungsi dengan baik, memory card telah kosong dan baterai terisi penuh.

Di Bea Cukai, pegawai Humas menggunakan baju khusus (bertuliskan Humas Bea Cukai). Tujuannya supaya pegawai tersebut mempunyai rasa percaya diri. Selain itu, ia akan memiliki fasilitas yang tidak dimiliki orang lain, misalnya mendekati narasumber untuk memotret.

Kedua, Kuasai Lokasi Acara


Sebagai Humas yang ditugaskan untuk meliput acara, observasi lapangan sebelum memulai liputan penting dilakukan. Tujuannya agar kita dapat mengamati secara langsung keadaan di sekitar lokasi kegiatan.

Kita akan lebih siap memotret dengan moment terbaik karena kita sudah tahu dari mana sang narasumber akan masuk, arah cahaya berasal, sampai hal kecil seperti colokan listrik untuk mengecas baterai.

Adakalanya kita harus liputan ke lokasi yang mungkin sama sekali asing bagi kita. Tetapi jangan khawatir. Saat ini sudah hadir teknologi yang memudahkan kita. Google Maps termasuk salah satu alat untuk membantu menemukan lokasi peliputan. Jangan lupa googling untuk memudahkan kita menjangkau lokasi liputan.

Ketiga, Koordinasi Harga Mati


Cara lain yang bisa digunakan untuk menguasai lokasi acara adalah dengan bertanya ke teman-teman humas lain.

Berkenalan dengan rekan Humas akan memudahkan kita untuk berkoordinasi dan mendapatkan liputan yang berkualitas.

Misalnya, jika acara itu tidak memperbolehkan Humas instansi lain dalam satu ruangan (contoh karena pembatasan sosial), maka minimal kita bisa meminta mereka mengirimkan foto-fotonya dan (kalau ada) rekaman suaranya.

Humas akan lebih bagus jika mempunyai jaringan yang luas (networking). Berusahalah dekat dengan semua orang (silaturahmi), termasuk dengan rekan media (misalnya Antara) karena itu akan membantu kita dalam berkoordinasi. Koordinasi yang baik akan membuat keterbatasan-keterbatasan yang terjadi bisa diminimalkan.

Keempat, Menambah Virtual Literacy


Virtual Literacy adalah literasi berbasis komunikasi interaktif secara online dengan memanfaatkan fasilitas video conference yang dapat diikuti oleh beragam pengguna sesuai dengan kebutuhan.

Untuk menambah literasi kita dalam membuat karya jurnalistik, ikuti (follow) akun medsos media/jurnalis (kewartawanan), misalnya Antara, Reuters, Kompas, Beawiharta, Arbain Rambey, dan lain-lain agar memperkaya literasi kita baik secara visual maupun cara mereka membuat caption/narasi. 

Kelima, Penuhi 5W + 1H


Sebelum berangkat liputan, biasakan memiliki gambaran berita (news angle) apa yang akan ditulis, sehingga kita akan tahu informasi apa saja yang harus kita dapatkan dari narasumber.

Selain itu, jika kita sudah menentukan news angle, maka kita akan mendapat gambaran, foto apa yang akan kita capture.

Dalam penulisan berita, kita juga harus berpegang teguh pada rumus 5 W + 1 H (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana). Keenam pertanyaan ini wajib terjawab dalam sebuah berita.

Itulah 5 Kunci Liputan yang perlu dipahami Humas sebelum melakukan peliputan. Persiapan yang matang akan menjadikan Humas semakin efektif dalam bekerja, sehingga diharapkan liputan yang dihasilkan juga akan lebih berkualitas.

Versi lengkapnya bisa teman-teman saksikan di kanal Youtube Bea Cukai Bengkulu Official berikut.




Semoga bermanfaat.

Pradirwan, 8 Februari 2021

Artikel lainnya:

Bercerita Lewat Fotografi, Bisakah?

Sepak Bola (Pradirwan)
"Satu gambar seribu kata."

Pradirwan - Ungkapan ini sering saya dengar untuk menggambarkan kekuatan sebuah gambar.

Awalnya saya tidak percaya kebenaran ungkapan itu. Semakin saya mempelajari fotografi, semakin saya mengerti alasan-alasan kenapa sebuah produk/jasa dipasarkan dengan tampilan yang menarik.

Seringkali, kesan pertama datang dari tampilan produk dan jasa. Semakin menarik dan atraktif, pembeli akan tergoda membawa produk atau jasa kita ke rumah mereka.

Mungkin itu pula yang melatarbelakangi doktrin yang beredar di jamaah Slametyah pimpinan pak Slamet Rianto, "Jika Anda tidak ganteng, maka Anda harus tampil rapih." Bagaimanapun, kekuatan visual berpengaruh bagi calon pembeli atau klien kita.

Ternyata, haI ini sudah dibuktikan oleh pemilik Brodo, Yukka Harlanda. Menurutnya, foto merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif agar pembeli tertarik. Selain itu, foto juga bisa membentuk citra merek alias brand image dan menguatkan ikatan antara konsumen dengan produk.

Ungkapan lain yang mendukung kekuatan visual datang dari gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ia menekankan aspek cerita dari sebuah momen yang diabadikan dalam sebuah foto. "Bagi saya foto itu adalah cerita," kata Kang Emil pekan lalu. Kang Emil percaya, bahwa sebuah momen tidak pernah berulang. Sebagai contoh, foto diatas saya ambil beberapa waktu lalu. Momen itu berlangsung singkat. Saya memotret terus-menerus sepanjang pertandingan, tak ada satu pun foto saya yang sama persis dengan foto yang saya upload itu.

Lalu, bagaimana sih mendapatkan foto yang bercerita?


Dari berbagai sumber saya menyimpulkan bahwa dalam sebuah foto, kita harus bisa memutuskan elemen mana yang akan menjadi subyek utama. Subyek utama adalah hal yang PERTAMA dilihat orang saat melihat foto kita alias Point of Interest (PoI).

Setelah itu, kita lalu memutuskan elemen pendukung mana yang akan dimasukkan ke dalam frame. Ingat, elemen pendukung adalah hal-hal yang dapat menguatkan keberadaan subyek utama. Jika elemen itu akan mengalihkan perhatian orang yang melihat dari subyek utama, maka sebaiknya elemen itu ‘dibuang’ atau tidak dimasukkan ke dalam frame. Cara paling sering yang saya lakukan adalah atur focal length (zoom), pakai lensa tele, atau mendekati objek. Kalau momennya singkat, motret seadanya lalu cropping deh. Daripada ga dapet momen? 😀

Pendekatan lain yang selalu saya gunakan adalah Entire, Detail, Frame, Angle, Time atau disingkat EDFAT. Metode ini diperkenalkan Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University sebagai salah metode pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detil yang tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode ini adalah sesuatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa bernilai berita.

Jadi, inti dari postingan ini adalah betapa saya sadar sekarang jika mengambil gambar bukan hanya mengambil gambar. Redaktur Foto Kompas, bang Arbain Rambey pernah berkata, "Jangan berangkat memotret dalam keadaan blank. Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa". Jadi, penting untuk merencanakan terlebih dahulu sebelum mengeksekusi. Berpikirlah dahulu sebelum memencet tombol kamera. Apa yang mau kita potret? Apa yang ingin kita sampaikan? Itu sudah ada dalam pikiran kita.

Nampak ribet ya? Awalnya saya juga berpikir begitu. Namun, setelah dipraktekkan, ternyata menyenangkan kok. Sekarang, saya terbiasa mengonsep dulu apa yang saya butuhkan sebelum eksekusi. Makanya, penting banget mengetahui rundown acara, lokasi, dan segala detailnya ketika kita memotret dokumentasi.

Dulu, saya pikir harus memasukkan semua elemen ke dalam foto. Meminjam istilah pak Dhe Muchamad Ardani, saya termasuk 'fotografer rakus'. Saya merasa tidak ingin semua elemen itu terbuang mubazir. Prinsip saya waktu itu, apa yang saya lihat di lokasi, harus sama dengan informasi visual yang diterima yang melihat foto saya. Tapi, ternyata tidak begitu.

Sama seperti penulis yang tidak boleh menulis semua deskripsi dengan jelas dan harus menyisakan imajinasi pembaca, foto pun demikian. Harus ada sedikit ruang untuk publik menginterpretasi, sehingga mereka tidak merasa digurui, sanggup berpikir dan berimajinasi, lalu merasa ada hal lebih yang mereka dapatkan setelah melihatnya. Bukan karena fotonya. Foto hanyalah pemicu, tapi imajinasi dan hasil berpikir merekalah yang memberikan hal lebih itu. Itulah foto yang bercerita, menurut saya.

Bagaimana menurut Anda?

Bandung, 31 Januari 2019
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes