BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts

Tentang Busur dan Panah Jakarta Khusus

Buku Busur dan Panah (sumber: FB Dewi Damayanti)

"Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri." (JK Rowling)

Pradirwan - Barangkali tak ada yang lebih membanggakan bagi seorang penulis selain karyanya dibukukan. Salah satunya adalah karya rekan-rekan di Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Beberapa waktu lalu, mereka meluncurkan buku “Busur: Meramu untuk Maju”dan “Panah: Cerita untuk Kita” secara daring di Jakarta, Selasa (27/7/2021).

Buku Busur dan Panah merupakan kumpulan buah pikiran pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus berupa opini dan feature. Para pegawai ini memiliki talenta dan minat dalam menulis yang bergabung dalam kegiatan Jakarta Khusus Menulis.

Salah seorang penulisnya Dewi Damayanti menuturkan, Busur tanpa Panah takkan berarti apa-apa. Sebaliknya Panah tanpa Busur, takkan sampai ke mana-mana.

Buku Busur adalah kumpulan opini. Ini terinspirasi dari fungsi busur itu sendiri yang digunakan sebagai alat untuk melesatkan anak panah. 

"Di tangan atlet yang baik, akan mengarahkan anak panah menuju sasaran yang ditetapkan. Busurlah yang akan memberikan dorongan yang kuat dan tepat, agar panah melesat sampai ke tujuan," ungkap Dewi yang juga menjadi tim penyunting buku ini.

Karakteristik tugas pokok dan fungsi Kanwil DJP Jakarta Khusus memang memiliki kekhasannya sendiri. Ada regulasi-regulasi khusus yang memang tidak ditemukan di Kanwil DJP lainnya. Karakter khusus inilah yang menjadi daya tarik buku ini. "Buku ini akan membuka cakrawala bagi pembacanya," ujar Dewi.

Sedang Panah adalah tulisan feature, tulisan ringan berisi kisah keseharian para penulisnya terkait situasi yang mereka hadapi. Pandemi telah mengubah pola kerja, interaksi, dan strategi. Kesedihan, keprihatinan, dan upaya untuk menyeimbangkan diri terjalin dan menghasilkan tekad serta semangat baru.

Dewi meyakini, ketika menelusuri satu demi satu kisah dalam Panah ini, banyak hikmah yang bisa dipetik pembaca. Buku setebal 164 halaman ini diharapkan akan menjadi cermin yang merefleksikan kisah penulis dengan pembacanya.

Ibarat Panah, ia akan terbang cepat mengenai sasaran setelah melekat pada Busur. Untuk mencapai sasaran itu, Panah akan ditarik mundur, kemudian diarahkan ke sasaran, sebelum akhirnya dilepaskan. Demikian pula kita dalam menghadapi pandemi. "Kita pun harus berusaha tenang dan mundur sejenak sebelum berlari cepat dalam menyesuaikan diri di masa pandemi ini," jelas Dewi.

Sementara itu tim penyunting buku tersebut, Johana L. Wibowo menuturkan, jika dihitung ke belakang, pembuatan kedua buku ini memakan waktu kurang lebih sembilan bulan. Prosesnya dimulai dari rapat perencanaan, lokakarya/pelatihan menulis, pengumpulaan karya, hingga penyuntingan.

Menurutnya, rangkaian proses tersebut membutuhkan upaya luar biasa. "Tidak gampang, 'memaksa' rekan-rekan menggoreskan ide, gagasan, dan ceritanya ke dalam sebuah tulisan. Apalagi, di tengah kesibukan mengejar realisasi penerimaan pajak, rekan-rekan menyisihkan sedikit waktunya merajut benang-benang ide, menyimpul potongan-potongan hikmah cerita," ungkapnya.

"Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Barangkali ungkapan itu yang pantas untuk mengapresiasi seluruhnya, tim penyusun, tidak terkecuali." pungkasnya.

Peluncuran dan Bedah Buku Busur dan Panah

"Verba volant scripta manent, apa yang terucap akan hilang, apa yang tertulis akan abadi," ungkap Fungsional Ahli Madya, Dendi Amrin saat membuka diskusi dalam bedah buku Busur dan Panah secara virtual, Selasa (27/07/2021).

Dalam acara tersebut, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Budi Susanto menaruh harapan dengan hadirnya kedua buku ini. “Mudah-mudahan penerimaan tercapai dan itu didukung para penulis muda kita yang memberikan warna dalam menjalankan pencapaian penerimaan,” ungkap Budi ketika ditanya apa latar belakang penerbitan buku itu.

Pada kesempatan itu, Budi menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tim penulis dan tim penyusun, yang di luar kerjaannya masih mampu memberikan semangat pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus dalam pencapaian penerimaan.

Kasubdit Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Sanityas Jukti Prawatyani menceritakan ihwal pembuatan kedua buku itu. Tyas yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang P2humas Kanwil DJP Jakarta Khusus itu memimpin proyek penyusunan buku tersebut. "Setiap menjabat di DJP, saya berusaha untuk meninggalkan jejak," ungkap Tyas, dikutip dari kontributor dan penyunting buku tersebut, Ahmad Dahlan.

Baca juga: Membedah Buku Mazda

"Buku Berkah 1 (yang bercerita tentang modernisasi di DJP), Buku Berkah 2 (bercerita ihwal badai kasus Gayus), Buku Jejak Pajak, dan Buku Jejak Amnesti, adalah jejak-jejak yang telah ditinggalkan Bu Tyas beberapa tempo silam. Dan kini, beliau telah meninggalkan jejaknya di Kanwil Jaksus berupa buku Busur dan Panah itu," tuturnya di beranda Facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan pentingnya menulis. Pria yang akrab disapa Frans itu mencontohkan dua orang yang berkat tulisannya mereka menjadi "seseorang".

Pertama adalah Budiono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014 dan Menteri Keuangan di Kabinet Persatuan 2001-2004. Kala itu satu artikelnya di harian nasional Kompas dibaca Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, JB. Sumarlin. Sejak saat itu, Boediono mulai mengawali kariernya di pemerintahan dengan bergabung di Bappenas.

Kedua yaitu Yustinus Prastowo. Sebelum terkenal, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan itu pun pada awalnya menulis opini di Kompas.

"Makanya saya selalu meng-encourage teman-teman untuk senantiasa menulis tentang apa saja. Karena setiap orang itu unik. Punya pemikirannya masing-masing. Dan kalau dituangkan ke dalam tulisan, dari seratus persen pembaca pasti 5 sampai 20 persennya akan merasa itu sesuatu yang luar biasa. Dan bisa menjadi teladan atau inspirasi bagi yang membacanya," pesan Frans.

Menurut Frans, kedua buku tersebut (Busur dan Panah) mampu membingkai satu waktu: pandemi Covid-19. Ia menilai para penulis berhasil memotret kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah maupun kejadian-kejadian di tengah pandemi Covid-19.

Frans menambahkan, tulisan, apalagi dalam bentuk buku, merupakan catatan sejarah yang bisa menjadi sesuatu yang dibaca oleh generasi penerus. Kalau tidak dituliskan, akan hilang begitu saja. Begitu ditulis, dia akan menjadi sejarah, bahan bacaan, dan bahkan referensi jika pandemi terjadi lagi.

"Mari kita tinggalkan jejak-jejak dalam bentuk tulisan. Kita akan menikmati hasilnya beberapa tahun yang akan datang," lanjut pejabat yang sudah menerbitkan banyak buku itu.

Baca juga: Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Hal senada diungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2humas) DJP Neilmaldrin Noor. Neil yang juga hadir dalam peluncuran buku tersebut mengatakan, buku itu merupakan hasil diskursus berbagai pihak terhadap situasi pandemi Covid-19. “Tentunya memicu pemerintah untuk menyusun berbagai kebijakan fiskal,” ujarnya.

Neil menambahkan, lewat buku para penulis telah membuktikan kepeduliannya untuk berperan dalam situasi yang memprihatinkan ini. “Para pegawai di lingkungan (Kanwil DJP) Jakarta Khusus masih mampu berpikir kritis dan menuangkan ide-ide berliannya ke dalam sebuah buku, di tengah-tengah kesibukannya menghimpun penerimaan negara,” ucap Neil.

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyambut bangga. Menurut Yustinus, peluncuran kedua buku itu sebagai bentuk komunikasi kepada masyarakat.

Ia menilai, para penulis internal DJP itu berhasil mengangkat problem perpajakan -- yang mestinya sangat teknis dan tidak semua orang mengerti-- kemudian diabstraksi menjadi suatu cerita yang universal atau general. “Cara fiskus mengenali masalah, lalu memproblematisasi, menyodorkan alternatif solusi, ini yang menurut saya menarik,” lanjutnya.

Menurutnya, kedua buku ini mengubah persepsi publik yang mengatakan pajak itu ilmu kering atau tidak menarik. “Belum lagi terkait masih adanya citra negatif pada fiskus yang dianggap seperi robot, tidak punya hati atau perasaan, itu terkikis dari narasi-narasi dalam kedua buku ini,” imbuhnya.

“Tulisan itu adalah embodiment (perwujudan) apa yang ada di pikiran kita dan merupakan penumbuhan suatu gagasan. Kalau cara kita bicara ke publik seperti ini, apa yang ditulis, kalau dipraktikkan dalam ucapan keseharian, dengan wajib pajak, dengan masyarakat, akan lebih dahsyat. Ini pencapaian yang sangat luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus,” paparnya.

Di samping itu, ada beberapa masukan yang disampaikan Yustinus. "Kalau pun saya harus memberi masukan, itu karena saya lebih dulu telah menulis di media," ungkapnya.

Menurutnya, masukan yang pertama adalah gaya penulisan. "Ada satu dua tulisan yang perlu kita improve lagi supaya kita selaraskan dengan kebutuhan. Karena gaya akan menentukan cita rasa pembacanya," kata Yustinus.

Selain itu tentang diksi (pemilihan kata). Yustinus menyarankan agar tim penyusun buku mengelaborasi diksi dan perbendaharaan kosakata agar tulisan tidak monoton. "Maka rajinlah membuka KBBI dan Tesaurus Bahasa Indonesia," pungkasnya. (HP)


Referensi:

Beranda FB Dewi DamayantiAhmad Dahlan Jadi Dua, dan Johana 'Kakjo' L. WibowoAyoBandung.comMerdeka.com


Kedua buku ini, "Busur: Meramu untuk Maju"dan "Panah: Cerita untuk Kita" dapat diunduh di laman https://tinyurl.com/bukubusurpanah

***

BUSUR: MERAMU UNTUK MAJU

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Gita Danet Siburian, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah,
Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-623-97203-0-8

Cetakan pertama, Juni 2021

***

PANAH: CERITA UNTUK KITA

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Rinaka Ikaprita Kurniaratih, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah, Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-979-98041-9-8

Cetakan pertama, Juni 2021

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Menulis Cerita yang Bernilai Berita

Cara Menulis Berita


Pradirwan - Pada umumnya orang menyukai cerita. Melalui cerita, informasi maupun pesan yang terkandung dalam cerita tersebut dapat disampaikan kepada orang lain. Ada cerita yang berdasarkan kejadian nyata (fakta), ada pula yang rekaan (fiksi). Cara bercerita pun beragam. Bercerita dapat secara lisan, menggunakan gambar, ataupun tulisan.

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai

Lima Kunci Liputan Humas Bea Cukai
Tangkapan Layar Webinar "Lima Kunci Liputan" yang diselenggarakan KPPBC Bengkulu, Rabu (3/2).

Pradirwan - Ada yang menarik dalam "Online Class: Photography Series #1" yang digelar Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bengkulu pada Rabu pagi (3/2/2021).

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti membuka kelas daring itu dengan mengutip pernyataan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi. "Humas itu menjadi salah satu ujung tombak yang krusial juga," ujarnya dihadapan sekitar 90-an peserta.

Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti


Terlebih di saat pandemi, orang-orang tidak banyak yang bisa menghadiri sebuah kegiatan. Mereka sangat bergantung kepada kemampuan Humas dalam meng-capture dengan benar sebuah peristiwa, mengolah informasi yang diperoleh, dan menuliskannya menjadi sebuah sumber informasi (berupa foto dan tulisan) dari organisasi yang relevan untuk semua stakeholder.
 
Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani.

Untuk itu, pihaknya mengundang Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani. Pemilik akun instagram @masardani itu ia nilai merupakan sosok yang tepat untuk membagikan pengalamannya tentang kehumasan. 

Baca juga: Jurnalis itu Sejarawan

Sebagaimana diketahui, Humas sangat erat berkaitan dengan komunikasi. Pada era komunikasi 4.0, cara masyarakat dalam memperoleh informasi pun bertransformasi. Terdapat pergeseran sumber informasi (mediamorfosis) dari media mainstream ke media sosial. Melalui perkembangan TIK, masyarakat bebas beropini, menilai, dan memilih.

Fotografer senior Bea Cukai itu pun menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki seorang Humas. Menurutnya, Humas saat pandemi ini akan berbeda dengan sebelum pandemi. Karena saat ini tatap muka secara langsung telah dibatasi, berganti menjadi online. Meski begitu, Humas tetap harus memiliki data yang akurat, karena informasi yang keluar itu merupakan informasi resmi dari pemerintah.

Selain itu, Humas harus memiliki kemampuan mengatur waktu dan cara berkomunikasi yang tepat di tengah tren yang tak menentu dan serba cepat ini. 

Baca juga: Ketika Ridwan Kamil Bicara Fotografi

Humas pun harus dapat memilih dan memaksimalkan platform media yang sesuai dengan audience. "Penting juga untuk selalu meningkatkan keterampilan dan menguasai media sosial," ungkapnya.

Tantangan Humas saat ini adalah dapat menjaga reputasi dan membangun citra positif organisasi melalui pengelolaan dan pemantauan informasi serta komunikasi yang terstruktur. 

Baca juga: Pentingnya Peran Humas dalam Perusahaan

Itulah sebabnya, Humas penting diajak untuk ikut di setiap layer penentuan kebijakan. Mulai pembahasan sampai kebijakan itu disahkan. Bahkan setelah kebijakan itu disahkan. Humas harus mengawal isu yang berkembang di publik agar sesuai dengan maksud dibuatnya kebijakan. "Jangan sampai Humas berlaku seperti pemadam kebakaran," ujarnya.

Dalam acara bertema "Foto Liputan dan Menulis Narasi" itu, lelaki yang akrab disapa Pak Dhe Jidan ini memaparkan "Lima Kunci Liputan". Berikut catatan yang berhasil saya rangkum sesuai pemahaman saya pribadi. 

Pertama, Pahami Konten Acara


Humas yang baik tak akan pernah datang dengan "tangan kosong". Mengapa? Sebab ketika kita ditugaskan untuk meliput namun sama sekali tidak memahami konteks peristiwa/hal yang akan kita liput, maka biasanya hasil liputan kita tidak akan optimal.

Proses ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari berbagai sumber awal, seperti membaca berita seputar topik liputan, susunan acara, surat undangan, buku, atau dokumen lainnya yang menunjang suatu peristiwa yang akan kita liput.

Misalnya kita diminta melakukan peliputan acara penandatanganan kerjasama dengan Gubernur. Maka kita harus sudah tahu kerja sama ini tentang apa, kapan acara ini dilakukan, di mana acaranya digelar, dan sebagainya.

Persiapkan juga kamera yang akan kita gunakan. Pastikan body kamera dan lensanya berfungsi dengan baik, memory card telah kosong dan baterai terisi penuh.

Di Bea Cukai, pegawai Humas menggunakan baju khusus (bertuliskan Humas Bea Cukai). Tujuannya supaya pegawai tersebut mempunyai rasa percaya diri. Selain itu, ia akan memiliki fasilitas yang tidak dimiliki orang lain, misalnya mendekati narasumber untuk memotret.

Kedua, Kuasai Lokasi Acara


Sebagai Humas yang ditugaskan untuk meliput acara, observasi lapangan sebelum memulai liputan penting dilakukan. Tujuannya agar kita dapat mengamati secara langsung keadaan di sekitar lokasi kegiatan.

Kita akan lebih siap memotret dengan moment terbaik karena kita sudah tahu dari mana sang narasumber akan masuk, arah cahaya berasal, sampai hal kecil seperti colokan listrik untuk mengecas baterai.

Adakalanya kita harus liputan ke lokasi yang mungkin sama sekali asing bagi kita. Tetapi jangan khawatir. Saat ini sudah hadir teknologi yang memudahkan kita. Google Maps termasuk salah satu alat untuk membantu menemukan lokasi peliputan. Jangan lupa googling untuk memudahkan kita menjangkau lokasi liputan.

Ketiga, Koordinasi Harga Mati


Cara lain yang bisa digunakan untuk menguasai lokasi acara adalah dengan bertanya ke teman-teman humas lain.

Berkenalan dengan rekan Humas akan memudahkan kita untuk berkoordinasi dan mendapatkan liputan yang berkualitas.

Misalnya, jika acara itu tidak memperbolehkan Humas instansi lain dalam satu ruangan (contoh karena pembatasan sosial), maka minimal kita bisa meminta mereka mengirimkan foto-fotonya dan (kalau ada) rekaman suaranya.

Humas akan lebih bagus jika mempunyai jaringan yang luas (networking). Berusahalah dekat dengan semua orang (silaturahmi), termasuk dengan rekan media (misalnya Antara) karena itu akan membantu kita dalam berkoordinasi. Koordinasi yang baik akan membuat keterbatasan-keterbatasan yang terjadi bisa diminimalkan.

Keempat, Menambah Virtual Literacy


Virtual Literacy adalah literasi berbasis komunikasi interaktif secara online dengan memanfaatkan fasilitas video conference yang dapat diikuti oleh beragam pengguna sesuai dengan kebutuhan.

Untuk menambah literasi kita dalam membuat karya jurnalistik, ikuti (follow) akun medsos media/jurnalis (kewartawanan), misalnya Antara, Reuters, Kompas, Beawiharta, Arbain Rambey, dan lain-lain agar memperkaya literasi kita baik secara visual maupun cara mereka membuat caption/narasi. 

Kelima, Penuhi 5W + 1H


Sebelum berangkat liputan, biasakan memiliki gambaran berita (news angle) apa yang akan ditulis, sehingga kita akan tahu informasi apa saja yang harus kita dapatkan dari narasumber.

Selain itu, jika kita sudah menentukan news angle, maka kita akan mendapat gambaran, foto apa yang akan kita capture.

Dalam penulisan berita, kita juga harus berpegang teguh pada rumus 5 W + 1 H (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana). Keenam pertanyaan ini wajib terjawab dalam sebuah berita.

Itulah 5 Kunci Liputan yang perlu dipahami Humas sebelum melakukan peliputan. Persiapan yang matang akan menjadikan Humas semakin efektif dalam bekerja, sehingga diharapkan liputan yang dihasilkan juga akan lebih berkualitas.

Versi lengkapnya bisa teman-teman saksikan di kanal Youtube Bea Cukai Bengkulu Official berikut.




Semoga bermanfaat.

Pradirwan, 8 Februari 2021

Artikel lainnya:

Tips Agar Siaran Pers Ditayangkan Media Massa

Ilustrasi webinar pembuatan siaran pers bersama mas @AikPahlawanKita


Pradirwan - Pernahkah kamu membuat siaran pers (press release) tetapi tidak atau hanya sedikit media massa yang mau menayangkannya? Padahal, siaran pers adalah salah satu ‘senjata ampuh’ praktisi Humas untuk memberikan informasi kepada publik.

Ada beberapa alasan untuk pertanyaan tersebut. Karena kenyataannya, hubungan baik dengan jurnalis atau redaktur saja tak menjamin siaran pers yang kita buat akan ditayangkan.

Sebagai Humas, kita harus memahami bahwa wartawan (media) bekerja untuk pembaca. Agar pesan yang kita sampaikan melalui siaran pers itu sampai ke pembaca, kita harus mengetahui tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membuat siaran pers, yaitu:

Pertama, setiap artikel yang ditulis wartawan harus bernilai berita (news value), yakni aktual, faktual, penting, dan menarik. Kita tahu, tidak semua isu itu penting dan tidak semua isu penting akan menarik bagi publik. Staf humas bisa menggunakan nilai berita ini untuk menakar tulisannya.

Kedua, pada dasarnya siaran pers itu merupakan berita. Oleh karena itu, kaidah-kaidah yang digunakan dalam penulisan siaran pers juga mengikuti kaidah universal berita. Apabila humas cakap melakukannya, kemungkinan besar wartawan akan menjadikan siaran pers tersebut sebagai sumber berita.

Suatu berita dapat dikatakan baik jika dapat menjawab unsur-unsur yang terdapat dalam 5W+1H (What, Where, When, Who, Why, How). Selain itu, struktur penulisan berita (hard news) menggunakan piramida terbalik.

Struktur ini mengisyaratkan kita untuk meletakkan isi terpenting di bagian paling awal tulisan. Jadi, posisinya di paragraf pertama atau di kalangan jurnalis dikenal dengan istilah leads. Bagaimana kita membuat leads akan menentukan pembaca menyelesaikan membaca tulisan kita atau tidak.

Biasanya leads menggunakan kalimat aktif dengan struktur S-P-O-K (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan). Hindari penggunaan kata-kata seperti “Guna memenuhi…” atau “Dalam rangka…” di awal kalimat. Setiap kalimatnya tidak bertele-tele, to the point, atau langsung saja ke pokok masalahnya.

Pertimbangkan juga search engine optimization (SEO/pengoptimalan mesin telusur). Salah satu caranya dengan menaruh kata kunci di leads. Untuk media online, penggunaan SEO ini penting agar mesin telusur bisa menampilkan artikel di posisi teratas hasil pencarian atau tidak. Website dengan konten yang bagus tetapi minim pengunjung juga sama sekali tidak ada artinya.

Ketiga, narasumber adalah kunci. Semakin penting narasumber yang dikutip di siaran pers, semakin mungkin wartawan akan menayangkan tulisan tersebut ke dalam berita.

Selain tiga hal tersebut, yang seringkali dilupakan oleh Humas adalah tidak mencantumkan konteks peristiwa dalam siaran pers. Pencantuman konteks ini penting agar berita tidak ‘kering’ dan selalu ada sesuatu yang baru. Tips lainnya dengan menghindari penggunaan model tulisan ‘template’, cari angle baru, dan mengusahakan membuka ruang diskusi antara lembaga dengan media. Caranya dengan menyertakan kontak narasumber yang dapat menjawab konfirmasi dari wartawan.

Saat dikirim ke wartawan, lampirkan gambar atau video atau data lainnya yang mendukung informasi. Meski tidak wajib, pelampiran multimedia itu bisa mendukung kelengkapan tulisan.

Tujuan Pembuatan Siaran Pers


Siaran Pers adalah naskah berita atau informasi yang dibuat oleh praktisi Humas (Public Relations Officer) sebuah lembaga atau organisasi untuk dipublikasikan di media massa.

Secara umum, ada tiga tujuan pembuatan siaran pers. Pertama untuk memberikan informasi terbaru dari sebuah lembaga. Misalnya tentang peraturan pajak terbaru.

Kedua, mengklarifikasi masalah/isu yang tengah menjadi perbincangan masyarakat terkait lembaga. Humas yang baik, jika mengetahui informasi yang beredar itu diketahui tidak benar akan sesegera mungkin memformulasikan sanggahan/klarifikasi pesan-pesan yang tidak benar itu melalui siaran pers.

Ketiga, untuk membangun reputasi/jenama (branding) yang baik dengan cara memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan. Misalnya tentang perubahan proses bisnis pelayanan pajak terkait Covid-19 atau kegiatan bakti sosial dalam rangka memperingati Hari Pajak.

Struktur Penulisan Siaran Pers

Struktur penulisan siaran pers hakikatnya sama dengan dengan struktur naskah berita, yaitu Head (judul), Date line (baris tanggal), Leads (teras berita), dan News body (tubuh atau isi berita). 

Siaran pers umumnya menggunakan bahasa formal dan format khusus. Berikut format khusus dalam naskah siaran pers:
  • Headline atau judul, layaknya judul berita yang harus menggambarkan isi keseluruhan berita.
  • Date line. Baris Tanggal. Berisi nama kota dan tanggal.
  • Body konten atau isi, terdiri dari lead (teras) dan tubuh berita (body).
  • Info Lembaga. Di bagian akhir naskah, cantumkan informasi tentang lembaga atau instansi yang mengirimkan rilis. (Nama lembaga ada juga yang menaruhnya di kop surat)
  • Informasi kontak, setelah itu, di bawahnya dicantumkan nama dan alamat lembaga, nomer telpon, fax, email, website, termasuk nomor kontak narasumber yang bisa dihubungi (untuk konfirmasi atau klarifikasi).
Contoh siaran pers bisa dilihat di : Siaran Pers Kanwil DJP Jawa Barat I 2021

Semoga bermanfaat. (HP)


Pradirwan, 30 Desember 2020


Artikel terkait: 

Sumber: Tempo Institute, Menyampaikan Pesan dengan Siaran Pers, 4 Desember 2020
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes