BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts
Showing posts with label Catatan Menulis. Show all posts

Ani Natalia: Kita Semua Butuh Belajar

Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat DJP Ani Natalia

Pradirwan - Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam organisasi inilah yang memberikan tenaga, ide, bakat, kreativitas, dan lain sebagainya sehingga organisasi dapat mencapai tujuan.

Manajemen SDM yang dilakukan secara optimal dapat meningkatkan kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.

Salah satu tahapan dalam proses pengelolaan SDM tersebut yaitu mutasi dan promosi.

Organisasi DJP pun tak luput dari proses ini. Pegawai DJP di manapun pasti mengalami proses mutasi dan promosi sesuai kebutuhan institusi.

Sebagai contoh, ada pegawai yang sebelumnya di bagian Hubungan Masyarakat (Humas) lalu mutasi ke unit lain yang bukan Humas. Atau sebaliknya, ada yang belum pernah sama sekali di Humas, lalu tiba-tiba bertugas menjadi Humas.

Kasubdit Humas DJP, Ani Natalia pernah mengatakan, saat kuliah di STAN, ia tak pernah membayangkan akan menjadi Humas DJP. Namun takdir membawanya menjadi Insan Humas hingga saat ini. 

"Tidak ada yang bisa semua hal. Oleh karena itu kita semua butuh belajar," ungkapnya saat membuka acara pelatihan "Pembuatan Siaran Pers", beberapa waktu lalu.

Perempuan yang akrab disapa Kak Ani ini mengungkapkan bahwa pekerjaan Humas setiap hari semakin menantang. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik dengan semua pihak, salah satunya dengan media.

Kak Ani menilai, bagi Humas, peran media sangat penting. Ketika berhubungan dengan media, dibutuhkan sebuah keahlian dalam berkomunikasi agar sama-sama memudahkan dalam bekerja.

"Apa yang kita inginkan, apa yang kita maksudkan, boleh disampaikan kepada publik dengan bantuan media massa," ujarnya.

Namun teman-teman jurnalis juga memiliki 'banyak pekerjaan'. Untuk memudahkan mereka dalam membuat sebuah berita, sebagai Humas harus bisa membuat siaran pers yang baik. Dengan begitu tercipta hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

"Ini adalah sebuah tantangan dan DJP selalu berusaha memberikan kesempatan belajar kepada para pegawai untuk bisa meningkatkan kapasitasnya," tandasnya.

Ia berharap agar pegawai memanfaatkan setiap peluang yang diperoleh untuk meningkatkan kepasitas diri. "Mari hargai setiap kesempatan belajar. Don’t take it for granted. Setelah itu kita praktikkan (berkarya) agar ilmu itu bermanfaat," pungkasnya. (HP)

Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Alia Karenina sedang memparkan materi personal branding, Sabtu (12/12)

"Your brand is what other people say about you where you're not in the room." (Jeff Bezos, Amazon)


Pradirwan - Semua orang punya personal branding. Entah kita sengaja membangunnya atau tidak, orang lain pasti pada suatu saat akan membicarakan kita. Betul, kan?

Ilmuwan psikologi Universitas Florida Lise Abrams dan Danielle K. Davis dalam Current Direction in Psychological Science mengungkapkan terdapat fakta bahwa ada beberapa nama yang begitu sulit untuk diingat. Hal ini dapat mengajari kita banyak hal tentang cara kerja ingatan manusia.*

Sebagai contoh, ada banyak orang yang bernama Herry di dunia ini. Dengan mengetikkan "Herry" dalam kontak di gawai kita, mungkin akan muncul puluhan nama tersebut. Untuk membedakan Herry yang satu dengan yang lainnya, kita perlu menambah kata lainnya yang spesifik merujuk Herry yang kita maksud, misalnya Herry Pradirwan.

Seperti halnya nama, seseorang bisa diingat atau diidentifikasi dari personal branding yang ia milliki. 

Baca juga: 7 Manfaat Fotografi Ala Masardani

Personal branding merupakan hal yang penting khususnya dalam dunia profesional. Dengan memiliki personal branding, suatu individu bisa dengan lebih strategis menempatkan dirinya dalam tim dan organisasi.

Selain itu, personal branding berguna untuk menciptakan kesadaran, membangun kepercayaan, menciptakan reputasi, dan memengaruhi persepsi dari orang-orang yang relevan.

Dalam lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN), personal branding penting untuk meningkatkan kualitas baik secara individu maupun dalam konteks komunikasi publik.

Lalu, apa sih personal branding itu?

Dalam sebuah webinar bertajuk "Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN", Juru bicara Kemenko Perekonomian dan CEO Alika Communications, Alia Karenina menjelaskan personal branding adalah bagaimana cara kita menunjukkan 'sisi personal' mana yang akan kita tampilkan kepada orang lain, meskipun itu tidak sesuai dengan kepribadian kita.

"Brand itu apa yang dikatakan orang lain tentang kita. Apakah itu personality kita? Tidak," ujar alumnus teknik planologi (ilmu perencanaan wilayah dan kota ) ITB itu, Sabtu (12/12).

Alia bercerita bahwa ia sebenarnya introvert dan pemalu. Namun saat terjun sebagai jurnalis televisi, ia belajar berkomunikasi sehingga kini dikenal sebagai seseorang yang memiliki gaya bicara lugas dengan intonasi yang jelas.

"Orang yang pernah berinteraksi dengan saya mungkin melihat Alia Karenina itu galak, tegas, ngomongnya tanpa tedeng aling-aling, dan tidak punya perasaan. Sebenernya saya sangat sensitif, cenderung conciderate terhadap orang-orang dekat, dan pemalu," ungkapnya. 

Baca juga: Cara Menjadi Newbie Percaya Diri

Lebih lanjut ia menuturkan, untuk membangun brand yang kuat, secara umum harus memiliki lima unsur.

"Yang perlu ditonjolkan pertama kali adalah kesan powerfull (kuat). Kemudian otentisitas (autentic) kita. Saya mungkin orangnya santai dan cenderung tidak kaku," katanya.

Selanjutnya adalah konsisten (consistent). Citra diri harus konsisten, tidak berubah-ubah.

Kesan diri juga haruslah visible, maksudnya kita harus terlihat berbeda dari pada orang-orang kebanyakan (stand out).

"Punya sesuatu yang berbeda atau berharga (valuable) yang bisa ditawarkan, yang menjadi pembeda antara saya dengan orang orang lain yang menjadi peers kita. Cobalah membuat list apa saja nilai-nilai yang kita punya. Karena yang paling mengenal diri kita adalah kita sendiri," tegasnya.

Untuk menjadi seseorang yang stand out, Alia memberikan tips. Caranya dengan tidak memberi pekerjaan medioker, yaitu pekerjaan yang semua orang bisa kerjakan. 

"Kerjakan pekerjaan yang hasilnya bisa 120%, supaya kamu bisa stand out," imbuhnya.

Personal branding harus ditunjukkan dengan attractive. Tujuannya untuk menarik orang-orang yang membutuhkan kemampuan atau keahlian kita.

Meski begitu, dia mengingatkan untuk tak terlalu sibuk menonjolkan diri, tetapi buat diri kita dibutuhkan.

"To be demand, not supply. Kehadiranmu penting. Kalau gak ada kamu gak jalan. Buat orang berpikir, oh kalau kerjaan ini tuh yang bisa ngerjain cuma si A. Gak ada orang lain yang bisa," katanya.

Jika hal itu terjadi, akan membuat positioning individu berbeda di antara teman-teman yang lainnya.

"Kita akan mendapatkan posisi dan kondisi terbaik yang sesuai minat, bakat, keahlian, dan kekuatan kita.Karena pasar akan membutuhkan orang-orang yang mempunyai value added dan skill set tertentu," jelasnya.

Di akhir paparannya, ia meminta untuk menjaga profesionalisme dan membangun relasi sebanyak-banyaknya. Berkenalan dengan semua layer/tingkatan. Dari yang terendah sampai yang tertinggi.

"Unsur-unsur itu penting untuk mengelola kesan orang lain terhadap kita, baik itu rekan, atasan, pihak luar, maupun secara umum," pungkasnya.

Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti.

Senada dengan Alia, Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti mengatakan peran ASN penting untuk menjaga citra dan kredibilitas institusi di mata publik.

Menurutnya, ASN adalah agen komunikasi (humas) dari tempat di mana ia bekerja. Salah satunya melalui media sosial untuk mengetahui tingkat engagement terhadap publik.

"Tidak bisa dimungkiri sebagai personal kita hadir di media sosial. Karena kita sebagai ASN, pasti orang akan melekatkan dimana tempat kita bekerja. Marwah kita sebagai ASN akan selalu melekat. Makanya kita harus berhati-hati jika berhadapan dengan publik dan media sosial (bijak bermedsos)," ungkap mantan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu itu.

Pria yang akrab disapa Frans itu mengatakan setiap ASN seharusnya bisa mengomunikasikan setiap kebijakan publik dari tempatnya bekerja.

"Sebagus apa pun kebijakannya, tanpa dikomunikasikan dengan baik, kebijakan itu akan gagal karena tidak bisa diterima oleh masyarakat dengan baik," katanya.

Lebih lanjut Frans mengatakan, agar dapat menjelaskan ke masyarakat, tak cukup hanya mengetahui aturan terkait kebijakan saja yang dipelajari. Penting juga untuk mengetahui bagaimana latar belakang sebuah kebijakan itu diputuskan.

"Ketahui juga asbabun nuzul kenapa kebijakan itu terbit," katanya.

Hal lain yang tak kalah penting menurut Frans adalah kemampuan menerjemahkan kebijakan publik itu dengan bahasa yang membumi atau mudah dipahami sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

"Sebagai agen komunikasi (humas), kita mengamati kebutuhan informasi/respon masyarakat. Jika menemukan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan publik yang sudah diterbitkan atau hoax, kita harus segera memberikan klarifikasi," ujarnya.

Dalam beberapa kasus yang dianggap mendesak (misalnya komentar/postingan di medsos), Frans sering menggunakan medsos pribadinya untuk menjelaskan hal yang bersifat informal. Ia menyebut, keunggulan sebagai ASN yaitu mengetahui data dan informasi yang valid dari institusinya.

"Respon di medsos seperti ini tidak bisa kita gunakan dengan release resmi. Selain karena sifatnya (yang tidak resmi/informal) itu, pembuatan release biasanya membutuhkan waktu yang lama. Dikhawatirkan isu itu dianggap benar jika terlalu lama dibiarkan dan akan semakin sulit diluruskan karena masyarakat sudah termakan hoax," tegas Frans.

Oleh karena itu ia sepakat dengan Alia untuk membina relasi di semua level atau lintas instasi. Hal itu menurutnya bisa memudahkan dan memaksimalkan peran humas dalam menjaga citra dan kredibilatas institusi.

Selain itu, menurut Frans, hal penting yang coba ia bangun adalah mengurangi jurang komunikasi dalam unit kerja. Menurutnya, jenjang birokrasi membuat sekat dalam berkomunikasi.

"Adanya 'sekat birokrasi' membuat komunikasi tidak berjalan lancar. Ide-ide cemerlang dari pelaksana misalnya bahkan bisa tak tersalurkan karena ada rasa segan atau enggan kepada atasan. Jurang komunikasi di birokrasi itu harusnya tidak dimiliki, khususnya bagi pranata humas," imbuhnya.

Di akhir paparannya, Frans berharap agar semua pegawai bisa menjadi agen humas.

"Tantangan berikutnya adalah membangun komunitas yang mendukung tugas kehumasan. Bagaimana kita semua berkontribusi membangun branding institusi masing-masing," pungkasnya. (HP)


Artikel ini telah ditayangkan di ayobandung.com

* Mengapa Sangat Sulit untuk Mengingat Nama Orang, Bisnis Indonesia, 20 Juni 2020. https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20200620/219/1255348/mengapa-sangat-sulit-untuk-mengingat-nama-orang

Bingung Bikin Caption? Cobalah Dua Teknik Copywriting Ini

Teknik Copywriting

Pradirwan - Apa kamu sering kebingungan saat menulis caption untuk konten media sosialmu? 

Tahukah kamu jika menulis caption itu lebih mudah jika kamu mengetahui beberapa teknik copywriting? 

Ada dua teknik yang biasa saya gunakan dalam menulis caption.

Pertama, teknik Before - After - Bridge (BAB). 

Before, menjelaskan kondisi yang mungkin dialami audience-mu saat ini. Apa saja masalah, situasi, atau keadaan yang mereka alami sebelum membaca atau menyaksikan kontenmu. Tuliskan sebagai paragraf pembuka. 

After, menjelaskan kondisi spesifik yang diharapkan audience. Tuliskan perubahan apa yang bisa didapat audience setelah membaca atau menyaksikan kontenmu. 

Bridge, menjelaskan solusi yang bisa memfasilitasi audience dalam menyelesaikan masalahnya. Tuliskan apa yang bisa dilakukan oleh audience (dengan kontenmu) untuk mengubah kondisi dari Before menjadi After. 

Simak contoh caption menggunakan teknik BAB berikut:

"Bikin Caption Lebih Mudah dengan Teknik BAB (Headline/judul)

Apa kamu sering kebingungan saat menulis caption untuk konten media sosialmu?  (Before) 

Tahukah kamu jika menulis caption itu lebih mudah jika kamu mengetahui beberapa teknik copywriting? 

Salah satunya adalah teknik Before - After - Bridge (BAB). (After)

Di dalam konten ini saya akan menjelaskan bagaimana teknik BAB ini diterapkan untuk menulis caption beserta contoh yang bisa kamu tiru. (Bridge)

So, pastikan kamu baca kontenmu sampai habis ya! (Call to Action)"

Kedua, teknik PAS

Selain teknik BAB di atas, ada satu teknik lain yang bisa digunakan untuk menulis caption yaitu teknik PAS. Apa itu teknik PAS? 

Teknik PAS (Problem-Agitate-Solve) adalah salah satu teknik copywriting yang bertujuan untuk menyadarkan audience dengan menunjukkan kemungkinan terburuk dari masalah yang sedang dihadapi dan menawarkan solusi untuk keluar dari masalah tersebut. 

Problem, bagian ini menjelaskan masalah yang dihadapi audience (Pain). Mirip dengan Before pada teknik BAB. 

Agitate, menjelaskan akibat terburuk yang bisa dialami audience apabila masalah tersebut tidak diselesaikan dengan baik. 

Buat mereka semakin gelisah dengan masalah yang sedang dihadapi. 

Solve, menjelaskan alternatif jalan keluar (satu atau beberapa) yang bisa digunakan audience untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Tuliskan bagaimana kontenmu atau produkmu bisa menyelesaikan masalah audience. 

Contoh penerapan teknik PAS dalam caption. 

"TEKNIK INI DIJAMIN PAS UNTUK NULIS CAPTION!⁣ (headline/judul)

Tidak mengetahui teknik copywriting adalah salah satu penyebab kamu sering stuck saat bikin caption untuk kontenmu.⁣ (Problem)

Akibatnya, kamu hanya menulis caption seadanya tanpa susunan yang jelas dan sistematis. Hal tersebut bisa saja berakibat pada engagement konten yang kurang maksimal karena captionmu tidak bisa menarik audience untuk mengunjungi kontenmu atau memberikan feedback sesuai keinginanmu.⁣ (Agitate)

Untuk itu, sebagai creator kamu perlu mempelajari teknik-teknik copywriting. Salah satunya adalah teknik PAS (problem-agitate-solve) yang saya bahas pada konten di atas.⁣ (Solve)

Silahkan baca kontennya sampai habis untuk mengetahui penjelasan dan contoh penggunaanya dalam menulis caption.⁣ (Call to Action)."

Semoga catatan malam Senin tentang dua teknik copywriting untuk membuat caption ini bermanfaat. Salam. 

Sumber: @gilalogie

Membedah Buku Mazda

Bedah Buku Membangun Rumah di Bawah Tanah

"Jika kau bukan anak raja maka menulislah!" (Imam Ghazali)

Pradirwan - Siapa sih yang tak ingin namanya tercantum dalam sampul sebuah buku sebagai penulis? Dalam hati setiap penulis, pastilah ada keinginan untuk membuat buku, wujud tertinggi dari sebuah tulisan. Setidaknya satu buku seumur hidupnya. 

Tak terkecuali Ahmad Dahlan. Baru-baru ini, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai auditor di Kantor Pajak itu menerbitkan buku berjudul "Membangun Rumah di Bawah Tanah (MRdBT)". 

Pada acara bedah buku yang digelar Sabtu malam (19/09/2020), pria yang akrab disapa Mazda itu bercerita tentang keputusannya membuat buku. "Pertengahan Agustus 2020 lalu, motivasi membuat buku yang semula tereduksi itu tiba-tiba menguat kembali," ungkapnya. 

Konon, motivasi itu muncul berawal dari sebuah keinginan untuk memberikan kado pernikahan perak untuk istrinya. 

Terbersitlah ide untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah dia buat, merangkainya, mengikatnya, lalu ia jadikan sebuah draft buku. Draft ini kemudian disebarkannya ke beberapa rekan penulis. 

Gayung bersambut. Rekan-rekannya menyatakan bahwa draft tersebut layak menjadi sebuah buku. Lalu seorang rekan memberinya nomor kontak penerbit. Proses selanjutnya sudah bisa ditebak, buku itupun terbit dan sampai kepada pembacanya.

Tangkapan Layar saat mengikuti bedah buku Mazda

Buku yang sudah masuk cetakan kedua ini dikupas tuntas oleh tiga pembicara, semalam. Mereka adalah Gathot Subroto (Fuji Film X-Fotografer), Edmalia Rohmani (Pecinta Literasi), dan Nurul Huda Haem (Pengurus Ponpes Motivasi Indonesia-Bekasi). 

Acara yang berlangsung sejak pukul 19.30 WIB ini dimoderatori oleh Slamet Rianto dan disiarkan langsung melalui aplikasi zoom meeting.

Berbagai ulasan menarik tentang buku itu pun muncul. Gathot mengulas tentang sampul dan lay out buku itu. Fotografer yang fotonya pernah digunakan akun medsos @Jokowi itu membuka bahasannya dengan dua cara penerbitan buku. 

Gathot Subroto @Gathoe

Jika dulu seorang penulis harus mengirimkan naskah kepada penerbit mayor, masuk ke dalam daftar antrian untuk di-review, dan proses-proses lain yang harus diikuti, maka sekarang para penulis indie bisa mencoba peruntungannya sendiri. "Penulis bisa membuat buku dengan lebih personal melalui penerbit minor (self publishing)," kata Gathot.

Dengan memanfaatkan jejaring pertemanan di media sosial dan komunitas di Whatsapp grup, seorang penulis bisa memasarkan bukunya. "Kita bisa mengalkulasi berapa biaya yang dibutuhkan untuk ongkos mencetak buku tersebut dari jumlah pertemanan kita itu," katanya. 

Meski ada pepatah mengatakan, “Don’t judge a book by its cover”, namun kenyataannya riset membuktikan bahwa keberhasilan penjualan buku di pasaran sangat bergantung terhadap kualitas dan keindahan cover-nya.

"Penggemar buku seringkali hanya melihat sekilas judul dan sampul buku dari berbagai banyak pilihan buku lainnya. Mereka sangat memperhatikan aspek desain cover buku agar 'stand out' di antara buku-buku lainnya," tutur Gathot. 

Semua aspek yang tercermin dalam buku itu harus bisa direpresentasikan desainer dan author melalui cover-nya. "Semua warna, typography, desain lay out, dan ukuran buku itu harus saling menunjang," ungkapnya. 

Ia berpesan, agar untuk buku selanjutnya "memanfaatkan jasa" teman-temannya yang memang ahli di bidang desain dan editing. 

Menanggapi hal tersebut, Mazda menyampaikan bahwa dia menerima masukan tersebut. "Saya berpikir untuk tidak merepotkan teman-teman saja. Pihak penerbit saya anggap profesional. Mereka pun sudah beberapa kali menyampaikan konsep baik tulisan maupun lay out untuk saya setujui sebelum dicetak," katanya. 

Ulasan berikutnya disampaikan Edmalia. Pecinta sastra itu mengatakan bahwa buku perdana Ahmad Dahlan itu sangat ringan sehingga pesannya mudah ditangkap.

Edmalia Rohmani

"Inti komunikasi (baik secara lisan ataupun tulisan) adalah menggerakkan hati orang. Tulisan dianggap sukses ketika bisa menggerakkan hati orang, dan itu tercermin dalam tulisan di buku ini," kata pegawai pajak yang akrab disapa Lia itu.

Point of View (POV) atau sudut pandang penulisan tak luput dari pembahasan Lia.  "Secara sederhana, POV adalah bagaimana penulis menempatkan dirinya dalam cerita dan menyampaikan cerita itu kepada pembaca. POV ditentukan saat mulai menulis. Digunakan konsisten dari awal hingga akhir cerita," jelasnya. 

Dalam proses penciptaan karya, ada tiga POV yang bisa digunakan, yaitu POV orang pertama (POV1), POV orang kedua (POV2), dan POV orang ketiga (POV3). 

Dalam POV1, penulis menjadi diri penulis sendiri (aku) dalam cerita, mengikuti pikiran dan aksi si penulis. Penulis tidak bisa menggambarkan apa yang tidak dilihat si penulis. Penulis juga tidak bisa mengetahui perasaan yang tidak dirasakan oleh penulis.

Saat memosisikan diri sebagai penulis, tugas utamanya hanya menulis hingga selesai apa-apa yang menjadi ide atau pikiran yang ingin dituangkan. Tidak perlu memikirkan hasilnya akan baik atau tidak, menarik atau tidak diksi yang digunakan, semua itu urusan belakangan.

Sementara dalam POV2 dan POV3, penulis memosisikan dirinya sebagai orang lain, baik sebagai pembaca (POV2) maupun sebagai editor (POV3). 

Saat kegiatan menulis selesai, penulis kemudian memosisikan dirinya sebagai pembaca. Hasil tulisan yang telah selesai itu kemudian dibaca ulang dari awal sampai akhir. Hal ini bertujuan agar dapat mengenali tulisan yang mungkin kurang baik atau diksi yang digunakan kurang menarik. Sehingga dapat melakukan koreksi dan pengeditan.

Langkah selanjutnya, penulis memosisikan dirinya sebagai editor. Poin terakhir ini sangat penting diterapkan demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Jika sudah mampu memosisikan sebagai editor, maka dengan mudahnya dapat mengubah kata yang kurang baik, ada yang salah ketik, penggunaan tanda baca yang tidak tepat, atau mungkin ada alur yang kurang pas pada tulisannya. 

"Buku ini penulis memilih POV1. Menceritakan kejadian sehari-hari yang dialami penulis," ungkapnya. 

Untuk itu, penting juga mengetahui platform apa yang akan digunakan penulis dalam menyampaikan gagasannya. Hal ini terkait dengan penggunaan kaidah berbahasa yang baik. 

Lia lantas mengutip pendapat Gorys Keraf, “Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik."

Kejujuran yang dimaksud adalah ketepatan pemilihan kata. Ini berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat, yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. 

"Buku ini sudah menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menarik. Namun untuk sebuah buku, menurut saya lebih baik menggunakan kaidah penulisan buku yang berlaku. Gaya bahasa yang digunakan masih terpengaruh gaya bahasa membuat artikel blog atau medsos yang personal," kata Lia. 

Namun Lia tak menampik bahwa penggunaan diksi dalam buku setebal 160 halaman itu sangat ciamik. "Bahkan sekelas Masla (Slamet Rianto) pun harus membuka kamus untuk mengetahui maknanya," ujarnya berseloroh. 

Menurut Mazda, dirinya mengidolakan Dahlan Iskan. Tulisan-tulisannya memang terpengaruh gaya bahasa dalam DI's Way. "Gaya bahasa ini memang saya pertahankan untuk menjaga kekhasan," katanya. 

Sementara itu, pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem mengatakan, setidaknya ada lima hal yang ia dapatkan dari kumpulan cerita dalam buku "Membangun Rumah di Bawah Tanah" ini.

Pertama, tidak ada satu peristiwa yang terjadi melainkan ada hikmah yang menyertainya. Maknai peristiwanya. "Buku ini menyajikan berbagai kisah sederhana namun penuh hikmah," tuturnya. 

pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren Motivasi Indonesia-Bekasi, Nurul Huda Haem

Kedua, jadilah orang kaya. Menurut ustaz yang akrab disapa Ayah Enha itu, selama ini manusia dituntut menguasai ilmu ekonomi tanpa diimbangi dengan kesalehan finansial. "Dengan uang kita bisa memiliki harta. Kita lupa belajar bagaimana agar uang itu bukan lagi sebagai sebab, tetapi sebagai akibat," jelasnya. 

Uang yang kita peroleh hendaknya didapatkan dari sumber yang halal, dengan cara yang baik, dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik. 

Seorang yang memiliki kesalehan finansial akan cermat memilih sumber uang yang dia dapatkan dan saat menggunakannya. Sebab, uang yang dia dapatkan bukan hanya akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Ketiga, menyiarkan kebaikan (sedekah) itu tak dilarang. Sebagaimana tercantum dalam surat Albaqarah ayat 271, Allah SWT berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu."

Keempat, jangan menghardik anak yatim. Dalam Islam, anak yatim mendapatkan perhatian Alquran sejak periode Mekah. 

Hal ini tercermin dalam Alquran surat Almaun ayat 1-3. Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." 

Anak yatim (anak yang ditinggalkan oleh bapaknya saat usia kecil hingga akhil baligh) tidak hanya membutuhkan bantuan untuk masalah fisik, seperti pakaian, makanan, minuman, dan tempat tinggal. Mereka juga membutuhkan curahan kasih sayang dan pendidikan. 

Beberapa yayasan dan panti sosial yang memelihara anak yatim ini ada di sekitar kita. "Jangan santuni kami, berdayakan kami. Inilah motto yang digunakan di pesantren kami (Motivasi Indonesia)," kata Ayah Enha.

Kelima, temukan Detik Kesadaran Diri (DKD)-mu. Kesadaran diri ini merupakan salah satu respon atas segala pengambilan keputusan yang diambil dalam kehidupan ini. 

DKD adalah sebuah momentum di mana seseorang dengan penuh kearifan mengakui kekhilafannya dan melakukan perubahan. Ia sepenuhnya menyadari bahwa pengawasan Allah bukan sekadar pada keberadaannya, bahkan pada setiap huruf yang ia tuliskan, pada setiap kata yang ia lisankan, pada setiap hembusan nafas, pada setiap angin yang mendesir, pada setiap daun yang berguguran, pada setiap detik kejadian. 

"Buku MRdBT ini menyiratkan bahwa penulisnya mulai 'tersadar' saat mendengarkan khotbah salat  Jumat. Mazda menggunakan kemampuannya dalam menulis dengan berbagi tulisan untuk membuat kita termotivasi melakukan kebaikan," pungkasnya. 

Sebagai penutup, Slamet Rianto berujar, bahwa ternyata berbuat baik itu butuh ilmu. 


Tabik


Pradirwan, 

Bandung, 20 September 2020

***


Judul buku: Membangun Rumah di Bawah Tanah

Penulis: Ahmad Dahlan

ISBN: 978-602-5824-78-4

Ukuran: 14x20 cm

Jumlah halaman: 160 halaman

Penerbit: Maghza Pustaka, Pati

Cetakan pertama: Agustus 2020


***

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan berikut https://tinyurl.com/MRdBT2 atau menghubungi akun facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua

Menulis, Mengingat, Melupakan

 

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

"Momen apa yang paling membahagiakan Anda dalam seminggu ini?"

Jawabannya tentu saja akan beragam. Bisa momen pernikahan, kelulusan, peluncuran buku, pertemuan dengan kawan lama, dan lain-lain. Semua jawaban itu tergantung dari tingkatan kesan yang diingat oleh otak masing-masing. 

Konon, otak manusia didesain untuk melupakan hal-hal yang dianggap tidak relevan dengan masa kini. Sepanjang sejarahnya, manusia akan mengingat hal yang benar-benar penting dan akan melupakan sisanya. 

Ini karena ingatan manusia terus-menerus direkonstruksi. Ingatan tidak disimpan dalam kondisi murni, tetapi diubah seiring berjalannya waktu untuk membantu mengatasi kondisi disonansi kognitif.

Misalnya, saat pegawai menerima SK mutasi, ada perasaan tidak nyaman yang terjadi. Namun, ketika sudah mengalami, mengenal kantor baru, dan beradaptasi, pegawai tersebut akan mengabaikan konflik batin yang terjadi di masa lalu itu. Bahkan dia bersyukur telah memperoleh SK mutasi itu. 

Melupakan juga membantu manusia untuk fokus pada masalah yang terjadi saat ini dan merencanakan masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang terlalu terikat pada masa lalu, akan merasa sulit untuk hidup dan menjalani di masa kini. 

Kita tidak akan mungkin menyimpan setiap kejadian keseharian. Melupakan, akan menciptakan ruang untuk sesuatu yang baru dan memungkinkan orang melampaui apa yang sudah mereka ketahui.

Karena manusia selalu banyak lupa, kita belajar bagaimana menjaga hal-hal yang benar-benar penting. 

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

Lalu bagaimana caranya agar tidak lupa? Kita bisa memulainya dengan menulis, menyimpan foto, atau merekam video setiap momen yang kita anggap penting atau mencerahkan. 

Hal-hal itulah yang saya lakukan. Sejak 5 tahunan lalu, saya mulai belajar menulis. Merekam momen penting untuk saya arsipkan dalam blog, atau mengunggahnya menjadi status media sosial. 

Kebiasaan ini berlangsung hingga sekarang. Kebiasaan yang membuat saya belajar berbagai hal dan menghubungkan dengan banyak orang. 

Maka, ketika saya diminta untuk berbagi pengalaman oleh KPP Pratama Bandung Cibeunying, Selasa (18/8), saya senang. Ini adalah kesempatan langka yang tak bisa saya sia-siakan.

Pradirwan sesi berbagi menulis kpp cibeunying

Dalam kesempatan tersebut, saya menyampaikan cara berkomunikasi lewat tulisan. Komunikasi yang efektif bisa dicapai lewat sebuah tulisan. Bagaimana caranya? Penulis Barbara Tuchman mengatakan, “Tidak ada yang lebih memuaskan daripada menulis kalimat yang baik."

Selama ini saya belajar membuat tulisan yang baik, yaitu tulisan yang mudah dipahami, mengalir, enak dibaca, dan tentu saja dapat dipertanggungjawabkan isi dan kebenarannya. Bahkan, tulisan yang baik seringkali mampu membawa emosi para pembacanya, sehingga mereka benar-benar menghayati saat membaca tulisan tersebut.

Dari semua tulisan, saya mendapati tiga permasalahan: ide/topik, amunisi, dan latihan.

1. Ide/topik tulisan bisa apa saja, tetapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Tulisan yang baik ketika penulisnya bisa menyajikan dengan sudut pandang yang berbeda, belum terpikirkan oleh pembaca, atau ada gagasan baru yang ia sampaikan. 

2. Penulis yang baik membutuhkan "amunisi" untuk menulis.

Amunisi menulis ini bisa diperoleh melalui tiga hal:

a. Banyak membaca buku. 

Tulisan baik seringkali dihasilkan dari referensi-referensi buku/bahan bacaan yang baik. Dari sumber bacaan itu, kita perlu untuk menganalisis kelebihan-kelebihan tulisan tersebut. Kita perlu tahu di mana titik kekuatannya dan di mana titik kelemahannya. 

"Satu paragraf yang kamu tulis setara dengan satu buku yang harus kamu baca."

Kutipan ini semakin menegaskan betapa pentingnya banyak membaca referensi (buku). Tanpa membaca, tidak akan bisa menjadi penulis.

Dengan membiasakan membaca buku terbaik, kita bisa terdorong untuk menghasilkan tulisan yang terbaik juga.

b. Banyak melakukan perjalanan. 

Bila terus dalam rutinitas, rasa jemu kerap terasa. Saat itulah perlu waktu jeda istirahat. Aktivitas traveling dianggap perlu, karena dapat menikmati suasana baru meski sejenak.

Traveling kerap membuka peluang seseorang menemukan hal baru dalam sebuah perjalanan. Kadang, hal-hal baru dan mengesankan yang tak terduga bisa dirasakan saat dalam perjalanan. 

Berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan itu bisa menjadi amunisi untuk menulis. 

c. Bertemu dengan orang-orang bijak. 

Mendapatkan amunisi menulis tak hanya dari pengalaman penulisnya sendiri. Bisa juga dari pengalaman orang lain. Caranya, ajak mereka bercerita tentang pengalaman hidupnya. 

Misalnya, jika ada tukang bakso yang sudah puluhan tahun berjualan bakso. Cerita pengalaman berjualan bakso yang dia sampaikan akan menjadi amunisi di kepala. 

3. Kalimat pertama adalah mudah, gaya bahasa adalah kebiasaan, menyelesaikan lebih gampang lagi. 

Banyak yang bilang membuat kalimat pertama itu sulit. Padahal, kalimat pertama itu mudah. Tulis saja yang terlintas di kepala. Keluarkan semuanya. Setelah selesai, baru lakukan penyuntingan. Kalimat-kalimat yang tidak dibutuhkan bisa dibuang. 

Konon manusia modern itu menulis minimal 1000 kata per hari dalam berbagai platform (mulai whatsapp, status dan komentar di media sosial, dan lain-lain). Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kita sudah terbiasa dengan menulis. 

Biasakan menulis dengan baik 1000 kata per hari. Semakin sering menulis, akan menjadi kebiasaan. Gaya tulisan pun akan terbentuk dengan sendirinya. 

Jika sudah mentok, tulis saja kata "tamat". 

Saya masih belajar agar setiap tulisan-tulisan saya dapat menjadi lebih baik setiap harinya.

Saya percaya, tidak ada yang disebut ahli kecuali ia rajin belajar dan terus berlatih. 

Mari, mulailah menulis sejak saat ini!


Pradirwan

Bandung, 20 Agustus 2020

Cara Menjadi Newbie Percaya Diri

Dear Future I am Ready (Pradirwan)

"Newbie kok sudah berani sharing tentang kepenulisan dan fotografi?"


Pradirwan - Kegelisahan atau perasaan tidak aman sering kali dirasakan oleh siapapun. Merasa insecure itu hal yang wajar terjadi. Namun, kondisi ini bisa menjadi masalah ketika itu terjadi berlarut-larut. 

Biasanya, kondisi ini terjadi karena ia menilai dirinya tidak lebih baik dari orang lain. Sebenarnya mereka sadar bahwa ketidakpercayaan dirinya sedang turun dan hal itu akan memengaruhi kehidupan mereka. Ketidakpercayaan kepada diri sendiri ini akan menghambat seseorang mengembangkan potensi dirinya. 

Saya pernah merasa dalam kondisi ini. Biasanya saat saya baru memulai sesuatu hal yang baru. Sebut saja menulis dan fotografi. Saya menilai diri saya masih pemula dalam dua bidang itu. Sering sekali saya tidak merasa percaya diri membagikan apa yang saya pelajari. Banyak pertimbangan sampai akhirnya saya memutuskan berbagi hal yang saya pelajari.

Lalu, ada pertanyaan, masih baru (newbie) kok sudah berani sharing tentang kepenulisan dan fotografi? 

Saya percaya setiap orang sudah diberi anugerah oleh Tuhan. Saya diberikan waktu, kesehatan, dan kesempatan dalam hidup untuk belajar banyak hal.

Satu hal yang sering kita lupakan, waktu, kesehatan, dan kesempatan itu punya batas akhir. 

Berbagi ilmu dan pengalaman yang bermanfaat tidak harus menunggu kita ahli dulu. Meski followers dan jaringan kita sedikit, kita punya hak yang sama untuk berbagi pengalaman.

Terlebih saat ini banyak platform media sosial yang bisa kita manfaatkan sebagai sarana kita belajar, berbagi, dan berkarya. Sesederhana apapun, saya yakin akan punya dampak. Sekecil apapun ilmu yang kita punya, akan selalu ada orang yang membutuhkan ilmu itu untuk disampaikan. Tak peduli berapapun followers yang kita miliki, konsepnya akan tetap sama. 

Bagi saya, lebih baik punya sedikit followers tetapi mereka bisa belajar sesuatu daripada followers banyak tetapi tak ada ilmu apapun yang dibagikan.

Secara umum, ada dua metode belajar yang saya lakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri dan berbagi.

Belajar dengan Melakukan 

Metode ini mirip-mirip arti pepatah "ala bisa karena biasa" atau "sambil jalan sambil belajar". Belajar dengan melakukan (learning by doing) adalah sebuah metode pembelajaran yang cukup efektif. Ya, belajar sesuatu dengan cara melakukan akan lebih cepat membuat seseorang menguasai hal yang ia pelajari.

Perhatikan, ada dua kata kunci, learning dan doing. Ini menyiratkan pesan bahwa kita harus belajar teori, harus juga mempraktikkan. 

Teori tanpa praktik sama dengan lumpuh, praktik tanpa teori adalah buta.

Ketika hendak belajar fotografi, kita harus tahu teori fotografi dulu. Paling tidak kita tahu semua bagian utama kamera, mana tombol shutter, tombol preview, dan tombol lainnya beserta fungsinya. Pelajari juga segitiga exposure, komposisi, lighting, dan sebagainya. 

Setelah itu baru berlatih memotret secara terus menerus dan berulang kali. Jadi tak hanya trial and error. Kita punya landasan teori dalam melakukan sesuatu sehingga meminimalkan kesalahan yang sama di kemudian hari, syukur-syukur menjadi lebih baik setiap harinya.

Belajar dengan Mengajar

Selain metode learning by doing di atas, ada satu metode lainnya yang tak kalah bagus jika kita lakukan yaitu belajar dengan mengajar (learning by teaching)

Saya pernah belajar membaca alquran menggunakan "Buku Iqro': Cara Cepat Belajar Membaca Alquran" karya K.H. As'ad Humam. Buku yang pertama terbit tahun 1990 itu terdiri dari 6 jilid. Guru saya meminta setiap murid yang jilid Iqro'-nya lebih tinggi harus mengajari yang jilid Iqro'-nya lebih rendah. Misalnya, saat seorang murid sedang mempelajari Iqro' jilid 3, maka murid tersebut mengajar murid lainnya yang masih jilid 2 atau jilid 1. Ajaibnya, saya yang dulu sulit sekali belajar membaca alquran akhirnya berhasil.

Pernahkah kita perhatikan, ketika kita mengajarkan sesuatu kepada seseorang, tanpa sadar kita juga ikut belajar. Kita ikut mengeksplorasi, me-review, dan mengevaluasi pengetahuan yang mungkin telah lama terpendam dalam memori kita. Anehnya, kita mungkin tahu bahwa kita memilikinya, tapi kita lupa menempatkannya dimana.

Lalu, saat mengajar itulah yang membantu kita belajar menemukan "file" itu kembali. Begitu seterusnya semakin kita mengajarkannya, semakin banyak pula kita belajar mengulangnya, sehingga ilmu kita bertambah dan semakin tajam.

Jangan Menunda

Hindari berpikiran nanti saja sharing-nya kalau sudah mahir. Kalau menunggu sempurna dulu, kita tidak akan pernah mulai berbagi. Karena itu penting untuk memulai dengan niat yang benar. Kalau niat kita murni menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, itu akan memudahkan perjalanan kita.

Seperti halnya jargon yang sering kita dengar di pom bensin, banyak orang yang memulai karirnya dimulai dari nol. Mereka yang saat ini mendominasi juga bisa jadi awalnya hanya bermodal percaya diri.

Kita tidak pernah tahu sampai kapan waktu yang kita miliki. Pun sampai saat ini, tidak ada standar dalam berbagi ilmu dan pengalaman. Selama itu bermanfaat bagi kita dan tak melanggar norma, kenapa tidak kita coba untuk bagikan ke orang lain?

Berbagilah!

Pradirwan
Bandung, 5 Juni 2020

Catatan Menulis lainnya: 
Menulislah Untuk Orang Lain

Kreatif Segan Covid Tak Mau

Kreatif Segan Covid Tak Mau
Salah satu cara mengisi WFH adalah dengan berkreasi. (Ilustrasi) 

"Aspek penting dari kreativitas adalah tidak takut untuk gagal." Dr. Edwin Land.

Pradirwan - Sejak Desember tahun lalu hingga saat ini, perhatian dunia masih terfokus kepada pendemi Corona Virus Desease-2019 (Covid-19). Corona is the most popular object in the world. Seperti halnya artis yang naik daun, virus yang katanya dari Wuhan ini tiba-tiba muncul dan menjadi bahan perbincangan jagat raya.

Kemunculan Corona membawa dampak buruk. Data menyebutkan terdapat lebih dari 1,2 juta kasus virus corona Covid-19 di seluruh dunia hingga Senin pagi (06/04/2020), dengan Amerika Serikat memiliki paling banyak pasien Covid-19. Jumlah pasien Covid-19 di AS tercatat 337.274 kasus.

Sementara itu, di urutan kedua Negara dengan kasus Covid-19 terbanyak adalah Spanyol dengan 131.646 kasus, kemudian Italia dengan 128.948 kasus, dan Jerman dengan 100.123 kasus.

Covid-19 telah menyebabkan 69.419 kematian di seluruh dunia. Italia memiliki jumlah kematian tertinggi dengan 15.887 dan Spanyol dengan 12.641 kematian.

Di Indonesia, hingga pukul 12 siang (Senin, 06/04/2020), terdapat 2.491 terkonfirmasi positif covid-19 dengan 192 sembuh dan 209 meninggal. Ini benar-benar mimpi buruk yang menjadi nyata.

Lalu apa yang harus kita lakukan?


Virus Corona memang begitu mudah menular. Ia menular lewat droplet atau percikan. Maka dari itu penting bagi kita untuk menerapkan physical distancing atau jaga jarak minimal satu meter dari orang lain. Tunda dulu mengadakan pertemuan dan yang mengundang kerumunan orang banyak.

Selain itu, biasakan mencuci tangan dengan sabun. Bisa saja tanpa kita sadari tangan kita telah menyentuh permukaan benda yang sudah terkontaminasi Covid-19.

Tak melulu membawa sisi negatif. Kehadiran virus ini pun ternyata membawa sisi positif. Corona telah memaksa kita mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik dan sehat. Manusia menjadi banyak yang mengerti pentingnya Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari.

Jika diperhatikan, pembatasan-pembatasan yang disebabkan Corona juga memunculkan tren-tren baru. Layanan non tatap muka DJP dan kebijakan bekerja dari rumah misalnya, membuat proses bisnis di DJP juga berubah.

Dulu Wajib Pajak yang ingin mengaktivasi EFIN harus datang langsung ke Kantor Pajak. Kini bisa dilakukan via email tanpa perlu ke kantor pajak.

Pembatasan dan keterbatasan kadangkala membuat manusia berpikir kreatif. Manusia kreatif akan melihat satu hal dengan sudut pandang baru, lalu menemukan hubungan baru, dan kemudian membentuk kombinasi baru, meskipun tak ada yang menjamin setiap kreativitas akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Thomas Alva Edison mengatakan, 'Kreatifitas terdiri dari 1 persen inspirasi dan 99 persen kerja keras."

Manusia telah ditakdirkan akan terus menerus menghadapi masalah dan selalu berusaha mencari solusi setiap permasalahan yang dihadapinya.

Jika masalah dipecahkan secara otomatis atau menurut kebiasaan, maka kita tidak akan pernah mengenal masalah tersebut dan merasa tidak pernah mempunyai masalah.

Sejatinya, Tuhan menciptakan masalah agar manusia menyadari bahwa masalah itu merupakan tantangan untuk dirinya. Sebuah tantangan untuk menumbuhkan kreativitas dalam dirinya. Jiwa-jiwa kreatif ditantang untuk menemukan solusi itu. Dengan kreativitasnya manusia menjadi optimis menjalani hidup. Hidup akan menjadi lebih menyenangkan.

Amati, Tiru, Modifikasi (ATM)

Tidak ada yang benar-benar original. Seorang bayi pada awalnya hanya bisa menangis. Sejalan dengan berjalannya waktu, dia belajar banyak hal melalui proses mengamati, meniru, dan modifikasi sesuai kebutuhannya.

Prinsip Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) ini telah terbukti manjur dan populer. Maka tak heran, banyak orang yang menggunakan prinsip ATM ini untuk tetap kreatif, berpikiran fresh, serta menghasilkan sesuatu yang lebih baru dan unik.

Kegagalan tidak akan menghampiri orang-orang yang pandai menyesuaikan diri, menggunakan gagasan orang lain yang telah terbukti berhasil, dan mengikuti jejak keberhasilan yang telah dirintis.

Namun sesungguhnya, bila itu yang kita ikuti, kita sebenarnya telah 'gagal menjadi manusia'. Karena kita tidak bisa menemukan hal-hal baru. Kita tidak tumbuh menjadi manusia kreatif yang mampu hidup di luar kebiasaan-kebiasaan lama dan nalurinya.

Seorang penemu kamera polaroid, Dr. Edwind Land mengatakan, "Salah satu aspek penting dari kreativitas adalah tidak takut gagal. Para ilmuwan telah berhasil membuat eksperimen dan berulang kali gagal sebelum akhirnya mereka menemukan hasil yang mereka inginkan."

Bukankah kemudahan-kemudahan hidup yang kita rasakan saat ini berawal dari kegagalan-kegagalan tersebut?
Setiap orang memiliki kreativitas, bahkan mereka yang sudah berusia lanjut sekalipun masih dianugerahi kemampuan untuk menjadi kreatif. Selama otak masih berfungsi, kreativitas masih mengalir dalam diri seseorang.

So, sudah siap berkreasi?

Sumber statistik: Kemenkes dan Tirto

Menjaga Mood Menulis

Sharing Session penulisan berita di forum P2humas Kanwil DJP Jaksel I, Bandung (Kamis, 28/11). Photo by Gigeh HP


Pradirwan ~ Tak dapat dipungkiri, setiap orang yang belajar menulis, bahkan yang sudah biasa menulis pun adakalanya mengalami kemalasan atau kehilangan mood menulis.

Dalam acara forum P2Humas Kanwil DJP Jakarta Selatan I kemarin, (Kamis, 28/11/2019), salah satu peserta, @nukelist menanyakan bagaimana mempertahankan mood menulis itu.

baca juga : Menulislah Untuk Orang Lain

Saya tidak punya jawaban pastinya, tetapi saya punya pengalaman terkait mood menulis ini. Pada kesempatan sharing session itu, saya telah menjawabnya. Namun, melalui tulisan sederhana ini, saya hanya ingin berbagi pengalaman saja. Saya rasa ini akan menjadi lebih menarik, karena menurut saya, persoalan mood ini adalah persoalan proses dan cara mengelola.

Mood memang selalu menjadi masalah dalam dunia kepenulisan. Bahkan mood sering menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Akhir dari masalah mood adalah kebuntuan menulis atau dalam dunia kepenulisan biasa dikenal writer block.

Awal-awal mulai belajar menulis, saya pun menemui writer block ini. Saat itu, saya teringat pelajaran Bahasa Indonesia dari guru saya, bahwa untuk membuat tulisan, buatlah kerangka karangannya dulu. Itu yang pertama kali ditulis. Paling tidak, ketika writer block itu datang, kita sudah punya kerangkanya. Setelah itu baru dikembangkan, tentunya dengan bahan-bahan menulis yang tersedia.

baca juga :10 Years Challenge dan Keabadian

Serangan mood jelek juga biasanya sering terjadi karena kurangnya persiapan. Ketika sudah saatnya menulis dan belum memiliki “senjata” yang dibutuhkan, mood menulis akan menguap begitu saja.

Sedangkan jika penulis telah menyiapkan segala yang dibutuhkan, meskipun awalnya tidak benar-benar memiliki mood menulis yang bagus, seringkali akan ada dorongan untuk tetap mulai merangkai kata.

Dalam mengembangkan kerangka ini seringkali writer block tiba-tiba menghampiri. Keinginan untuk menulis sangat besar dan menggebu-gebu namun tak satu pun kata yang bisa dituliskan. Bahkan, kalaupun kata itu dituliskan, selang beberapa menit, kata itu dihapus karena merasa tidak puas.

Oleh karena itu, saya menyarankan, agar jangan lakukan editing saat sedang mengembangkan tulisan. Tulis saja semuanya dulu. Keluarkan semua yang ada di kepala. Setelah itu baru baca ulang. Edit kata-kata atau kalimat yang tidak sesuai. Endapkan beberapa saat. Baca ulang dan lakukan editing seperlunya. Jika dirasa sudah cukup, baru kita kirimkan.


baca juga : Jurnalis itu Sejarawan



Untuk menjaga mood juga diperlukan kondisi lingkungan sekitar yang kondusif. Tidak banyak gangguan. Entah ini berlaku untuk saya saja atau orang lain juga sama. Saat menulis, saya biasanya mencari tempat yang tenang. Kalau sekiranya mengganggu, log out dari semua medsos kita, atau matikan jaringan internet sementara waktu, agar perhatian kita tak teralihkan ke hal lain. Hanya fokus menyelesaikan tulisan.

Tak ada yang benar-benar ahli. Mereka yang menurut kita ahli itu karena mereka telah belajar dan berlatih. Saya mencoba mewajibkan diri untuk menulis setiap hari, meskipun hanya berupa ulasan pengalaman pribadi seperti ini. Atau sekadar memberi tanggapan terhadap masalah yang saya temui di lingkungan sekitar. Medianya bisa dengan menulis caption atau status medsos, atau membuat blog pribadi. Intinya, yang penting tiap hari menulis. Entah dalam bentuk apa.

baca juga : Humas Pajak Sambut Era Industri 4.0

Selain itu, untuk mengurangi writer block dan mengembalikan mood yang buruk juga sangat bergantung pada minat membaca. Semakin banyak membaca maka akan semakin kecil pula potensi writer block yang dialami. Sebab inti masalah ini sebenarnya berkaitan dengan jumlah referensi yang dimiliki seorang penulis. Semakin banyak membaca, semakin banyak kosakata. Logikanya, output yang bagus bergantung dengan input yang bagus pula.

Selain itu, jangan lupa untuk sharing. Biarkan pembaca memberikan penilaian. Jangan pernah alergi dengan kritik dan saran.

Kalau semua hal tersebut sudah dilakukan, tetapi writer block masih menghinggapi, sepertinya Anda butuh piknik. Lakukan perjalanan. Biasanya pikiran yang fresh, bisa menaikkan mood menulis kita.

Jadi, sudah punya rencana kemana akhir pekan ini?


Pradirwan
Bandung, 29/11/2019

artikel ini ditayangkan oleh AyoBandung
 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes