BREAKING NEWS

Jelajah Kebun Batu Purba di Stone Garden Geopark Citatah


Stone Garden Geopark Citatah
Stone Garden Geopark Citatah 

Pradirwan - Stone Garden Geopark Citatah berada di daerah dataran tinggi kawasan Gunung Masigit, Citatah, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Ini kunjungan ketiga kami ke kawasan Karst Citatah, Bandung Barat.

Memiliki ketinggian 908 mdpl, udara dingin menyelimuti kami saat berkunjung di kawasan batuan purba ini.

Stone Garden Geopark Citatah dibuka sejak 2014
Stone Garden Geopark Citatah dibuka sejak 2014

Banyak yang mengira, lokasi ini masuk ke kecamatan Padalarang. Padahal secara administrasi, perbukitan yang dipenuhi bebatuan ini masuk kecamatan Cipatat. Citatah sendiri merupakan nama salah satu desa di kecamatan Cipatat.

Untuk mencapai lokasi ini bisa diakses menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Ada beberapa rute yang bisa diambil seperti dari arah Cimahi atau Kota Bandung.

Jika Anda keluar gerbang tol Padalarang, ambil arah menuju Cianjur. Lokasi objek wisata ini tak jauh dari Situ Ciburuy.

Kawasan ini menjadi destinasi wisata sekitar 7 tahun lalu. Stone Garden Geopark Citatah bisa Anda cari di peramban untuk bisa sampai ke lokasi yang berdekatan dengan Guha (Gua) Pawon ini.

Stone Garden ini terletak di puncak gunung dan tepat berada di atas Guha Pawon yang terdapat fosil manusia purba.

spot menarik di Stone Garden
Memotret dipotret saat mengambil beberapa foto di atas salah satu batu di Stone Garden Geopark Citatah

Memasuki area ini, batu-batu kecil dan besar tersebar di lahan seluas 2 hektar ini. Batuan berwarna putih ini nampak kontras dengan padang rumput yang hijau. Pemandangan hijau nan menyegarkan mata.

Letak batu yang tak beraturan seolah wilayah ini usai dihujani batuan dan menjadi sebuah kebun batu (stone garden).

Selain menikmati keelokannya, berkunjung ke objek wisata ini bisa memberikan gambaran tentang Bandung purba. Konon kata para ahli, tempat ini terbentuk dari sisa bebatuan di dasar danau purba Bandung akibat dari letusan Gunung Sunda jutaan tahun lalu.

Meski pemandangan didominasi bebatuan, namun keindahan wisata ini bisa diadu dengan lokasi lainnya.

Hamparan luas batu-batu yang tersusun secara alami ini menarik untuk ditelusuri satu per satu. Dengan beberapa spot batu yang menjulang tinggi, pengunjung bisa mengambil gambar terbaik berlatar bukit kapur atau gunung yang hijau kebiruan.

Objek wisata yang dibuka sejak 2014 tersebut sering dijadikan lokasi untuk keperluan pre-wedding. Beberapa goweser juga memanfaatkan lokasi ini untuk berfoto.

Untuk masuk di area Stone Garden, penunjung harus mengeluarkan uang sekitar Rp15 ribu. Dengan harga tersebut, Anda bisa puas menikmati keindahan alam salah satu destinasi wisata terbaik di Bandung Barat ini ditambah satu botol kopi instans dingin dari sponsor.

Untuk melihat gambaran lebih detil, silakan simak video berikut ini:

Pengingat Diri Ketika Mutasi

Pelantikan JF Penyuluh, 6 April 2021. Fotografer: Cahyo Dwi
Pelantikan JF Penyuluh, 6 April 2021. Fotografer: Cahyo Dwi


Pradirwan - Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam organisasi inilah yang memberikan tenaga, ide, bakat, kreativitas, dan lain sebagainya sehingga organisasi dapat mencapai tujuan.

Manajemen SDM yang dilakukan secara optimal dapat meningkatkan kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.

Salah satu tahapan dalam proses pengelolaan SDM tersebut yaitu mutasi dan promosi.

Di kantor ini, mungkin hanya Pak Haji Mul yang tak pernah dimutasi. 😁 (https://www.instagram.com/p/CJDBVadh8ak/?igshid=9p73yomnux4w)

Selevel Kepala Kantor pun tak luput dari mutasi. Mutasi adalah hal yang biasa terjadi di kalangan pegawai DJP di manapun berada.

Apalagi untuk sebuah institusi sebesar Direktorat Jenderal Pajak, yang memiliki ratusan unit vertikal dan tersebar di seluruh penjuru nusantara, mutasi adalah sebuah keniscayaan.

Mutasi adalah pengingat, bahwa kita sebenarnya masih mampu berbuat lebih banyak dan tumbuh lebih hebat saat semangat kita mulai dibunuh pelan-pelan oleh rasa nyaman.

Ya, hanya dengan rasa nyaman, maka kita terkadang terlena dengan apa yang seharusnya bisa kita lakukan.

Kenyamanan hanya akan membuat semua pekerjaan bagaikan gerak reflek, tanpa perlu lagi berpikir.

Mungkin juga membuat jenuh dan berakibat setiap pekerjaan akan membebani pikiran lebih berat dari yang seharusnya.

Bahwa manusiawi kalau manusia selalu berusaha mencapai zona nyaman.

Bahwa setiap perubahan, tempat baru, kawan baru, atasan baru, pekerjaan baru, seringkali menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Tanpa disadari bahwa perasaan tidak nyaman itulah sebenarnya yang membuat kita terpacu untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan.

Bahwa kita sebenarnya bisa melakukan hal-hal hebat, sehingga ketika kita harus dimutasi, kita bisa berbangga dengan segudang prestasi yang telah kita wariskan kepada penerus kita.

Bapak Ibu tahu kutu? Kutu adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya.

Namun, apa yang terjadi bila ia dimasukkan ke dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan di sana selama satu hingga dua minggu?

Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja! Kemampuan fantastisnya dapat melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang.

Ini yang terjadi. Ketika kutu itu berada di dalam kotak korek api ia mencoba melompat tinggi. Tapi ia terbentur dinding kotak korek api. Ia mencoba lagi dan terbentur lagi. Terus begitu sehingga ia mulai ragu akan kemampuannya sendiri.

Sang kutu mulai berpikir, “Sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya segini.” Kemudian loncatannya disesuaikan dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak membentur. Saat itulah dia menjadi sangat yakin, “Nah benar kan? Kemampuan saya memang cuma segini. Inilah saya!”

Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masih terus merasa bahwa batas kemampuan lompatnya hanya setinggi kotak korek api. Sang kutu pun hidup seperti itu hingga akhir hayat. Kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh mindset korek api yang ia ciptakan sendiri.

Sesungguhnya di dalam diri kita juga banyak kotak korek api. Bila potensi yang sesungguhnya ingin muncul, maka harus take action untuk menembus kotak korek api itu. Mari buktikan! Kita bukan kutu dalam korek api.

Pesan guru saya, pandai-pandailah dalam menyikapi setiap persoalan. Yakinlah, bahwa apa yang Tuhan berikan adalah yang selalu kita butuhkan.

Saya memohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih atas segala kebaikan dan dukungan Bapak Ibu kepada saya selama ini. Sampai berjumpa lagi.

Sungguh saya percaya, semua akan (p)indah pada waktunya.


Pradirwan, 12 April 2021

Kepada Wijaya Kusuma Aku Bercerita

bunga wijaya kusuma
wijaya kusuma



Aku terdiam sepanjang malam

Di bawah naungan keraguan

pendar sinar rembulan

Mendung memaksa untuk merundung

Kala semesta sedang berkabung



Aku kehilangan sebuah aksara

Yang ku kemas dalam rima-rima

Untaian makna pun kian lara

Hingga puisi tak lagi bersuara



Kepada Wijaya Kusuma aku bercerita

Tentang mimpi-mimpi anak bangsa

Jiwa-jiwa pengembara akan terus mengembara

Demi karya dan cinta



Tuhan

Engkau tau seberapa kuat langkahku

Kuatkanlah aku di setiap bulir bening air mata itu




Izinkanlah,

ikhlasku terangkum dalam bait-bait doa

menyabdakan tabahku pada sisa harapan yang ada


Kepada Wijaya Kusuma aku pernah bercerita

Tiap tetes air mataku penuh makna

Betapapun perihnya rasa kehilangan di dada

Akan selalu ada asa membara

Karena aku percaya

Tuhanku Maha Sempurna

Tuhanku Pemilik hati dan jiwa




Pradirwan

Bandung, 12 September 2019

Cerita di Balik Penulisan Buku Reformasi Perpajakan

 

Buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan - Pradirwan
Buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan

Pradirwan
- Tergabung menjadi salah satu di antara 18 penulis buku reformasi perpajakan ini adalah pengalaman luar biasa. Banyak hal berharga yang aku terima. Berikut ini rangkuman ceritanya.

November 2020

Sebuah pesan masuk ke gawaiku. Pengirim pesan itu, Pak Riza Almanfaluthi, menawariku untuk menjadi salah satu penulis.


Daftar 18 penulis buku reformasi perpajakan
Daftar 18 penulis buku reformasi perpajakan

Aku memang mengakrabi dunia menulis ini beberapa tahun terakhir. Terlebih posisiku saat itu berada di bidang P2humas Kanwil DJP Jawa Barat I. Pesan-pesan Pak Riza maupun timnya memang sering aku terima untuk penugasan menulis tentang kehumasan, berkoordinasi, atau sekadar saling sapa untuk bersilaturahmi. Namun, tawarannya kali ini jauh lebih menantang.

Ia menanyakan kesediaanku menjadi salah satu penulis buku tentang perjalanan reformasi perpajakan. Ya, sebuah buku. Hal yang belum pernah sama sekali aku lakukan. Ia adalah cita-cita yang telah lama aku idamkan selama ini. Terlebih ini kisah nyata. Sejarah reformasi perpajakan dalam kurun waktu 2016 s.d. 2020.

Berkali-kali aku bersyukur mendapatkan tawaran itu. Mungkin inilah saat yang tepat menulis buku. Membuatnya sebagai penanda perjalanan menulisku.

Tak perlu menunggu lama, aku menyanggupi tawaran itu seraya meyakinkan diri untuk bisa menyelesaikan tugas berat ini. Lantas sebuah pertanyaan besar muncul. Apakah aku sanggup?

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku masuk sebuah grup WA. Di dalamnya ada nama-nama anggota grup yang sudah familiar bagiku. Aku sering membaca tulisan-tulisannya di berbagai media. Beberapa di antaranya pernah bertemu langsung dalam lokakarya yang digelar Direktorat P2humas atau sekadar satu grup di forum lainnya.

DJP memang banyak memiliki pegawai multitalenta. Kawan-kawan penulis itu contohnya.

Pengalaman Pak Riza membuat tiga buku menjadi poin tersendiri. Artikel-artikel feature-nya sedikit banyak mempengaruhi gaya menulisku. Aku bahkan sering meminta pendapatnya atas artikel yang aku tulis. Saran dan kritiknya tak jarang membuatku semakin bersemangat membuat tulisan yang lebih baik lagi.

Desember 2020

Awal Desember 2020, 18 penulis DJP dari seluruh Indonesia mendapat pembekalan pada sebuah lokakarya daring. Kak Ani Natalia dalam sambutannya menjelaskan alasan kami dikumpulkan dalam lokakarya ini. 

Ia mengatakan, perubahan terus terjadi sehingga DJP harus dapat beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Namun sayangnya tak banyak literasi yang meng-capture perjalanan reformasi pajak di masa lalu. Oleh karena itu, kami (tim penulis) diminta membuat buku yang menceritakan perjalanan reformasi perpajakan tersebut.

Tantangannya adalah buku ini harus ‘bercerita’. Meminjam kalimat Pak Riza, “tak seperti buku laporan tahunan yang berformat begitu-begitu saja”. Buku ini harus dapat menjelaskan reformasi pajak dengan bahasa yang mudah dimengerti semua pihak. Itulah mengapa gaya penulisan feature dipilih dalam penulisan buku yang terbagi menjadi 9 Bab ini (setelah dilakukan penyuntingan, menjadi 10 Bab). 2 orang penulis masing-masing mengampu 1 Bab.  

Untuk mengakomodasi tujuan itu, DJP menghadirkan dua narasumber dari kalangan jurnalis. Teknik penulisan feature oleh Mas Gadi Kurniawan Makitan (Kumparan) dan teknik wawancara oleh Kak Hermien Y. Kleden (Tempo).

Kami mendapat gambaran bagaimana membuat cerita yang menarik dalam bentuk tulisan. Mas Gadi memotivasi kami untuk memiliki mentalitas bahwa cerita di balik reformasi perpajakan ini penting untuk diketahui masyarakat luas. Sementara Kak Hermien menjelaskan cara menggali informasi dari narasumber melalui teknik wawancara.

Berbekal ilmu dari mereka inilah kami mulai bekerja. Mengumpulkan semua data dan informasi yang dibutuhkan. Termasuk mencari narasumber, pelaku sejarah, dan orang-orang yang mengetahui perjalanan reformasi perpajakan jilid III itu. Saat dibuat daftarnya, ada 47 narasumber yang telah kami wawancara, baik dari pihak internal maupun eksternal DJP.

Januari 2021

Kami mulai mewawancara narasumber. Pak Riza dan tim P2humas mendukung kami dengan memberikan bahan dan sarana yang kami butuhkan. Proses wawancara sendiri lebih banyak dilakukan melalui Zoom ketimbang bertemu langsung. Beberapa kali jadwal wawancara berubah menjadi hal biasa. Kami menyesuaikan dengan jadwal narasumber. Kadang siang, kadang malam. Kadang pula hari libur.


Foto bersama usai mewawancara Dirjen Pajak
Tim Penulis berfoto bersama usai mewawancara Dirjen Pajak


Hasil wawancara itu kami cross check dengan data-data lain yang kami punya. Lalu kami tulis menjadi sebuah cerita. Di sela-sela kesibukan kami masing-masing, satu per satu tulisan yang sudah jadi dikirim ke Pak Riza.


Pak Riza memberi arahan
Pak Riza memberi arahan


Dalam proses penulisan ini, beberapa kali aku menemui kebuntuan. Aku masih belum mendapatkan ‘rasa’ menulis feature yang aku inginkan. Bahan-bahan yang aku butuhkan masih banyak yang belum lengkap. Ditambah kesibukanku di bidang P2humas yang semakin meningkat menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan dan diklat yang harus aku ikuti.

April 2021

Sehari sebelum berangkat menuju lokakarya di Bogor, aku menerima SK pengangkatan menjadi Penyuluh sekaligus SK mutasi. Tak ayal, ini menjadi tantangan lain yang harus aku selesaikan.


Direktur P2Humas, Pak Neilmaldrin Noor saat membuka acara lokakarya
Direktur P2Humas, Pak Neilmaldrin Noor saat membuka acara lokakarya

Dalam lokakarya ini, Pak Neilmaldrin Noor dan Kak Ani Natalia datang menyemangati kami. "Ini akan menjadi suatu karya yang nantinya menjadi legacy bagi generasi selanjutnya. Sehingga mereka akan mengetahui bahwa di DJP ada proses reformasi perpajakan," kata Pak Neil membuka acara.

Anggap saja lokakarya ini adalah dead line kami menulis. Dalam dua hari, konsep seluruh tulisan dalam Bab VIII yang aku dan mbak Ratih (Dwi Ratih Mutiarasari) ampu harus selesai. Padahal, dalam outline kami masih tersisa beberapa poin pembahasan yang belum rampung.

“Aku butuh deskripsi suasana, tak sekadar cerita normatif,” keluhku kepada Pak Riza dan Mas Rozak. Aku lalu sharing dengan Mas Rozak tentang suasana Kantor Pusat DJP saat pertama pandemi Covid-19 melanda. Darinya aku mendapat gambaran untuk menyelesaikan naskah yang sedang aku tulis.

Hingga pukul 2 dini hari, naskahku akhirnya selesai. Tinggal penyelarasan akhir dengan tulisan Mbak Ratih sehingga menjadi satu Bab yang utuh.


foto bersama tim penulis buku reformasi perpajakan
Foto bersama tim penulis


Keesokan harinya, penyelarasan akhir ini ternyata tak mudah. Beberapa bagian tulisan kami saling bersinggungan. Akhirnya kami bersepakat membuang atau menggabungkan beberapa poin yang sama, lalu menyuntingnya kembali. Hingga batas waktu yang ditentukan, draft final Bab VII pun selesai dan kami serahkan ke pak Riza dan tim editor.

“Dengan lokakarya ini para penulis jadi lebih fokus untuk menyelesaikan tulisan yang tersisa,” kata Mbak Ratih mengomentari penyelenggaraan acara ini.

Juli 2021

Tepat di Hari Pajak 14 Juli 2021, buku berjudul “Reformasi Adalah Keniscayaan, Perubahan Adalah Kebutuhan, Cerita di Balik Reformasi Perpajakan” ini resmi diluncurkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pak Suryo Utomo.


Peluncuran buku "Cerita di Balik Reformasi Perpajakan"
Peluncuran buku "Cerita di Balik Reformasi Perpajakan" 


Peluncuran buku ini menghadirkan penyanyi jazz, mbak Andien sebagai moderator dan Kak Hermien. Mbak Andien memberikan testimoni bahwa membaca buku itu, ia seperti membaca novel. Sedangkan menurut Kak Hermien, kekuatan buku ini pada kekayaan diksi yang bernyawa dan kaya warna. “Saya terharu dan mengucapkan selamat karena tulisan di buku ini menempatkan bahasa Indonesia secara terhormat dan patut,” kata Kak Hermien.

Agustus 2021

Kiriman buku ini telah aku terima. Mengutip tulisan Mas Dhimas Wisnu Mahendra, “Tiada lebih layak terucap selain puji syukur tulus dari kami. Tuhan Maha Baik telah memberi begitu banyak kebaikan serta kesempatan yang berharga.”


Foto bersama Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying Rustana Muhamad Mulud Asroem
Foto bersama Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying Rustana Muhamad Mulud Asroem

Sebagai manusia biasa, kami meyakini buku ini tak akan luput dari kekurangan. Untuk itu kami memohon maaf dan mengharap maklum. Semoga akan banyak manfaat yang diperoleh dengan hadirnya buku ini. Terima kasih. (HP)

***

Infografis peluncuran buku Cerita di Balik Reformasi Perpajakan


Judul Buku:
Reformasi adalah Keniscayaan, Perubahan adalah Kebutuhan: Cerita di Balik Reformasi Perpajakan

Penanggung Jawab:
Suryo Utomo

Pengarah:
Neilmaldrin Noor

Ketua Tim Penyusun Buku:
Ani Natalia

Sekretariat:
Riza Almanfaluthi, Agung Utomo, Arif Miftahur Rozaq, Bagas Satria Pamungkas, Farchan Noor Rachman, Nanang Priyadi, Rindawan Eko Prastyanto, Wiyoso Hadi

Penulis:
Abdul Hofir, Dhimas Wisnu Mahendra, Dwi Ratih Mutiarasari, Edmalia Rohmani, Endang Unandar, Fri Okta Fenni, Gitarani Prastuti, Herry Prapto, I Gusti Agung Yuliari, Indah Fitriana Astuti, Meirna Dianingtyas, Moh Makhfal Nasirudin, Netadea Aprina, Riza Almanfaluthi, Shinta Amalia, Sri Lestari Pujiastuti, Suyani, Tedy Iswahyudi

Penyunting:
Riza Almanfaluthi, Arif Miftahur Rozaq

Penguji-baca Halaman:
Hotma Uli Naibaho, Tri Juniati Andayani, Zeanette Ariestika Nursiwi

Fotografi:
Slamet Rianto, Arief Kuswanadji, Paruhum Aurora Sotarduga Hutauruk, Erwan Muslim Yusuf Raja, Aji Kusumo Ardi, Zuhal Tafta Ichtiari, Gabriela Diandra Larasati, Muhammad Ainul Yaqin

Desain dan Tata Letak:
Muchamad Multhazam, Arif Nur Rokhman, Ilham Fauzi, Putri Indra Permatahati, Muhammad Fadli, Afrizal Ghifari Akbar, Mukhamad Wisnu Nagoro, Reggy Novri Purwandhy, Alif Indra Ramadhan, Jundi Muhammad Himmatul Fuad, Adzhana Ahnaf Pratama, Muhammad Elang S., Achmad Khani Raikhan

Cetakan pertama, Juni 2021

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp (+62) 21-525-0208
ISBN 978-623-97203-1-5

Mendung di Jatiluhur

Semoga langit mendung ini bukan pertanda duka. Karena di bumi ada hati yang patah.

Mendung di Jatiluhur Purwakarta
Mendung di Jatiluhur Purwakarta 


Pradirwan - Tempat ini indah. Mungkin itulah yang muda-mudi itu rasakan saat duduk menghadap tepian Waduk Jatiluhur, Purwakarta.

Mereka betah berlama-lama duduk di tempat itu meski mendung menggelayuti senja. Angin sepoi menyapa kumpulan eceng gondok dan bebatuan besar di salah satu sisi waduk, sebelum akhirnya menyentuh kulitnya.

Sementara di seberang, nampak gunung berjejer mengelilingi waduk terbesar di Indonesia ini. Tempat ini memang nyaman untuk menikmati senja. Menikmati semilir angin sore yang menerpa wajah mereka. Entah apa yang mereka pikirkan, keduanya hanya terdiam. Duduk melamun. Membiarkan pikiran masing-masing melayang jauh tak menentu.

Pemuda itu akhirnya bersuara.

"Aku akan melanjutkan studiku ke Jepang. Aku harap kamu bisa menerima keputusanku ini," ucapnya lirih.

Cewek di samping pemuda itu menoleh. Ia seakan tak percaya yang diucapkan kekasihnya. Kata-kata yang diucapkan ditengah perdebatan batinnya antara rela dan tidak rela akan kepergiannya ke Jepang.

"Bukan maksudku untuk meninggalkanmu dengan begitu saja. Tapi aku mohon mengertilah dan terima keputusanku ini."

Begitu hati-hati dan pelan pemuda itu mengucapkan kata-kata itu. Tapi tidak begitu bagi ceweknya. Kata-kata itu menyelinap masuk begitu saja ke setiap memori otaknya. Ingin rasanya ia meminta untuk mengulangi perkataan itu sekali lagi. Tapi apa daya. Bayangan perpisahan mencekat perasaannya. Hati memang tak bisa dibohongi. Baginya, rencana itu membuyarkan kebahagiaannya.

"Jangan menyakiti perasaanmu sendiri. Katakan apa yang ingin kamu katakan," imbuhnya sambil menatap wanitanya.

Genangan air matanya mulai tumpah. Ia tak sanggup lagi menahan gejolak perasaannya.

"Menangislah jika kamu ingin menangis. Menangislah jika itu membuatmu tenang. Tapi ingat, kamu hanya boleh menangisi yang memang layak untuk kamu tangisi. Air matamu itu sangat berharga."

"Tolong, antarkan aku pulang!"

Cewek itu berdiri. Tatapannya memandang jauh ke Bendungan yang mulai dibangun 1957 oleh kontraktor asal Prancis Compagnie française d'entreprise itu. Pikirannya melayang jauh. Seolah ia ingin setegar bendungan itu untuk membendung rasa yang berkecamuk di dalam dadanya.

Kekasihnya akan pergi, meninggalkannya dan kota kecil itu. Juga kenangan. Bayangan rindu yang terpisah ribuan kilo meter mulai menghantuinya. Bukankah rindu yang terpisah jarak itu sungguh menyiksa?

Baginya, yang ia butuhkan saat itu hanya ingin segera pulang dan mengunci diri di dalam kamar. Membenamkan wajahnya yang memerah penuh air mata dengan bantal. Menangis sejadi-jadinya. Karena itu yang bisa membuatnya tenang, setidaknya untuk saat itu.

Sudah dua tahun ini, kedua sejoli ini bersama. Menyusuri setiap sudut kota kecil itu dan merangkai kisah demi kisah.

Pemuda itu pun berdiri dan melangkah ke sepeda motornya. Dingin. Tanpa kata-kata. Tak berapa lama, motor 125 cc itu pun menyala. Keduanya berlalu meninggalkan tempat itu. Mereka tak peduli dengan puluhan pasang mata yang tengah memandanginya. Sebuah keadaan yang membuat mereka menjadi sangat asing.

Gerimis mulai membasahi bumi. Rintiknya menerpa wajah wanita itu. Semakin lama kian deras.

Di sepanjang jalan yang berkelok-kelok itu tak ada percakapan berarti. Semua tenggelam dengan pikirannya masing-masing.

Niatan kekasihnya melanjutkan studi ke Jepang menyisakan kebimbangan. Apakah ia tak rela? Atau mungkin hatinya rela namun masih belum siap? Kenapa ini terasa terlalu mendadak? Sebenarnya apa yang terjadi dengang kekasihnya itu? Berbagai perasaan dan pertanyaan itu berkecamuk dalam benaknya.

Ia percaya jika kekasihnya tidak akan meninggalkan dirinya sepenuhnya. Hati mereka akan tetap dekat walaupun raganya terpisah jauh. Namun ia merasa gamang.

Selayaknya perpisahan, selalu ada yang hilang, tak lengkap, dan membuat hidupnya menjadi tak nyaman nantinya.

Bahwa pada setiap perpisahan, pasti meninggalkan bekas yang tidak akan sembuh dalam waktu dekat. Biar bagaimanapun, tidak ada yang akan baik-baik saja tentang sebuah perpisahan.


Beberapa menit kemudian, Pemuda itu mengajaknya berhenti di sebuah pasar malam yang sedang digelar di taman salah satu balai desa.

"Kamu tunggu disini sebentar ya!“ ucapnya usai memarkirkan kendaraannya. Sejenak wanita itu tersentak dari lamunannya seraya mengangguk pelan. Tangisnya telah lama reda. Pemuda itupun berlalu.

Wanita itu memandangi sekelilingnya. Kerlap-kerlip lampu hias dan aneka jajanan berjejer. Di tengah taman, berbagai wahana bermain anak-anak, dengan disoroti lampu aneka warna untuk menarik pengunjung.

Gelak tawa dari gerombolan remaja putri menggema dalam telinganya. Sesekali, suara rengekan balita yang memaksa ibunya agar diijinkan main di wahana itu terdengar, bercampur dengan alunan musik.

Rengekan itu membuatnya tersenyum. Ia teringat dirinya beberapa saat lalu pun menangis, seperti balita itu. Anak itu memang sama menangisnya sepertinya. Tapi dia menangis pada ibunya. Sudah pasti ibunya akan menuruti keinginan anak itu lalu ia bisa menaiki wahana. Tangis yang nyelengking suaranya itu akan berganti dengan tawa mengembang nantinya.

"Nasibnya mungkin lebih baik dariku," gumamnya.

Tangis anak itu begitu polos. Dia belum merasakan ketika perjalanan hidup dihadang permasalahan. Dihadapkan dalam kenyataan dan pilihan.

Tapi ia adalah gadis yang sudah tumbuh berkembang. Sebentar lagi umurnya beranjak 18 tahun. Masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Tapi apa ia sanggup? Apakah ia siap?

Bulir bening kembali menetes di kedua pipinya. Ia mengingat masa-masa saat berkenalan dengan pemuda itu. Ia menyadari, ada banyak pelajaran hidup yang ia peroleh sejak berkenalan dengan pemuda itu. Caranya membahagiakan keluarganya, mengelola waktu, termasuk caranya meraih mimpi-mimpinya.

“Hai, kok melamun?"

“Aku masih belum ikhlas kamu harus pergi secepat ini?”

“Aku sudah pernah bercerita kalau aku akan menempuh pendidikan di luar negeri. Aku ingin kuliah dan bekerja di sana. Kamu paham kan, kalau biaya hidup di sana tidak murah?”

“Ya, tapi aku tidak pernah berpikir secepat ini. Dua tahun lalu sejak kamu hadir, hidupku menjadi utuh. Kamu selalu ada untukku. Kalau kamu pergi, apakah aku sanggup?”

“Kamu pasti sanggup. Anggap saja ini ujian hidup yang harus kita lalui. Ingat ya, bukan jarak yang menjadi masalah untuk bisa bersama. Tetapi rasa ego yang tak dapat dikendalikan.”


Pada akhirnya, wanita itupun menyerah. Ia menyadari, perpisahan sementara ini adalah awal kisah baru yang akan lebih indah dari sebelumnya. Semoga. (*)


Pradirwan,
Bandung, 17 Januari 2020

*cerita ini fiksi belaka, semoga terhibur.

Cerpen lainnya:

Sepotong Bahagia Sisa Semalam


Mentari Senja (ilustrasi) Puisi Sepotong Bahagia Sisa Semalam (Pradirwan)
Ilustrasi: Mentari Senja (Pradirwan) 


Sepotong bahagia sisa semalam
Meriuh tawa pada gelas kaca
Mengusir senyap
Bayangmu pun lindap

Aku berteduh
Pada peluh meluruh
Gemuruh hujanku reda, badaiku pun usai
Tersisa lengkung senyum yang terjuntai

Kelak akan tiba masanya
Keakraban hanya sebatas kata
Dingin, sehening senja
Lalu, akan kupastikan
Sesalmu adalah kesia-siaan
Dalam ceruk persembunyian


Pradirwan
Bandung, 11 Agustus 2020

Setelah Kepergian dan Cinta yang Tak Pernah Tamat

Setelah Kepergian dan Cinta yang Tak Pernah Tamat
Review Buku "Setelah Kepergian" (2021) Karya Opick Setiawan


"Sakit paling pilu adalah kehilangan, namun rindu tak bertepi merupakan siksa paling manis."*


Pradirwan - Kalimat puitis itu menjadi pembuka babak novel "Setelah Kepergian" karya Opick Setiawan. Dari judulnya, aku menduga buku ketiga Opick ini akan membawa pembaca ke cerita sedih penuh drama yang mengharu biru. Namun nyatanya aku dibuatnya terkejut.

Memang ada bagian dalam ceritanya yang mengarah ke sana. Itupun tak banyak. 

"Setiap helai jiwa mungkin perlu menghadapi patah hati. Sesakitnya rasa, setidaknya ia bisa pulang pada dirinya sendiri. Agar paham arti kehilangan."*

Secara keseluruhan, setiap kalimat yang tersaji dalam buku ini sukses membuatku menyelesaikan membaca dalam satu hari saja. Dengan gaya bahasa yang  sederhana dan cenderung nyastra khas Opick Setiawan, aku begitu menikmati setiap kata dan terhanyut dalam ceritanya. Meminjam kalimatnya di halaman 44, "Mungkin aku telah sampai pada relungnya makna jatuh cinta."*

Tak hanya itu, penggambaran tokohnya pun cukup kuat. Apalagi pas adegan Agha merayu Dista. Aku dibuatnya tersenyum-senyum sendiri. "Waktu serupa denganmu, hadir dengan apa adanya. Bedanya, kamu sempurna dan selalu menyisakan rindu."*

Meleleh nggak, sih? 

Novel setebal 160 halaman ini bercerita tentang Muhammad Idlan Nuragha, pemuda asal Jayapura, Papua. Agha, nama panggilan sang pemuda itu, baru saja kehilangan orang yang dicintainya. Ibunya meninggal dunia setelah sempat mendapat perawatan di rumah sakit selama berbulan-bulan.  

Enam bulan setelah kepergian ibunya, Agha masih merasakan duka itu. Hingga takdir mengubah jalan hidupnya. Namanya tercantum dalam pengumuman Ujian Saringan Masuk (USM) Program Diploma 1 Pajak Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN, sekarang bernama PKN-STAN) di Balai Diklat Keuangan (BDK) Cimahi, Jawa Barat. 

Di tempat pendidikan inilah kejutan dan harapan baru itu muncul. "Bila ini adalah waktunya, aku siap. Entah mendampingi hatimu kelak, atau hanya terlupa bersama sang waktu, aku pasrahkan padamu."*

***

"Setelah Kepergianini sukses membawaku pada kenangan masa lalu saat mengenyam pendidikan di BDK Cimahi. Ya, sama seperti Agha, aku juga alumni BDK Cimahi

Barangkali inilah yang membuat kisah dalam buku ini menjadi sangat menarik bagiku. Sependek pengetahuanku, sepertinya baru Opick saja penulis yang menceritakan hari-hari di BDK Cimahi dalam sebuah novel. 

Ada pesan yang sangat kuat dalam buku ini. Bahwa lebih baik pernah mencoba lalu gagal daripada tidak pernah sama sekali. Mungkin saja ide cerita Opick terinspirasi quote terkenal Alfred Lord Tennyson, "Better to have loved and lost, than to have never loved at all."

Opick seolah ingin menyampaikan, "Jangan terlalu takut kehilangan sesuatu, sehingga kita tidak pernah mencoba untuk mendapatkannya sejak awal. Untuk mengetahui cara itu berhasil atau tidak adalah dengan mencobanya."

Terlepas benar atau tidaknya dugaan itu, jika Anda ingin mendapatkan cerita ringan, romantis, persahabatan, cinta, keluarga, dan ingin mengenal keseharian mahasiswa BDK Cimahi, maka buku ini dapat Anda jadikan salah satu referensi.

Selain itu, tak banyak nama pegawai yang kukenal produktif menulis, khususnya di Kanwil DJP Jawa Barat I. Tak main-main, Opick berhasil menerbitkan tiga buku dalam kurun waktu kurang dari setahun. Bukankah ini pencapaian yang luar biasa bagi seorang pegawai?

***

Tiga Buku Karya Opick Setiawan
Tiga Buku Karya Opick Setiawan

Hari ini, 6 Agustus 2021, tepat setahun Opick menerbitkan buku perdananya, "Jejak Lalu". Bagiku, buku itu berisi Pesan Cinta tentang Jayapura. Kesimpulan ini sebagaimana yang Opick tulis dalam beranda Facebook-nya:

"Bilamana rindu itu belum berlalu, izinkan saya untuk mendekap hangat dengan beberapa cerita hati melalui "Jejak Lalu", buku pertama yang terlahir dengan melibatkan rasa yang menguras rindu, bahagia, sedih, resah, serta hal-hal yang menyertainya. Akan kenangan-kenangan yang terlihat, terdengar, hingga yang terasa. Tentang Jayapura, tentang laut, bukit, langit biru, hingga dalamnya makna persahabatan.⁣⁣"

Begitulah Opick mengesankan 'kelahiran' buku perdananya kala itu. Tak perlu menunggu lama, dalam tahun yang sama (2020), ia pun meluncurkan buku keduanya yang berjudul "Ada Musik di Sekolah". Buku ini menjadi sekuel "Jejak Lalu".

Novel "Setelah Kepergian" ini pun seperti sekuel dua buku sebelumnya. Opick memang tak bisa jauh dari latar Jayapura. Meski begitu, membaca ketiga buku ini seperti menyelami penggalan cerita nyata penulisnya. 

Terakhir, aku berharap kecintaan Opick menuangkan ide menulisnya tak pernah tamat dengan melahirkan buku-buku lainnya yang jauh lebih luar biasa lagi. Karena aku percaya, mereka yang berkarya akan terus hidup bersama dengan karya-karyanya. Tabik.

Pradirwan, 6 Agustus 2021

*dari buku "Setelah Kepergian"

***

Judul buku: Setelah Kepergian
Pengarang: Opick Setiawan
ISBN: 978-623-320-287-9
Jumlah halaman: 160 halaman
Dimensi: 14 cm x 20 cm
Penerbit: Haura Publishing, Sukabumi
Cetakan Pertama:  Mei 2021

Untuk pemesanan buku (PO) silakan mengisi tautan http://bit.ly/Setelah_Kepergian⁣ atau menghubungi via WA ke nomor 081910107065. ⁣

Rumus Excel Ubah Angka menjadi Terbilang dalam Bahasa Indonesia

Rumus Excel Ubah Angka menjadi Terbilang dalam Bahasa Indonesia

Pradirwan
- Dalam pekerjaan sehari-hari, terkadang kita membutuhkan rumus-rumus tertentu untuk menuliskan angka menjadi terbilang. Misalnya angka "1.203.456" ingin kita ubah menjadi teks "satu juta dua ratus tiga ribu empat ratus lima puluh enam".

Pada kasus yang sering saya alami, penulisan terbilang ini terjadi saat akan membuat nota penghitungan (nothit) atau surat ketetapan yang memunculkan sejumlah nilai uang yang harus dibayarkan. Kasus lain penulisan angka dan terbilang ini biasanya terjadi dalam pembuatan kuitansi pembayaran.

Jika hanya satu atau dua kuitansi, mungkin tidak akan menjadi masalah. Namun jika ada puluhan, ratusan, bahkan ribuan, maka mengetik secara manual tentu akan melelahkan. Belum lagi ada risiko salah ketik (typo) dan lain sebagainya yang nantinya akan menjadi masalah di kemudian hari.

Hadirnya Microsoft Excel salah satunya untuk mengatasi masalah seperti ini sehingga pekerjaan kita tidak banyak menyita waktu dan meminimalisasi kesalahan. Jika bisa kita permudah kenapa tidak?

Secara default, Microsoft Excel tidak menyediakan rumus ataupun fungsi untuk mengubah angka menjadi terbilang dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Meskipun demikian bukan berarti itu mustahil. Caranya dengan menambahkan Add-In Fungsi Terbilang.

Cara Memasang Add-Ins Fungsi Terbilang Microsoft Excel

Cara ini khusus bagi Anda yang komputer atau laptopnya belum ter-install add in. Biasanya muncul error #NAME dalam cell yang kita input rumus fungsi terbilang. Hal ini saya alami kemarin ketika menggunakan laptop yang baru saja diinstall ulang.

Langkah pertama adalah men-download Add-In Fungsi Terbilang Microsoft Excel (klik di sini)

Selanjutnya lakukan pemasangan Add-In tersebut dengan cara:

Buka Microsoft Excel Anda,lalu klik menu File


Klik Options.


Pilih Add-Ins dan klik Go



Pilih Browse..., kemudian pilih file dengan nama "terbilang.xlam" di tempat Anda men-download tadi, kemudian klik tombol OK.


Selesai.

Sekarang Anda sudah berhasil melakukan instalasi Add-In terbilang excel. Untuk memastikan bahwa fungsi terbilang excel Anda sudah aktif, silahkan ulangi langkah di atas, hingga tampilan menu pada Excel Anda seperti pada gambar di bawah ini:





Cara Mengubah Angka menjadi Terbilang

Pada catatan ini akan dijelaskan cara membuat angka terbilang menggunakan rumus Excel, menambahkan teks "rupiah" pada rumus terbilang, cara mengubah kapitalisasi huruf, serta cara menggunakan rumus terbilang pada bilangan desimal dengan angka di belakang koma.

1. Rumus Excel "terbilang" 

Ketik rumus berikut di cell tujuan "=terbilang(cell angka)". Misalnya cell angka adalah A2, ketikkan angka yang akan kita ubah. Contoh 2012345678900. lalu ketikkan rumus "=terbilang(cell angka)" di cell tujuan (misalnya B2). Maka hasilnya akan nampak seperti berikut:

2. Rumus Ubah Huruf Kapital

Dengan sedikit menambahkan rumus fungsi sebelum kata terbilang, kita bisa mendapatkan variasi karakter huruf. Fungsi tersebut yaitu UPPER (kapital semua), LOWER (huruf kecil semua), dan PROPER (hanya huruf pertama yang kapital).  Maka hasilnya akan nampak seperti berikut ini:


3. Rumus Terbilang Ditambah Kata Rupiah

Untuk menambahkan teks rupiah pada akhir rumus terbilang. Caranya dengan menggunakan operator ampersand (&) sehingga rumusnya menjadi =terbilang(cell angka)&" rupiah". Dengan cara yang sama dengan poin dua, maka hasilnya akan nampak seperti ini:


4. Rumus Terbilang untuk Angka Desimal

Rumus-rumus yang sudah disebut pada tiga poin sebelumnya ternyata tak berlaku untuk bilangan desimal (angka di belakang koma). Sistem hanya membaca angka-angka yang di depan koma saja. Padahal sekali waktu kita perlu juga menampilkan angka dibelakang koma ini dengan teks (terbilang). 

Salah satu solusinya, kita harus memisah-misah angka desimal tersebut menjadi dua bagian utama, angka di depan dan di belakang koma. 

Dengan cara ini, angka di belakang koma dapat kita atur. Misalnya membulatkan angka ke dua digit atau dua angka di belakang koma.

Microsoft Excel telah menyediakan beberapa fungsi atau rumus excel yang bisa kita gunakan untuk kebutuhan membulatkan bilangan desimal ini. Fungsi excel dimaksud antara lain fungsi ROUND (membulatkan angka desimal baik ke atas atau ke bawah), ROUNDDOWN (membulatkan angka desimal ke bawah), dan ROUNDUP (membulatkan angka desimal ke atas).

Rumus fungsi ROUND, ROUNDDOWN, dan ROUNDUP menggunakan pola "=fungsi(cell angka;jumlah digit)" sehingga:

=ROUND(cell angka;jumlah digit)
=ROUNDDOWN(cell angka;jumlah digit)
=ROUNDUP(cell angka;jumlah digit)

Perhatikan tabel di bawah untuk melihat contoh pengaplikasian fungsi-fungsi tersebut membentuk terbilang untuk angka desimal.


10^2 dimaksudkan untuk mengambil 2 angka dibelakang koma. Jika yang dikehendaki 3 angka koma pakai 10^3.

Tentang Busur dan Panah Jakarta Khusus

Buku Busur dan Panah (sumber: FB Dewi Damayanti)

"Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri." (JK Rowling)

Pradirwan - Barangkali tak ada yang lebih membanggakan bagi seorang penulis selain karyanya dibukukan. Salah satunya adalah karya rekan-rekan di Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Beberapa waktu lalu, mereka meluncurkan buku “Busur: Meramu untuk Maju”dan “Panah: Cerita untuk Kita” secara daring di Jakarta, Selasa (27/7/2021).

Buku Busur dan Panah merupakan kumpulan buah pikiran pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus berupa opini dan feature. Para pegawai ini memiliki talenta dan minat dalam menulis yang bergabung dalam kegiatan Jakarta Khusus Menulis.

Salah seorang penulisnya Dewi Damayanti menuturkan, Busur tanpa Panah takkan berarti apa-apa. Sebaliknya Panah tanpa Busur, takkan sampai ke mana-mana.

Buku Busur adalah kumpulan opini. Ini terinspirasi dari fungsi busur itu sendiri yang digunakan sebagai alat untuk melesatkan anak panah. 

"Di tangan atlet yang baik, akan mengarahkan anak panah menuju sasaran yang ditetapkan. Busurlah yang akan memberikan dorongan yang kuat dan tepat, agar panah melesat sampai ke tujuan," ungkap Dewi yang juga menjadi tim penyunting buku ini.

Karakteristik tugas pokok dan fungsi Kanwil DJP Jakarta Khusus memang memiliki kekhasannya sendiri. Ada regulasi-regulasi khusus yang memang tidak ditemukan di Kanwil DJP lainnya. Karakter khusus inilah yang menjadi daya tarik buku ini. "Buku ini akan membuka cakrawala bagi pembacanya," ujar Dewi.

Sedang Panah adalah tulisan feature, tulisan ringan berisi kisah keseharian para penulisnya terkait situasi yang mereka hadapi. Pandemi telah mengubah pola kerja, interaksi, dan strategi. Kesedihan, keprihatinan, dan upaya untuk menyeimbangkan diri terjalin dan menghasilkan tekad serta semangat baru.

Dewi meyakini, ketika menelusuri satu demi satu kisah dalam Panah ini, banyak hikmah yang bisa dipetik pembaca. Buku setebal 164 halaman ini diharapkan akan menjadi cermin yang merefleksikan kisah penulis dengan pembacanya.

Ibarat Panah, ia akan terbang cepat mengenai sasaran setelah melekat pada Busur. Untuk mencapai sasaran itu, Panah akan ditarik mundur, kemudian diarahkan ke sasaran, sebelum akhirnya dilepaskan. Demikian pula kita dalam menghadapi pandemi. "Kita pun harus berusaha tenang dan mundur sejenak sebelum berlari cepat dalam menyesuaikan diri di masa pandemi ini," jelas Dewi.

Sementara itu tim penyunting buku tersebut, Johana L. Wibowo menuturkan, jika dihitung ke belakang, pembuatan kedua buku ini memakan waktu kurang lebih sembilan bulan. Prosesnya dimulai dari rapat perencanaan, lokakarya/pelatihan menulis, pengumpulaan karya, hingga penyuntingan.

Menurutnya, rangkaian proses tersebut membutuhkan upaya luar biasa. "Tidak gampang, 'memaksa' rekan-rekan menggoreskan ide, gagasan, dan ceritanya ke dalam sebuah tulisan. Apalagi, di tengah kesibukan mengejar realisasi penerimaan pajak, rekan-rekan menyisihkan sedikit waktunya merajut benang-benang ide, menyimpul potongan-potongan hikmah cerita," ungkapnya.

"Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Barangkali ungkapan itu yang pantas untuk mengapresiasi seluruhnya, tim penyusun, tidak terkecuali." pungkasnya.

Peluncuran dan Bedah Buku Busur dan Panah

"Verba volant scripta manent, apa yang terucap akan hilang, apa yang tertulis akan abadi," ungkap Fungsional Ahli Madya, Dendi Amrin saat membuka diskusi dalam bedah buku Busur dan Panah secara virtual, Selasa (27/07/2021).

Dalam acara tersebut, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Budi Susanto menaruh harapan dengan hadirnya kedua buku ini. “Mudah-mudahan penerimaan tercapai dan itu didukung para penulis muda kita yang memberikan warna dalam menjalankan pencapaian penerimaan,” ungkap Budi ketika ditanya apa latar belakang penerbitan buku itu.

Pada kesempatan itu, Budi menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tim penulis dan tim penyusun, yang di luar kerjaannya masih mampu memberikan semangat pegawai Kanwil DJP Jakarta Khusus dalam pencapaian penerimaan.

Kasubdit Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Sanityas Jukti Prawatyani menceritakan ihwal pembuatan kedua buku itu. Tyas yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang P2humas Kanwil DJP Jakarta Khusus itu memimpin proyek penyusunan buku tersebut. "Setiap menjabat di DJP, saya berusaha untuk meninggalkan jejak," ungkap Tyas, dikutip dari kontributor dan penyunting buku tersebut, Ahmad Dahlan.

Baca juga: Membedah Buku Mazda

"Buku Berkah 1 (yang bercerita tentang modernisasi di DJP), Buku Berkah 2 (bercerita ihwal badai kasus Gayus), Buku Jejak Pajak, dan Buku Jejak Amnesti, adalah jejak-jejak yang telah ditinggalkan Bu Tyas beberapa tempo silam. Dan kini, beliau telah meninggalkan jejaknya di Kanwil Jaksus berupa buku Busur dan Panah itu," tuturnya di beranda Facebook Ahmad Dahlan Jadi Dua.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan pentingnya menulis. Pria yang akrab disapa Frans itu mencontohkan dua orang yang berkat tulisannya mereka menjadi "seseorang".

Pertama adalah Budiono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014 dan Menteri Keuangan di Kabinet Persatuan 2001-2004. Kala itu satu artikelnya di harian nasional Kompas dibaca Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, JB. Sumarlin. Sejak saat itu, Boediono mulai mengawali kariernya di pemerintahan dengan bergabung di Bappenas.

Kedua yaitu Yustinus Prastowo. Sebelum terkenal, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan itu pun pada awalnya menulis opini di Kompas.

"Makanya saya selalu meng-encourage teman-teman untuk senantiasa menulis tentang apa saja. Karena setiap orang itu unik. Punya pemikirannya masing-masing. Dan kalau dituangkan ke dalam tulisan, dari seratus persen pembaca pasti 5 sampai 20 persennya akan merasa itu sesuatu yang luar biasa. Dan bisa menjadi teladan atau inspirasi bagi yang membacanya," pesan Frans.

Menurut Frans, kedua buku tersebut (Busur dan Panah) mampu membingkai satu waktu: pandemi Covid-19. Ia menilai para penulis berhasil memotret kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah maupun kejadian-kejadian di tengah pandemi Covid-19.

Frans menambahkan, tulisan, apalagi dalam bentuk buku, merupakan catatan sejarah yang bisa menjadi sesuatu yang dibaca oleh generasi penerus. Kalau tidak dituliskan, akan hilang begitu saja. Begitu ditulis, dia akan menjadi sejarah, bahan bacaan, dan bahkan referensi jika pandemi terjadi lagi.

"Mari kita tinggalkan jejak-jejak dalam bentuk tulisan. Kita akan menikmati hasilnya beberapa tahun yang akan datang," lanjut pejabat yang sudah menerbitkan banyak buku itu.

Baca juga: Abdi Muda: Mengenal Komunikasi Publik Personal dan Profesional Ala ASN

Hal senada diungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2humas) DJP Neilmaldrin Noor. Neil yang juga hadir dalam peluncuran buku tersebut mengatakan, buku itu merupakan hasil diskursus berbagai pihak terhadap situasi pandemi Covid-19. “Tentunya memicu pemerintah untuk menyusun berbagai kebijakan fiskal,” ujarnya.

Neil menambahkan, lewat buku para penulis telah membuktikan kepeduliannya untuk berperan dalam situasi yang memprihatinkan ini. “Para pegawai di lingkungan (Kanwil DJP) Jakarta Khusus masih mampu berpikir kritis dan menuangkan ide-ide berliannya ke dalam sebuah buku, di tengah-tengah kesibukannya menghimpun penerimaan negara,” ucap Neil.

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyambut bangga. Menurut Yustinus, peluncuran kedua buku itu sebagai bentuk komunikasi kepada masyarakat.

Ia menilai, para penulis internal DJP itu berhasil mengangkat problem perpajakan -- yang mestinya sangat teknis dan tidak semua orang mengerti-- kemudian diabstraksi menjadi suatu cerita yang universal atau general. “Cara fiskus mengenali masalah, lalu memproblematisasi, menyodorkan alternatif solusi, ini yang menurut saya menarik,” lanjutnya.

Menurutnya, kedua buku ini mengubah persepsi publik yang mengatakan pajak itu ilmu kering atau tidak menarik. “Belum lagi terkait masih adanya citra negatif pada fiskus yang dianggap seperi robot, tidak punya hati atau perasaan, itu terkikis dari narasi-narasi dalam kedua buku ini,” imbuhnya.

“Tulisan itu adalah embodiment (perwujudan) apa yang ada di pikiran kita dan merupakan penumbuhan suatu gagasan. Kalau cara kita bicara ke publik seperti ini, apa yang ditulis, kalau dipraktikkan dalam ucapan keseharian, dengan wajib pajak, dengan masyarakat, akan lebih dahsyat. Ini pencapaian yang sangat luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus,” paparnya.

Di samping itu, ada beberapa masukan yang disampaikan Yustinus. "Kalau pun saya harus memberi masukan, itu karena saya lebih dulu telah menulis di media," ungkapnya.

Menurutnya, masukan yang pertama adalah gaya penulisan. "Ada satu dua tulisan yang perlu kita improve lagi supaya kita selaraskan dengan kebutuhan. Karena gaya akan menentukan cita rasa pembacanya," kata Yustinus.

Selain itu tentang diksi (pemilihan kata). Yustinus menyarankan agar tim penyusun buku mengelaborasi diksi dan perbendaharaan kosakata agar tulisan tidak monoton. "Maka rajinlah membuka KBBI dan Tesaurus Bahasa Indonesia," pungkasnya. (HP)


Referensi:

Beranda FB Dewi DamayantiAhmad Dahlan Jadi Dua, dan Johana 'Kakjo' L. WibowoAyoBandung.comMerdeka.com


Kedua buku ini, "Busur: Meramu untuk Maju"dan "Panah: Cerita untuk Kita" dapat diunduh di laman https://tinyurl.com/bukubusurpanah

***

BUSUR: MERAMU UNTUK MAJU

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Gita Danet Siburian, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah,
Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-623-97203-0-8

Cetakan pertama, Juni 2021

***

PANAH: CERITA UNTUK KITA

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab
Budi Susanto

Ketua
Sanityas Jukti Prawatyani

Sekretariat
Ainur Rasyid, Achmad Rizky Prayogo, Wijanarko Pristiyanto Putro, Hapsari Arum Kusumo, Zam Zam Mufid, Meilan Kurniati Gultom

Penulis
Rinaka Ikaprita Kurniaratih, dkk (Jakarta Khusus Menulis)

Desain dan Tata Letak
Yopi Fajar Candra Dinata, Rinaka Ikaprita Kurniaratih, Ridho Damara, Uzlifa Nafi’atul Masfufah, Wisnu Purnomo Aji, M Rian Afriadi Buddyawan

Penyunting
Theresia Friska Sipayung, Yuliana Fariani, Johana Lanjar Wibowo, Dewi Damayanti, Ahmad Dahlan, Martiana Dharmawani Sipahutar, Lila Saraswaty, Dendi Amrin

Penerbit
Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190
Telp: (+62) 21 - 525 0208

ISBN 978-979-98041-9-8

Cetakan pertama, Juni 2021

Tak Ada yang Istimewa

 Sunset Pradirwan Tak ada yang istimewa


Dulu,

Pernah kau berkata, "Tunggu aku!"
Dan aku mau
Tidak peduli kau datang lagi
Atau selamanya pergi


Dulu,

Aku simpan setiap kenangan
dalam ingatan
Mengira semua istimewa


Lalu,

Sehabis hujan sebentar
Tubuh siapa yang lebih gemetar
Menahan cinta yang lapar?

Siapa yang lebih dulu menyerah?
Cinta yang patah
atau rindu yang menggerutu?


Nyatanya,

Sungguh ku rindu
Meskipun ku tahu
Tidak ada yang istimewa
dari rasa yang aku lahirkan sendiri


***

Pradirwan
Bandung, 3 Desember 2018

Aku Rindu, Dik

Puisi Pradirwan Aku Rindu, Dik
Aku Rindu, Dik (Pradirwan) 

 

Biar kujerang kata-kata ini, Dik
Menanaknya menjadi puisi
Rinduku membuncah hingga ke ubun-ubun
Berlumut dan membatu, mendamba temu

Dalam kekalutanku
Pisau waktu mengiris jiwaku
Memisahkan cemas dan pilu menanti sosokmu
Sabarku jatuh dari segala penjuru

Pelik ini tak kunjung rampung, Dik
Sementara gelap semakin membayang
Aku rindu pada yang mereka sebut pulang
Aku rindu pada yang mereka sebut tenang

Mentari yang jatuh di halaman rumahmu
Nyatanya tak mampu menyampaikan isyarat
Bahwa rasa ini telah mengiba sejauh-jauhnya
Hanya pasrah yang melesap ke dalam tanah

Sepasrah aku yang mendidih 
Dipanggang jarak dan waktu
Olehmu

***
Pradirwan
Bandung, 25 Juli 2020

Fragmen tentang Juli


Cerpen Cinta Fragmen tentang Juli - Pradirwan
Fragmen tentang Juli 


Pradirwan
- Pesawatku mendarat usai menyeberangi samudera berjam-jam. Perjalanan panjang ini sungguh melelahkan.

Aku menginjakkan kakiku di sebuah pulau yang subur. Gunung nampak kokoh menjulang. Ia berjubah awan putih. Sawah terhampar berundak. Burung-burung saling bermesraan di antara padi yang menguning. Sementara di bawah sana, aliran sungai meliuk-liuk. Gemericik airnya menentramkan hati.

Siang ini berjarak 36 hari dari suatu pagi, kala aku bertemu senyummu. Ini sungguh di luar dugaanku. Kita justru jauh lebih dekat dari sekadar saling mencuri pandang.

Jantungku berdegup kencang. Inikah saatnya, misteri yang kusimpan untukmu akan terkuak?

Ini adalah sebuah siang bermakna kala senyum yang engkau sulamkan tak lagi menghiraukan terik yang menghunjam wajahmu.

Senyummu pula yang memecah kebisuan saat setiap pertanyaan yang hendak kuajukan tercekat kelu saat di dekatmu.

"Bagaimana kabarmu, Don?"

Dua minggu lalu kudapati dirimu menabur senyum di halaman hati. Entah mengapa aku merasa tak berkutik. Maka saat senyum itu tumbuh menjadi cinta, kupetik lalu kutanam lagi dalam-dalam di taman sanubari.

Lantas selanjutnya apa? Apakah bisu adalah kata kerja? Aku pernah mendapati tanah bercerita tentang bunga yang berguguran mengecupnya. Apakah kau ingin mengecup misteriku juga?

Aku pun pernah mendengar kabar tentang persamaan hati dan hujan. Tahukah kau bahwa keduanya jatuh di tempat yang Tuhan kehendaki?

Selain persamaan itu, tahukah kau bahwa pernah ada hujan yang jatuh bertubi-tubi. Deras sekali. Hingga setiap tetesnya melapukkan kayu yang terpendam bisu.

Pasti akan menjadi hari yang sangat menyebalkan, jika tahu dirimu adalah bagian dari hujan tersebut dan aku adalah kayu malang yang kau jatuhi itu.

Jika percakapan ini datang, sudikah kiranya dirimu memberi kasih yang kuminta? Atau andai hatimu telah membeku, maka aku akan mengadu kepada kemarau, agar ia segera mencair di sanubarimu, lalu kita ukir kembali cinta itu?

*

Dear, Juli.

Ini masih tentang siang itu. Kala sinar teriknya menghunjam wajahmu tanpa toleransi.

Kulihat kau memandangku dengan tiga garis di keningmu yang membentang heran. Mungkinkah lagi-lagi segala tanyaku penyebabnya? Ataukah ada hal lain yang memenuhi pikiranmu? Adakah sepenggal kalimat yang hendak kau ucap untukku?

Aku tahu kamu ragu. Aku merasakan bahwa sesekali diammu dan garis-garis di keningmu menjelaskan itu. Sorot matamu pun menguatkan hal yang sama.

Seketika aku dibuat gugup. Aku membayangkan jawabmu itu akan mengetuk jantungku. Lalu mengaduk-aduk perasaanku lagi.

"Aku tak bisa, Don."

Benar saja dugaanku. Tapi kenapa? Lagi-lagi aku dibuatnya penasaran. Hingga kau tak lagi bisa mengelak.

"Aku ragu, Don."

Kita beradu pandang. Ada sendu yang berpijar redup di kedua bola matanya yang pekat.

Pada intinya, dari perkataanmu itu, kita akan menjadi sepasang manusia yang akan terpisah jauh oleh jarak. Bahkan di saat kita belum tahu-menahu misteri masa depan yang kita punya masing-masing.

Apakah benar sampai jumpa lagi atau selamat tinggal adalah dua kosakata baru yang salah satunya akan mengisi kamus rumitnya kisah kita?

Karena mungkin saja kita nanti terpisah jarak, tetapi setelah berpisah, akan ada hal apa lagi?

Tapi biarlah. Jika sudah bulat tekadmu itu maka beri aku satu janji dari senyum yang diapit lesung pipimu itu. Selanjutnya "berpisah" akan kuanggap sebagai kata perintah, tapi dengan catatan itu hanya sementara saja.

**

Hai, Juli.

Suatu malam yang berjarak 14 hari sejak kudapati senyummu, aku membawakan setumpuk puisi yang sulit dirimu, bahkan diriku untuk tafsir sendiri. Gelisah, gundah, atau resah bercampur di dalamnya.

Hanya satu kepastian, setiap rindu yang kutuliskan itu adalah tentangmu. Kini kumengerti, nyatanya jarak terjauh sebuah rindu adalah tak berada di langit yang sama.

Tapi, Juli.

Bukankah kamu pernah berkata, kamu merindukan puisi-puisiku yang kukirim sebelum tidur malammu?

Kukira dengan mengirimimu puisi dan menyebut namamu setiap malam, sayap-sayap doa akan terbang menembusi langit, lalu kita akan menjadi utuh. Tak kusangka, kau malah patahkan sayap-sayap itu.

Saat dua pasang bola mata bertemu, ada yang berbeda dari senyummu yang pernah kudapati dalam bentuk anugerah.

Malang sekali, senyummu yang mulanya kukira hanya untukku itu ternyata sudah terbagi. Aku melihatmu bersamanya.

Tahukah kau, Juli...

Dalam setiap kepergian ada sunyi.

Meredam suka menggugah sepi.

Namun, sebelum darahku membeku dan nadiku terhenti.

Aku ingin memeluk dan tidur di pangkuanmu, meski hanya sekali.


***

Senja, sehari usai malam itu. Aku telah tiba kembali ke kotaku. Di ujung cakrawala mentari bersandar. Bias cahaya jingganya lembut mewarnai langit barat.

Baru kusadari, bias cahaya itu telah mengubah wajah kota ini menjadi sebuah fenomena: tentang perubahan sebuah lukisan realis yang tanpa ada satu garispun melenceng, menjadi sebuah siluet bangunan dengan jejeran gedung berlatar langit senja. Sungguh indah.

Aku tengah menikmati fenomena itu ketika tiba-tiba sebuah pesan masuk di gawaiku.

"Kamu di mana, Don?"

Deg. Lama kubaca pesan itu. Berulang-ulang.

Aku memang pergi darimu tanpa pamit. Tetapi aku tak punya alasan lain. 

Kamu tahu Juli?

Aku bisa merasakan dentuman hebat yang menyerang jantungku saat kita saling berbicara, bergurau, atau berbagi cerita. Aku pun bisa merasakan tusukan nyeri di ulu hatiku saat aku tahu bahwa kau telah bersama seorang yang lain. 

Aku memang iri karena aku bisa merasakan sesak di dadaku saat aku harus melihat adegan kamu bersamanya. Begitu dekat, mesra, dan bahagia. 

Terkadang aku berpikir, mengapa ia bukanlah aku? Mengapa aku tidak lebih dulu mengenalmu dan mengapa waktu terlalu terlambat mempertemukan kita?

****

Aku termenung. Berpikir untuk berusaha menyangkal. Kian kukuh aku untuk menghindar, semakin kutersadar bahwa aku sungguh mencintaimu.

Rasanya getir dan manis datang bersamaan. Namun bukan hal itu inti dari penjajakan hidup dan cinta ini. Terlebih kita bukanlah anak-anak lagi yang mengandalkan tangis untuk sebungkus es krim kesukaan.

Hubungan kita memang belum bernama. Lalu untuk apa aku secemburu itu hingga memutuskan pulang ke kotaku?

"Aku sudah kembali ke kotaku. Ada urusan penting. Maaf aku belum sempat mengabarimu," jawabku.

Dalam hatiku berjanji, aku akan melupakanmu. Kalau kamu membalas pesanku lagi, akan kubantah habis-habisan.

Tetapi, bagai bias cahaya mentari, tekadku itu tenggelam di balik cakrawala, meninggalkanku sendiri. Sialnya, itu membuatku tak tenang. Aku mulai menghujani diriku dengan rentetan pertanyaan yang tak dapat kujawab.

"Ooh. Apa kamu tak sedikitpun mengingatku? Memangnya ada yang lebih penting dari aku?" tanyamu. Hatiku mencelos.

"Apa maksudmu? Bukankah kamu sudah bersama pria itu?"

"Apa? Itu tidak seperti yang kamu pikirkan!"

"Kamu sendiri yang bilang kalau kamu ragu? Rupanya dia yang membuatmu ragu padaku?"

"Sungguh, Don!. Itukah yang kamu pikirkan tentangku? Itu tidak benar."

Aku terdiam tak membalas lagi. Bisa saja kamu hanya ingin menenangkan aku. Sekarang, hanya tersisa perasaan ini di sebuah persimpangan jalan. Terserak dihantam laju waktu. Terpikir mengajak segenap hati dan raga untuk tidak lagi terlindas rasa.

Tiba-tiba teleponku berdering. Kamu menelponku. Tak ada alasan lagi untuk tidak menyelesaikan masalah ini.

"Beri aku kesempatan menjelaskan ini semua, Don!" Aku mengiyakan.

"Dua hari yang lalu aku menerima pesan darinya. Aku diajaknya bertemu. Aku menyanggupi karena dia selalu membantuku saat skripsi dan aku menghargai undangannya. Tak disangka, dia memberiku seikat bunga. Mungkin saat itulah kamu melihatku bersamanya.

Aku mengira itu hanyalah ucapan selamat darinya atas kelulusan aku. Namun ternyata dia mengungkapkan perasaannya ke aku, Don." 

Dadaku kembali bergemuruh. Sepertinya Juli merasakan kegelisahanku.

"Please, jangan marah dulu. Aku lalu mengembalikan bunganya. Aku berkata bahwa aku tidak bisa menerimanya. Aku hanya menganggapnya sebagai seorang kakak. Tidak lebih. Sebenarnya, ada alasan yang lebih dari itu dan dia pasti tahu itu, Don.

Ya. Aku teringat kamu, Don. Ketika kamu mengungkapkan perasaanmu ke aku, kamu memberiku es krim karena kamu sangat mengenalku. Aku tidak suka bunga.

Bagiku, kamulah orang yang paling bisa mengerti dan mengenali aku. Aku nyaman bersama kamu. Aku sudah yakin dengan pilihanku. Aku ingin bersamamu, Don."

"Benarkah itu, Juli?" 

"Cinta kita dibangun di atas rasa saling percaya. Kesabaran dan pengertianmu selama ini adalah dinding kokoh yang membuatku nyaman dan terlindungi."

"Hahaha... Aku bahagia sekali, Juli. Matahari di sini sudah tenggelam, tapi langit masih nampak sedikit kebiruan. Ini adalah waktu favorit kita, Juli. Senja yang indah. Barangkali saatnya aku pulang. Tunggu aku akan kembali ke kotamu secepatnya. Aku tak sabar ingin melamarmu. I love you."

"I love you, too!"  (*)

Pradirwan, 
Bandung, 24 Juli 2021

*cerita ini fiksi belaka, semoga terhibur.



 
Copyright © 2021 Pradirwan and OddThemes