Opick Setiawan bersama buku perdananya, Jejak Lalu. |
Jejak Lalu, Opick Setiawan (2020) |
Opick Setiawan bersama buku perdananya, Jejak Lalu. |
Jejak Lalu, Opick Setiawan (2020) |
“Forum Tax Center ini tentu selain silaturahmi juga sebagai upaya sinergi antara Kanwil DJP Jawa Barat I dengan seluruh Tax Center di wilayah kerja kami. Di tengah situasi pandemi Covid-19 dan pelemahan ekonomi global maupun nasional, tentu kita tidak boleh lelah untuk terus bersama-sama mengajak semua unsur masyarakat berkontribusi pada negeri ini,” ungkap Neil.
Pemerintah telah menetapkan anggaran penanganan pandemi virus corona (Covid-19) dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp695,2 triliun. Kebutuhan dana yang besar ini tentu harus didukung dengan penerimaan negara yang optimal. “Oleh karena itu forum ini adalah momentum yang tepat untuk bekerja sama dan bergotong royong demi negeri ini,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Neil juga mengatakan bahwa ke depan DJP berharap agar sinergi dan kerja sama tentang penelitian potensi perpajakan berbasis wilayah bisa dimulai. "Sebagaimana diketahui, untuk meningkatkan efektivitas kinerja pengawasan serta penggalian potensi pajak, DJP melakukan perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama. Arah perubahan yang menjadi bagian dari strategi pendekatan berbasis kewilayahan ini berlaku mulai 1 Maret 2020 lalu," jelas Neil.
Lebih lanjut Neil berharap, meskipun saat ini sedang dilanda pandemi, Tax Center tetap aktif menjadi mitra DJP dalam menyampaikan info perpajakan kepada masyarakat. "Terlebih saat ini banyak kebijakan baru terkait stimulus fiskal. Kami telah menyediakan berbagai kanal layanan informasi. Yang terbaru, kami meluncurkan Podcast 'Ngajak' atau Ngawangkong Pajak di Youtube kami untuk lebih memudahkan masyarakat memahami pajak," terang Neil.
Neil mengaku terbantu dengan adanya Tax Center yang ikut menyebarluaskan informasi perpajakan kepada masyarakat. “Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan Tax Center selama ini. Mudah-mudahan kerja sama ini bisa terus kita tingkatkan,” ungkapnya.
Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jawa Barat I Reny Ravaldini mengatakan Forum Tax Center tahun 2020 kali ini mengambil tema "Sinergi di Tengah Pandemi, Bersama Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak". Dengan semangat kebersamaan di tengah pandemi Covid-19, Reny berharap seluruh Tax Center agar merenungkan kembali tujuan awal pendirian Tax Center di masing-masing Perguruan Tinggi.
“Untuk lebih menggugah semangat dan kepedulian Tax Center, tahun ini kami juga mengadakan penulisan artikel perpajakan dengan tema "Peran Tax Center dalam Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak”. Terima kasih kepada seluruh perwakilan Tax Center yang telah mengirimkan karyanya,” ungkapnya.
Kanwil DJP Jawa Barat I saat ini telah bekerja sama dengan 16 Tax Center. Sebanyak 12 di antaranya berada di Kota Bandung dan 4 Tax Center lainnya berada di luar Bandung. Dalam forum ini pula Kepala Seksi Kerja Sama dan Humas Kanwil DJP Jawa Barat I Sintayawati Wisnigraha menyampaikan evaluasi program kerja Tax Center dan mengumumkan pemenang lomba penulisan artikel.
Artikel dengan judul “Tax Center Sebagai Sarana Pendukung dalam Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak” karya Riauli Susilawaty Hutapea dari Tax Center Politeknik Negeri Bandung berhasil menjuarai lomba ini.
Selanjutnya, artikel berjudul “Peran Tax Center dan Implementasinya dalam Perpajakan” karya Dedy Suryadi dari STIEB Perdana Mandiri Purwakarta sebagai juara kedua dan artikel “Tax Center: Gerbang Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak” karya Lina Said dari Tax Center STIE Ekuitas Bandung menjadi juara ketiga. (HP)
sumber: pajak.go.id
"Momen apa yang paling membahagiakan Anda dalam seminggu ini?"
Jawabannya tentu saja akan beragam. Bisa momen pernikahan, kelulusan, peluncuran buku, pertemuan dengan kawan lama, dan lain-lain. Semua jawaban itu tergantung dari tingkatan kesan yang diingat oleh otak masing-masing.
Konon, otak manusia didesain untuk melupakan hal-hal yang dianggap tidak relevan dengan masa kini. Sepanjang sejarahnya, manusia akan mengingat hal yang benar-benar penting dan akan melupakan sisanya.
Ini karena ingatan manusia terus-menerus direkonstruksi. Ingatan tidak disimpan dalam kondisi murni, tetapi diubah seiring berjalannya waktu untuk membantu mengatasi kondisi disonansi kognitif.
Misalnya, saat pegawai menerima SK mutasi, ada perasaan tidak nyaman yang terjadi. Namun, ketika sudah mengalami, mengenal kantor baru, dan beradaptasi, pegawai tersebut akan mengabaikan konflik batin yang terjadi di masa lalu itu. Bahkan dia bersyukur telah memperoleh SK mutasi itu.
Melupakan juga membantu manusia untuk fokus pada masalah yang terjadi saat ini dan merencanakan masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang terlalu terikat pada masa lalu, akan merasa sulit untuk hidup dan menjalani di masa kini.
Kita tidak akan mungkin menyimpan setiap kejadian keseharian. Melupakan, akan menciptakan ruang untuk sesuatu yang baru dan memungkinkan orang melampaui apa yang sudah mereka ketahui.
Karena manusia selalu banyak lupa, kita belajar bagaimana menjaga hal-hal yang benar-benar penting.
Lalu bagaimana caranya agar tidak lupa? Kita bisa memulainya dengan menulis, menyimpan foto, atau merekam video setiap momen yang kita anggap penting atau mencerahkan.
Hal-hal itulah yang saya lakukan. Sejak 5 tahunan lalu, saya mulai belajar menulis. Merekam momen penting untuk saya arsipkan dalam blog, atau mengunggahnya menjadi status media sosial.
Kebiasaan ini berlangsung hingga sekarang. Kebiasaan yang membuat saya belajar berbagai hal dan menghubungkan dengan banyak orang.
Maka, ketika saya diminta untuk berbagi pengalaman oleh KPP Pratama Bandung Cibeunying, Selasa (18/8), saya senang. Ini adalah kesempatan langka yang tak bisa saya sia-siakan.
Dalam kesempatan tersebut, saya menyampaikan cara berkomunikasi lewat tulisan. Komunikasi yang efektif bisa dicapai lewat sebuah tulisan. Bagaimana caranya? Penulis Barbara Tuchman mengatakan, “Tidak ada yang lebih memuaskan daripada menulis kalimat yang baik."
Selama ini saya belajar membuat tulisan yang baik, yaitu tulisan yang mudah dipahami, mengalir, enak dibaca, dan tentu saja dapat dipertanggungjawabkan isi dan kebenarannya. Bahkan, tulisan yang baik seringkali mampu membawa emosi para pembacanya, sehingga mereka benar-benar menghayati saat membaca tulisan tersebut.
Dari semua tulisan, saya mendapati tiga permasalahan: ide/topik, amunisi, dan latihan.
1. Ide/topik tulisan bisa apa saja, tetapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Tulisan yang baik ketika penulisnya bisa menyajikan dengan sudut pandang yang berbeda, belum terpikirkan oleh pembaca, atau ada gagasan baru yang ia sampaikan.
2. Penulis yang baik membutuhkan "amunisi" untuk menulis.
Amunisi menulis ini bisa diperoleh melalui tiga hal:
a. Banyak membaca buku.
Tulisan baik seringkali dihasilkan dari referensi-referensi buku/bahan bacaan yang baik. Dari sumber bacaan itu, kita perlu untuk menganalisis kelebihan-kelebihan tulisan tersebut. Kita perlu tahu di mana titik kekuatannya dan di mana titik kelemahannya.
"Satu paragraf yang kamu tulis setara dengan satu buku yang harus kamu baca."
Kutipan ini semakin menegaskan betapa pentingnya banyak membaca referensi (buku). Tanpa membaca, tidak akan bisa menjadi penulis.
Dengan membiasakan membaca buku terbaik, kita bisa terdorong untuk menghasilkan tulisan yang terbaik juga.
b. Banyak melakukan perjalanan.
Bila terus dalam rutinitas, rasa jemu kerap terasa. Saat itulah perlu waktu jeda istirahat. Aktivitas traveling dianggap perlu, karena dapat menikmati suasana baru meski sejenak.
Traveling kerap membuka peluang seseorang menemukan hal baru dalam sebuah perjalanan. Kadang, hal-hal baru dan mengesankan yang tak terduga bisa dirasakan saat dalam perjalanan.
Berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan itu bisa menjadi amunisi untuk menulis.
c. Bertemu dengan orang-orang bijak.
Mendapatkan amunisi menulis tak hanya dari pengalaman penulisnya sendiri. Bisa juga dari pengalaman orang lain. Caranya, ajak mereka bercerita tentang pengalaman hidupnya.
Misalnya, jika ada tukang bakso yang sudah puluhan tahun berjualan bakso. Cerita pengalaman berjualan bakso yang dia sampaikan akan menjadi amunisi di kepala.
3. Kalimat pertama adalah mudah, gaya bahasa adalah kebiasaan, menyelesaikan lebih gampang lagi.
Banyak yang bilang membuat kalimat pertama itu sulit. Padahal, kalimat pertama itu mudah. Tulis saja yang terlintas di kepala. Keluarkan semuanya. Setelah selesai, baru lakukan penyuntingan. Kalimat-kalimat yang tidak dibutuhkan bisa dibuang.
Konon manusia modern itu menulis minimal 1000 kata per hari dalam berbagai platform (mulai whatsapp, status dan komentar di media sosial, dan lain-lain). Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kita sudah terbiasa dengan menulis.
Biasakan menulis dengan baik 1000 kata per hari. Semakin sering menulis, akan menjadi kebiasaan. Gaya tulisan pun akan terbentuk dengan sendirinya.
Jika sudah mentok, tulis saja kata "tamat".
Saya masih belajar agar setiap tulisan-tulisan saya dapat menjadi lebih baik setiap harinya.
Saya percaya, tidak ada yang disebut ahli kecuali ia rajin belajar dan terus berlatih.
Mari, mulailah menulis sejak saat ini!
Pradirwan
Bandung, 20 Agustus 2020
Redaktur majalah dan koran tempo Retno Sulistyowati dan redaktur pelaksana gatra.com Rohmat Haryadi menjadi narasumber lokakarya kontributor konten situs pajak secara daring (Rabu, 05/08) |
Pradirwan - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar Lokakarya Kontributor Konten Situs pajak.go.id secara daring di Jakarta, (Rabu, 05/08).
"Lokakarya ini bertujuan untuk melatih para kontributor konten dalam meningkatkan kapasitas menulis konten-konten kehumasan yang substansial," ujar Kasubdit Humas DJP, Ani Natalia saat membuka acara.
Wanita yang akrab disapa Kak Ani itu mengatakan, terdapat 10,47 juta Wajib Pajak (WP) orang pribadi yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun 2019.
"Jika dibandingkan dengan angkatan kerja yang berjumlah 137,91 juta jiwa, jumlah orang pribadi yang sadar pajak ini sekitar 7,6%. Persentase ini semakin kecil jika dibandingkan dengan 185,22 juta jiwa penduduk usia produktif, menjadi sekitar 5,7% saja," ungkap Ani.
Oleh karena itu, menurut Ani, dibutuhkan upaya bersama untuk menyadarkan 92,4% angkatan kerja atau 94,3% penduduk usia produktif lainnya itu. Salah satu upaya tersebut dengan memperbanyak konten kehumasan di situs DJP.
"Konten yang bisa meningkatkan kesadaran pajak adalah konten-konten yang secara jurnalistik bernilai substantif dan bukan seremonial," tutur Ani.
Untuk itu, pihaknya berupaya agar situs pajak itu berisi informasi-informasi yang akurat, up to date, gampang diakses, dan berguna bagi publik dalam mendapatkan informasi perpajakan yang mereka butuhkan.
"Situs ini harus menjadi rujukan bagi publik untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, dan aturan terkait perpajakan," jelasnya.
Ani menambahkan, sebagai institusi pengumpul pendapatan negara, tantangan yang dihadapi DJP cukup berat. Namun ia tetap optimis, dengan semangat gotong-royong, tantangan itu bisa dilalui.
"Tidak mungkin kami bekerja sendirian. Salah satu kekuatan DJP adalah memiliki jumlah pegawai yang berjumlah besar dan kemampuan mereka di atas rata-rata," ungkapnya.
Potensi yang besar itu bisa dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat. "Kita akan memperbanyak konten edukasi (how to). Karena ini tugas kita bersama, mari bergandengan tangan. Bersama-sama membuat konten-konten yang substantif untuk Saudara-saudara kita yang masih belum sadar pajak," pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, Ani juga mengumumkan Pemenang Kontributor Terbaik Situs Web DJP tahun 2020.
Tiga pemenang Kategori Kontributor Artikel Opini Terbaik diraih oleh:
1. Apri Prayoga Arrfah, KPP Pratama Badung Selatan, dengan judul "Bayar Mahal melalui Stimulus Fiskal: Indonesia dan Dunia";
2. Sri Lestari Pujiastuti, KPP Pratama Jakarta Kalideres, dengan judul "Menuju Kenormalan Baru Pelayanan Pajak"; dan
3. Endah Sitarasmi, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan, dengan judul "Ekonomi Melambat Dividen Segera Bebas Pajak".
Sementara lima pemenang Kategori Kontributor Berita dan Flash Photo terbaik diraih oleh:
1. Sri Rahayu Murtiningsih, (Kanwil DJP Kalimantan Barat);
2. Herry Prapto (Kanwil DJP Jawa Barat I);
3. Vanny Alviyana (KPP Pratama Singkawang);
4. Satrio Ramadhan (Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara); dan
5. Otniel Adityo Setyawan (KPP Pratama Bontang)
Pelatihan yang diikuti lebih dari 700-an peserta ini menghadirkan dua narasumber eksternal DJP yaitu redaktur majalah dan koran tempo Retno Sulistyowati dan redaktur pelaksana gatra.com Rohmat Haryadi. Sedangkan dari internal DJP menghadirkan Kasi Pengelolaan Situs DJP Riza Almanfaluthi dan timnya yaitu Arif Miftahur Rozaq, Arief Kuswanadji, Natadea Aprina, dan Nanang Priyadi. (HP)
sumber: pajak.go.id
Bincang Pajak PRFM Bandung tentang Tempat Pemusatan PPN (Jumat, 14/08/2020) |
(Ketentuan selengkapnya dapat dilihat di PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN)
Nah, sedikit rangkuman ini semoga berguna. Jangan lupa daftar, hitung, bayar, dan lapor pajaknya ya. Karena #PajakKuatIndonesiaMaju.
source: Kanwil DJP Jawa Barat I
Pradirwan - Setiap manusia punya kisah dan di balik setiap kisahnya terselip hikmah. Kesimpulan ini saya yakini hingga sekarang.
Kesimpulan itu semakin menguat tatkala Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar acara Bedah Buku volume kedua yang dipandu Dhimas Wisnu Mahendra di Gedung Mar'ie Muhammad, Kantor Pusat DJP, Jakarta (Kamis, 09/07).
Acara yang digelar secara daring melalui aplikasi konferensi video dan disiarkan langsung melalui kanal youtube @ditjenpajakri itu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Pajak 2020.
"Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini" menceritakan kisah betapa mahalnya biaya yang muncul setelah kematian seorang anggota keluarga. Terlebih bagi keluarga Enyak yang kurang mampu.
Cerita bermula ketika Engkong, bapaknya Enyak, yang berusia seratus tahun lebih meninggal dunia. Enyak dan keempat saudara lainnya harus menanggung semua biaya yang timbul dari pengurusan jenazah, termasuk "biaya adat" di kampung tersebut. Tak jarang, biaya-biaya itu menjadi beban bagi yang masih hidup, terlebih bagi keluarga yang tidak mampu seperti keluarga Enyak.
Persoalan ini yang diangkat Kepala Seksi Pengelolaan Situs (www.pajak.go.id) Direktorat P2Humas DJP, Riza Almanfaluthi dalam salah satu artikelnya yang berjudul "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini". Judul artikel ini pun dipilih menjadi judul buku kedua Riza.
Buku setebal hampir 200 halaman ini merupakan kumpulan kisah inspiratif penuh hikmah. Dengan gaya bertutur yang sederhana dan renyah, menjadikan buku ini lebih mudah dipahami.
Membaca buku bersampul putih ini membawa saya ke masa-masa sekolah menengah. Kala itu, persediaan buku bacaan yang murah (bahkan gratis) hanya tersedia di perpustakaan. Itulah satu-satunya opsi yang bisa saya pilih demi memuaskan hasrat membaca. Di perpustakaan inilah saya membaca buku "Chicken Soup for The Soul".
Jika pada era 90-an saya menggemari buku karya Jack Canfield dan Mark Victor Hansen itu, maka buku yang terbit pada bulan Februari 2020 lalu ini bagi saya seperti edisi "Chicken Soup for The Soul" selanjutnya.
Betapa tidak, setiap tulisan di dalam buku terbitan Maghza Pustaka ini dapat mengilhami orang lain. Buku ini sukses memberikan kebahagiaan bagi siapa pun yang membacanya. Saya sendiri menjadi termotivasi dan memiliki semangat dalam menjalani kehidupan lebih baik.
Sebut saja tulisan yang berjudul "Mel" dan "Pemburu Dollar" dengan latar belakang cerita nyata dari penulis yang telah mengalaminya sendiri. Tak banyak yang mengetahui, jika dulu Riza kecil pernah "mengasong" di dalam gerbong kereta api.
Mel dalam kisah Riza adalah uang yang dikumpulkan dari pedagang untuk membeli beberapa bungkus rokok agar ia dan pedagang lainnya diizinkan masinis berjualan di dalam gerbong. Dalam bahasa sehari-hari biasa disebut "uang tanda terima kasih" atau "uang rokok".
Berbekal beberapa bungkus rokok yang digantungkan di patahan ranting pohon, masinis akan menghentikan laju kereta api jarak jauh ratusan meter sebelum stasiun Jatibarang, Indramayu. Dengan cara ini, para pedagang bisa naik gerbong dan akan memiliki peluang menaikkan omzet berkali-kali lipat.
Apa yang dilakukan para pedagang itu sejatinya adalah suap. Satu hal yang membudaya dan dianggap lumrah bagi sebagian orang pada puluhan tahun silam. Budaya "tak sehat" yang pernah melanda negeri ini, termasuk di DJP.
Riza berhasil menyampaikan pesan bahwa kebiasaan memberi dan menerima mel itu setali tiga uang dengan perilaku korupsi. Virus ganas yang kita sepakati sebagai musuh bersama.
Ia meyakinkan pembaca melalui tulisannya itu, bahwa DJP telah berbenah, mereformasi diri menjadi sebuah institusi yang antikorupsi.
DJP telah membuktikan diri dengan menjadi pilot project di Kementerian Keuangan bahwa sebuah kultur yang bobrok sekalipun bisa diubah dengan membuat sistem yang baik untuk menghilangkan mel dari setiap level pelayanan yang diberikan. Tak heran, "Mel" menjadi juara pertama lomba penulisan artikel yang diselenggarakan DJP pada tahun 2012.
Ada juga tulisan yang terinspirasi dari bacaan atau cerita dari teman penulis. Kisah "Mengapa Sang Maestro Penari Pergi?", "Pak Pardi yang Katolik", dan "Karena Gengsi dan Kehormatan" menjadi tiga tulisan favorit saya.
Bukan berarti tulisan lain tidak menarik atau tidak bagus. Hanya saja, kisah dalam tiga judul itu rasa-rasanya dekat sekali dengan kehidupan pribadi saya. Saya seperti pernah mengalaminya.
Kalimat-kalimat penulis yang mengalir dan lugas berhasil mengubah sudut pandang saya--dan mungkin pembaca lainnya--dalam memandang persoalan hidup.
Ini juga yang menjadi motivasi saya untuk berbagi banyak hal melalui tulisan. Sesederhana apa pun. Karena apa yang biasa saja (tak bernilai) menurut kita, bisa jadi itu hal yang sangat berarti (bernilai) bagi orang lain.
Tema Hari Pajak 2020 adalah "Bangkit Bersama Pajak dengan Semangat Gotong Royong". Semangat berbagi hikmah melalui tulisan dalam buku yang sudah memasuki cetakan kelima ini seharusnya bisa menginspirasi. Bahwa membayar pajak adalah wujud lain dari berbagi. Pun bisa dimaknai bahwa membayar pajak adalah bentuk gotong royong masyarakat dalam membangun negeri.
Mengutip Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi dalam pengantar buku ini, "Buku karya Riza Almanfaluthi ini adalah katalog dari begitu banyak hikmah dalam hidup manusia," begitulah seharusnya kita memaknai buku Riza Almanfaluthi, "Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini".
Tabik.
*Artikel ini saya tulis untuk www.pajak.go.id dan telah ditayangkan di situs DJP tersebut sejak tanggal 13 Juli 2020
Pradirwan - Saya sangat senang ketika saya mulai dapat mengenal huruf dan mengejanya menjadi sebuah kata. Kala itu, saya belum masuk Sekolah Dasar (SD). Bagi saya, itu adalah sebuah prestasi.
Saat itu (seingat saya), rata-rata anak seusia saya mulai belajar membaca saat kelas 1 SD. Jika direnungkan, betapa beratnya amanah guru SD, terutama yang mengajar kelas 1. Mereka harus bisa mengajari murid yang belum bisa membaca sama sekali.
Ketidaktersediaan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa saya mungkin menjadi penyebabnya.
Faktor lainnya, banyak orang tua yang menyerahkan pelajaran membaca ini hanya kepada guru SD. Jarang sekali saya melihat orang tua yang mengajari anaknya membaca saat di rumah.
Saya beruntung termasuk yang jarang itu. Bapak saya seorang guru SD. Beliaulah yang rutin mengajari saya membaca. Sejak saat itu, saya pun menjadi rajin membaca.
Kenapa membaca ini penting?
Dalam sejarah turunnya Alquran, Allah memberi wahyu pertama kepada Nabi Muhammad berupa perintah membaca. Karena dengan membaca, kita dapat mengetahui perintah dan larangan Allah. Jadi manusia bukanlah dicipta begitu saja di dunia, namun ia juga diperintah dan dilarang.
"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).
Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Banyak membaca buku akan menambah pengetahuan kita. Kegiatan ini merupakan suatu cara efektif untuk membuka jendela tersebut agar kita bisa mengetahui lebih jauh tentang dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.
Selain itu, dengan banyak membaca buku, kita akan mampu membedakan mana yang baik untuk kita ikuti dan mana yang tidak semestinya kita jalani. Itulah urgensi membaca. Maka bacalah, bacalah, bacalah!
Guru dan Literasi
Kebiasaan membaca buku yang saya lakukan selama ini menghantarkan saya kepada buku berjudul "Guru Inspiratif, Keteladanan Guru Adalah Inspirasi".
Buku ini merupakan antologi kisah inspiratif dari para guru. Mereka adalah pemenang lomba kisah inspiratif bagi guru yang diselenggarakan dalam rangka milad @JoeraganArtikel, sebuah agensi naskah sekaligus pusat pelatihan kepenulisan.
Sependek pengetahuan saya, tidak banyak guru yang berani menulis dan memublikasikannya. Maka, ketika pertama kali membaca buku ini, saya bersyukur. Ternyata anggapan saya selama ini salah. Banyak juga guru yang berani menulis dan mempublikasikannya.
Kita semua tentu sepakat, bahwa profesi guru adalah sosok teladan bagi murid-muridnya. Seorang guru yang mencintai literasi, akan membuat anak didiknya mencintai literasi. Berbekal itu, membaca dan menulis tentu tidak akan dianggap beban lagi, justru aktivitas itu akan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Ada 10 (sepuluh) kisah dalam buku ini yang membawa saya ke pengetahuan baru tentang kegiatan belajar mengajar serta suka duka menjadi seorang guru.
Bagaimana menjadi guru yang disukai tak hanya oleh muridnya? Bahkan disukai oleh para orang tua murid seperti yang dikisahkan Rury Rubianti, atau kisah pak Juanda, penjaga sekolah yang sempat mengajar, yang diabadikan Evalina?
Delapan kisah lainnya tak kalah menginspirasi. Mereka berhasil mengaduk-aduk perasaan saya saat membacanya. Saya berandai-andai, jika saya berada di posisi mereka, apakah saya sanggup? Entahlah.
Secara umum, saya menikmati buku antologi ini. Saya hanya sedikit menyayangkan penempatan lay out iklan di bagian akhir yang menurut saya kurang enak dilihat. Ada halaman kosong yang terasa mubazir.
Menurut saya, sebaiknya halaman kosong itu diisi dengan iklan buku-buku lain yang telah atau akan terbit, atau program unggulan @JoeraganArtikel yang relevan. Meski begitu, hal itu tidak mengurangi esensi buku kisah inspirasi para guru ini.
Seperti harapan para penulisnya, saya pun berharapa semoga kisah-kisah dalam buku ini membawa motivasi dan hikmah ke arah kebaikan, sehingga menjadi amal jariyah bagi penulisnya.
Selamat! Tetaplah menulis dan menginspirasi!
Pradirwan - Kerja sama pelayanan kepada wajib pajak yang telah lama terjalin antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) menemui babak baru. DJP dan Himbara yang terdiri dari BRI, BNI, Mandiri, dan BTN hari ini meluncurkan sistem aplikasi layanan pajak terintegrasi untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya kepada para debitur.
"Ini adalah terobosan sinergi antara DJP dan Himbara untuk memberikan kemudahan layanan perpajakan. Layanan pajak tersebut berupa pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara online atau e-registrasi dan validasi NPWP," ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Kantor Pusat DJP Jakarta (Kamis, 23/7).
Kedua Layanan Perpajakan ini direncanakan bisa dimanfaatkan wajib pajak mulai 17 Agustus 2020 secara online melalui sistem penyedia jasa aplikasi perpajakan.
Suryo menjelaskan, kegunaan NPWP ini tidak hanya untuk administrasi perpajakan saja. "NPWP ini merupakan salah satu identitas yang digunakan tidak hanya oleh DJP, tetapi juga digunakan untuk administrasi pada sistem perbankan," katanya.
Sebagaimana diketahui, pandemi Covid-19 telah memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktifitas perekonomian masyarakat. Pemerintah, menurut Suryo, telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya, di antaranya dengan mempercepat program Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Program dimaksud di antaranya dengan membuat program yang didesain khusus untuk pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Misalnya program pemberian subsidi bunga, subsidi margin, dan pemberian insentif perpajakan," ungkapnya.
Suryo menambahkan, salah satu persyaratan bagi debitur UMKM untuk menerima subsidi bunga maupun subsidi margin adalah dengan memiliki NPWP. Oleh karena itu, untuk memfasilitasi penerbitan NPWP tersebut, DJP memberikan kemudahan prosedur pendaftaran dan validasi NPWP melalui fitur-fitur perbankan.
"Jadi, masyarakat yang akan memperoleh pinjaman atau manfaat subsidi dari perbankan, tak perlu datang ke Kantor Pajak. Proses pendaftaran NPWP bisa dilakukan melalui empat bank Himbara ini," jelasnya.
Disamping itu, DJP juga memfasilitasi kepentingan perbankan. "Apakah NPWP yang disampaikan debitur ini sudah sesuai dengan data di DJP? Nah, proses validasi NPWP ini juga bisa langsung dilakukan oleh perbankan," imbuhnya.
Suryo menegaskan, pentingnya NPWP ini tidak hanya untuk urusan pajak. Lebih dari itu, NPWP bisa digunakan sebagai basis administrasi kependudukan. "NPWP ini merupakan basis untuk mengadministrasikan tidak hanya untuk kegiatan ekonomi, tetapi termasuk mengadministrasikan penduduk Indonesia dalam sistem perpajakan Indonesia. Bukan berarti yang memiliki NPWP langsung harus membayar pajak," jelas Suryo.
Sebagaimana diketahui, melalui PP-23/2018 UMKM dikenakan PPh final dengan tarif setengah persen dari omzet setiap bulannya. "Untuk mengurangi dampak Covid-19, para pelaku UMKM ini pun bisa mendapatkan pembebasan pembayaran pajak dengan mengajukan permohonan insentif pajak," ungkapnya.
Suryo menambahkan, pemberian insentif tersebut berlaku mulai April sampai Desember 2020. Hal ini merupakan upaya pemerintah yang bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat debitur UMKM sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional.
"Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang telah terjalin selama ini. Sinergi yang solid dan harmonis dapat memberikan manfaat, tidak hanya bagi kami di DJP, tetapi untuk perbankan, khususnya empat bank yang tergabung dalam Himbara ini, dan masyarakat," pungkasnya. (HP)
Sumber : www.pajak.go.id