BREAKING NEWS
Showing posts with label Catatan Pribadi. Show all posts
Showing posts with label Catatan Pribadi. Show all posts

Legenda Baridin Suratminah, Kisah Cinta Berujung Duka

Cover kaset Baridin (sumber: history of Cirebon)


Pradirwan - Bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, cerita cinta Baridin dan Ratminah tentu tak asing lagi. Legenda yang dipopulerkan oleh Maestro Tarling, H. Abdul Adjib, pada tahun 1980-an itu hingga kini masih mengakar di hati masyarakat Cirebon. 

H. Abdul Adjib (sumber: history of Cirebon)

Legenda ini pertama kali saya dengar sekitar tahun 1990-an. Totalnya ada 4 kaset pita coklat yang disetel di mini compo. Semalam, tetangga saya, mang Sunadi menceritakan lagi kisah ini.

Mang Sunadi

Lakon ini berawal dari sosok pemuda bernama Baridin yang hidup miskin bersama ibunya, Mbok Wangsih. Mereka hidup dengan menjadi buruh tani.

Saat memanggul weluku (garu), sejenis alat yang digunakan petani zaman dulu untuk membajak atau mengolah tanah sawah, Baridin bertemu dengan putri cantik dari keluarga kaya bernama Suratminah (Ratminah). Pemuda miskin itu jatuh hati kepada anak semata wayang Bapak Dam.

Baridin lalu meminta ibunya melamar gadis itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Perbedaan status sosial yang mencolok membuat Mbok Wangsih ragu. Namun Baridin mengancam akan bunuh diri jika sampai ibunya tidak mau menuruti kehendaknya.

Mbok Wangsih akhirnya mendatangi rumah Bapa Dam dengan berbekal sarung kumal dan pisang sebagai barang hantaran untuk melamar Ratminah.

Ratminah dan Bapak Dam pun tegas menolak lamaran itu. Gadis cantik dan kaya mana yang mau di peristri oleh bujang lapuk, miskin, dan dekil? Begitulah gambaran penolakan Ratminah untuk diperisitri oleh Baridin.

Tak hanya penolakan yang diterima Mbok Wangsih setelah menyampaikan maksud kedatangannya. Perempuan tua itu mendapat perlakuan tak manusiawi. Ia diusir, dimaki-maki, dipukul, dan diludahi.

Mbok Wangsih tetap sabar dan legowo dengan penolakan itu. Namun, perlakuan keluarga kaya itu terhadap Mbok Wangsih membuat Baridin marah besar sekaligus merasa bersalah pada ibunya.
Hinaan itulah yang membuat Baridin sakit hati. Pemuda itu bertekad kuat untuk membalas sakit hatinya dengan cara yang menggegerkan Cirebon.

Baridin kemudian menemui sahabatnya, Gemblung. Dia sampaikan tekadnya untuk menaklukkan hati Ratminah

Baridin memilih jalan setan dengan belajar ilmu guna-guna berupa ajian Kemat Jaran Goyang, tentu dengan syarat yang tak mudah. Dia harus berpuasa mati geni selama 40 hari 40 malam tanpa makan.

Tepat di hari ke-40, benar saja, Ratminah tiba-tiba teringat pemuda yang dulu ditolaknya itu. Dari bibirnya selalu memanggil-mangil nama Baridin. Ia menjadi sangat tergila-gila kepada lelaki miskin dan dekil itu. 

Suratminah bahkan berteriak-teriak, menangis, dan memohon kepada bapaknya agar dinikahkan dengan Baridin. Suratminah gila. 

Sebagai seorang duda kaya yang hanya memiliki anak satu-satunya, Bapak Dam tidak menginginkan hal-hal buruk terjadi pada anaknya, dia lantas menuruti kehendak anaknya.

Bapak Dam dan Ratminah pergi menemui Baridin untuk menikahkan mereka berdua. Namun Baridin sudah terlanjur sakit hati atas penolakan dirinya dan hinaan pada ibunya. Pemuda itu membalas sakit hatinya dengan menolak cinta Ratminah.

Hati Ratminah pun hancur. Ia meninggal dunia. Tak berapa lama, Baridin pun meninggal. Kematian Baridin disebabkan rasa sakit hati yang mendalam ditambah rasa lapar yang menusuk karena selama 40 hari 40 malam dia tidak makan.

Sementara itu, Mbok Wangsih hari-harinya diiputi kesedihan karena kehilanggan anak semata wayang yang menafkahinya.

Demikian pula dengan Bapak Dam yang hari-harinya diliputi dengan penyesalan dan kehilangan.

Hingga pada akhirnya, kedua orang tua meninggal dengan perasaan duka yang mendalam.

Makam Baridin dan Suratminah (sumber: History of Cirebon)

Konon, Baridin dan Suratminah dimakamkan beriringan di desa Gegesik Kecamatan Jagapura Kabupaten Cirebon. (*)

Obituari: Nyanyian Sunyi Kampung Kami

Obituari: Nyanyian Sunyi Kampung Kami

Pradirwan
- Guratan senja kali ini lebih menyerupai lukisan nestapa. Deru suara kendaraan yang melintasi deretan gedung tua di kawasan Asia Afrika seolah mendadak sunyi. Seperti ada yang merenggut paksa dan menghempaskanku ke lubang yang lebih kelam daripada kelir malam, dan suara rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan.

Telepon genggamku berdering. Nomor Aunty, namun seseorang di seberang sana bukanlah Aunty. Ia bercerita, bahwa kakak ipar ibu mertuaku telah pergi. Sontak kabar yang tak baik itu membuatku hilang fokus beberapa saat.

 

Saya tidak pernah tahu jika yang lebih menyakitkan bukan menghadapi kematian, melainkan menghadapi kehidupan. Kenyataan menjadi begitu sulit untuk diterima nalar. Dan induk dari segala sunyi perlahan menyambangi.

Aku memang berniat untuk pulang sore tadi. Tapi bukan untuk bertakziah. Kenyataan kembali berbeda dengan yang pernah aku rencanakan.

Sebelum cahaya sore tadi benar-benar lenyap. Sebelum semua pertanyaan di dalam kepala ini terjawab. Sebelum semua itu bergulir, bolehkah aku bercerita?

***

Sebuah tenda biru berdiri di halaman sebuah rumah bercat putih di kampung Imba, Desa Wangunharja, Jamblang, Cirebon, Selasa malam, 31/12/2019. Beberapa warga berkumpul di teras beralaskan tikar dan jejeran kursi plastik berwarna hijau.

Di salah satu sudut ruangan, sosok laki-laki berusia 50-an tahun itu terbaring ditutupi kain. "Mamang meninggal saat kami membawanya ke Rumah Sakit (RS)," ucap Hileud.

Ayah dua orang anak itu 'memaksa' membawa Mamang ke RS. "Mamang selalu merasa baik-baik saja. Padahal saya menduga, kondisinya tidak seperti itu," katanya.

Dugaan itu beralasan. Pasalnya, istri Hileud bercerita, Mamang dari kemarin (Senin, 30/12) sulit makan. Bahkan, ia menyaksikan Mamang sudah semakin sulit bernafas.

"Sudah diperiksa dokter. Saya habiskan dulu saja obatnya. Besok juga membaik," tutur Hileud menirukan ucapan Mamang.

Hileud tak menghiraukan alasan itu. Ia terus membujuk ayah mertuanya itu. Dihubunginya saudara dan tetangga yang ada kendaraan. "Bahkan, Mamang tidak mau digotong. Dia berjalan sendiri ke mobil," kenangnya.

Sehari sebelumnya, Hileud yang sedang merantau seperti punya firasat. Dia mendadak ingin sekali pulang. Kesedihan atas goresan duka nampak menyelimutinya. "Yang membuat saya sulit melupakan, Mamang menitipkan cucu-cucunya kepada saya. Ternyata, ini amanah terakhirnya," pungkas Hileud.

***

Hampir sebulan lalu aku baru bertemu dengannya. Tak kusangka, itu akan menjadi pertemuan kami yang terakhir.

Entah kenapa, di hari itu mulutku yang biasanya lancar kali ini bingung hendak berkata. Tak ada ucapan berarti yang saling bersautan antara kita. Hari itu, terakhir kali aku melihat wajah dan senyum khasnya.

Darinya aku belajar tentang kehidupan. Aku mendidik hati untuk menerima. Meyakini bahwa Tuhan sedang menyiapkan yang terbaik dari atas sana.

"Berhenti mengasihani diri sendiri, berhenti menyalahkan sekitar. Pelan tapi pasti, kita harus memaafkan apa yang terjadi."

Innalillahi wa inna ilaihi raji'uun.

Selamat kembali kepada Sang Pemilik jiwa dan raga. Semoga kepergiannya husnul khotimah.


Allahumaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu.... Aamiin...




Pradirwan

Bandung, 31 Desember 2019

Kisah Arief, Pegawai Pajak, dan Astronomi

Anak-anak Nebula @nebulakidz

Dalam kegelapan, sebuah bola planisfer berputar-putar, mulai menyala, dan menampakkan gambar gugusan bintang di langit-langit tenda.

“Ini namanya rasi bintang. Pada malam hari, di langit banyak sekali bintang. Jika dihubungkan dengan sebuah garis, maka akan membentuk wujud tertentu, seperti orang atau hewan,” jelas Arief Hidayat Adam di kanal Youtube salah satu stasiun televisi nasional.

Video itu berjudul “Lentera Indonesia, Anak-anak Nebula”, sebuah program yang mengangkat kisah-kisah nyata para pemuda yang rela melepaskan kemapanan kehidupan di kota besar untuk menjadi guru dan mengajar di desa-desa terpencil.

“Tiruan langit itu menjadi salah satu metode kami menjelaskan astronomi kepada anak- anak,” terang pria yang akrab disapa Aip itu kepada Intax, Rabu, 2 September 2020. Menurutnya video dokumenter itu dibuat enam tahunan lalu (2014), saat dia masih bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cilegon, Banten.

Lelaki yang sejak Oktober 2018 mengabdi sebagai Account Representative di KPP Pratama Bandung Cicadas itu, bersama tim yang ia sebut “Semestarian”, kala itu berpetualang mengenalkan ilmu perbintangan kepada anak-anak di desa Paniis, Ujung Kulon, Provinsi Banten.

Misteri Astronomi

Sedari duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri Manggahang Baleendah Kab. Bandung, Aip memang antusias dengan astronomi. Baginya, misteri di balik alam semesta selalu mendorong manusia untuk berani bermimpi dan melangkah melintasi batas langit.

Menurut anak pertama dari tiga bersaudara itu mengenal astronomi memberikannya banyak manfaat. “Rasi bintang menjadi petunjuk alam bagi kehidupan,” tuturnya.

Selain itu, dengan mempelajari astronomi akan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.

Kecintaannya terhadap astronomi bermula saat ia tak sengaja memandang langit dan melihat bintang jatuh. “Dulu, waktu saya (masih SD) menjadi pemimpin upacara Pramuka, hanya saya yang menghadap ke barat, sementara teman-teman berbaris menghadap ke saya (ke timur). Saya satu- satunya yang melihat ada meteor yang melintas,” kenangnya.

Keterbatasan literasi dan sumber pengetahuan lainnya membuat rasa penasaran itu ia pendam hingga saat sudah bekerja. Dengan penghasilannya, ia mulai membeli buku-buku astronomi dan perlengkapan yang dibutuhkan. Petualangan pun dimulai. Dari teleskop kekagumannya kepada benda-benda langit semakin bertambah.

Berbekal dorongan itu pula, dia memutuskan untuk berbagi kekagumannya terhadap astronomi dan sains kepada banyak orang. “Terbesitlah ide untuk mengelilingi Provinsi Banten. Singgah di sekolah dasar, pesantren, atau panti asuhan untuk mengenalkan sains dan astronomi melalui permainan-permainan sederhana. Sejak 2010 saya mulai rutin melaksanakan rencana itu,” katanya.

Adam and Sun Foundation

Aip mencetuskan proyek yang diberi nama Adam and Sun Foundation dengan tiga kegiatan utama, yaitu Galileo Junior, Dream Trigger, dan Spread The Book.

Galileo Junior adalah sebuah program yang menyebarkan ilmu astronomi dengan cara mengaplikasikan atau mempraktikkan langsung di lapangan. Tiap kali ia melakukan kunjungan, Aip membawa alat peraga untuk mengamati langit. Agar anak-anak lebih tergugah dengan astronomi, Aip juga menyampaikannya melalui video, aplikasi komputer, dan presentasi yang menarik.

Menurutnya, saat kunjungan ke desa-desa di sekitar Banten, ia mendapati banyak anak-anak unggul, yang punya semangat belajar tinggi, dan rasa penasaran luar biasa akan sains. Merekalah calon ‘bintang’ di masa depan. Pria lulusan PKN-STAN tahun 2003 itu merasa perlu untuk menyemangati anak-anak agar terus mempunyai mimpi dan semangat untuk menggapainya. Karena itulah ia membuat program Dream Trigger.

Sedangkan program Spread The Book terinspirasi dari buku kaya John Wood tentang Room to Read. Idenya bermula dari sebuah kenyataan bahwa untuk mewujudkan mimpi itu, anak-anak yang haus ilmu itu membutuhkan ‘air pengetahuan’ melalui media buku.

“Alangkah senangnya mereka mendapatkan buku-buku yang menceritakan tentang betapa uniknya budaya bangsa lain, perilaku hewan yang tak pernah mereka lihat sebelumnya, pengetahuan tentang alam dan isinya,” tutur anggota dari Tax Underground Community (Komunitas Musik Underground DJP) itu.

Kiprah Aip ‘meracuni’ anak-anak istimewa Banten dengan kesenangannya belajar astronomi ia siarkan melalui akun twitter @ nebulakidz. Inisiatif menyebarkan semangat belajar astronomi ini semakin banyak merangkul anak-anak dan menggandeng simpul-simpul komunitas. Mereka bergabung dan mengambil bagian dalam setiap kegiatan Adam and Sun Foundation. Hingga kini, beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Lampung hingga Jawa Timur tercatat pernah ia singgahi.

Prestasi di Tempat Mengabdi

Meski segudang kegiatan bersama komunitasnya sangat padat, Aip tak pernah meninggalkan tugas-tugasnya sebagai pegawai pajak. Malah, ia mengaku komunitasnya adalah tempatnya melatih kemampuannya bersosialisasi dan belajar keterampilan berkomunikasi.

“Kebiasaan bersosialisasi dan berkomunikasi itu terbawa ke pekerjaan di kantor. Saya pernah menjadi pegawai terbaik saat masih menjadi pelaksana seksi pelayanan di KPP Pratama Pandeglang,” ungkapnya.

Meskipun dalam pandangan orang ia sering disangka ‘anak nakal’ karena tingkahnya yang ‘nyleneh’ dan banyak kegiatan di luar, Aip mampu membuktikan diri menjadi pegawai berprestasi.

“Penghargaan terakhir yang saya terima sebagai AR terbaik kedua di Kanwil DJP Jawa Barat I tahun lalu,” katanya.

Penghargaan tersebut ia terima atas kinerjanya yang dinilai moncer selama 2019. Di Kanwil DJP Jawa Barat I, selain keahliannya berkomunikasi, Aip dikenal pandai menggali potensi Wajib Pajak dengan mengoptimalisasi data yang tersebar di internet, khususnya media sosial.

“Saya memang suka ngulik hal-hal baru. Seneng aja gitu bisa berpikir out of the box. Saya menemukan metode menggali data Wajib Pajak melalui medsosnya lalu meminta klarifikasi (data tersebut) ke Wajib Pajak. Wajib Pajak akhirnya datang ke KPP dan menyelesaikan kewajibannya,” jelasnya.

Di akhir sesi, penggemar Bung Karno, Elon Musk, dan Carl Sagan itu menegaskan kembali bahwa menjadi berbeda itu semacam api di dalam sekam yang membakar nyala kreativitas. “Tetaplah bersinar dengan caramu sendiri dan maksimalkan potensi yang ada,” pungkasnya. [HP/AU]

Editor: Agung Utomo

Artikel ini dipublikasikan pertama kali di Majalah Internal DJP, INTAX, Edisi III - 2020

Download Draft UU Omnibus Law

Download UU Omnibus Law
Omnibus Law (ilustrasi)

Pradirwan - Sejak semalam, timeline twitter ramai membicarakan tentang Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang disahkan DPR, kemarin (Senin, 5 Oktober 2020).

Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Saya memahami Omnibus Law itu sebuah konsep pembentukan UU utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya sudah diatur dalam sejumlah UU atau bisa dibilang satu UU yang merevisi beberapa UU sekaligus. 

UU Omnibus Law ini dimaksudkan untuk 'menyederhanakan' regulasi dari segi jumlah agar lebih tepat sasaran.

Jika boleh diibaratkan, seperti proses copy paste beberapa naskah lalu diedit menjadi satu naskah. 

Beberapa sumber yang saya baca menyebutkan bahwa UU ini bertujuan salah satunya untuk menarik investasi. 

Namun dalam perjalanannya menjadi UU, RUU Omnibus Law menuai kontroversi. Saya pun penasaran tentang poin-poin kontroversial itu.

Misalnya poin tentang Upah Minimum Kab/Kota (UMK) yang dihapus. Setelah saya baca draft-nya, di Pasal 88 C ayat 2 UMK tetep ada. Nah lho? 

Pada Januari 2020, ada dua Omnibus Law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.

Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

  1. Penyederhanaan perizinan tanah
  2. Persyaratan investasi
  3. Ketenagakerjaan
  4. Kemudahan dan perlindungan UMKM
  5. Kemudahan berusaha
  6. Dukungan riset dan inovasi
  7. Administrasi pemerintahan
  8. Pengenaan sanksi
  9. Pengendalian lahan
  10. Kemudahan proyek pemerintah
  11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sedangkan Omnibus Law Perpajakan terdiri atas 6 Klaster pembahasan, yaitu:

  1. Pendanaan investasi
  2. Sistem teritori
  3. Subjek Pajak Orang Pribadi
  4. Kepatuhan Wajib Pajak
  5. Keadilan iklim berusaha
  6. Fasilitas

Sementara itu, UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan, lingkungan hidup, hingga perpajakan.

Terdapat 26 pasal dalam empat UU terkait perpajakan yang direvisi melalui satu bab dalam Omnibus Law Cipta Kerja.

Keempat UU yang direvisi yakni aturan terkait Pajak Penghasilan, Ketentuan Umum Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak dan Retribusi Daerah.

Buat teman-teman yang butuh draft UU Omnibus Law, silakan download disini ya. 

Semoga bermanfaat. (HP)

Pesan Cinta tentang Jayapura

Opick Setiawan bersama buku perdananya, Jejak Lalu.

Pradirwan - Kecintaan terhadap tanah kelahiran mungkin sudah mahfum adanya. Namun tak banyak orang yang mampu berbagi dengan menceritakannya dalam sebuah buku. Opick Setiawan adalah salah satunya. Penggalan kisah cintanya terhadap Jayapura, ia abadikan dalam buku yang bertajuk "Jejak Lalu"

***

"Mas Her, punten. Kalau berkenan, bolehkah saya minta tolong Mas Herry 'editin' naskah saya kalau sudah selesai? Mas Herry kan jago sebagai editor handal.🙏"

Itulah pesan teks yang saya terima, Jumat (17 Juli 2020) lalu, hampir tengah malam. Sang pengirim, Opick Setiawan, rupanya sudah membuat naskah dan berniat untuk menerbitkannya menjadi sebuah buku. Buku yang akan mengabadikan kisah cintanya kepada Jayapura, kota kelahirannya. 

Saya mengiyakan. Selain sebagai sarana saya belajar, mengedit naskah buku ini akan menjadi pengalaman pertama saya. Memang pengalaman saya mengedit ini masih sangat kurang. Baru segelintir teman saja yang meminta bantuan saya mengeditkan tulisan-tulisannya. Julukan 'editor handal' yang Opick sematkan terasa tak layak saya sandang saat ini. 

"Siap, Mas. Nuhun pisan. Belum rampung sih. Sedikit lagi selesai. Saya tidak pede kalau mau 'naikin' ke penerbit tetapi belum diedit," sambungnya. 

Opick menganggap begitu pentingnya peran editor. Sebagai manusia biasa, kita tidak akan pernah bisa sempurna. Jika diibaratkan, editor itu seperti amplas kayu yang membuat karya kita lebih sempurna.

Dalam pembuatan buku foto atau pameran misalnya, seorang fotografer butuh peran kurator. Begitu pula di bidang perfilman, seorang sutradara butuh editor film. 

Apalagi bagi seorang penulis. Setiap tulisan yang dipublikasikan ke media, baik cetak atau online, selalu ada peran editor. Ada redaktur atau pemimpin redaksi yang memeriksa setiap tulisan yang diterima, lalu mengeditnya sehingga menjadi layak tayang.

"Menurut mas Her, lebih baik judulnya "Jejak Lalu" atau "Jejak Kaki" yang lebih bagus? Atau ada ide lain?" tanya Opick.

"Jejak Lalu," jawab saya singkat. 

Beberapa jam kemudian, naskah buku itupun dikirim.

***

Layaknya kisah cinta, Jejak Lalu berisi kekaguman, kenangan, juga rindu seseorang kepada yang dia kasihi. Sebagaimana yang Opick tulis dalam status media sosialnya:

"Kepada hati yang sering dihantam rindu akan tanah lahir nan jauh, semoga kita bisa terelak dari rasa yang hanya bisa tersimpan, kenangan yang sebatas dilamunkan, dan kisah yang terpenjara hening. Menyelami masa lalu yang hanya bisa dinikmati sendiri.⁣"

Kesan mendalam inilah yang menguatkan saya mengedit naskah buku 148 halaman itu dalam tempo sesingkat-singkatnya. Di samping karena gaya bahasanya yang 'nyastra', satu hal yang saya suka, buku ini sudah 'siap panen'. Tak banyak yang saya ubah. Hanya beberapa salah ketik (typo), tanda baca, dan sedikit variasi diksi agar lebih 'nendang'. Konsep buku itupun selesai seminggu kemudian. 

Beberapa hari berikutnya, pre order buku ini pun muncul di linimasa. Saya bersyukur melihat antusias followers Opick dalam menyambut kehadiran buku perdananya ini. Dalam satu bulan, sudah ratusan buku yang dia kirimkan. Beberapa testimoni pembacapun bermunculan. 

Sebut saja salah satunya dari Edmalia Rohmani. Kendati tak punya kedekatan atau kenal secara langsung, penulis artikel pajak dan pegiat sastra Kemenkeu itu menyebutkan, membaca karya Opick Setiawan ini seperti membawanya terlempar ke Jayapura, sebuah kota nan elok nun di timur Indonesia. 

"Buku ini layaknya mesin waktu yang memerangkap kenangan sang penulis, yang sengaja membungkusnya dengan untaian kata puitis sebelum rela melepasnya ke mesin cetak, untuk dititipkan pada benak pembaca," tulis kontributor Intax (majalah internal DJP) itu di akun pribadinya, @edmaliarohmani.

Menurut wanita yang akrab disapa Lia itu, "Jejak Lalu" berhasil membawanya terhanyut membayangkan suasana Bukit Teletubbies, Pantai Base-G, Bukit Pemancar Polimak, atau sekadar tergelak-gelak mendengar mop yang membudaya. 

Ia menduga, pun saya sepakat dengannya, bahwa bagi Opick, "Jayapura tidak pernah benar-benar berhasil ditinggalkan meski berlembar-lembar kisahnya diikat dengan tinta."

Pria yang lahir di daerah Angkasa, Jayapura, 36 tahun lalu itu pun mengakuinya. Jayapura baginya memang menyimpan segala bahagia. Perasaan itu tak pernah lekang meski sejak 2014 lalu Opick telah menetap di Bandung, Jawa Barat.

"Sejak meninggalkan kota ini bertahun-tahun silam dan 'hijrah' ke kota Bandung, saya meyakini perasaan ini pun tidak akan berhenti sampai di sini. Hingga benar adanya, hati ini selalu tertinggal untuk merindu," ungkapnya. 

Tak melulu rasa senang yang tertanam dalam ingatannya. Ujian hidup dan kegagalan semasa di Jayapura pun tak luput ia ungkapkan. 

"Hidup memang terkadang membingungkan. Ada kalanya dia membuat kita selayak raja. Berada di atas awan, tercapai segala harap dan ingin. Namun terkadang juga dia membuat kita jatuh tersungkur. Sedalam-dalamnya, serendah-rendahnya, pada nestapa. Hari ini kita disanjung, esok bisa jadi kita dijatuhkan. Iya, hidup memang sangat mudah menampar kita, hingga kita terseok, tertatih, lalu akhirnya menyerah dan berubah arah. Ironi yang tidak dibuat-buat. Mengingatkan bahwa kita sebagai manusia hanya semata yang lemah."

Dari berbagai kisah tak mengenakkan itu, ia mengambil pelajaran. Opick berhasil menganggapnya biasa-biasa saja. 

"Kegelisahan ini entah akan selalu ada. Manusiawi bila hidup terasa melelahkan. Dan tidak mengapa untuk merasa tidak baik-baik saja. Sebijaknya kita harus bertanya pada hati dan diri. Sudah sepatutnya kita banyak merenung. Bisa jadi sujud kita tidak sebanyak pinta kita. Atau pula syukur kita tidak sebanyak sabar kita."

Dengan berbagai nasihat dan kesan mendalam itulah, rekan sejawat saya di bidang P2humas Kanwil DJP Jawa Barat I itu ingin menyampaikan kepada para pembacanya, inilah pesan cintanya tentang Jayapura. 

Jadi, sudah siapkah kita menempuh perjalanan menuju Jejak Lalu


Tabik.

Pradirwan
Bandung, 12 September 2020

***
Jejak Lalu, Opick Setiawan (2020)


Judul buku: Jejak Lalu
Penulis: Opick Setiawan
ISBN: 978-623-6565-75-9
Ukuran: 14x20 cm
Jumlah halaman: 148 halaman
Penerbit: Haura Publishing, Sukabumi
Cetakan pertama: Agustus 2020

***

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan berikut https://tinyurl.com/JejakLalu atau menghubungi via WA ke nomor 081910107065


Berburu Hikmah dari Kumpulan Kisah

Bedah buku Hari Pajak Vol. 2 Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini

Pradirwan - Setiap manusia punya kisah dan di balik setiap kisahnya terselip hikmah. Kesimpulan  ini saya yakini hingga sekarang.

Kesimpulan itu semakin menguat tatkala Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar acara Bedah Buku volume kedua yang dipandu Dhimas Wisnu Mahendra di Gedung Mar'ie Muhammad, Kantor Pusat DJP, Jakarta (Kamis, 09/07).

Acara yang digelar secara daring melalui aplikasi konferensi video dan disiarkan langsung melalui kanal youtube @ditjenpajakri itu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Pajak 2020.

"Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini" menceritakan kisah betapa mahalnya biaya yang muncul setelah kematian seorang anggota keluarga. Terlebih bagi keluarga Enyak yang kurang mampu.

Cerita bermula ketika Engkong, bapaknya Enyak, yang berusia seratus tahun lebih meninggal dunia. Enyak dan keempat saudara lainnya harus menanggung semua biaya yang timbul dari pengurusan jenazah, termasuk "biaya adat" di kampung tersebut. Tak jarang, biaya-biaya itu menjadi beban bagi yang masih hidup, terlebih bagi keluarga yang tidak mampu seperti keluarga Enyak.

Persoalan ini yang diangkat Kepala Seksi Pengelolaan Situs (www.pajak.go.id) Direktorat P2Humas DJP, Riza Almanfaluthi dalam salah satu artikelnya yang berjudul "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini". Judul artikel ini pun dipilih menjadi judul buku kedua Riza.

Buku setebal hampir 200 halaman ini merupakan kumpulan kisah inspiratif penuh hikmah. Dengan gaya bertutur yang sederhana dan renyah, menjadikan buku ini lebih mudah dipahami.

Membaca buku bersampul putih ini membawa saya ke masa-masa sekolah menengah. Kala itu, persediaan buku bacaan yang murah (bahkan gratis) hanya tersedia di perpustakaan. Itulah satu-satunya opsi yang bisa saya pilih demi memuaskan hasrat membaca. Di perpustakaan inilah saya membaca buku "Chicken Soup for The Soul".

Jika pada era 90-an saya menggemari buku karya Jack Canfield dan Mark Victor Hansen itu, maka buku yang terbit pada bulan Februari 2020 lalu ini bagi saya seperti edisi "Chicken Soup for The Soul" selanjutnya.

Betapa tidak, setiap tulisan di dalam buku terbitan Maghza Pustaka ini dapat mengilhami orang lain. Buku ini sukses memberikan kebahagiaan bagi siapa pun yang membacanya. Saya sendiri menjadi termotivasi dan memiliki semangat dalam menjalani kehidupan lebih baik.

Sebut saja tulisan yang berjudul "Mel" dan "Pemburu Dollar" dengan latar belakang cerita nyata dari penulis yang telah mengalaminya sendiri. Tak banyak yang mengetahui, jika dulu Riza kecil pernah "mengasong" di dalam gerbong kereta api.

Mel dalam kisah Riza adalah uang yang dikumpulkan dari pedagang untuk membeli beberapa bungkus rokok agar ia dan pedagang lainnya diizinkan masinis berjualan di dalam gerbong. Dalam bahasa sehari-hari biasa disebut "uang tanda terima kasih" atau "uang rokok".

Berbekal beberapa bungkus rokok yang digantungkan di patahan ranting pohon, masinis akan menghentikan laju kereta api jarak jauh ratusan meter sebelum stasiun Jatibarang, Indramayu. Dengan cara ini, para pedagang bisa naik gerbong dan akan memiliki peluang menaikkan omzet berkali-kali lipat.

Apa yang dilakukan para pedagang itu sejatinya adalah suap. Satu hal yang membudaya dan dianggap lumrah bagi sebagian orang pada puluhan tahun silam. Budaya "tak sehat" yang pernah melanda negeri ini, termasuk di DJP.

Riza berhasil menyampaikan pesan bahwa kebiasaan memberi dan menerima mel itu setali tiga uang dengan perilaku korupsi. Virus ganas yang kita sepakati sebagai musuh bersama.

Ia meyakinkan pembaca melalui tulisannya itu, bahwa DJP telah berbenah, mereformasi diri menjadi sebuah institusi yang antikorupsi.

DJP telah membuktikan diri dengan menjadi pilot project di Kementerian Keuangan bahwa sebuah kultur yang bobrok sekalipun bisa diubah dengan membuat sistem yang baik untuk menghilangkan mel dari setiap level pelayanan yang diberikan. Tak heran, "Mel" menjadi juara pertama lomba penulisan artikel yang diselenggarakan DJP pada tahun 2012.

Ada juga tulisan yang terinspirasi dari bacaan atau cerita dari teman penulis. Kisah "Mengapa Sang Maestro Penari Pergi?", "Pak Pardi yang Katolik", dan "Karena Gengsi dan Kehormatan" menjadi tiga tulisan favorit saya.

Bukan berarti tulisan lain tidak menarik atau tidak bagus. Hanya saja, kisah dalam tiga judul itu rasa-rasanya dekat sekali dengan kehidupan pribadi saya. Saya seperti pernah mengalaminya.

Kalimat-kalimat penulis yang mengalir dan lugas berhasil mengubah sudut pandang saya--dan mungkin pembaca lainnya--dalam memandang persoalan hidup.

Ini juga yang menjadi motivasi saya untuk berbagi banyak hal melalui tulisan. Sesederhana apa pun. Karena apa yang biasa saja (tak bernilai) menurut kita, bisa jadi itu hal yang sangat berarti (bernilai) bagi orang lain.

Tema Hari Pajak 2020 adalah "Bangkit Bersama Pajak dengan Semangat Gotong Royong". Semangat berbagi hikmah melalui tulisan dalam buku yang sudah memasuki cetakan kelima ini seharusnya bisa menginspirasi. Bahwa membayar pajak adalah wujud lain dari berbagi. Pun bisa dimaknai bahwa membayar pajak adalah bentuk gotong royong masyarakat dalam membangun negeri.

Mengutip Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi dalam pengantar buku ini, "Buku karya Riza Almanfaluthi ini adalah katalog dari begitu banyak hikmah dalam hidup manusia," begitulah seharusnya kita memaknai buku Riza Almanfaluthi, "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini".

Tabik.


*Artikel ini saya tulis untuk www.pajak.go.id dan telah ditayangkan di situs DJP tersebut sejak tanggal 13 Juli 2020

Kisah Guru Inspiratif

Guru inspiratif


Pradirwan - Saya sangat senang ketika saya mulai dapat mengenal huruf dan mengejanya menjadi sebuah kata. Kala itu, saya belum masuk Sekolah Dasar (SD). Bagi saya, itu adalah sebuah prestasi. 

Saat itu (seingat saya), rata-rata anak seusia saya mulai belajar membaca saat kelas 1 SD. Jika direnungkan, betapa beratnya amanah guru SD, terutama yang mengajar kelas 1. Mereka harus bisa mengajari murid yang belum bisa membaca sama sekali. 

Ketidaktersediaan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa saya mungkin menjadi penyebabnya. 

Faktor lainnya, banyak orang tua yang menyerahkan pelajaran membaca ini hanya kepada guru SD. Jarang sekali saya melihat orang tua yang mengajari anaknya membaca saat di rumah. 

Saya beruntung termasuk yang jarang itu. Bapak saya seorang guru SD. Beliaulah yang rutin mengajari saya membaca. Sejak saat itu, saya pun menjadi rajin membaca.

Kenapa membaca ini penting? 

Dalam sejarah turunnya Alquran, Allah memberi wahyu pertama kepada Nabi Muhammad berupa perintah membaca. Karena dengan membaca, kita dapat mengetahui perintah dan larangan Allah. Jadi manusia bukanlah dicipta begitu saja di dunia, namun ia juga diperintah dan dilarang. 

"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Banyak membaca buku akan menambah pengetahuan kita. Kegiatan ini merupakan suatu cara efektif untuk membuka jendela tersebut agar kita bisa mengetahui lebih jauh tentang dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.

Selain itu, dengan banyak membaca buku, kita akan mampu membedakan mana yang baik untuk kita ikuti dan mana yang tidak semestinya kita jalani. Itulah urgensi membaca. Maka bacalah, bacalah, bacalah!

Guru dan Literasi

Kebiasaan membaca buku yang saya lakukan selama ini menghantarkan saya kepada buku berjudul "Guru Inspiratif, Keteladanan Guru Adalah Inspirasi"

Buku ini merupakan antologi kisah inspiratif dari para guru. Mereka adalah pemenang lomba kisah inspiratif bagi guru yang diselenggarakan dalam rangka milad @JoeraganArtikel, sebuah agensi naskah sekaligus pusat pelatihan kepenulisan. 

Sependek pengetahuan saya, tidak banyak guru yang berani menulis dan memublikasikannya. Maka, ketika pertama kali membaca buku ini, saya bersyukur. Ternyata anggapan saya selama ini salah. Banyak juga guru yang berani menulis dan mempublikasikannya. 

Kita semua tentu sepakat, bahwa profesi guru adalah sosok teladan bagi murid-muridnya. Seorang guru yang mencintai literasi, akan membuat anak didiknya mencintai literasi. Berbekal itu, membaca dan menulis tentu tidak akan dianggap beban lagi, justru aktivitas itu akan menjadi kegiatan yang menyenangkan. 

Ada 10 (sepuluh) kisah dalam buku ini yang membawa saya ke pengetahuan baru tentang kegiatan belajar mengajar serta suka duka menjadi seorang guru.

Bagaimana menjadi guru yang disukai tak hanya oleh muridnya? Bahkan disukai oleh para orang tua murid seperti yang dikisahkan Rury Rubianti, atau kisah pak Juanda, penjaga sekolah yang sempat mengajar, yang diabadikan Evalina? 

Delapan kisah lainnya tak kalah menginspirasi. Mereka berhasil mengaduk-aduk perasaan saya saat membacanya. Saya berandai-andai, jika saya berada di posisi mereka, apakah saya sanggup? Entahlah. 

Secara umum, saya menikmati buku antologi ini. Saya hanya sedikit menyayangkan penempatan lay out iklan di bagian akhir yang menurut saya kurang enak dilihat. Ada halaman kosong yang terasa mubazir. 

Menurut saya, sebaiknya halaman kosong itu diisi dengan iklan buku-buku lain yang telah atau akan terbit, atau program unggulan @JoeraganArtikel yang relevan. Meski begitu, hal itu tidak mengurangi esensi buku kisah inspirasi para guru ini. 

Seperti harapan para penulisnya,  saya pun berharapa semoga kisah-kisah dalam buku ini membawa motivasi dan hikmah ke arah kebaikan, sehingga menjadi amal jariyah bagi penulisnya. 

Selamat! Tetaplah menulis dan menginspirasi!




Pradirwan

Bandung, 9 Agustus 2020

Merayakan Kegelisahan

Buku La Memoire: Setelah Perjalanan Karya Budi Mugia Raspati (2020)

Pradirwan - Setiap orang pasti pernah mengalami kegelisahan. Secara harfiah, kegelisahan berasal dari kata gelisah yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir,  tidak tenang, tidak sabar, atau cemas. Sehingga kegelisahan dapat dimaknai sebuah kondisi psikologis seseorang yang sedang tidak tentram hatinya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah-lakunya, tidak sabar, ataupun dalam kecemasan.

Kegelisahan yang berlebihan dapat menyebabkan depresi, yaitu sebuah kondisi kronis di mana seseorang terus-menerus merasa sedih ataupun putus asa. Biasanya, orang yang sedang depresi akan mengalami sulit tidur, susah fokus, dan mudah marah.

Bagaimana cara mengatasi kegelisahan? 

Membaca "La Memoire: Setelah Perjalanan" membuat saya mempunyai cara pandang baru dalam mengatasi kegelisahan. Pengarang buku kumpulan foto dan puisi ini, mas Budi Mugia Raspati, menyebutnya sebagai "merayakan kegelisahan".

Ia bercerita dalam bukunya itu, di saat kondisi tak menentu dan kecemasan karena pandemi terus menerungku, ia justru memutuskan untuk mengatasinya dengan menulis. Baginya, menulis menjadi terapi diri, mengobati hati yang sedang tidak bahagia atau dirundung duka.

Pesan dalam buku La Memoire: Setelah Perjalanan

Dalam sebuah sesi berbagi tentang kepenulisan, Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, pak Nufransa Wira Sakti pernah mengatakan bahwa menulis adalah cara efektif untuk menembus berbagai "penjara pikiran". 

Dengan menulis kita bisa "memerdekakan pikiran", keluar dari "tembok penjara" pangkat, jabatan, golongan, usia, dan gender. Di saat kita tak bisa menyampaikan ide secara langsung dengan lisan, entah karena segan, malu, atau kondisi lainnya yang membatasi, maka ide yang terkungkung di dalam kepala bisa dikeluarkan dengan cara menulis. 

Selain itu, menulis juga bisa untuk mengabadikan eksistensi penulisnya. Dalam buku yang berjudul "Anak Semua Bangsa", sastrawan terbaik yang pernah Indonesia miliki, Pramoedya Ananta Toer menyampaikan sebuah gagasan yang sangat cemerlang, bahwa "Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Kutipan masyhur Pram di atas diakui mas Budi menjadi salah satu penyemangat dirinya dalam membuat buku pertamanya ini.

Memang banyak cara lain untuk merayakan kegelisahan. Sepanjang itu positif dan tak melanggar aturan, tak ada salahnya dilakukan. Namun bagi saya, merayakan kegelisahan dengan menyusun kata-kata, adalah hal yang lebih bermakna. Sebagaimana pesan mas Budi di balik sampul bukunya, ia menulis, "Untuk Herry : Selamat merayakan kegelisahan kata-kata", hal itulah yang sedang dan akan saya lakukan. 

Terima kasih, mas Budi. 

Bandung, 11/07/2020

Tetap Produktif Meski Bekerja Dari Rumah


Karakteristik penyebaran Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) yang mudah, cepat, dan luas berdampak terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Hingga saat ini, belum ditemukannya vaksin dan terdapat keterbatasan pada alat serta tenaga medis memperparah dampak tersebut.

Tak hanya itu, efek domino yang ditimbulkan terjadi pada aspek lainnya, di antaranya aspek sosial, ekonomi, serta keuangan negara. Pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar membuat kegiatan sosial tertunda. Hal ini berimbas juga pada aspek lainnya.

Sebut saja aspek ekonomi. Pola konsumsi masyarakat berubah. Terhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja di berbagai kelompok usaha, membuat kinerja ekonomi menurun secara tajam.

Berbagai dampak tersebut secara langsung memberikan perubahan pada stabilitas ekonomi, tekanan pada penerimaan Negara dan kenaikan pada anggaran belanja Negara.

Untuk menangulanginya, Pemerintah perlu segera mengeluarkan kebijakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan pandemi tersebut. Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang telah diresmikan DPR sebagai undang-undang (UU) pada Selasa, 12 Mei 2020 lalu, memberi landasan hukum bagi pemerintah dalam menjalankan langkah-langkah penanganan pandemi Covid-19 dalam rangka menghadapi ancaman ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Pada kesempatan Live Streaming Townhall, Jumat (19 Juni 2020), Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menyampaikan total biaya yang harus dikeluarkan Negara untuk penanganan Covid-19 total sebesar Rp695,20 triliun.

Jumlah tersebut meliputi sektor kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,90 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda) sebesar Rp106,11 triliun.

Tak hanya sisi negatif, Covid-19 secara langsung mendorong kita semua untuk terus bergerak dan bertahan. Ia menciptakan tantangan baru berupa perubahan pola kerja. Seluruh jajaran Kemenkeu harus saling membantu, produktif, dan terlibat dalam akselerasi penanganan Covid-19 ini.

Selain itu, pandemi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan efektifitas komunikasi publik menjadi lebih baik. Komunikasi publik yang baik akan mengajak semua stakeholder memberikan masukan konstruktif sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat dalam menggenjot pemulihan ekonomi nasional.

Sejatinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah melakukan mitigasi risiko berbasis web dan mobile apps terhadap kasus penyebaran Covid-19 khususnya pada internal Kemenkeu sendiri. Sejak dinyatakan sebagai bencana nasional, Kemenkeu telah menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (Work From Home/WFH). Bagi sebagian orang, bekerja dari rumah memang menyenangkan karena tidak perlu terjebak kemacetan lalu lintas untuk perpindahan lokasi dari satu tempat ketempat lainnya.

Dalam masa transisi menuju Tatanan Kenormalan Baru, Kemenkeu melakukan survei aspirasi pegawai yang ditujukan untuk mengevaluasi sekaligus mengikutsertakan seluruh jajaran Kemenkeu secara langsung mengambil peran dalam pengambilan kebijakan.

Hasil survei terhadap 12.174 pegawai Kemenkeu baik di pusat maupun daerah, dengan keterwakilan dari berbagai karakter demografi yang ada di Kemenkeu, menyebutkan rata-rata pegawai bekerja saat WFH terbagi menjadi 3 (tiga) bagian. Sebanyak 24.84% lebih banyak dari jam kerja normal, 31.98% lebih sedikit dari jam kerja normal,dan 43.18% sesuai dengan jam kerja normal Kemenkeu (8,5 jam).

Sebanyak 51,90% responden menyatakan terjadi peningkatan efektifitas dalam bekerja sejak pemberlakuan WFH, sebanyak 34,82% menyatakan kurang lebih sama, sedangkan 13,28% sisanya menyatakan kurang efektif.

Hal ini membuktikan bahwa dalam bekerja, seluruh jajaran Kemenkeu tetap produktif walaupun bekerja dari rumah (WFH). Meski begitu, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapai dalam menjalankan kebijakan WFH ini. Tiga tantangan terbesar dalam perubahan pola kerja di Kemenkeu terjadi pada aspek komunikasi dan koordinasi (72%), proses bisnis yang belum sepenuhnya bisa dengan WFH (61%), dan disiplin diri dan memanajemen waktu (50%).

Selain itu, sebanyak 61,45% responden memilih pola Flexible Working Space (FWS) dan WFH sebagai pola kerja yang paling cocok saat ini. Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa working arrangement yang paling tepat pada saat New Normal adalah dengan melakukan kombinasi antara WFH dan Work From Office (WFO).

Lantas, apa sajakah yang harus dipersiapkan agar tetap semangat saat WFH? Seluruh jajaran Kemenkeu harus mempersiapkan diri dengan budaya baru, regulasi baru, dan proses bisnis baru menyongsong era New Normal.

Hingga saat ini, jajaran Kemenkeu telah membuktikan bisa bekerja dari rumah. Tantangan ke depan yang harus segera diwujudkan adalah dengan menerapkan standar kinerja modern, sehingga Kemenkeu dapat bekerja secara WFO karena Kemenkeu sudah berbasis digital. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan penyesuaian alokasi sumber daya untuk mendorong inisiatif Kemenkeu Digital dan investasi IT. Nilai-nilai Kemenkeu sudah sangat mendukung budaya kerja yang baru, sehingga seluruh Jajaran Kemenkeu harus terus berpedoman dan saling bersinergi.

Pada akhirnya, semua kebijakan tersebut akan menjadi sia-sia dan hanya akan menjadi catatan usang jika semua jajaran Kemenkeu tak menjaga semangat bekerja, di manapun lokasinya. Dibutuhkan kolaborasi (sinergitas) yang baik antar pihak agar tetap produktif. Karena kita semua satu keluarga. Mari satu visi, mengawal pemulihan ekonomi.


#PajakKuatIndonesiaMaju


Ditulis oleh: Nur Hasanah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak untuk www.pajak.go.id


*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Profil Patuan, Pegawai DJP yang Sumbang Medali Perunggu SEA Games 2019

Patuan Handaka Pulungan (Pasid)

Nama Patuan Handaka Pulungan mendadak menjadi perbincangan hangat para pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pasalnya, pegawai pajak yang akrab disapa Anda itu berhasil meraih medali perunggu dari cabang Obstacle Course Race (OCR) Sea Games 2019 di Filipina.

“Selama 2019, saya mendapat enam medali emas dan dua perunggu dari berbagai event. Satu medali perunggu terakhir saya dapat saat bertanding di Sea Games Filipina 2019 lalu,” ujarnya saat ditemui Intax di kantornya, Jumat (14/02).

Atas prestasinya itu, Desember 2019 lalu Dirjen Pajak Suryo Utomo secara khusus mengundangnya ke Kantor Pusat DJP di Jakarta. “Pak Suryo dan Pak Neil memberikan dukungannya. Mereka mengapresiasi karena saya berhasil terpilih menjadi atlet meskipun bersatus pegawai DJP. Ternyata prestasi pegawai DJP bukan hanya tentang pajak. Mereka mendukung sepanjang tidak mengganggu pekerjaan,” ucapnya.

Tak Disengaja

Keikutsertaan Fungsional Pemeriksa Pajak KPP Pratama Bandung Cibeunying itu menjadi atlet OCR tak disengaja. Semua berawal dari kesukaannya mendaki gunung yang mengharuskannya mempunyai fisik yang prima.

“Saya kuliah di STAN (PKN-STAN) D-III Penilai PBB 2007-2010. Saat di tingkat dua atau tiga, saya masuk organisasi pecinta alam, STAPALA, hingga saat ini. Salah satu kegiatannya mendaki gunung. Dari sinilah saya mulai berlatih fisik,” ungkapnya.

Pada 2014-2015, Anda mulai mendapat misi pendakian yang agak berat. Misi itu bernama Ekspedisi Seven Summit Indonesia.

“Saat itulah saya baru mulai ‘latihan benar’ seperti latihan Endurance dan Strenght. Biar bisa naik gunung, fisik pun harus bagus. Saya mulai berlatih trail (lari lintas gunung), lama-lama ikut Spartan Race (lari halang rintang, tetapi bukan di jalan, medannya mirip jalur pendakian atau hutan), hingga berlatih panjat tebing,” jelas pria yang pernah menjadi agen Kring Pajak itu.

“Pertama kali ikut di Malaysia sekitar Maret 2017. Terus mengikuti berbagai event, hingga pada 2019 menjadi titik di mana hasil kerja keras selama berlatih itu mulai mendapatkan hasil. Saya bisa naik podium,” senyum anak kedua dari empat bersaudara ini semakin mengembang.

Tercatat, Anda berhasil meraih Gold medal Spartan Race Super Category (13km-30 obstacles) Age Group, di Semenyih Malaysia 2019. Lalu ia pun meraih Gold medal Spartan Race Sprint Category (6km-25 obstacles) Age Group, di Batangas Philipina 2019, Gold medal Spartan Race Super Category Age Group, di Ipoh Malaysia 2019, Bronze medal Spartan Race Super Category Age Group, di Bukit Timah Singapore 2019, Gold medal Spartan Race Sprint Category Age Group, di Kuching Malaysia 2019, dan Gold medal Spartan Race Beast Category (21km-35 obstacles) Age Group, di Kuching Malaysia 2019.

“Secara keseluruhan, di 2019 sebanyak tiga kejuaraan, saya mendapat ranking satu, sehingga satu medali Gold medal Spartan Race South East Asian Series Age Group 2019 berhasil saya bawa pulang dan satu tiket untuk ikut ke kejuaraan dunia,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, keikutsertaan Indonesia di ajang Sea Games 2019 Filipina cabang OCR ini mendadak. Oleh karena itu, Federasi OCR Indonesia tidak bisa menyelenggarakan pelatnas. Mereka menyeleksi dari berbagai profil atlet yang sesuai kriteria untuk ikut ke Sea Games.

“Itulah kenapa, banyak teman-teman atlet lain yang bertanya-tanya, kok tidak pernah nampak di pelatnas?” katanya sambil terbahak.

Fokus dan Manajemen Waktu

Menjadi seorang PNS dan atlet sekaligus menggeluti hobinya mendaki gunung tentu menyita banyak waktu. Namun, Anda berhasil menyiasati semua keterbatasan itu. Kuncinya dalam membagi waktu dan disiplin diri.

Bagi Anda, proses recovery dan makanan yang sehat dan cukup itu penting. Anak pasangan PNS di Sidempuan itu membiasakan waktu tidurnya selama enam jam. “Saya biasa tidur pukul 10 maksimal pukul 11 malam. Tidur harus enam jam. Kalau tidur cukup, maka apa pun yang akan kita lakukan besok, bisa dijalani dengan fit,” ujarnya.

“Dari STAPALA saya mulai serius. Ini untuk mendukung saya agar terpilih di ekspedisi Seven Summit Indonesia. Mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia. Seleksinya cukup ketat. Dari 30 orang pendaftar hanya lima orang yang terpilih,” ujarnya.

Tak hanya di Indonesia, ekspedisi juga dilakukan Anda di luar negeri, seperti puncak Elbrus (Rusia), Aconcagua (Argentina), dan Kilimanjaro (Tanzania).

Untuk melakukan semua kegiatan itu, dirinya tidak pernah menggunakan jam kerja kantor. “Saya memanfaatkan jatah cuti dan libur semester saat masih kuliah di STAN,” tuturnya.

Kebiasaan lainnya adalah dirinya menjadi lebih disiplin berolahraga. Dengan membiasakan berolahraga, ia mengaku tubuh menjadi jarang sakit, lebih sehat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan performa kinerja.

“Menjadi pemeriksa pajak itu lebih fokus. Paling menarik, kita bisa membagi waktu sendiri, kita bisa fokus ke pemeriksaan saja, dan sesuai saja dengan ilmu yang kita pelajari langsung saat di STAN. Kontribusinya juga lebih terasa. Hasil pemeriksaan kan SKPKB, terus dibayar WP, jadi sumbangsih ke negara juga lebih terasa,” ujarnya.

Kesuksesan Anda merupakan buah perjuangan panjang. Muara atas keteguhannya untuk tidak menyerah terhadap keterbatasan. Yang tentunya bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja.

“Bermimpi pun tidak. Namun, kalau sudah masuk dan memilih, jalani dengan total semampunya. Jalani apa yang kamu lakukan dengan seratus persen. Jangan setengah-setengah. Maksimalkan semua potensi kita. Kita tidak pernah tahu hal baik apa yang akan muncul kemudian hari,” pungkasnya. (HP)

Editor: Dwi Ratih Mutiasari

Artikel ini dipublikasikan pertama kali di Majalah Internal DJP, INTAX, Edisi I - 2020

Ketika Anakku Pulang


Tempat Peristirahatan Terakhir


Pradirwan ~ Jam dinding sudah menunjukkan pukul 02:00 pagi dan aku masih belum bisa tertidur. Berhari-hari mataku ini tak bisa diajak kompromi. Entah hanya karena insomniaku atau pikiranku saja yang belakangan ini sedang terganggu.

Aku hanya mendongak ke langit-langit dan melihat sekeliling kamar. Aku diam dan bertanya, “Apa yang salah denganku?”

Sejenak kupalingkan pandanganku. Sebuah ponsel pintar tergeletak di atas meja persis di depan cermin. Lekas aku beranjak dari tempat tidurku, mendekati dan mengambil ponsel tadi.

Kubuka lagi sebuah foto USG. Foto yang dikirimkan istriku. Tulisan percakapan kami menjelaskan bagaimana kondisi janin di dalam rahimnya. Mataku memanas. Tak kusangka, aku meneteskan air mata.

Sembari duduk dipinggir kasur, aku terus memikirkan kedua orang yang kucintai itu. "Semoga Tuhan menjaga kalian. Aamiin," doaku sebelum aku akhirnya terlelap.

***

Malam berganti pagi. Perjuangan pun menanti. Tak seperti biasa, pagiku begitu sendu ketika aku tak banyak bicara dan mencoba berpaling dari aku yang semula. Langit meredup. Entah mengapa aku malas beranjak.

Hari ini, pagi, dan detik ini merupakan awal kesedihanku. Aku merasa, ini adalah awal dari perjuangan berat yang harus kami jalani.

Salah satu hal yang paling menyedihkan dalam hidupku adalah ketika aku begitu takut kehilangan seseorang yang bahkan bukan milikku. Dan kamu pergi, benar-benar pergi dari pandangan mata dan kerinduanku.

Malam ini, di sudut kamar aku hanya terpaku. Menghembuskan napas keras dan berusaha menahan air mataku yang dari tadi sudah berteriak ingin keluar. Seketika udara di kamar 201 ini terasa sangat panas. Ah, sekarang dadaku terasa begitu sesak.

Aku terkenang percakapan kemarin dengan istriku. Ya, dia Ibumu. Dokter mengatakan denyut jantungmu melemah. Itu saja sungguh hebat mengundang air mataku. Hati ini menjerit. Aku lunglai.

Tubuhmu yang lemah, wajahmu yang tampan, dan hei, kamu tinggi, Nak. 47 cm untuk anak laki-laki hampir tujuh bulan usia kandungan itu cukup membanggakanku, Ayahmu. Terlebih kamu laki-laki, Nak. Itu membuktikan perkiraan kedua kakekmu. Perkiraan mereka tak meleset.

"Nak, Ayah terlalu takut. Ayah takut kita tak bisa dipertemukan kembali." Entah mengapa aku menjadi selemah dan setakut ini.

Ucapan ustad di kuburanmu sore tadi, dan nasihat rekan-rekan serta saudara menenangkan Ayah. Katanya, kamu akan menunggu Ayah dan Ibumu, memasuki surga bersama-sama.

Orang tuamu kini berjuang untuk menegarkan hati. Kehilangan kedua kali ini mungkin tak mudah. Namun kami akan mencoba untuk tetap tabah.

Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun.

Sampai bertemu di surga-Nya kelak, Nak.


Pradirwan
Cirebon, 28 September 2019

Tentang Tujuan Hidup

Perahu Nelayan (Dok. Pradirwan)
Pradirwan - Perahu nelayan akan baik-baik saja, kalau hanya bersandar di dermaga. Tapi bukan untuk itu perahu nelayan ini dibuat, melainkan untuk digunakan berjuang meraih tujuan.

Demikian juga manusia.

Lalu, apa tujuan hidup manusia?

Pertanyaan yang sangat fundamental ini menyangkut aspek filosofis dan praktis. Para filsuf memikirkannya. Orang biasa pun menggumulkannya. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa hidup memiliki tujuan?

Belajar dari banyak hal yang aku temui hingga saat ini, membuatku banyak berpikir tentang hidup. Hal pertama yang sangat menarik perhatianku adalah kompleksitas dan keteraturan alam semesta maupun tubuh kita.

Semua anggota tata surya bergerak dengan pola yang teratur. Dibutuhkan kesesuaian dengan hukum alam yang begitu kompleks untuk memiliki alam semesta seperti sekarang ini. Begitu pula dengan tubuh kita. Perkembangan ilmu biomolekuler menunjukkan bahwa DNA manusia jauh lebih kompleks daripada yang dipikirkan oleh banyak orang. Bukan hanya ada struktur yang jelas dan rumit, tetapi juga mengandung semacam informasi di dalamnya.

Semua yang rumit dan teratur itu pasti menyiratkan sebuah tujuan. Kerumitan tanpa keteraturan adalah kekacauan. Sedangkan, keteraturan tanpa kerumitan mungkin cuma hasil peristiwa yang dianggap biasa saja, lumrah, dan tak berarti apa-apa.

Hal kedua yang menyiratkan tujuan hidup adalah pencarian nilai hidup. Semua orang ingin hidupnya bermakna. Nah, makna ini dipengaruhi oleh tujuan yang diyakini oleh orang tersebut. Segala sesuatu yang dianggap tidak selaras atau mendukung pencapaian tujuan tersebut akan dianggap kurang bernilai. Begitu pula dengan sebaliknya. Hal-hal yang berhubungan dengan tujuan itu dipandang bernilai.

Tanpa kesadaran tentang tujuan hidup, seseorang akan merasa hidupnya kurang bernilai. Apalah artinya seorang manusia di antara miliaran yang pernah ada di bumi? Apalah artinya seorang manusia di tengah-tengah alam semesta yang sedemikian besar?

Pada akhirnya, kita mengetahui bahwa Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat.

"Aku tidak menjadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariat: 56)

Hampir semua orang memikirkan kebahagiaan sebagai tujuan hidup. Manusia ada untuk menikmati kebahagiaan. Begitu kira-kira, pemikiran mereka pada umumnya.

Persoalannya, manusia seringkali tidak memahami kebahagiaan. Mereka juga tidak mengetahui bagaimana mencari kebahagiaan. Atau, benarkah kebahagiaan perlu dicari? Mungkinkah kebahagiaan merupakan konsekuensi (hasil) dari mencari yang lain?

Realita hidup mengungkapkan bahwa hal-hal yang non-material membawa kepuasan yang lebih daripada hal-hal yang material. Beragam survei menunjukkan bahwa manusia mendapatkan kepuasan yang lebih pada saat mereka membagi apa yang mereka miliki dengan orang lain daripada menggunakannya untuk diri sendiri. Menghamburkan uang untuk diri sendiri hanya membawa kesenangan. Membaginya dengan orang lain mendatangkan kepuasan.

Banyak orang juga menyetujui bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang dimiliki oleh seseorang, tetapi seberapa banyak orang itu bisa mengapresiasi apa yang dia miliki. Ada orang kaya yang tidak berbahagia karena selalu merasa kurang. Sebaliknya, ada orang yang hidup sederhana namun bahagia.

Apa yang aku catat di atas semoga dapat menuntun kita untuk memahami tujuan hidup yang sesungguhnya. Bahwa apa yang sering ditawarkan oleh dunia sebagai tujuan hidup atau kebahagiaan hidup ternyata tidak esensial, apalagi fundamental. Semua hanya di permukaan belaka (superfisial). Tidak heran, semakin besar upaya mereka untuk memperoleh kebahagiaan, semakin besar kekecewaan mereka.

Pada akhirnya, kesuksesan sejati bagiku adalah nasib baik yang didapat dari penetapan cita-cita, keringat, dan inspirasi.

Semoga bermanfaat.

Pradirwan
Bandung, 15 Mei 2019

sumber : https://www.instagram.com/p/BxfBX9mhs-n/

17 Tahun Tak Bertemu, Alumni SMAN 2 Cirebon Gelar Pitulasan

Pitulasan menjadi ajang silaturahmi alumni SMAN 2 Cirebon angakatan 2002.
Pradirwan - Bertemu banyak kawan lama dan para guru memang mengasyikkan. Bukan hanya melepas rindu setelah bertahun-tahun tak bertemu, namun bernostalgia dengan menceritakan lagi pengalaman yang pernah dilalui bersama sudah pasti seru. Inilah yang tergambar dalam reuni 17 tahun SMAN 2 Cirebon yang digelar oleh lulusan tahun 2002.

Foto bersama alumni dengan guru per kelas (2.1)

Acara yang bertajuk "Pitulasan SMANDA 02 Reunian" ini bertempat di Aula SMAN 2 Cirebon, Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo No.1 Cirebon, Sabtu (10/08/2019). Ratusan alumni kumpul-kumpul bertukar cerita. Bukan hanya yang berdomisili di wilayah III Cirebon (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) saja, namun kawan yang berada di daerah lain di Indonesia tak mau ketinggalan. Ini sesuai makna Pitulasan, yang tak hanya merepresentasikan angka 17 tahun (dalam bahasa Jawa, pitulasan berarti peringatan 17 tahun), tetapi Pitulasan bermakna Pingin Ketemu Wis Lawas Pisahan (ingin bertemu (karena) sudah lama berpisah).

“Ini acara temu kangen antar alumni sekolah kami. Setelah 17 tahun kami tidak pernah kumpul bareng seperti ini, dikarenakan kesibukan pekerjaan masing-masing,” ungkap Nova Agung, Ketua Panitia Reuni.

Selain untuk menjalin silaturahmi, di temu kangen ini para alumni dapat saling berbagi informasi dan cerita tentang pekerjaan dan bisnis yang sedang dijalani.

"Pitulasan ini tujuan utamanya menjalin silaturahmi antar alumni yang sudah terpisah bertahun-tahun. Selain itu, bisa menjadi jembatan untuk kerja sama dalam berbisnis atau lainnya. Oleh karena itu, kami berharap, ke depannya bisa diselenggarakan juga reuni perak nanti," ujar Nova.

Berbagai latar pekerjaan alumni memang tumplek blek dalam acara ini. Ada yang menjadi pengusaha, birokrat, karyawan, dan berbagai profesi lainnya.

sebagian alumni 2.1 berfoto bersama di booth yang disediakan

Sementara itu, Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Cirebon yang juga mantan ketua OSIS angkatan 2002, Rochmat Hidayat mengatakan bahwa reuni ini ingin menunjukkan soliditas para alumni. "Kita bukan sedarah, tapi lebih dari saudara," kata Rochmat di sambut tepuk tangan para hadirin.

Lebih lanjut Rochmat mengatakan, saat-saat bersekolah di SMAN 2 Cirebon merupakan saat belajar arti kehidupan. Ia bercerita bagaimana para guru di SMAN 2 Cirebon, tak hanya mengajarkan pelajaran pada umumnya, namun juga tentang bagaimana melatih mental dalam menerima kenyataan.

Di akhir sambutannya, ia memimpin doa untuk para guru yang telah mendidik para alumni itu.Selain alumni, acara juga dihadiri 12 guru yang pernah dan/atau masih mengajar di SMA tersebut.
fokus menyimak


Plt. Kepala SMAN 2 Cirebon, Ety Nur Rochaeni menyambut baik acara pitulasan tersebut. "Menjadi bagian dari SMAN 2 Cirebon adalah sesuatu yang luar biasa. Terlebih dengan kehadiran para alumni, saya akan terus mengikuti acara ini sampai selesai," ungkapnya mengapresiasi.

Ety menambahkan, kesuksesan yang diraih para alumni merupakan keberhasilan para guru yang mendidiknya. "Tidak pernah jauh (sifat) anak itu dari bapak ibunya. Jadi keberhasilan para alumni yang hadir disini dan dimana pun berada itu juga karena ada peran Bapak Ibu gurunya. Oleh karena itu, mari bersama-sama junjung tinggi nama SMAN 2 Cirebon ini dengan sebaik-baiknya," katanya.

Lebih lanjut, ia berpesan untuk jangan pernah 'memanfaatkan' orang yang berada 'di bawah'. "Mari se-iya sekata, saling bantu teman-temanmu, yang sukses bantu yang belum sukses, yang belum sukses jangan minder. Lakukan yang terbaik, harus guyub. Selamat. Selama menjadi Kepala Sekolah, ini acara reuni yang terbaik," pungkasnya.
Pemberian donasi untuk pembangunan masjid SMANDA Cirebon

Acara yang berlangsung sejak pukul 8 pagi itu berjalan semarak dengan banyak alumni bernostalgia. Selain itu, acara ini juga diisi dengan pemberian donasi, hiburan, dan bagi-bagi doorprize. (*)


sumber :
RadarCirebon
AyoBandung

Surat Untuk Anakku Kelak

Sudah lama ku ingin menulis surat ini untukmu, Nak (Pradirwan)


Assalamu’alaikum calon anakku,

Surat ini dari Ayah. Lelaki yang mengharapkan kedatanganmu ke dunia sejak belasan tahun lalu. 

Lelaki yang akan mencintaimu sepenuh jiwa, tanpa syarat.  Sebagaimana cintaku untuk ibumu, orang yang telah menjadi pelengkap hidupku selama ini.

Entah pada usia berapa engkau akan membaca suratku ini. 

Ayah menulis surat ini dalam kegelapan malam. Usai melantunkan ayat-ayat suci Alquran, di samping Ibumu yang khusuk mendengarkan, sebelum mimpi-mimpi membawanya terlelap.

Saat Ayah menulis surat ini, usiamu hampir genap empat bulan beberapa hari ke depan. Tulisan ini adalah ungkapan kerinduan dan cinta Ayah padamu. 

Meski sebetulnya tulisan inipun tak sanggup menggambarkan betapa Ayah sangat bersyukur kepada Allah yang telah menitipkan dirimu kepada kami, orang tuamu. 

Ayah bahagia sekali mengetahui engkau sedang tumbuh kembang di perut ibumu saat ini.

Wahai anakku. 

Saat Ayah mengetahui dirimu akan hadir, sepertinya itu menjadi hari bersejarah bagi Ayah. Ayah memastikan kabar itu dengan mengantar ibumu ke dokter. 

Ayah ingat sekali, meski harus bolak-balik, rumah-kantor-rumah sakit, Ayah ikhlas. Semua terbayar ketika dokter mengucap kata selamat. 

Tak lupa, dokter itu berpesan agar kami selalu menjagamu. Kamu masih sangat lemah. 

Ibumu jangan sampai kecapean. Itu yang membuatku saat ini mengambil alih sebagian rutinitas ibumu mengurus rumah tangga. Apa itu? Kelak dirimu akan mengetahui.

Anakku. 

Kami berharap, kau akan menjadi anak yang sholeh/sholehah. 

Jangan lupakan hati untuk menebar kebaikan, merawat kebaikan, dan berprasangka baik di manapun kau berada. Yakinlah, Allah selalu membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Anakku. 

Apakah Ayah akan dapat mengazanimu ketika kamu lahir? Apakah Ayah masih di sampingmu saat kamu membaca surat ini? Apakah Ayah akan bisa melihatmu beranjak dewasa? 

Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi kekhawatiran terdalam yang selalu Ayah rasakan. Masih teringat jelas, saat kakakmu dulu hanya bertahan kurang dari 3 bulan di perut ibumu. 

Mungkin ini hanya kekhawatiran semu semata, karena Ayah takut kehilangan lagi. Ayah percaya, setiap kejadian selalu meninggalkan hikmah.

Anakku. Ingatlah nanti jika kau beranjak dewasa. Akan banyak tantangan yang akan kamu hadapi. Hidup tak selamanya mudah. Bersandarlah selalu pada Allah, Tuhan semesta alam.

Jika diingat-ingat, perjalanan hidup Ayah juga tak mudah. Ada banyak pelajaran kehidupan yang tak semua bisa Ayah temui di sekolah. 

Bagi Ayah, kehidupan yang Ayah jalani ini adalah sebuah perjalanan, dan perjalanan merupakan proses. Karena sebuah proses, Ayah tak selamanya benar. Sesekali melakukan kesalahan. Ayah anggap itu bagian dari pembelajaran.

Anakku. Jangan pernah takut memulai perjalananmu sendiri. 

Kesuksesan hidupmu nanti ditentukan saat kapan dirimu memulai. 

Seperti kata Ayah, perjalanan merupakan sebuah proses, maka mulailah proses itu, kelak pasti akan sampai pada tujuanmu. 

Pun bila tidak sesuai dengan tujuan awal, yakinlah setiap perjalanan pasti akan selalu menemukan ujungnya.

Maka sekali lagi, jangan khawatirkan ke mana kelak akhirnya menuju. Pastikan saja langkah kita selalu berpijak pada kebenaran. Karena prinsipnya, pilihan langkahlah yang pada akhirnya menjadi penentu. 

Ya, oleh karena itu percantiklah setiap langkah perjalanan itu dengan kebaikan dan kebermanfaatan. 

Jika sudah begitu, durasi tak lagi penting ketika kita terlanjur bahagia dalam perjalanan, apatah lagi hanya sebuah tujuan. Bukankah hidup demikian?

Apalagi yang membuat harga hidup seseorang bernilai selain kebermanfaatannya untuk banyak orang?

Maka, isi perjalanan kita dengan berbagai kebaikan.

Anakku, semoga Allah selalu melindungimu. 

Maafkan Ayahmu yang tak sempurna. Ayah dan ibumu akan selalu menyayangimu.

Salam sayang dan doa untukmu, Anakku.



Wassalam.

Bandung, 7 Juli 2019

Ttd

Ayah


Sumber : AyoBandung.com

Reconnect, Make Story, and History in Friendship


Reuni Kerukunan Keluarga Alumni (Kekal) STAN PRODIP Jurangmangu dan BDK Cimahi angkatan 1987-2010.
Pradirwan -  "Reconnect, Make Story and History in Friendship" menjadi tema dalam reuni Kerukunan Keluarga Alumni (Kekal) STAN PRODIP Jurangmangu dan BDK Cimahi angkatan 1987-2010. Ratusan alumni yang penempatan pertama, pernah, atau masih bertugas di Bandung Raya, maupun yang sudah tidak bertugas lagi (non ASN) berkumpul di Richfield Co, Jalan Raya Resort no. 28, Dago Resort Bandung, Sabtu (6/7/2019).

"Sejak momentum berbuka puasa di Rumah Zakat, 29 Mei lalu, animo para alumni Kekal untuk bersilaturahmi sangat tinggi. Dalam perjalanan tugas kami, mutasi ke seluruh wilayah Indonesia tak dapat kami hindari. Kesibukan dan jarak menjadi problem tersendiri. Itulah kenapa momentum pertemuan ini menjadi peristiwa langka dan kami tunggu sejak lama," ungkap Budi Avianto, mewakili panitia.

Pria yang akrab disapa MBA itu menjelaskan, perencanaan kegiatan ini terbilang sangat singkat. Sekitar dua minggu sejak rapat pertama digelar pada 25 Juni 2019. Tim kecil yang bisa bergabung saat itu hanya sekitar 15 orang. Kemudian berdasarkan pertimbangan kebutuhan, bertambah menjadi total 24 orang.

"Tim kecil inilah yang bergerak militan saling bahu-membahu demi terselenggaranya acara Reconnect ini. Ini semua karena semangat silaturahmi para alumni Kekal yang luar biasa," imbuh alumni angkatan 92 ini.

Senada dengan Budi, salah satu alumnus angkatan 90, Munir, mengapresiasi ide Reconnect ini. Menurut pria yang akrab disapa Cak Munir ini, kesuksesan acara itu tak lepas dari antusiasme alumni yang merespon undangan melalui grup WA. "Begitu banyak yang merespon, bahkan dalam dua hari kontribusi dana untuk acara ini mengalir deras. Bahkan yang tidak bisa hadir pun turut berkontribusi," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang DP3 Kanwil DJP Jawa Barat I, Arief Priyanto dalam video testimoninya mengatakan kegiatan ini sangat bermanfaat.

"Silaturami ini bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Selamat buat teman-teman yang saling bertemu, saling berbagi, saling mengenang, dan saling membantu sehingga membuat ikatan silaturahmi ini semakin erat," ujarnya.

Setelah bertahun-tahun tak bertemu, beberapa alumni diantaranya kini telah menjadi pejabat eselon IV, bahkan ada yang menjadi eselon III. Disamping pejabat struktural, banyak alumni yang kini menjadi pejabat fungsional, bahkan ada pula yang sudah mencapai Pemeriksa Pajak Madya. Mereka berbaur dengan alumni lain dengan berjabat tangan dan berpelukan. Berbagi cerita dan mengenang kisah lama saat pendidikan di STAN menjadi bahasan menarik yang tak terlewatkan. Dalam beberapa kesempatan, mereka mengabadikan dengan berfoto bersama.

Acara ini juga diisi dengan pemilihan ketua komite reuni Kekal. Kepala Bidang PEP Kanwil DJP Aceh, Rudi Munandar, terpilih menjadi ketua komite melalui pemungutan suara. Ia berhasil meraup suara terbanyak mengungguli tiga calon lainnya yaitu Yudi Haryanto, Arief Priyanto, dan Tb. Sofiuddin.

Rudi mengungkapkan kebahagiannya bisa berkumpul dengan para alumni dari berbagai jenjang tahun kelulusan. Baginya, ajang ini tak sekadar temu kangen, tetapi membuat harapan baru. "Menjalin silaturahmi seperti ini menyenangkan. Semoga kita bisa menindaklanjuti dan memberi manfaat bagi antar alumni maupun orang lain," harapnya.

Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, TB. Sofiuddin menambahkan, selain menjadi ajang pertemuan, Reconnect menjadi pengingat untuk selalu bersyukur. "Tak lupa kita harus banyak bersyukur karena kita bisa bertemu, bersyukur pula kita berada di institusi Direktorat Jenderal Pajak yang mana ada pola mutasi. Percayalah teman-teman, mutasi itu membawa keberkahan," ujar pria yang disapa Ofi itu.

Ofi mengutip pepatah Arab 'Al-harakah barakah', dalam bergerak ada keberkahan. Bergerak berarti berusaha, berupaya sebagai wujud dari ikhtiar manusia.

"Bergerak untuk bersilaturahmi itu berkah. Mudah-mudahan acara kita membawa keberkahan buat diri kita, buat keluarga, saudara-saudara, semua anggota keluarga besar Direktorat Jenderal Pajak maupun teman-teman lainnya. Selalu mengedepankan kebaikan, merawat kebaikan, dan merawat prasangka baik," pungkasnya. (*)

Sumber : AyoBandung.com


 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes