Pradirwan - Pada umumnya orang menyukai cerita. Melalui cerita, informasi maupun pesan yang terkandung dalam cerita tersebut dapat disampaikan kepada orang lain. Ada cerita yang berdasarkan kejadian nyata (fakta), ada pula yang rekaan (fiksi). Cara bercerita pun beragam. Bercerita dapat secara lisan, menggunakan gambar, ataupun tulisan.
Pradirwan - Ada yang menarik dalam "Online Class: Photography Series #1" yang digelar Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Bengkulu pada Rabu pagi (3/2/2021).
Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti membuka kelas daring itu dengan mengutip pernyataan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi. "Humas itu menjadi salah satu ujung tombak yang krusial juga," ujarnya dihadapan sekitar 90-an peserta.
Kepala KPPBC Bengkulu Ardhani Naryasti
Terlebih di saat pandemi, orang-orang tidak banyak yang bisa menghadiri sebuah kegiatan. Mereka sangat bergantung kepada kemampuan Humas dalam meng-capture dengan benar sebuah peristiwa, mengolah informasi yang diperoleh, dan menuliskannya menjadi sebuah sumber informasi (berupa foto dan tulisan) dari organisasi yang relevan untuk semua stakeholder.
Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani.
Untuk itu, pihaknya mengundang Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh, Muchamad Ardani. Pemilik akun instagram @masardani itu ia nilai merupakan sosok yang tepat untuk membagikan pengalamannya tentang kehumasan.
Sebagaimana diketahui, Humas sangat erat berkaitan dengan komunikasi. Pada era komunikasi 4.0, cara masyarakat dalam memperoleh informasi pun bertransformasi. Terdapat pergeseran sumber informasi (mediamorfosis) dari media mainstream ke media sosial. Melalui perkembangan TIK, masyarakat bebas beropini, menilai, dan memilih.
Fotografer senior Bea Cukai itu pun menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki seorang Humas. Menurutnya, Humas saat pandemi ini akan berbeda dengan sebelum pandemi. Karena saat ini tatap muka secara langsung telah dibatasi, berganti menjadi online. Meski begitu, Humas tetap harus memiliki data yang akurat, karena informasi yang keluar itu merupakan informasi resmi dari pemerintah.
Selain itu, Humas harus memiliki kemampuan mengatur waktu dan cara berkomunikasi yang tepat di tengah tren yang tak menentu dan serba cepat ini.
Humas pun harus dapat memilih dan memaksimalkan platform media yang sesuai dengan audience. "Penting juga untuk selalu meningkatkan keterampilan dan menguasai media sosial," ungkapnya.
Tantangan Humas saat ini adalah dapat menjaga reputasi dan membangun citra positif organisasi melalui pengelolaan dan pemantauan informasi serta komunikasi yang terstruktur.
Itulah sebabnya, Humas penting diajak untuk ikut di setiap layer penentuan kebijakan. Mulai pembahasan sampai kebijakan itu disahkan. Bahkan setelah kebijakan itu disahkan. Humas harus mengawal isu yang berkembang di publik agar sesuai dengan maksud dibuatnya kebijakan. "Jangan sampai Humas berlaku seperti pemadam kebakaran," ujarnya.
Dalam acara bertema "Foto Liputan dan Menulis Narasi" itu, lelaki yang akrab disapa Pak Dhe Jidan ini memaparkan "Lima Kunci Liputan". Berikut catatan yangberhasil saya rangkum sesuai pemahaman saya pribadi.
Pertama, Pahami Konten Acara
Humas yang baik tak akan pernah datang dengan "tangan kosong". Mengapa? Sebab ketika kita ditugaskan untuk meliput namun sama sekali tidak memahami konteks peristiwa/hal yang akan kita liput, maka biasanya hasil liputan kita tidak akan optimal.
Proses ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari berbagai sumber awal, seperti membaca berita seputar topik liputan, susunan acara, surat undangan, buku, atau dokumen lainnya yang menunjang suatu peristiwa yang akan kita liput.
Misalnya kita diminta melakukan peliputan acara penandatanganan kerjasama dengan Gubernur. Maka kita harus sudah tahu kerja sama ini tentang apa, kapan acara ini dilakukan, di mana acaranya digelar, dan sebagainya.
Persiapkan juga kamera yang akan kita gunakan. Pastikan body kamera dan lensanya berfungsi dengan baik, memory card telah kosong dan baterai terisi penuh.
Di Bea Cukai, pegawai Humas menggunakan baju khusus (bertuliskan Humas Bea Cukai). Tujuannya supaya pegawai tersebut mempunyai rasa percaya diri. Selain itu, ia akan memiliki fasilitas yang tidak dimiliki orang lain, misalnya mendekati narasumber untuk memotret.
Kedua, Kuasai Lokasi Acara
Sebagai Humas yang ditugaskan untuk meliput acara, observasi lapangan sebelum memulai liputan penting dilakukan. Tujuannya agar kita dapat mengamati secara langsung keadaan di sekitar lokasi kegiatan.
Kita akan lebih siap memotret dengan moment terbaik karena kita sudah tahu dari mana sang narasumber akan masuk, arah cahaya berasal, sampai hal kecil seperti colokan listrik untuk mengecas baterai.
Adakalanya kita harus liputan ke lokasi yang mungkin sama sekali asing bagi kita. Tetapi jangan khawatir. Saat ini sudah hadir teknologi yang memudahkan kita. Google Maps termasuk salah satu alat untuk membantu menemukan lokasi peliputan. Jangan lupa googling untuk memudahkan kita menjangkau lokasi liputan.
Ketiga, Koordinasi Harga Mati
Cara lain yang bisa digunakan untuk menguasai lokasi acara adalah dengan bertanya ke teman-teman humas lain.
Berkenalan dengan rekan Humas akan memudahkan kita untuk berkoordinasi dan mendapatkan liputan yang berkualitas.
Misalnya, jika acara itu tidak memperbolehkan Humas instansi lain dalam satu ruangan (contoh karena pembatasan sosial), maka minimal kita bisa meminta mereka mengirimkan foto-fotonya dan (kalau ada) rekaman suaranya.
Humas akan lebih bagus jika mempunyai jaringan yang luas (networking). Berusahalah dekat dengan semua orang (silaturahmi), termasuk dengan rekan media (misalnya Antara) karena itu akan membantu kita dalam berkoordinasi. Koordinasi yang baik akan membuat keterbatasan-keterbatasan yang terjadi bisa diminimalkan.
Keempat, Menambah Virtual Literacy
Virtual Literacy adalah literasi berbasis komunikasi interaktif secara online dengan memanfaatkan fasilitas video conference yang dapat diikuti oleh beragam pengguna sesuai dengan kebutuhan.
Untuk menambah literasi kita dalam membuat karya jurnalistik, ikuti (follow) akun medsos media/jurnalis (kewartawanan), misalnya Antara, Reuters, Kompas, Beawiharta, Arbain Rambey, dan lain-lain agar memperkaya literasi kita baik secara visual maupun cara mereka membuat caption/narasi.
Kelima, Penuhi 5W + 1H
Sebelum berangkat liputan, biasakan memiliki gambaran berita (news angle) apa yang akan ditulis, sehingga kita akan tahu informasi apa saja yang harus kita dapatkan dari narasumber.
Selain itu, jika kita sudah menentukan news angle, maka kita akan mendapat gambaran, foto apa yang akan kita capture.
Dalam penulisan berita, kita juga harus berpegang teguh pada rumus 5 W + 1 H (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana). Keenam pertanyaan ini wajib terjawab dalam sebuah berita.
Itulah 5 Kunci Liputan yang perlu dipahami Humas sebelum melakukan peliputan. Persiapan yang matang akan menjadikan Humas semakin efektif dalam bekerja, sehingga diharapkan liputan yang dihasilkan juga akan lebih berkualitas.
Ilustrasi webinar pembuatan siaran pers bersama mas @AikPahlawanKita
Pradirwan - Pernahkah kamu membuat siaran pers (press release) tetapi tidak atau hanya sedikit media massa yang mau menayangkannya? Padahal, siaran pers adalah salah satu ‘senjata ampuh’ praktisi Humas untuk memberikan informasi kepada publik.
Ada beberapa alasan untuk pertanyaan tersebut. Karena kenyataannya, hubungan baik dengan jurnalis atau redaktur saja tak menjamin siaran pers yang kita buat akan ditayangkan.
Sebagai Humas, kita harus memahami bahwa wartawan (media) bekerja untuk pembaca. Agar pesan yang kita sampaikan melalui siaran pers itu sampai ke pembaca, kita harus mengetahui tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membuat siaran pers, yaitu:
Pertama, setiap artikel yang ditulis wartawan harus bernilai berita (news value), yakni aktual, faktual, penting, dan menarik. Kita tahu, tidak semua isu itu penting dan tidak semua isu penting akan menarik bagi publik. Staf humas bisa menggunakan nilai berita ini untuk menakar tulisannya.
Kedua, pada dasarnya siaran persitu merupakan berita. Oleh karena itu, kaidah-kaidah yang digunakan dalam penulisan siaran pers juga mengikuti kaidah universal berita. Apabila humas cakap melakukannya, kemungkinan besar wartawan akan menjadikan siaran pers tersebut sebagai sumber berita.
Suatu berita dapat dikatakan baik jika dapat menjawab unsur-unsur yang terdapat dalam 5W+1H (What, Where, When, Who, Why, How). Selain itu, struktur penulisan berita (hard news) menggunakan piramida terbalik.
Struktur ini mengisyaratkan kita untuk meletakkan isi terpenting di bagian paling awal tulisan. Jadi, posisinya di paragraf pertama atau di kalangan jurnalis dikenal dengan istilah leads. Bagaimana kita membuat leads akan menentukan pembaca menyelesaikan membaca tulisan kita atau tidak.
Biasanya leads menggunakan kalimat aktif dengan struktur S-P-O-K (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan). Hindari penggunaan kata-kata seperti “Guna memenuhi…” atau “Dalam rangka…” di awal kalimat. Setiap kalimatnya tidak bertele-tele, to the point, atau langsung saja ke pokok masalahnya.
Pertimbangkan juga search engine optimization (SEO/pengoptimalan mesin telusur). Salah satu caranya dengan menaruh kata kunci di leads. Untuk media online, penggunaan SEO ini penting agar mesin telusur bisa menampilkan artikel di posisi teratas hasil pencarian atau tidak. Website dengan konten yang bagus tetapi minim pengunjung juga sama sekali tidak ada artinya.
Ketiga, narasumberadalah kunci. Semakin penting narasumber yang dikutip di siaran pers, semakin mungkin wartawan akan menayangkan tulisan tersebut ke dalam berita.
Selain tiga hal tersebut, yang seringkali dilupakan oleh Humas adalah tidak mencantumkan konteks peristiwa dalam siaran pers. Pencantuman konteks ini penting agar berita tidak ‘kering’ dan selalu ada sesuatu yang baru. Tips lainnya dengan menghindari penggunaan model tulisan ‘template’, cari angle baru, dan mengusahakan membuka ruang diskusi antara lembaga dengan media. Caranya dengan menyertakan kontak narasumber yang dapat menjawab konfirmasi dari wartawan.
Saat dikirim ke wartawan, lampirkan gambar atau video atau data lainnya yang mendukung informasi. Meski tidak wajib, pelampiran multimedia itu bisa mendukung kelengkapan tulisan.
Tujuan Pembuatan Siaran Pers
Siaran Pers adalah naskah berita atau informasi yang dibuat oleh praktisi Humas (Public Relations Officer) sebuah lembaga atau organisasi untuk dipublikasikan di media massa.
Secara umum, ada tiga tujuan pembuatan siaran pers. Pertama untuk memberikan informasi terbaru dari sebuah lembaga. Misalnya tentang peraturan pajak terbaru.
Kedua, mengklarifikasi masalah/isu yang tengah menjadi perbincangan masyarakat terkait lembaga. Humas yang baik, jika mengetahui informasi yang beredar itu diketahui tidak benar akan sesegera mungkin memformulasikan sanggahan/klarifikasi pesan-pesan yang tidak benar itu melalui siaran pers.
Ketiga, untuk membangun reputasi/jenama (branding) yang baik dengan cara memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan. Misalnya tentang perubahan proses bisnis pelayanan pajak terkait Covid-19 atau kegiatan bakti sosial dalam rangka memperingati Hari Pajak.
Struktur Penulisan Siaran Pers
Struktur penulisan siaran pers hakikatnya sama dengan dengan struktur naskah berita, yaitu Head (judul), Date line (baris tanggal), Leads (teras berita), dan News body (tubuh atau isi berita).
Siaran pers umumnya menggunakan bahasa formal dan format khusus. Berikut format khusus dalam naskah siaran pers:
Headline atau judul, layaknya judul berita yang harus menggambarkan isi keseluruhan berita.
Date line. Baris Tanggal. Berisi nama kota dan tanggal.
Body konten atau isi, terdiri dari lead (teras) dan tubuh berita (body).
Info Lembaga. Di bagian akhir naskah, cantumkan informasi tentang lembaga atau instansi yang mengirimkan rilis. (Nama lembaga ada juga yang menaruhnya di kop surat)
Informasi kontak, setelah itu, di bawahnya dicantumkan nama dan alamat lembaga, nomer telpon, fax, email, website, termasuk nomor kontak narasumber yang bisa dihubungi (untuk konfirmasi atau klarifikasi).